Senin, 24 September 2012

Teori Konflik

Nama   : Nur Fajrina
Kelas   : PMI 3
NIM    : 1111054000009
Judul   : Teori Konflik menurut Karl Marx ( Tugas 2 )
 
Konflik adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Karena konflik memiliki fungsi positif (George Simmel, 1918:Lewis Coser, 1957), konflik menjadi dinamika sejarah manusia (Karl Marx, 1880/2003:Ibnu Khaldun, 1332-1406), konflik menjadi entitas hubungan sosial (Max Weber, 1918/1947:Ralf Dahrendorf,1959), dan konflik adalah bagian dari proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Maslow,1954:Max Neef,1987:John Burton,1990:Marshal Rosenbreg,2003).
Manusia adalah makhluk konfliktis (homo confilctus), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun Poerwadarminta (1976), konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul kedalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan. Francis menambahkan unsur persinggungan dan pergerakan sebagai aspek tindakan dan sosialnya (Francis, 2006:7). Sehingga secara sederhana konflik adalah pertentangan yang ditandai oleh pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan.
Sebagai contoh, dalam lingkungan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, banyak kasus pertentangan ide tercipta, seperti jenis kursi baru apa yang harus dibeli untuk mengganti kursi lama di ruang tamu. Ayah mempunyai ide, kursi baru itu adalah dari rotan berwarna coklat alami, ibu mempunyai ide kursi baru harus lebih modis dengan warna-warna cerah, sedangkan anak mengidekan kursi baru yang terbuat dari kayu dengan ukiran-ukiran klasik. Beberapa ide yang bertentangan mengenai kursi ini menjadi gerakan persinggungan diantara anggota keluarga sehingga menyebabkan ketegangan sosial pada tingkat tertentu dalam sistem kehidupan keluarga tersebut.
Pengertiaan konflik diatas sesuai apa yang didefinisikan oleh Pruit dan Rubin dengan mengutip Webster bahwa "Konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan, atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonfliktidak dicapai secara simultan" (Pruit dan Rubin,2004:10). Jika memahami konflik pada dimensi ini, maka unsur-unsur yang ada di dalam konflik adalah persepsi, aspirasi, dan aktor yang terlibat di dalamnya. Artinya dalam dunia sosial yang di temukan persepsi, maka akan di temukan pula aspirasi dan aktor.
Konflik bisa muncul pada sekala yang berbeda seperti konflik antar orang, konflik antar kelompok, konflik antar kelompok dan negara, konflik antar negara. Setiap sekala memiliki latarbelakang dan arah perkembangannya. Masyarakat manusia di dunia pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam sekala antara perorangan sampai antar negara. Konflik yang bisa dikelola secara arif dan bijaksana akan mendinaisasi proses sosial dan bersifat konstruktif bagi perubahan sosial masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan. Namun dalam catatan sejarah masyarakat dunia, konflik sering diikuti oleh bentuk-bentuk kekerasan, seperti perang dan pembantaian.
Secara umum, para ilmuwan sosiologi konflik lahir dari konteks masyarakat yang mengalami pergeseran-pergeseran nilai dan stuktural, dan dinamika kekuasaan dalam negaara. Konteks sosiohistoris inilah yang membentuk pemikiran dalam sosiologi konflik. Istilah sosiologi konflik pertama kali digunaka oleh George Simmel dalam American Journal of sicology tahun 1903 dalam artikelnya yang berjudul the sociology of conflict :I. Bryan S. Turner melalui Classical sociology secara tidak langsung juga memberikan penghargaan kepada Simmel sebagai penggagas sosiologi konflik (Turner,1999:147). Sedangkan para ilmuwan sosial klasik lainnya tidak menspesipikasi karya mereka sebaagai sosiologi konflik, namun merupakan bangunan akademis ilmu sosial secara umum. Banyak diantara mereka bahkan merupakan ilmuwan yang membahas filsafat, matematika, astronomi, kedokteran, sejarah, seperti ibnu khaldun yang merupakan ahli astronomi, sejarah, filsafat, dan sosiologi. Sehingga bisa di sebutkan dalam buku ini, George Simmel adalah bapak dari sosiologi konflik.
Tokoh-tokoh sosiologi konflik klasik, seperti Ibnu Khaldun (1332-1406), Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920), George Simmel (1858-1918) mempunyai peran dasar dalam meletakkan mainstream teori sosial secara umum dam memengaruhi sosiologi konflik kontemporer pada khususnya.
Kali ini saya akan menjelaskan teori konflik dengan pemikiran Karl Marx. Karl Marx lahir dari keluarga yahudi, ayahnya harus mengubah keyakinan menjadi katolik karena situasi politik di Jerman pada waktu itu. Marx menjadi murid Hegel yang cerdas dan kritis. Marx adalah salah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai perkembangan ilmu sosial secara umum. Marx hidup dimasa revolusi industri pertama di Eropa dan liberalisme politik akibat pengaruh revolusi perancis. Pertumbuhan industrialisme yang mengubah struktur sosial masyarakat secara dramatis memberi pijakan orientasi pemikiran Marx, terutama sekali perkembangan sistem kapitalisme yang membagi sturktur sosial dalam dua posisi berbeda yang ekstrim, yaitu antara mereka yang memiliki modal dan mereka yang hanya memiliki tenaga.
Sosiologi konflik Marx dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel. Memalui perkembangan pemiirannya, Marx menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang diambil dari filsafat material Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus menerus secara material. Menurut penafsiran Cambell, melalui Tujuh Teori Sosial (1994), Marx adalah penganut materialisme historis yang menjelaskan proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran ddan penguasaan secara bergilir kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif menuju feodalisme, berlanjut ke kapitalisme, dan berakhir pada masyarakat tanpa kelas komunisme (Classless society).
Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik, yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Marx menyatakan (... dari semua instrumen-instrumen produksi yang paling bear kekuatan produksi itu adalah kelas revolusioner itu sendiri ). Pernyataan Marx melalui artikelnya The Clasess tersebut memberi penekanan bahwa perubahan sosial dalam sejarah masyarakat manusia adalah akibat perjuangan revolusioner kelas. Kelas revolusioner yang dimaksudkan oleh Marx adalah kelas proletariat. Kelas, menurut Marx, adalah entitas dari perubahan-perubahan sosial. Kelas dan perjuangan kelas kemudian, dalam konteks masyarakat kapitalis Marx, berada dalam kontradiksi sistem ekonomi kapitalis. Bryan Turner merangkum efek dari proses kontradiksi sstem ekonomi kapitalis : (1) polarisasi radikal dari sistem kelas kedalam dua kelas bermusuhan, yaitu borjuis dan proletar, (2) proses segregasi sistem kelas, yaitu kelas pemilik modal (kaum borjuis) yang kikir dan kemiskinan kelas pekerja, (3) radikalisasi kelas pekerja yang ditransformasikan melalui perjuangan politik (Turner, 1999:222).
Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukan bahwa dalam masyarakat, pada waktu itu, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas ploretar. Pendefinisian struktur kelas ini tidak lepas dari konteks pada waktu itu ketika perubahan struktur masyarakat begitu dominan di pengaruhi oleh distribusi kapital dalam perubahan mode of production (cara produksi). Kedua kelas ini berada dalam struktur sosial yang hierarkis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Eksploitasi ii terus berjalan karena masih mengakarnya kesadaran semu, false consciousness,  dalam diri proletar, yaitu berupa rasa berserah diri, menerima keadaan, dan berharap balasan akherat. Melalui perspektif ini, Marx menilai agama adalah candu yang mengakar manusia pada halusinansi kosong dan menupu. Agama sebagai lembaga sosial tidak lebih dari instrumen pragmatis kelas borjuis melanggengkan model produksi ekonomi kapitalis.
Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan proletar melahirkan gerakan sosial besar dan radikal, yaitu revolusi. Ketegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah sadar akan eksploitasi borjuis terhadap mereka. Namun Marx tidak membahas bagaimana kesadaran ini terbentuk dan terorganisasi menjadi gerakan sosial melawan kapitalisme.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini