Rabu, 01 April 2015

K.H. Ahmad Wildan, Lc. oleh Siti Nur Afriyanti

nama : Siti Nur Afriyanti

Nama       : Siti Nur Afriyanti
Nim          : 1112052000024
Kelas        : BPI 6
Live History K.H. Ahmad Wildan, Lc.
Dalam tugas live history ini, saya terinspirasi pada seorang laki-laki paruh baya yang biasa dipanggil abi Wildan, nama lengkap beliau adalah Ahmad Wildan. Putra bungsu dari sembilan bersaudara ini lahir pada tanggal 12 Mei 1930 dari pasangan  K.H. Muhammad Syueb dan Hj. Entim. Abi terlahir dari keluarga yang sangat menjunjung nilai-nilai keislaman, sehingga untuk urusan agama beliau telah ditanamkan sejak masih diusia dini.

Sedari kecil beliau telah dibiasakan untuk mengaji, karena orang tua beliaupun adalah guru ngaji. Jadi beliau tidak perlu mengaji kepada orang lain, hanya sepulang sekolah dari SD Gembor 4 beliau menambah ilmu pengetahuan tentang agama di Sekolah Diniyah karena dulu belum ada yang namanya TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) yang sekarang telah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Al-Husna, baru malamnya beliau mengaji dengan abah dan ema.
Setelah lulus SD, beliau melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Darurrahman Jakarta dari kelas 1-2 Tsanawiyah, ketika kelas 3 Tsanawiyah beliau pindah ke Pondok Pesantren Darurrahman Leuwiliyang, namun tak terlalu lama di Darurrahman Leuwiliyang ketika kelas 1 sampai dengan lulus beliau kembali ke Darurrahman Jakarta. Selah lulus Madrasah Aliyah (MA) beliau sempat mengabdi selama hampir 2 tahun di Pondok Pesantren Darurrahman Jakarta.
Setelah masa pengabdian, abi bermaksud melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Dan ternyata niat baik beliaupun sangat didukung baik oleh kedua orang tua beliau, saudara, maupun dari pihak Pondok Pesantren Darurrahman. Meski menggunakan biaya pribadi namun pihak Pondok Pesantren Darurrahman pun turut membantu.
Belajar di luar negeri bukanlah perkara mudah, terbukti abi Wildan membutuhkan waktu kurang lebih 6 tahun dari 1996-2002 untuk mendapatkan gelar Lc, beliaupun sempat menetap selama kurang lebih setahun sambil menunggu ijazahnya. Jadi tahun 2003 baru beliau bisa pulang ke Indonesia dengan membawa gelar Lc, dibelakang nama beliau.
Selama di Cairo beliau hanya fokus kuliah dan tidak bekerja, namun beliau pernah bekerja di Saudi sekalian beliau haji, "jadi sekalian kerja sekalian haji" ujar beliau. Ketika ditanya apa yang membuat beliau termotivasi untuk belajar di Cairo, beliau berucap sambil tersenyum "karena ingin jadi orang sukses". Dan kebetulan saudara beliau sebelumnya sudah ada yang belajar ke Cairo, itu pun yang menjadi kaca dan membuat beliau semakin ingin belajar kesana setelah mendengar pengalaman-pengalaman dari saudara dan kakak-kakak kelas beliau yang sudah pernah kesana. "Karena bayangannya belajar di luar negeri itu enak, bisa naik pesawat, dan kelihatannya yang belajar di luar negeri itu justru lebih banyak yang sukses dari pada yang tidak, sehingga itu mendorong kuat untuk saya belajar di luar negeri". Ucap beliau.
Ketika beliau bekerja di Saudi beliau bertemu dengan seorang wanita bernama Hj. Ruqoyah, dan dari sinilah pertemuan beliau dengan sang istri dimulai.perlu diketahui Hj. Ruqoyah ini saudara dari sicalon istri beliau ini. Setelah menjalani masa penjajakan selama kurang lebih tiga bulan, akhirnya beliau mengkhitbah seorang wanita yang bernama Rosia Mariana, namun karena masa belajarnya di Cairo belum selesai maka calon istrinya pun ditinggal. Baru setelah beliau lulus dari Cairo pernikahan pun dilaksanakan.
Beliau menikah dengan umi (biasa saya menyebutnya) pada tahun 2004 dan sekarang beliau telah dikaruniai lima orang putra putrid yang sangat lucu dan menggemaskan. Putrid pertama beliau bernama Nadini Fatihah Rahmah, putrid ke duanya Yazida Farah Lina, putrid ke tiganya Gaitsa Wulida Umri, putra ke empatnya Muhammad Wifqi Amrillah, dan putra ke limanya bernama Ahmad Syafiq Khoirul I'bad.
Setelah menikah dengan umi, beliau diberi amanat oleh kakeknya umi untuk mendirika pesantren di tanah yang ia miliki. Sebelum menjadi sebuah pesantren seperti sekarang ini, dulunya tempat itu adalah kontrakan dengan lebih dari tiga puluh pintu, dan tempat itu dulunya sering utnuk melakukan maksiat. Jadi ketika beliau diminta untuk membangun sebuah pesantren di daerah tersebut beliau merasa tertantang, "bisa engga bisa harus bisa bikin pesantren disini" ujar beliau.
Diperlukan usaha yang benar-benar pantang menyerah dalam membuat pesantren, karena membuat pesantren itu tidak semudah membalik telapak tangan, apalagi daerah yang ingin di buta pesantren itu sebelumnya dalah tepat maksiat. Dimulai sedikitt demi sedikit dari yang santrinya masih 70-80 orang, Alhamdulillah sekarang sudah mencapai kurang lebih 700 orang santri. Dari yang dulunya tidak punya masjid, sekarang sudah punya dan sedang dalam proses membuat lantai 2. Dari yang kamarnya hanya berukuran 3x3 dan harus diisi 10 orang sekarang kamarnya 4 kali lebih besar dan diisi satu kamar dengan kurang lebih 30 santri. Dari yang dulunya suka kehabisan air dan bahkan santri harus mandi di MCK, sekarang setiap saat bisa menggunakan air. Dan semua perubahan-perubahan itu beliau dapatkan bukan dengan hal yang mudah.
Dalam membuat pesantren itu beliau harus kesana-kemari mencari bantuan dana, mencari tenaga pengajar, bahkan mencari para calon santrinya. Karena yang namanya pesantren baru apalagi pesantren ini dulunya masih sangat baru jadi segalanya masih sangat jauh dari kata bagus, tidak seperti pondok pesantren yang telah ada sebelumnya.
Namun dengan tekad yang kuat, usaha dan do'a yang selalu beliau panjatkan maka sekarang beliau telah merasakan bagaimana hasil dari usaha-usahanya selama ini, meski beliau masih akan terus berusaha untuk pondok pesantren yang lebih baik.
Beruntunya beliau memiliki orang tua, istri, keluarga, dan sanak saudara yang selalu mensuport beliau dalam keadaaan apapaun. Menurut beliau faktor keakraban dengan keluarga terutama orang tua dan istri sangatlah mendukung beliau, karena menurut beliau dengan semangat yang selalu keluarganya berikan beliau bisa menjadi seperti sekarang ini. Karena beliau sangatlah dekat dengan semua saudara-saudara beliau, baik itu saudara kandung, saudara ipar, dan saudara angkat.
Oleh karena itu untuk mempererat tali silaturhami antara beliau dengan semua saudaranya, beliau sering kali mengadakan arisan keluarga setiap bulannya, dan mengadakan ziarah keluarga setiap tahunnya. Karena menurut beliau dengan cara seperti ini maka kebakraban, dan kebersamaan akan terjalin dengan sendirinya.
Selain faktor keluarga dan saudara, teman pun sangatlah medukung keberhasilannya yang sampai seperti sekarang ini, karena tidak sedikit dari teman-teman beliau yang membantu beliau untk menjadi tenaga pengajar di pesantren yang beliau pimpin ini.
dalam hal kesehatan, Alhamdulillah beliau tidak pernah mendapat penyakityang sangat kronis "paling-paling cuma sakit gigi sama mules-mules aja" kata beliau. Saya pun yang pernah hidup bersama beliau sesama di pesantren memang setuju beliau itu tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang kronis, selain sakit gigi dam mules-mules itu tadi.
Namun meski hanya sakit gigi dan mules-mules itu tetpa menghambat kegiatan yang beliau lakukan, kerena ketika sakit giggi dan mules itu datang maka beliau tidak dapat mengajar para santri, tidak bisa bertemu dengan para asatidz dan para wali santri.
Ketika ditanya masalah kerentanan atau krisis hidup, ia mengatakan bahwa masa-masa itu ada pada tahun 1998 ketika di Indonesia krisis, beliau yang sedang ada di Cairo [un merasakan dampaknya, karena beliau tidak mendapatkan jatah bulanan. Namun beliau dan teman-temannya pun mencari cara agar dapat mempunyai uang, akhirnya beliau mengajukan untu meminta bantuan ke pemerintah Indonesia yang ada di Cairo kala itu.
Dan yang terakhir itu tentang gaya hidup, beliau beranggapan tentau gaya hidup beliau berubah, yang dulu beliau masih muda beliau gaya hidupnya itu berjiwa muda, measih suka belajar, sedang yang sekarang karena sudah berumur lebih dewasa tentu pemikirannya lebih dewasa dan sekrang itu lebih kepada pengamalan apa yang dulu belia pelajari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini