Senin, 24 September 2012

Tugas III Imas Hayati Nufus KPI 1E

Nama                 : Imas Hayati Nufus
Nim                    : 1112051000159
Kelas                  : KPI 1E
 
Karl Marx
a.      Konflik Kelas
Marx sering menggunakan istilah kelas dalam tulisan-tulisannya, tetapi dia tidak pernah mendefinisikan secara sistematis apa yang di maksud dengan istilah ini. Biasanya dia menggunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada di dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan control mereka terhadap alat-alat produksi. Kelas, bagi Marx, selalu didefinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Individu-individu membentuk kelas sepanjang mereka berada di dalam suatu konflik biasa dengan  individu-individu yang lain tentang nilai surplus. (mendapatkan  hasil lebih dari yang semestinya didapat).
Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konsep ini berbeda-beda baik secara teoritis maupun historis. Sebelum mengidentifikasi sebuah kelas, diperlukan suatu teori tentang di mana suatu konflik berpotensi terjadi dalam sebuah masyarakat. Marx mengakui bahwa konflik kelas sering disebabkan oleh bentuk-bentuk lain dari stratifikasi, seperti etnis, ras, gender, dan agama; akan tetapi, dia tidak menerima hal ini sebagai sesuatu yang utama. Richard Miller (1991:99) menyatakan bahwa "tidak ada aturan yang pada prinsipnya bisa digunakan untuk menengelompokkan orang di dalam suatu masyarakat tanpa memepelajari interaksi-interaksi yang actual di antara proses-proses ekonomi di satu sisi, dan antara proses-proses politis dan cultural di sisi lain".
Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut Marx dengan suatu kelas di dalam dirinya. Ketika mereka menyadari adanya suatu konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, yang disebut suatu kelas untuk dirnya. Ada dua kelas, yang di temukan Marx ketika ia menganalisis kapitalisme, yaitu borjuis dan proletar. Borjuis adalah mereka yang mempunyai alat-alat produksi dan mempekerjakan pekerja upahan. Sementara proletar adalah orang-orang yang mendapat upah.
Pembagian yang paling penting dalam masyarakat adalah pembagian antara kelas-kelas yang berbeda; factor yang paling penting mempengaruhi gaya hidup dan kesadaran individu adalah posisi kelas; ketegangan konflik yang paling besar dalam masyarakat, tersembunyi atau terbuka, adalah yang terjadi antarkelas yang berbeda, dan salah satu sumber perbedaan social yang paling ampuh adalah yang muncul dari kemenangan satu kelas lawan kelas lainnya.
Perbedaan-perbedaan penting dalam struktur-struktur kelas antara tipe-tipe masyarakat yang berbeda atau tahap-tahap yang berbeda dalam sejarah, yang terutama disebabkan oleh perbedaan variasi dalam sumber-sumber dan alat produksi. Dorongan yang paling penting untuk perubahan-perubahan adalah ekspansi alat produksi yang dihasilkan oleh perkembangan produksi.
Bersama dengan perbedaan-perbedaan dalam hubungan kelas pelbagai tahap sejarah, ada pula perbedaan-perbedaan internal gaya hidup dan bentuk kesadaran dalam kelas-kelas utama. Meskipun bangsawan yang memiliki tanah dan kapitalis borjuis masing-masing berkuasa dalam tahap-tahap sejarahnya sendiri, ada perbedaan pokok antara kelas-kelas ini. Memang kapitalis borjuis harus terlibat dalam perjuangan revolusioner melawan kelas aristocrat untuk memperkuat dominasinya. Juga sama halnya dengan kelas proletar kota secara substansial berbeda dengan petani desa meskipun keduanya merupakan kelas yang tunduk.
Marx mejelaskan konflik kelas ini karena kelas yang tinggi  atau yang memberi upah selalu ingin mendapatkan keuntungan lebih, sehingga ia terus menerus menambahkan sahamnya hingga banyak. Sedangkan kelas rendah atau kelas yang di beri upah tidak menerima karena menurutnya yang kaya semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin menjadi semakin miskin. Maka, timbullah konflik kelas ini.
  
b.      Ideologi
Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh reaksi-reaksi yang sedang eksis, akan tetapi juga oleh reaksi-reaksi pendukung, institusi-institusi, dan khusunya, ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberi nama khusus terhadapnya, yaitu ideology.
Marx menggunakan kata ideology tersebut untuk menunjukkan bentuk ide-ide yang berhubungan. Pertama, ideology merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat dalam setiap kapitalisme, merefleksikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini dia menggunakan metafora kamera obscura, yang menggunakan optic quirk untuk menunjukkan bayang-bayang nyata yang Nampak terbalik. Seperti uang.
Tipe ideology ini  mulai terganggu karena didasarkan pada kontradiksi material yang mendasarinya. Nilai manusia tidak benar-benar begantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kontradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang sering kita jadikan dasar akan ke fase selanjutnya. Misalnya, kita sadar bahwa ekonomi bukanlah sebuah system objektif dan independen, melainkan hanya sebuah ranah politis.
Ketika gangguan-gangguan muncul dan kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideology akan muncul. Disini Marx menggunakan istilah ideology untuk merujuk kepada system-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat kapitalis.
Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengan salah satu dari tiga cara berikut:
1)              Mereka menghadirkan suatu system ide, system-agama, filsafat, literature, hukum- yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren.
2)             Mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personal atau keanehan-keanehan individual, atau
3)             Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan social.
c.       Agama
Marx  juga melihat bahwa agama sebagai sebuah ideology. Dia merujuk pada agama sebagai candu masyarakat, namun sebaiknya kita simak seluruh catatannya:
Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi  dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama  adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat.
(Marx, 1843/1970)
Marx percaya bahwa agama, seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh system kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu system yang mengandung ilusi-ilusi agama.
Bentuk keagamaan ini mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan selalu menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan  sering berada di garda depan dalam melawan kapitalisme (lihat; misalnya teologi pembebasan). Meskipun demikian, Marx merasa bahwa agama khususnya menjadi bentuk kedua ideology dengan menggambarkan ketidakadilan kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan-teriakan orang-orang tertindas justru di gunakan untuk penindasan selanjutnya.
d.      Moda Produksi (Mode Of Production)
Dasar atau fundamen masyarakat terletak dalam kehidupan materiilnya. Dengan bekerja manusia menghasilkan (berproduksi) untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat. Jadi,  "dalam ekonomi politik kita bisa menemukan anatomi masyarakat sipil". Struktur ekonomi masyarakat merupakan "fondasi riil yang menjadi dasar pendirian bangunan yuridis dan politik, serta menjadi jawaban atas bentuk-bentuk kesadaran social yang telah ditentukan". Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, malahan, "sebaliknya eksistensi sosiallah yang menetukan kesadaran mereka".
Cara produksi dari sebuah masyarakat berupa "tenaga kerja produksi" (manusia, mesin dan teknik) dan "hubungan produksi" (perbudakan, system bagi hasil, system kerajinan tangan, bekerja upahan). Cara produksi ini membentuk 'kaki penopang' yang menyangga super struktur politik, yuridis dan ideologis masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi: dari model kuno, model asia, feodalistis dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat perkembangan  tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi. Itu sebabnya maka, "dimulailah era revolusi".
Perubahan landasan ekonomi disertai dengan semacam kekacauan secara cepat atau lambat pada bangunan "bentuk yuridis, politik, relijius, artistic dan filosofis. Pendeknya bangunan ini adalah bentuk-bentuk ideology yang di dalamnya manusia memperoleh kesadaran akan konflik tersebut dan akan menekannya sampai ke ujung batas".
Ketika ia menulis tentang transisi dari kapitalisme menuju sosialisme, Marx lalu mengembangkan sebuah konsep "dialektika" transformasi social. Kapitalisme biasanya tunduk pada kontradiksi-kontradiksi ekonomi yang akhirnya menimbulkan krisis-krisis periodic.
Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan social, politik dan intelektual. Seperti yang di jelaskan di atas, Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi social mereka yang menentukan kesadaran tersebut.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini