Senin, 24 September 2012

Teori komflik

Nama               : Fevi Saleha
Kelas               : PMI 3A
NIM                : 11111054000024
Pelajaran          : Sosiologi Perkotaan
Judul               :  Teori konflik
Tugas               : ke-2
            Konflik adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Karena konflik memiliki fungsi positif (George Simmel, 1918; Lewis Coser, 1957), konflik menjadi dinamika sejarah manusia (Karl Marx, 1880/2003; Ibnu Kholdun, 1332-1406) konfli menjadi entitas hubungan sosial (Max Webber, 1918/1947 ;Ralf Dahrendrof, 1959), dan konflik adalah bagian dari proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Maslow,1954;Max Neef, 1987;Jhon Burton, 1990; Marshal Rosenberg, 2003)
             Konflik bisa muncul pada skala yang berbeda seperti, konflik antar orang-orang (Interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik antar kelompok dengan negara (vertical conflict), konflik antar negara (interstate conflict). Setiap skala memiliki latar belakang dan arah perkembangannya. Masyarakat manusia didunia pada dasarnya memiliki sejarah konflik antarperorangan sampai antarnegara. Konflik yang dapat dikelola secara arif dan bijaksana akan mendunamisasi proses sosial dan bersifat konstuktif bagi perubahan sosial masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan.
A.    Teori konflik klasik
            Perkembangan teori konflik diawali adanya revolusi industri di Eropa. Revolusi industri di Eropa yang mengubah model produksi tradisional menjadi model produksi modern menghasilkan produk secara masal telah ikut berperan dalam mengubah struktur sosial masyarakat Eropa diawal abad-19. Kemunculan kelompo-kelompok pemilik modal yang menguasai sistem produksi telah menyebabkan ketertindasan kalangan yang tidak memiliki modal kecuali tenaga.
            Pengamatan terhadap fenomena konflik dan dinamika sosial juga sudah muncul di Afrika beberapa abad sebelum teori sosiologi diketemukan di Eropa. Pada abad ke-14 pada masa awal keruntuha Khalifa Abbasiyah akibat invasi bangsa mongol. Masa ini ditantadai oleh kekuasaan yang silih berganti dan tatanan politik labil. Berbagai kelompok kepentingan berbasis pada tribal melakukan gerakan kudeta terhadap kekuasaan negara sehingga menciptakan masyarakat dinamis secara politik. Konteks dinamika masyarakat dan konflik ini yan g kemudian di analisis oleh Ibnu Kholdun. Analisa tersebut melahirkan teori konflik kelompok dan hukum sosial konflik masyarakat.
            Masyarakat selalu mengalami perubahan sosial baik pada nilai dan strukturnya baik secara revolusioner maupun evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh gerakan-gerakan sosial dari dari individu dan kelompok sosial yang menjadi bagian dari masyarakat. Gerakan sosial dalam sejarah masyarakat bisa muncul dalam berbagai kepentingan, seprti mengubah dalam struktur hubungan sosial, mengubah pandangan hidup, dan kepentingan merebut politik (kekuasaan).
            Karl Marx mendefinisikan kelas terdiri dari kelas borjuis (pemilik modal), dan kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam struktur yang hierarkis, dan borjuis melakukan melakukan eksploitasi terhadap ploretar dalam sistem produksi kapitalis. Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelompok borjuis dan proletar melahirkan gerakan besar yang disebut revolusi. Marx melihat perubahan sosial melalui proses dialektis sejarah materil yang serat konflik dan determinisme ekonomi. Berkaitan dengan konflik marx menyatakan,"…without conflict, no progress; that is the law which is civilization has followed the present day (tanpa konflik, tidak ada perkembangan (peradaban, penulis); itu adlah hukum peradaban hingga sekarang" ( Dahrendrof, 1959:8). Pernyataan ini juga telah disampaikan oleh Ibnu Kholdun beberapa abad sebelumnya.   
B.     Teori konflik Kontemporer
Teori konflik kontemporer muncul pada abad kedelapan belas dan sembilan belas dapat dimengerti sebagai respons dari lahirnya dual revolution,yaitu demokratisasi dan industrial. Teori sosiologi konflik kontemporer adalah refleksi dari ketidakpuasan terhadap fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. merton, yang berlebihan dalam menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya.
Sesungguhnya membahas sosiologi konflik kontemporer masih mengikuti peta tiga madzhab besar ilmu-ilmu sosial, dan teori sosiologi konflik klasik. Teori konflik kontemporer berkiblat pada tiga madzhab:
1.      Mazhab positivis
Mazhab positivis pada dasarnya melahirkan sosiologi konflik struktural. Ada dua ciri utama pada mazhab ini:
a)      Generalisasi teori yang bisa berlaku secara universal
b)      Melihat konflik sebagai bagian dari dinamika gerakan struktural.
2.      Mazhab humanisme
Teori ini pada umumnya berkembang sebagai respon terhadap analisis  makro fungsionalismestruktural. Ritzer mentipekan aliran ini sebagai sosiologi mikro seperti aliran etnometodologidari granfikel. Mazhab ini menonjolkan pada pendekatan interaksionisme simbolis, teori kontruksi sosial atau fenomenologi.
3.      Mazhab kritis
Tradii kritis meyakini bahwa iluan sosial mempunyai kewajiban moral mengajak dalam melakukan kritik terhadap hubungan dominatif penguasa pada masyarakat dalam struktur sosial. Karena itulah kepentingan teori madzab kritis adalah emansipasi yang membebaskan asyarakat dari kekejaman struktur sosial menindas yang dikuasai oleh kelompok kekuasaan.
 
Penutup
  Ibnu Kholdun dan Karl Marx berhasil memperlihatkan konflik kelompok dan kelas. Konflik ini mempengaruhi dinamika masyarakat dalam sejarah masyarakat. Turner menilai sosiologi merupakan bagian dari gerakan intelektual yang merespon dinamika sosial dan politik, seperti respon sosiologi klasik terhadap revolusi industri dan revolusi Prancis di Eropa. Sosiologi konflik klasik dari ibnu Kholdun, Karl Marx, Max Webber, Emile Durkheim, dan George Simmel faktanya memberi pengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi konflik kontemporer.
              Sosiologi konflik terbagi menjadi tiga perspektif mengikutu mazhab ilmu sosial, sosiologi ilmu positivis, sosiologi konflik humanis, dan sosiologi konflik kritis. Tradisi sosiologi konflik positivis mempertimbangkan konflik menjadi tak terhindarkan dan aspek permanenkehidupan sosial dan mereka juga menolak ide bahwa kesimpulan ilmuan sosial sarat nilai. Sebaliknya pendukungnya tertarik dalam pendirian ilmu sosial dengan ukuran sama objektifitas sebagaimana ilmu alam.
  Tradisi sosiologi ilmu konflik kritis adalah kelompok yang meyakini bahwa ilmuan sosial mempunyai kewajiban moral mengajak dalam melakukan kritik masyarakat.   
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini