Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Rabu, 01 April 2015
Rifky Fadillah oleh Aulia Ulfa
Ibu Siti Ardianti oleh RIRIH DJIKRIYAH BPI 6
K.H. Ahmad Wildan, Lc. oleh Siti Nur Afriyanti
NEZATULLAH RAMADHAN oleh Hoirunnisa
Kelas : BPI 6
NIM : 1112052000009
LIFE HISTORY
"NEZATULLAH RAMADHAN" Pendiri Yayasan Nara Kreatif
Siti Maryam oleh NOVIANA FZ
H.Zainul Aznam oleh Firda Zanariyah
11120520000031
BPI 6
aya akan mendeskripsikan life story seseorang yang menurut saya sudah sangat cukup sukses dan saya terinspirasi dari perjalanan hidupnya.
Beliau bernama H.Zainul Aznam, beliau lahir di Jakarta pada tanggal 10 februari 1972, beliau berdomisili di pasar minggu Jakarta Selatan. Beliau terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Latar belakang kedua orang tuanya adalah tokoh agama di tempat tinggalnya. Pada masa kanak-kananya beliau bersekolah di dua sekolah dasar. Pagi hari beliau sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al muttaqin yang berada tepat didepan rumahnya dan pada siang harinya beliau sekolah di Sekolah Dasar 01 Ragunan pasar minggu Jakarta Selatan
Ruli Setiawan oleh Widyanti Agustina
NIM : 1112052000028
PRODI : BPI/6
MATKUL : METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF
Life History: Ruli Setiawan "Bakso Mang Uwan"
Ruli Setiawan atau akrab dipanggil Uwan adalah orang asli kelahiran Jasinga. Ia lahir pada tanggal 1 Juni 1975 di desa Pamagersari, kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Ruli adalah anak dari pasangan Aip Syarifuddin dan Babay Nurbaeti. Bertempat tinggal di sebuah rumah sederhana yang dibangun dari kayu bambu yang beralaskan tanah merah sebagai lantainya di Kp.Sawah Rt.01 Rw.04, Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
Tugas "Life Story"
Siti Assa'adah
1112052000007
BPI 6
Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan "Life Story" tentang seorang wanita yang sukses bagi diri saya dan keluarga.
Wanita ini adalah berprofesi sebagai Ibu rumah tangga dan pedangan yang bernama Ibu Hj. Salmah. Umur beliau sudah mencapai lewat dari setengah abad sekitar berumur 62 tahun. Beliau lahir di Bekasi, 15 Oktober 1952. Ibu Salmah dan sekeluarga sekarang tinggal di daerah Kabupaten Bekasi tepatnya di Cikarang Utara. Sebelum menikah beliau adalah keturunan asli atau warga pribumi. Begitu juga dengan suami beliau.
Beliau mempunyai Enam orang anak. Anak ke Satu-Tiga adalah laki-laki dan anak ke Empat-Enam adalah perempuan, diantara ke-Enam anak itu saya-lah yang terakhir. Anak ke-Satu- Lima telah berumah tangga dan di karuniai anak laki-laki dan perempuan. Masing-masing anak Ibu yang telah menikah mempunyai anak sampai Tiga orang anak, yang berarti cucu Ibu Salmah. Dan terhitung di umur 62 tahun beliau sudah mempunyai Dua belas cucu laki-laki dan perempuan dari Lima orang anak yang telah menikah.
Pada zaman dahulu, ketika menikah umur beliau sekitar 17 tahun dan Bapak sekitar 19 tahun dan beliau pun tidak tahu pasti beliau menikah di tahun berapa hanya ingat bahwa umur beliau beda Dua tahun dengan suaminya yaitu Bapak Sanan Suherman. Tahun pertama menikah beliau belum mempunyai anak, masuk umur kedua tahun pernikahan beliau dan Bapak memiliki seorang anak pertama laki-laki, namun sungguh sayang anak pertama itu meninggal di umurnya Lima tahun. Di sebabkan pada saat itu Ibu dan Bapak belum mampu mengurus anak karena disibukan dengan bekerja sebagai buruh di "Lio" yaitu suatu bangunan yang terbuat sederhana dengan tiang–tiang kayu yang kecil dan bergenteng hitam, Lio ini merupakan tempat untuk mencetak batu-bata dan genting. Factor umur dan pernikahan muda juga yang mempengaruhi kemampuan menjaga anak pertama. Mungkin pada saat itu mereka terlalu sibuk bekerja. Dan tidak menitipkan anak pertama itu yang bernama Edi pada orang tua Ibu.
Sebelum beliau menikah dengan Bapak, beliau adalah seorang anak pertama dari pasangan Bapak Salam dan Ibu Rasih. Yang mereka mempunyai Tiga Belas orang anak pada saat itu tetapi, tiga orang anak meninggal ketika kecil dan pada saat ini tersisa Sepuluh orang anak termasuk anak pertama yaitu Ibu Salmah.
beliau ini sangat perihatain sekali pada masa kecilnya. Suka duka Ia lewati, dari mulai harus menjaga adik-adiknya yang masih kecil, mempunyai baju sehari-hari hanya dua pasang jika basah keduanya bahkan harus menunggu kering, selalu mengalah untuk adik-adiknya sering merasakan pahitnya hidup tidak makan nasi, hanya makan singkong dan garam, yang itupun harus bekerja dulu. Bekerja hanya di bayar Dua buah kerupuk yang nilainya tak seberapa pada zaman itu yaitu tahun 1960. Memang pada saat itu beliau tidak mengenyam pendidikan seperti anak-anaknya. Beliau hanya bersekolah sampai kelas Dua SD dan itu tidak selesai. Tetapi, semua itu tidak mengurangi semangat beliau untuk tetap belajar sambil mengasuh adik-adiknya. Beliau selalu belajar mengaji, membaca, menghitung, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya beliau besar dan di jodohkan dengan Bapak pada umur 17 tahun dan Bapak 19 tahun.
Kehidupan beliau semakin membaik setelah menikah, yang tadinya menjadi buruh di Lio kini beliau dan Bapak menjadi bos pada zamannya itu di tahun 1960-an. Setelah kehilangan anak laki-laki pertamanya kemudian Ibu dan Bapak di karuniai seorang anak kedua laki-laki. Yang lahir pada awal tahun 1970. Setelah itu beda dua tahun dari anak pertama kemudian lahir anak kedua kedua laki-laki, dua tahun kemudian lahir anak ketiga laki-laki sampai anak ke-Empat barulah Ibu dan Bapak memiliki anak pertamanya perempuan sampai anak ke-lima perempuan. Anak ibu dari anak pertama- kelima lahir di tahun 70-an.
Tetapi, ketika anak ke-lima lahir yaitu perempuan, yang lahir di akhir tahun 70-an. Ada kerabat Bapak yang datang kerumah meminta untuk mengasuh anak perempuan itu yang bernama Siti Maryam yang sering di panggil "Omay" ketika dia berusia 9 bulan. Kerabat Bapak meminta izin untuk diperbolehkan mengurusnya. Tetapi, Ibu pada saat itu tidak rela jika anaknya yang masih balita diasuh oleh orang lain walaupun itu kerabat dekatnya.
Dari semua anak-anak beliau memanggil beliau dan bapak dengan sebutan "Emak" dan "Babah" hanya satu anak terakhir memanggil beliau dan bapak dengan panggilan "Umi" dan "Bapak".
Kemudian mau tidak mau beliau harus rela, beliau pada saat itu takut anaknya di miliki oleh kerabatnya Bapak, jika suatu saat Ibu tidak siap jika anak itu mengakui Ibu bukan Ibu kandungnya. Beliau bercerita kepada saya sebagai anak terakhir beliau bahwa beliau sempat merasa cemas dan depresi ringan karena bisa di bayangkan seorang Ibu yang baru melahirkan dan harus merelakan anaknya yang masih berumur belum genap setahun di asuh oleh orang lain. Dikarenakan kerabat Bapak ingin sekali mempunyai anak.
Beliau pada saat itu pergi menghilangkan depresinya dengan cara mengikuti pengajian Ibu-ibu yang walaupun jauh Ibu selalu ikut, entah itu dimana tempatnya yang tidak beliau tau tetapi dia berusaha untuk datang menghilangkan depresi kehilangan anaknya yang diminta orang.
Sampai akhirnya anak itu beranjak dewasa dia tetap mengakui beliau sebagai ibu kadungnya kerana walau ceritanya seperti itu kerabat Bapak begitu bijaksana tidak mengakui sepenuhnya, dia hanya merawat, membesarkan dan menyekolahkan sampai apada akhirnya semua kebutuhannya diperlukan oleh kerbat Bapak. Bahkan anak kelima beliau di jodohkan dengan pilihan orang tua angkatnya yaitu kerabat Bapak.
Anak-anak Bapak dan Ibu Salmah mereka semua bersekolah, Ibu dan Bapak semakin sukses pada saat itu yaitu di tahun 80-an. Beliau bilang mereka semua sangat tampan dan cantik-cantik terbukti banyaknya yang menyukai anak-anak beliau pada masa mereka sekolah di SMA dan begitu aktif bersosialisasi dengan masyarakat sekitar rumah. Suka duka pun datang bergantian, masa-masa sulit, dan bahagiapun juga menjadi pelengkap kehidupan Ibu dan Bapak. Gaya hidup mereka begitu sederhana bahkan sering sekali beliau mengalami pasang surut ekonomi dalam keluarga. Sampai akhirnya ketika anak kelima Bapak dan Ibu telah beranjak dewasa dan memasuki kelas 2 SMA di tahun 1993, beliau mengandung anak ke Enam dan pada saat itu juga Ibu dan Bapak sedang menikahkan anak Kedua mereka. Beliau bercerita bahwa anak beliau menikah tidak sesuai anak pertama yang harus menikah, tetapi siap ayang siap dan mendapatkan calon yang pas dengan pilihan dan keluarga setuju maka beliau meminta untuk segera dinikahkan karena kurang baik juga jika harus menunggu kakak yang belum menikah, dan beliau juga tidak percaya jika seorang adik melangkahkan kaknya menikah maka jodohnya akan lama. Itu hanya susgeti saja bagi beliau dan Bapak. Jika sama-sama suka dan mampu maka segeralah menikah dan dinikahkan.
Selain itu beliau bercerita kepada saya beliau selalu mengajarkan anak-anaknya termasuk saya untuk menuntut ilmu agama, walaupun tidak harus semua anaknya tinggal di pondok atau bersekolah di pondok pesantren, yang terpenting adalah mampu mengamalkan ilmu yang telah di dapat. Masa muda beliau mengajarkan kepada diri beliau dan meneladani sikap sederhana beliau. Beliau mnegajarkan kepada anak-anaknya dahulukanlah kepentingan dan kebutuhan yang sangat-sangat mendesak dari pada kebutuhan yang tidak terlalu mendesak. Karena beliau mengajarkan harus selalu hemat, memberi dan bersodaqah walaupun keadaan ekonomi kita kurang. Karena beliau belajar dari hadist Rosulullah bahwa tangan yang diatas lebih baik dari pada tanggan yang di bawah.
Dan selama ini beliau juga bercerita hanya anak ke Empat dan Enam yang merasakan sekolah di pondok pesantren. Masa-masa sulit Ibu dan Bapak yang ibu ceritakan adalah jatuh bangun berwirausaha. Walaupun seperti itu Ibu merasa dirinya selalu yakin dan tawakal bahwa dia bisa membiayayi anak-anaknya bersekolah walaupun tidak sampai keperguruan tinggi pada saat itu. Sampai saat ini barulah ibu merasakan dan selalu bercerita betapa bangganya beliau mampu menyekolahkan anak terakhirnya sampai keperguruan tinggi.
Tetapi, bagi anak-anaknya beliau begitu cerdas, sabar, tegar, ihklas dan begitu tawadhu walaupun beliau tidak mendapat pendidikan formal dan pendidikan tinggi, beliau belajar dari pengalaman kehidupannya. Karena beliau selalu menasehati anak-anaknya bahwa ilmu lebih penting dari pada harta, karena ilmu akan membawa semuanya, dan beliau juga selalu mengingatkan bahwa pengamalan ilmu lebih penting. Amalan atau perbuatan adalah cerminan diri kita yang terlihat oleh orang lain baik buruknya pribadi seseorang dilihat dari perbuatannya. Begitulah nasihat-nasihat beliau kepada anak-anaknya. Beliau hidup dengan banyak pengalaman, dan banyak pelajaran yang beliau ambil di setiap peristiwa dan kehidupan beliau. Beliau mengajarkan kepada kami utamakan pelajaran agama karena itulah pegangan kita ketika kita terjun dalam masyarakat. Yang terpenting juga adalah berkahlak baik, bertutur kata yang baik, selalu bersodaqoh dalam keadaan apapun walaupun paling sederhana dan paling mudah itu tersenyum ketika bertemu orang, jangan sampai memasang wajah muram atau ketus.
Beliau juga mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa kesehatan itu penting,. Beliau mengingatkan minum air putih yang banyak, makan-makanna yang sehat dan tidak makan sembarangan, kurangi konsumsi sambal yang berlebih. Jaga kesehtan tidur, dan mengatur waktu sebaik mungkin. Dan yang paling penting jaga ibadah dan hubungan kita kepada Allah. Karena bagi beliau selain hubungan kepada manusia hubungan Allah lah yang paling utama. Beliau juga mengajarkan kepada anak-anaknya selalu berbuat baik kepada tetangga, saudara, dan orang lain yang tidak dikenal.
Beliau bercerita bahwa ia akan merasa sedih jika tidak dapat berbuat baik kepada orang lain siapapun itu. beliau selalu bercerita hatinya, pikirannya akan terbayang-bayang dan menyesal jika beliau tidak dapat berbuat baik sekecil apapun kepada orang yang membutuhkannya. Beliau selalu mengorbankan dirinya demi kebahagiaan anak-anaknya apapun itu.
Kembali lagi pada cerita beliau di tahun 1993. Belaiu bercerita waktu itu beliau tidak tahu sedang mengandung anak ke enam karena beliau tidak merasakan keganjilan pada masa-masa hamil muda anak ke enam. Bahkan beliau bercerita kalau belaiu memakan buah nanas begitu banyak ketika salah satu anak beliau membawakan nanas sehabis pulang dari tempat wisata. Sampai akhirnya pada masa kehamilan masuk ke 4 bulan beliau baru mengetahui dan terkejut bahwa belaiu sedang hamil dan alhmdulillah dengan rasa syukur tidak terjadi kelainan atau kekurangan apapun yang terjadi pada anak ke enam beliau ketika lahir, dan anak terakhir beliau adalah perempuan yaitu saya yang bernama Siti Assa'adah. Perlu di ketahui tanpa sengaja keluarga kami berinisial "S". entah mengapa alasannya tetapi ini sperti menjadi identitas keluarga Umi dan Bapak.
Sampai akhirnya beliau bercerita satu persatu anak-anak beliau telah beranjak dewasa ketika beliau melahirkan anak ke Enam, semua pergi merantau dan bekerja, hanya waktu itu anak Kedua beliau telah menikah. Pada saat itu tahun 1994 anak ke enam Ibu lahir dan menantu pertama sedang sedang mengandung. Di tahun 1995 Umi dan Bapak untuk peratama kalinya menjadi seorang nenek dan kakek, karena di tahun tersebut lahir cucu peratma laki-laki beliau dari anak ke dua laki-laki Umi dan Bapak. Betapa bahagianya beliau pada saat itu menjadi seorang nenek mendapatkan cucu pertama. Ditahun 1995 anak pertama umi dan menikah yang bernama Subur Gunawan, dengan seorang wanita yang cantik, solehah dan hal yang paling di syukuri adalah beliau mendapatkan menantu bidan. Dan pada tahun 1996 lahirlah cucu kedua beliau dan berkelamin laki-laki juga. Tahun-tahun selanjutnya ditahun 1997 menikahlah anak keempat beliau, dan mempunyai anak perempuan, selanjutnya di tahun 1997 menikahlah anak kelima dan memiliki anak pertama laki-laki, dan barulah anak laki-laki nomor ketiga menikah di tahun 1999 dan memiliki anak perempuan pertama.
Ibu mengatakan bahwa anak ke Enam Ibu begitu jauh sekali bedanya dengan anak pertama- anak ke lima Ibu. Bahkan bedanya sampai dua puluh tahun. Ibu bersyukur sekali, walau pernah kehilangan seorang anak pertama tetapi Allah membalasnya dan menggantinya dengan kebahagian dengan memberikan belaiu anak-anak yang tampan, cantik, soleh dan solehah.
Pada tahun 1990 sebelum anak terakhir Ibu lahir, Ibu sekeluarga berpindah rumah tetap masih di daerah Kabupaten Bekasi di Cikarang hanya beda Desa. Hijrahnya beliau sekeluarga dan beliau begitu menikmati kisah-kisah kehidupannya. Jautuh bangunpun di lewati, badai hujan, angin dan sebagainya.
Sampai akhirnya anak terkahir beliau bersekolah SD, distulah masa-masa sulit, bapak kehilangan pekerjaan dan bekerja sebagi buruh dan umi sebagai pedagang. Hidup prihatin selalu dialami beliau, belajar sederhana, dan slelau bersyukur dengan apa yang di miliki saat ini. Beliau mengajarkan saya sebagai anak terakhir yang sekrang tinggal bersama dengan beliau selalu berbuat baik kepada orang lain sekecil papaun beliau, karena gaya hidup dan pengalaman beliau selalu beliau ceritakan kepada anak-anaknya. Kemudian ekonomi keluarga beliau naik turun. Dan kesedihan yang berawal adalah ketika Bapak megalami sakit stroke si tahun 2004. Tetapi semua itu beliau hadapi dengan begitu lapang dada.
Di tahun 2000-an cucu beliau setiap tahun bertambah sampai akhirnya beliau mempunyai cucu di tahun 2008 9 orang cucu.
Tujuh tahun yang lalu di tahun 2008 beliau kehilangan suaminya karena kecelakaan, yang berarti itu juga saya kehilangan Ayah saya. Umi dan Bapak bersama-sama berjuang dari awal menikah sampai mempunyai Enam anak dan Sembilan orang cucu pada saat itu yaitu sebelum Bapak meninggal.
Sayang sekali ketika beliau mendaftar haji di tahun 2008 bapak tidak mendaftar karena Allah telah memanggil bapak terlebih dahulu. Itulah masa-masa sulit umi kehilangan bapak dan begitu juga dengan anak-anak bapak dan umi. Begitu menyedihkan seklai karena bapak meninggal karena kecelakanan motor.
Masa itu telah terlewati hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Masa lalu yang menyedihkan mampu mengajarkan beliau yaitu umi menjadi pribadi yang lebih tegar, sabar dan bijaksana menjadi seorang single parent. Kami anak-anak nya begitu menyayangi beliau, berusaha agar tidak menyakiti hati beliau, karena kami tahu surge kami hanya tersisa satu yaitu Umi.
Harapan terakhir umi ada pada saya sebagai seorang anak terakhir yang belum menikah dan masih bersekolah dan menjadi mahasiswa. Dan anak beliau yang satu-satunya berkesempatan untuk berkuliah di universitas negeri. Dan inilah semua apa yang beliau punya selalu beliau dahulukan demi saya, beliau membiayai kuliah saya sendiri dari hasil berjualan sebagai pedangang warung nasi.
Belai sungguh berharap kepada saya jangan pernah mengecewakan beliau karena sungguh besar juga pengorbanan beliau untuk saya.
Begitulah hasil cerita saya bersama Umi, sebagai orang tua saya. Saya menggangap beliau adalah orang suskes bagi saya yang memberikan seluruh jiwa raganya untuk anak-anaknya terutama saya. 60 tahun umur beliau bagi saya beliau mendapatkan banyak sehali pengalaman hidup dan karena bagi saya adalah nasihat orang tua bukanlah karena beliau hidup lebih pintar dari anak-anaknya tetapi karena beliau hidup dengan banyak pengalaman.
Semoga cerita ini dapat menginspirasi bagi pembaca. Dan dapat lebih sayang terhadap orang tua, seburuk apapun pengalaman mereka bagi kita dialah tetap orang tua kita yang melahirkan dan merawat kita. Karena kesempatan untuk membahagiakan mereka tidak datang dua kali, ketika mereka pergi satu bagaikan pintu surge tertutup satu untuk kita sebagai anaknya.
Maka selagi ada waktu luang, laungkanlah waktu untuk berbagi cerita bersama orang tua kita yang hidup dengan banyak pengalam lebih dari kita.
Semoga bermanfaat, mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan, inilah "Life Story" tentang orang yang sukses bagi saya dan menginspirasi adalah beliau Umi yang saya Cintai dan sayangi. Semoga beliau panjang umur, selalu diberikan kesehatan, keberkahan dan dimudahkan urusannya dan juga bagi para pembaca semua doa-doa terbaik untuk kalian.
Terimakasih telah membaca, semoga bermanfaat.
Life History Final_Nely Lailatul M_BPI 6
Life History Final
Tugas Metlit Kualitatif
NIM : 112052000015
Jurusan : BPI ( Bimbingan dan Penyuluhan Islam ) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tugas Life History pada Mata Kuliah Metlit Kualitatif
Pada tugas ini, saya menuliskan Life History dari sepupu saya. Yang saya tuliskan life historynya saat ini adalah Arofatillah, ia kelahiran Serang, 16 Juni 25 tahun lalu, alamat rumah saat ini di Jalan Raya Cilegon KM 07 No: 56 Rt/rw 001/001 Desa Pelamunan Kec. Kramatwatu Serang Banten kode Pos 42161. Arofat memeluk Agama Islam, baginya Agama adalah jalan hidup seseorang yang harus dipilih, karena di dunia ini kita harus mempunyai pedoman untuk keberlangsungan hidup ini. Bagaimana bisa manusia hidup tanpa tuntunan, tidak akan jauh berbeda halnya dengan kehidupan para binatang jika tanpa Agama. Menurutnya Kehidupan manusia yang utuh tidak akan pernah terlepas dari Agama, tp sayangnya saat ini banyak yang menyalahgunakan Agama. Agama dijadikan alat untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan kelompok tertentu, padahal Agama adalah muara bagi semua jalan kehidupan dan segala permasalahannya. Menurut Arofat fenomena-fenomena yang terjadi saat ini merupakan salah satu bukti bahwa keberadaan Agama tidak lagi di indahkan, begitu menurut Arofat tentang Agama.
Arofat berpendapat bahwa Islam adalah Rahmatan Lil'alamin ( rahmat bagi semesta alam ) dan tidak ada agama yang sesempurna Islam, karena Islam membahas semua tentang kehidupan dari hal terkecil hingga hal terbesar, dari permasalahan yang dianggap kecil sampai permasalahan yang dianggap sangat kompleks, dan itu semua tercantum dalam Al-Qur'an dan As-sunnah yang isinya tidak pernah berubah dari pertama kali diturunkannya sampai saat ini bahkan hingga hari akhir nanti. Terlebih lagi sang Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain hanya untuk melengkapi akhlaq yang mulia dan itu berarti bahwa Islam sangat mengutamakan keutamaan akhlaq. Keindahan di dalam Islam sangatlah diperhatikan, apalagi keinidahan dan kemuliaan seorang wanita.
Di dalam Islam wanita diharuskan memakai pakaian yang sopan, indah dan tentunya sesuai dengan syari'at, bahakan Arofat juga mengemukakan sebuah kutipan ulama yang isinya seperti ini ''سيري كسير السØوب لا تآ ني ولاتتعجلي " ia mengartikan petikan kata itu seperti ini '' Jalan lah engkau wahai wanita muslimah layaknya awan yang ada di langit, tidak lambat tapi juga tidak tergesa-gesa/terburu-buru ''. Dari situlah seorang Arofat mengartikan bahwa Islam adalah Agama yang membahas kehidupan ini secara komperhensif, tidak ada satu permasalahanpun yang Islam lewatkan pembahasan dan tunutnannya. Islam baginya adalah pilihan yang muthlak.
Sejak lahir Arofat sudah beragama Islam. Ia anak ke-tiga dari tujuh bersaudara, dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Hj. Solahiyah dan seorang bapak yang bernama H.Afifudin. dilahirkan dari keluarga santri yang pola hidup sehari-harinya selalu dihiasi dengan nuansa Islami. Ia mengakui bahwa pilihannya terhadap Agama Islam adalah karena ia dilahirkan dari kedua orang tua yang beragama islam, tapi pada saat wawancara ia mengtakan bahwa pilihannya terhadap Agama Islam bukan sekedar perjalanan hidup yang diturunkan dari kedua orang tua dan keluarganya, tetapi pilihanya terhadap Islam karena ia juga pernah mengalami kehidupan yang berliku sampai saatnya hanya Islamlah yang mampu menjawab persoalan dan lika-liku tersebut. Diantara permasalahan hidupnya adalah saat dulu ia duduk di kelas 2 Tsanawiyah setara dengan Sekolah Menengah Pertama, saat itu ia pernah mengalami cidera karena kakinya terkilir saat bermain sepak bola. Ia berobat kesana kemari tapi hasilnya nihil, akhirnya keluarga memutuskan untuk merawatnya di rumah, tapi lambat laun justru keadaannya semakin membaik dan selang beberapa hari ia sembuh dari cideranya. Ia mengakui bahwa kejadian ini tidak begitu kompleks tapi baginya jika saat itu Allah tidak mengijinkan untuk sembuh, maka sampai saat wawancarapun mungkin ia masih cidera dan tidak bisa berdiri setegak ini.
Suatu hari Arofat pernah bertanya kepada bapaknya yang juga seorang guru Agama. Ia bertanya seperti ini '' pak...Islam itu apa ?'' bapaknya menjawab ''Islam itu mencakup segalanya dan tidak ada persoalan hidup yang tidak dibahas di dalam Islam, kamu pernah mendengar orang memimpin do'a setelah sholat ? ''bapaknya balik bertanya. ''iya'' Arofat menjawab. '' coba kamu perhatikan dalam doa setelah solat, pasti diucapkan Allahumaghfir lil mu'miniina wal mu'minat al ahya'i minhum wa al amwat''. Itu bukti bahwa seorang musli di setiap doanya tidak hanya mendoakan dirinya saja tetapi mendoakan semua orang muslim yang masih hidup ataupun yang sudah wafat. Itu bukti bahwa kepedulian sosial atau antar sesama adalah hal pokok yang harus dimiliki setiap orang islam, karena di Islam tidak hanya hablumminaAllah tetapi juga Hablumminannas.
Menurut Arofat jawaban dari bapaknya adalah jawaban yang sangat memuaskan. Oleh karenanya seorang Arofat beragama Islam salah satu penyebabnya adalah faktor keturunan, tetapi baginya Islam adalah pilihan hidupnya yang tak akan pernah tergantikan dan ia terus akan mencari jwaban dari segala pertanyaan yang ada dihidupunya. Islam tidak pernah jauh dari kehidupan seorang Arofat, karena kedua orang tuanya selalu mengingatkan kewajibannya sebagai seorang muslim yang telah di syariatkan oleh Agama islam. Dari kecil ia dididik tanpa kekerasan, tanpa pukul-memukul dan tanpa nada tinggi setiap kali ia diingatkan saat melakukan kesalahan.
Salah satu bukti bahwa kedua orang tuanya mendidik tanpa menghardik adalah saat suatu hari Arofat pernah pulang larut malam karena ada urusan kampus, seperti biasanya kedua orang tuanya selalu rewel dengan terus menghubunginya via telepon jika arofat belum pulang selarut saat itu. Berbeda dengan hari itu, Arofat yang biasanya mudah dihubungi saat itu susah untuk dihubungi karena handponnya rusak akibat jatuh saat di kampus dan hal itu tidak diketahui oleh kedua orang tuanya. Karena itulah kedua orang tuanya terbawa emosi, dan bertanya kesana kemari. tapi saat Arofat pulang kedua orang tuanya sama sekali tidak membahas tentang keterlambatannya, karena menurut Arofat yang paling terpenting saat itu bagi kedua orang tuanya adalah Arofat sampai ke rumah dengan selamat meski di saat yang sama Arofat telah mengecewakan kedua orang tuanya karena susah dihubungi.
Suatu pagi ia juga Pernah telat melaksanakan ibadah shalat subuh karena begadang untuk urusan kampus, pada saat itu orang tuanya tidak memukul atau memaki-maki tetapi hanya mengajak Arofat berbicara dan memberikan nasehat dan teguran secara halus tentang keterlambatannya solat subuh dan keterkaitnnya dengan keutamaan sholat. Dari situlah Arofat berpendapat bahwa keadaan beragama keluarganya sangat dihiasi dengan islami tanpa paksaan tapi tidak terlepas dari saling mengingatkan, karena kedua orang tuanya mendidik Arofat tentang beragama secara perlahan dan halus demi terciptanya kesadaran dan pengertian tentang Agama yang mendalam, sehingga kelak Arofat menunaikan tugas Agamanya tidak lagi karena tuntutan orang sekitar melainkan karena pemahaman dan kesadaran yang ia bangun sendiri.
Menurut Arofat, alasan ia memilih Islam yang telah ia kemukakan di atas sangat kontradiktif dengan keadan Islam saat ini, pasalnya Islam saat ini sedang mengalami masalah yang amat kompleks. banyak kelompok-kelompok Islam radikal yang membunuh sesama manusia berlandaskan khilafah Islamiyah yang tentunya sangat berlawanan dengan ideologi pancasila NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia ). Hal itulah yang membuat Islam di mata dunia semakin jelek, sehingga Islam dinilai agama teroris dan tidak menghargai sesama umat manusia. Kendati demikian pilihannya terhadap Islam tidak tergoyahkan.
Menurut Arofat mereka bukan bagian dari Islam. Mereka hanya oknum-oknum yang mengatasnamakan Islam sebagai topeng demi kekuasaan dan menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Justru kelompok-kelompok demikian menjadi PR bagi kita semua ( Umat Islam ) untuk sama-sama melakukan tindakan pemberontakan terhadap kelompok kelompok tersebut dan selalu berdoa kepada Allah SWT yang terbaik untuk Agama Islam ini. Semakin hari semakin banyak permasalahan Agama islam. Sholat tidak lagi jadi prioritas, tidak lagi dijadikan media yang sakral untuk menghadap kepada Allah SWT. Itulah beberpa problem kekinian yang sangat disesali oleh Arofat.
Bagi Arofat apapun yang terjadi pilihannya adalah Islam dan tidak tergantikan. Keluarga yang notabene nya adalah keluarga santri selalu mengarahan seorang Arofat untuk memulai jenjang pendidikannya di sekolah yang bernuansa Agama, oleh karena itu ia mengenyam pendidikan TK di TK At-Thohiriyah yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Arofat kecil saat itu adalah seorang anak kecil yang masih lugu dan tidak tau apa-apa, ia berangkat ke TK diantar dengan salah satu murid/santri dari bapaknya, berbekal nasi kotak yang disiapkan khusus oleh ibunya ia selalu bersemangat dan riang menjalani masa-masa TK nya di TK At-Thohiriyah. Di keluarganya hanya dia yang mengenyam pendidikan formal TK, karena kaka-kakak dan adik-adiknya langsung mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, tapi tanpa mengenyampingkan bekal dasar Agama yang mereka enyam di lembaga pendidikan dasar Agama non formal.
Kemudian bermodalkan pendidikan dasar TK Islam ia melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dasar Negeri Pelamunan. Saat itu belum ada Sekolah-sekolah Swasta apalagi sekolah Islam terpadu, berbanding terbalik dengan saat ini yang justru sekolah Islam terpdu sudah banyak tersebar di mana-mana, begitu juga Sekolah Dasar Swasta. Saat ia mengenyam pendidikan Sekolah Dasar ia dan kedua kakaknya berada di sekoah yang sama, jadi setiap pagi ibunya selalu menyiapkan sarapan pagi untuk ketiga anaknya. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya seorang ibu mengurus tiga anak di saat yang sama setiap pagi.
Setiap pagi ia bersepeda dengan kedua kakaknya menuju Sekolah Dasar. Arofat kecil berangkat ke sekolah bersepeda karena jarak tempuhnya yang lumayan jauh dan ia juga seringkali terlambat saat belum memakai sepeda. Arofat kecil mempunyai bibi warung langganannya yang enjual berbagai makanan ank-anak pada saat itu, tiada hari yang ia lewatkan tanpa mencicipi jualan si bibi warung tersebut. Ternyata yang sering ia cicipi adalah Es balon si ibu warung dan ternyata ibu Arofat mengetahuinya dari informasi-informasi yang didapat secara diam-diam, oleh karen itu ibunya berpesan kepada Arofat untuk tidak terlalu banyak meminum minuman Es, karena Arofat sangat rentan dengan penyakit demam jika terlalu banyak mengkonsumsi Es. Setiap pulang sekolah bapaknya selalu menunggu ketiga anaknya pulang dari sekolah, pasalnya sekolah berada di sebrang jalan raya, sehingga setiap kali ia berangkat ke sekolah ia harus menyebrangi jalan yang begitu padat dengan kendaraan bermotor. Setelah itu juga ia harus melewati jalan setapak yang jaraknya lumayan jauh, perlu memakan waktu 10-15 menit untuk berjalan kaki, bagi anak seumuran Arofat pada saat itu jarak 10-15 menit amatlah jauh terlebih ia berangkat dari sebrang jalan yang padat akan kendaraan. hal itu yang membuat bapaknya selalu menunggu didepan rumah untuk kedatangan ketiga anak tersebut, maklum karena jalan raya tersebut adalah jalan utama yang sangat padat akan kendaraan.
Pernah sesekali Arofat pulang sekolah tidak dari jalan yang biasanya ia tempuh, melainkan melewati persawahan yang ada di Desa tersebut, banyak persawahan di dekat sekolah, hal itu karena letak geografis Sekolah Dasar yang memang sedikit pedalaman yang akses jalannya kurang begitu memadai. Kedua orang tua nya sangat jarang sekali mengantarkan Arofat ke Sekolah Dasar, tetapi Arofat beranggapan bahwa dukungan kedua orang tuanya tidak hanya dilihat dari keaktifan kedua orang tuanya mengantarkan Arofat ke Sekolah tetapi banyak hal lain yang Arofat anggap sebagai bentuk dukungan keluarga terhadap pendidikannya di Sekolah Dasar. Contohnya, kedua orang tuanya tidak pernah lelah untuk berdo'a, secara fisik memang doa tidak dapat dilihat, tetapi Arofat menilainya secara pandangan yang lain, ia menganggap bahwa justru dukungan yang paling penting adalah doa dan tidak jarang orang berhasil karena doa dari kedua orang tua. Menurut Arofat, apalah arti saya jika tanpa doa dari kedua orang tua saya dan saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini jika dulu orang tua saya tidak mendidik dan mengingatkan saya tanpa kenal ruang dan waktu, baginya cara pandangnya yang seperti ini adalah buah dari didikan kedua orang tuanya yang telah memperkenalkan nilai-nilai agama sejak Arofat kecil.
Arofat mempunyai beberapa teman terbaik, diantaranya Junaidi, Adib, Asep dan Sofih. Merekalah yang paling sering bermain dengan Arofat dan tentunya tanpa mengenyampingkan teman-teman yang lain. Baginya persahabatannya dengan ke empat temannya itu adalah lembaran hidup yang tidak mudah ia hapuskan. Ada beberapa teman di luar ke empat teman tersebut yang sudah mengalamai pergaulan yang bukan pada waktunya, misalnya merokok, bolos sekolah dan jail terhadap teman. Arofat kecil juga pernah melakukan kenakalan-kenakalan terebut sebagaimana anak kecil pada umumya, tetapi ia selalu merasa bersalah jika ia melakukan sedikit kenakalan. Hal itulah yang membuatnya mampu bangkit dari setiap keterpurukan. Baginya lingkungan memang sangat berpengaruh pada pola dan tingkah laku hidupnya pada masa itu, tetapi baginya yang paling penting adalah pengendalian diri dan rasa memiliki terhadap diri sendiri adalah kunci dari setiap perubahan yang ingin kita lakukan.
Mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pelamunan membuatnya mengerti rasa bersyukur, karena baginya Sekolah Dasar Negeri Pelamunan adalah Sekolah yang nyaman dan tentram. Kondisi bangunannya yang sedikit kurang memadai tidak membuat semangat seorang Arofat luntur. Kamar mandi yang sering kekeringan, jendela kelas yang sudah lapuk dan rumput-rumput liar yang ada di halaman sekolah adalah saksi bisu keberadaan seorang Arofat kecil di sekolahnya, ternyata kondisi tersebut tidak bisa membuat semangat belajar Arofat luntur. Ternyata hal yang paling mempengaruhi prestasi belajarnya adalah sikap dan dukungan dari dewan guru, menurutnya guru adalah pemeran utama terkait prestasi belajarnya di Sekolah Dasar. Semua guru di Sekolah Dasar sangat baik dan menyikapinya dengan penuh kasih sayang, menurut Arofat jika saja dewan guru tidak bersifat demikian mungkin prestasi belajarnya tidak akan bisa seperti ini.
Saat Sekolah Dasar Arafat sangat menyukai pelajaran Matematika, dia selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya, tetapi hal itu tidak membuat nilai pelajaran yang lain berkurang atau kecil, justru Arofat kecil selalu berusaha untuk menutupi kekurangannya di pelajaran lain. Selain ada pelajaran yang ia sukai tapi ada juga pelajaran yang ia benci. Ia sangat membenci pelajaran Sejarah. Arofat tidak menyampaikan mengapa ia membenci pelajaran Sejarah, menurutnya Sejarah adalah pelajaran yang sangat membosankan, tidak penting dan sangat kurang menarik serta selalu bercerita dan dihadapkan dengan teks-teks yang panjang yang memaksa Arofat kecil untuk membaca, itulah salah satu alasan mengapa ia membenci pelajara Sejarah. Kendati demikian ia selalu belajar saat ujian dengan keras dan perjuangan. walhasil ia mendapatkan ranking pertama, dan itu ia dapatkan semenjak ia duduk di kelas 1 SD sampai kelas 6 SD. Ia bisa mempertahankan prestasinya tersebut karena ia selalu mengingat pesan kedua orang tuanya agar belajar dengan gigih dan tak kenal lelah.
Arofat kecil sangat menyukai sepak bola saat Sekolah Dasar, permainan itu ia sukai karena kakak-kakak nya dirumahpun demikian. Ia sangat menyukai club bola AC-Milan asal Italia, sampai pada saat lebaran idul fitri ia meminta kepada orang tuanya agar dibelikan kaos club bola asal Italia itu. Meskipun ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar ia bbisa menentukan sikap objektifnya terhadap sebuah club bola, hal itu bukan semata-mata karena pengaruh lingkungan keluarganya. Tetapi dia dari usia sekecil itu memang sudah di didik oleh orang tuanya untuk dapat menilai sesuatu se objektif mungkin. Dari situlah iaArofat beranggapan bahwa sedini itu dia bisa memutuskan untuk menyukai sebuah club sepak bola adalah efek dari pola asuh kedua orangtuanya kepada Arofat kecil.
Selain mengenyam pendidikan Sekolah Dasar saat pagi, ia juga sekolah Madrasah ( Agama ) pada siang harinya, jadi setiap hari sehabis pulang sekolah SD, ia langsung bergegas ke Sekolah Madrasah ( Agama ), di sanalah ia diajari pelajaran agama, seperti fiqih, hadis, iqra dll. Menurutnya, kedua orang tua memutuskan untuk menyekolahkannya di kedua sekolah tersebut adalah tidak lain untuk masa depan Arofat kecil, oleh karena itu dia selalu berjuang keras untuk menyelesaikan sekolahnya dengan prestasi sebaik mungkin. Pada tahun 2001 Arofat kecil berhasil lulus kuliah dengan Nilai Ebtanas Murni ( NEM ), karena pada saat itu ujian akhir di tingkatan Sekolah Dasar masih bernama Evaluasi Belaja Tahap Akhir Nasional ( EBTANAS ) paling besar yang saat ini sudah berganti nama menjadi nilai Ujian Nasional.
Keberhasilannya menjadi lulusan terbaik di Sekolah Dasar menjdikan pribadi Arofat penuh dengan kepercaya dirian yang utuh. Setelah ia selesai mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, kedua orang tuanya menitipkannya di salah satu Pondok Pesantren. Dengan berat hati ia laksanakan hal tersebut. Di Pesantren tersebut ia dihadapkan dengan berbagai peraturan yang sangat ketat dan belum pernah ia temui sebelumnya, seperti tidak boleh keluar kawasan pesantren tanpa seizin ustadz, tidak boleh membawa barang elektronik, tidak boleh berambut gondrong dan tentu saja dilarang berkomunikasi yang berlebihan antara lawan jenis. Hal itulah yang membuat Arofat jenuh dan berpikir untuk berhenti dan pindah ke SMP ( Sekolah Menengah Pertama ). Sampai pada suatu hari, saat ia duduk di bangku kelas dua Tsanawiyah, ia izin pulang tetapi saat waktu yang diizinkannya sudah sampai pada batas waktu perizinannya ia enggan kembali ke pondok pesantren, oleh karenanya kedua orang tuanya memaksanya untuk kembali ke pesantren. Akhirnya kedua orang tuanya membawa Arofat secara paksa ke pesantren, walhasil sesampainya di pesantren, si Arofat kecil tidak mau turun dari kendaraan, sontak hal itu membuat kedua orang tuanya marah, terutama bapaknya. Dengan segala daya upaya Arofat kecil akhirnya mau keluar dan menetap di pesantren dihiasi dengan cucuran air mata.
Dari situ ia ingat satu pesan orang tuanya saat pertama kali menginjakan kakinya di pesantren. Pesannya adalah '' hidup g usah neko-neko, cukup Allah aja, dan Allah itu dekat kalo kamu ada di Pesantren''. Pesan itulah yang mengingatkan ia dan membangkitkan semangatnya untuk kembali ke Pondok Pesantren. Setelah ia memutuskan untuk kembali ke dunia pesantren, ia selalu mengisi waktu ksosongnya dengan mengikuti segala ekstrakulikuler yang ada, dan menyalurkan bakatnya disana. Ia mengikuti kegiatan pramuka, marching band, dan kesenian. Di kegiatan pramuka lah ia menemukan jati dirinya, dari medan pramuka lah ia mulai dikenal oleh penghuni pesantren. Dari situlah ia menyadari bahwa keputusannya untuk terus belajar di pesantrren adalah pilihan yang amat tepat.
Sampai pada tahun ke empat ia tinggal di pesantren, ada satu kejadian yang amat berkesan baginya, yaitu tepat di awal tahun pelajaran ia pernah melanggar peraturan dilarang merokok, ia merokok di kamar mandi dan tertangkap basah dengan bagian keamanan pondok. Walhasil hukuman yang ia terima adalah dijemur dan merokok didepan umum dengan 2-3 batang rokok sekaligus. Dia menceritakan hal tersebut sambil tersenyum malu, karena baginya itu kenangan yang tidak bisa dilupakan, bayangkan saja dengan kepala plontos dan merokok dengan 3 batang rokok sekaligus. Dan anehnya hal seperti itu tidak dia dapatkan hanya satu kali, tetapi berkali-kali. Sampai ustad bagian keamananpun bosan dengannya, tetapi hebatnya hal itu tidak mempengaruhi nilai akademiknya yang di dalam kelas. Bahkan dia cenderung mendapat nilai baik terutama pada pelajaran matematika dan bahasa arab. Baginya keseringannya dalam melanggar peraturan bukanlah hambatan untuk prestasi belajarnya, tapi itu adalah sebagai batu loncatan menuju ke arah yang lebih baik.
Saya juga sempat bercengkrama dengan salah satu gurunya di pesantren, menurutnya Arofat itu anak yang multi talenta tapi juga sering melanggar, artinya kenakalannya bukan hambatan dan bukan sebuah halangan yang menghambat prestasi belajarnya. Semua kegiatan ia ikuti, bahkan ia juga menjadi pionir di kegiatan pramuka dan menjadi Pimpinan Sangga. Ustad itu juga berpendapat bahwa, anak seperti Arofat itu langka ditemui, cara berpiirnya yang kreatif dan keaktifannya dalam setiap kegiatan bisa menjadi bukti bahwa anak seperti ini adalah anak yang memiliki kemauan yang keras, tanpa mengenyampingkan sifat bandelnya. Arofat juga dulu pernah terganggu kesehatannya, ia mengalami demam berdarah sehingga harus dibawa pulang kerumah dan dirawat disana, saat itu saya kira prestasi dan keaktifannya akan turun tetapi justru berbanding terbalik dengan yang saya perkirakan. Justru keaktifannya bertambah dan tidak ada masalah sedikitpun tentang prestasi belajarnya di dalam kelas.
Hafalan yang tertinggal, tugas-tugas sekolah dan catatan-catatan pelajaran yang ia tidak ikuti ia langsung meminjam ke temannya untuk melihat catatan selama ia sakit. Dan selama ia pulang semua santri dan santriwati merasa kehilangan sosok seperti Arofat, kehadirannya dalam setiap latihan pramuka, marching band dan keaktifannya dalam kelas membuat semua bertanya-tanya kapan ia akan kembali. Dan selang dua minggu, akhirnya Arofat kecil kembali ke Pesantren dengan kesehatan yang jauh membaik. Begitu kata salah satu ustad di pesantren di mana ia menimba ilmu.
Arofat kecil juga pernah mengharumkan nama Pesantren bahkan Kabupaten, pasalnya ia mengikuti seleksi Puisi Al-Qur'an dan akhirnya ia lolos untuk mewakili Propinsi Banten di POSPENAS ( Pekan Olah Raga dan Seni Santri Nasional ), ia berangkat ke kalimantan denang mengatasnamakan Propinsi Banten. Tentu saja hal itu tidak didapatkannya dengan mudah, butuh pikiran dan perjuangan besar untuk menggapainya. Meskipun ia kalah dalam kompetisi nasional tersebut, tapi baginya pengalaman adalah nilai yang tak terhingga, pengalaman adalah sebaik-baiknya guru.
Kehidupannya di Pesantren di penuhi dengan kesesderhanaan, kemewahan amat jauh dari pola hidupnya, di sana ia diajarkan bagaiamana cara untuk hidup sederhana dan tidak neko-neko. Pengetahuannya tentang teknologi juga seadanya, karena sarana dan prasarana teknologi di pesantren kurang begitu memadai. Dalam setahun Arofat kecil pulang ke rumah hanya 2 kali, liburan awal semester dan libur lebaran. Setiap kali libur ia selalu kaget, karena kondisi rumah yang selalu berubah-ubah dan tidak sama.
Selama enam tahun ia tinggal di pesantren. 2007 adalah tahun yang ia tunggu-tunggu, setelah enam tahun melewati masa-masa yang kaya akan rasa, akhirnya tahun itupun tiba dan ia lulus dengan predikat Baik. Predikatnya itu didapat dengan jerih payah yang tak kenal lelah, tak kenal waktu dan tak kenal cuaca, bagaimana tidak seperti itu, pasalnya di pesantren yang ia tinggal ketika santri sudah menginjakkan kakinya ke kelas 6 /akhir, ia dihadapkan dengan banyak ujian dan kesemua ujian tersebut adalah mereview ulang pelajaran yang pernah ia dapat selama enam tahun. Baginya kelulusan adalah mimpi yang jadi kenyataan. pada saatya tiba seorang Arofat kecil sudah menjadi Arofat yang dewasa, sadar akan fungsi dan perannya sebgai penerus bangsa. Hanya saja saat yang lain disibukkan dengan pendaftaran untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi, ia justru mendapat surat untuk mengabdikan dirinya di pesantren atau biasa di sebut Mengabdi. Senang dan sedih bercampur jadi satu saat itu, tetapi Arofat memutuskan untuk menerima hal itu, karena baginya ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang memang harus ditempuh dan dengan cara pandangnya yang positiv Arofat mengikuti permintaan dari pesantren.
Setahun setelah kelulusannya, ia berniat untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang ang lebih tinggi lagi. karena dia mempunyai beckground seorang santri, maka ia memutuskan untuk meneruskan pendidikannya di Institu Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten ( IAIN SMH-Banten ). Keputusannya untuk melanjutkan pendidikan di IAIN SMH-Banten adalah hasil perenungannya yang sudah lama. Di sana ia mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Adab. Ia memulai kuliahnya sama seperti yang lainnya, selalu taat peraturan, berpakaian layaknya mahasiswa dan penuh rasa tanggung jawab. Dari awal hijrahnya ke dunia kampus ia aktif di organisasi ekstra dan membuat komunitas motor, karena memang bakat kreatifnya yang menuntun dia kesana. Segala aktifitas yang berada di luar jam kuliah ia ladeni. Karena jiwa kreatif dan tidak mau diamnya masih melekat erat dengannya.
Dunia perkuliahan yang jauh berbeda dengan pesantren membuat Arofat sedikit tidak nyaman. Proses adaptasinya sedikit mengganggu perkuliahan, tapi seiring dengan berjalannya waktu Arofat mampu mengatasi hal tersebut. Pada semester 3 ia pernah mengalami krisis. Krisis yang dimaksud adalah krisis nilai IP, ia hanya mendapatkan nilai IP 2,0. Masa itu adalah masa-masa sulit dalam perkuliahannya, ia selalu bertanya-tanya kepada dirinya mengapa itu bisa terjadi. Ternyata setelah saya berbincang-bincang dengannya akhirnya Arofat mengutarakan penyebab utama krisisnya, ternyata saat itu dia sedang putus cinta dengan seorang yang ia sayangi, dan tanpa disadari itu sangat mempengaruhi kondisi psikisnya yang akhirnya berimbas pada nilai IP nya. Baginya itu adalah salah satu saat-saat krisis yang ia alami saat masa kuliahnya. Sepert biasanya kata menyerah selalu jauh dari pikiran Arofat, dari situ ia bangkit dan terus berusaha memperbaiki nilainya.
Di semester berikutnya, tepatnya semester 4 Arofat mengalami beberapa perubahan, diantaranya perubahan cara bergaul dikarenakan lingkungan pergaulan yang semakin luas, gaya bicara dan kedewasaanya. Perubahan perubahan itu ia sadari dan ia manfaatkan sebaik-baiknya, karena baginya penyesuaian diri di lingkungan yang baru adalah modal awal untuk tumbuh dan berkembang di dalamnya. Segala perubahan yang terjadi menurutnya adalah hal wajar, justru ia bersyukur karena ia mengalami perubahan yang berbanding lurus dengan keadaan linkungan kampus.
Keaktifannya di organisasi ekstra kampus juga menjadi salah satu penyebab perubahan-perubahan Arofat pada saat itu. Cara berpikirnya semakin rasional dan meluas.
Semenjak ia mengenali sekelumit aktivitas-aktivitas kampus ia lebih senang beraktivitas di luar kelas, baginya ilmu bukan hanya didapatkan dari dalam kelas saja. Keputusannya untuk menjadi aktivis adalah salah satu keputusan yang dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.
Ternyata keputusannya kali ini tidak sama dengan keputusan-keputusan sebelumnya yang selalu memberikan pengalaman postive lebih, karena keaktivannya di organisasi ekstra kampus tidak berbanding lurus dengan prestasi belajarnya di dalam kelas. Seiring berjalannya waktu ternyata keaktivannya di organisasi ekstra mengundang polemik di kehidupannya, hal itu karena ia sering pulang malam, kurang pandai dalam membagi waktu dan tidak punya waktu lebih untuk berinteraksi dengan keluarga. Hal itu jelas mengganggu kelancaran kuliahnya.
Hari demi hari, tahun demi tahun ia lewati di kampus itu. sampai satu saat, saat ia semester 7 ia mulai mencoba terjun di dunia Enterpreuner. Dengan modal berani dan relasi yang seadanya, ia mulai merintis usaha kecil-kecilannya dengan menjual pin / bros dengan model desain sesuai pesanan, si Arofat muda meminjam kepada ibunya untuk modal pertama usahanya sebesar dua juta rupiah. Usaha disain tidak hanya membutuhkan modal tetapi juga keterampilan dan sarana prasarana yang baik, maka perihal desainnya ia menggunakan komputer seadanya yang pada saat itu ia masih menggunakan komputer milik kakaknya yang sudah tak terpakai dan kurang memadai. Keterbatasan sarana dan prasarana tidak dijadikan sebagai dinding penghalang untuk berhenti mengikuti kemauannya itu. Komputer tua itu yang tau betul bagaimana Arofat muda berjuang dalam mendesain, bagaiamana tidak dia tidak berjuang, karena untuk memenuhi satu pesanan saja ia harus bersusah payah untuk membuat disain tersebut, maklumlah dia tidak berbekal kursus disain apalagi pendidikan seni. Komputer tua tentu saja berimbas pada software yang ada di dalamnya. Software yang ada hanyalah software yang jadul dan kurang update. Baginya Berani mencoba dan tidak bosan memandang layar komputer adalah dua kunci utama untuk bisa mengkombinasikan warna dan membuat sesuai pesanan.
Satu saat usahanya pernah mengalami kemunduran. Ia dibohongi oleh rekan bisnisnya, kejadian itu berawal dari kepercayaan dia untuk bekerjasama dengannya. Sekitar 2 kodi kaos yang ia percayakan kepada rekannya tersebut. Namun diluar dugaan rekan bisnisnya justru menghilang dan tidak ada kabar, ia memutuskan untuk menemuinya di toko dimana rekannya biasa berjualan. Tetapi hasilnya nihil, dan ia terus mengunjungi toko tersebut berkali-kali, ternyata hasilnya sama saja. Toko itu tup dan toko sekitarpun tak ada yang mau menjawab. Karena kejadian itu usahanya sedikit mundur, tapi Arofat tetaplah Arofat, usaha dan kerja keras yang ia tanam sejak kecil tumbuh berbanding lurus dengan tumbuhnya umur dan pola pikirnya. Tak menyerah dan terus memperbaiki diri adalah jalan terbaik baginya saat itu.
Tak disangka seteleh beberapa bulan ia jalani itu ternyata menghasilkan pemasukan yang lumayan. Dari orang ke orang, dari komunitas ke komunitas dan dari kota ke kota banya yang menyukai model desain buatan Arofat. Setelah ia memiliki banyak relasi ia mulai berani untuk mencoba usaha kaos sablonan. Sama halnya dengan pin / bros yang ia buat di awal, ia juga menerima pesanan kaos sesuai desain yang diminta. Sebenarnya ia belum pernah mengenyam pendidikan desain ataupun pelatihan. Semuanya bermodalkan otodidak dan bermodalkan daya kreatif yang ada di dalam kepalanya. Lambat laun usaha kaosnya menuai hasil yang positif dan itu berbanding lurus dengan model desain yang semakin variatif yang ia desain sendiri. Atnique Rocklab adalah merk dari kaos Arofat, sampai saat ini sudah mengisi ruang-ruang beberapa distro lokal.
Ternyata dibalik kesuksesan usaha kaosnya, justru ia menemukan masalah besar. Masalah tersebut adalah Arofat banyak menunda mata kuliah, artinya mata kuliah masih banyak yang harus ia ulang, sehingga ia tidak bisa lulus tepat waktu. Selama empat semester ia konsentrasi membenahi kuliahnya, tapi itu tak kunjung rampung. Ia selalu mengutamakan pelanggan kaosnya dibanding mata kuliahnya. Setiap hari kedua orang tuanya selalu menanyakan tentang kelangsungan kuliahnya yang tak kunjung wisuda. Satu hari ibu Arofat memarahinya karena ia tak kunjung memberikan sinyal positive terkait perkuliahannya, karena terlalu kecewanya sampai kelar kata-kata kasar untuk Arofat. Arofat yang pada saat itu sangat kaget dan terhentak Arofat langsung keluar rumah dan langsung pergi keluar kota, bandung tepatnya. Di bandung ia melepas semua keluh kesalnya dengan mengunjungi beberapa kerabat dan teman seangkatannya dulu ketika di pesantren.
Bersama merekalah Arofat menuangkan segala kegundahan hidupnya. Di saat yang sama kedua orang tuanya sibuk mencari keberadaan Arofat dengan menghubungi semua teman-teman Arofat via telephon dan kesana-kemari bertanya-tanya, beberapa kali menghubungi kenomer Arofat namun tak ada jawaban. Selang beberapa hari akhirnya Arofat menjawab telpon itu dan ketika itu pula suara isak tangis terdengar dari telpon tersebut, ternyata ibunya meminta arofat kembali ke rumah. Hati Arofatpun luluh dan ia mengiyakan untuk pulang kembali ke rumah asal.
Sekembalinya ke rumah, Arofat tidak kunjung berubah. Ia kembali ke kebisaan lamanya, yaitu menyelesaikan pesanan pelanggannya dan tidak menjadikan kuliah sebagai prioritas utama, baginya pada saat itu mengembangkan usahanya adalah yang utama, karena untuk perkuliahan bisa di susul di lain waktu. Tetapi hal itu tidak mendapat respon positif dari kedua orang tuanya, karena orang tuanya selalu mengedepankan pendidikan dibanding pekerjaan, usaha atau pendapatan. Perbedaan cara pandang itulah yang membuat Arofat dilema dan tak kunjung mendapatkan titik temu. Hari demi hari ia lewati dengan penuh kekhawatiran dan kebimbangan, satu sisi ia harus membuktikan bahwa ia juga mampu meluluskan kuliahnya, tapi di sisi yang lain ia juga tidak mau menunda walau sebentar perihal kegemarannya untuk berbisnis kaos. Sampai pada saat di mana kuliahnya berada di ujung tanduk Arofat baru berinisiatif untuk konsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Beberapa bulan ia putuskan untuk fokus ke kuliahnya, dengan harapan ia bisa menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin dan bisa langsung melanjutkan usaha Atnique Rocklabnya.
Akhirnya dengan perjuangan kerasnya ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan melanjutkan usahanya. Meskipun ia kuliah di jurusan pendidikan, tapi baginya tidak menjadi masalah. Itulah kehidupan, tandas Arofat.
Sampai saat ini usahanya telah sampai ke luar kota, seperti medan, semarang dan jogja. Salah satu pablik figurpun juga telah memakai kaos Atnique Rocklabnya. Semua itu berkat keinginan dan kemauannya yang keras, timbal Arofat.
Jadi, jurusan kuliah kita saat ini bukanlah halangan atau batasan untuk bisa berproses dan mengembangkan keahlian kita di bidang lain. Tidak harus seorang yang kuliah dijurusan A dan kemudian hari fokus dengan A dan menjadi A, tetapi semua itu tergantung dari diri kita sendiri, tergantung dari bagaimana menejemen waktu dan menghadapi tiap persoalan yang ada, itulah pondasinya.