Rabu, 01 April 2015

Tugas "Life Story"

Siti Assa'adah
1112052000007
BPI 6

Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan "Life Story" tentang seorang wanita yang sukses bagi diri saya dan keluarga.
Wanita ini adalah berprofesi sebagai Ibu rumah tangga dan pedangan yang bernama Ibu Hj. Salmah. Umur beliau sudah mencapai lewat dari setengah abad sekitar berumur 62 tahun. Beliau lahir di Bekasi, 15 Oktober 1952. Ibu Salmah dan sekeluarga sekarang tinggal di daerah Kabupaten Bekasi tepatnya di Cikarang Utara. Sebelum menikah beliau adalah keturunan asli atau warga pribumi. Begitu juga dengan suami beliau.
Beliau mempunyai  Enam orang anak. Anak ke Satu-Tiga adalah laki-laki dan anak ke Empat-Enam adalah perempuan, diantara ke-Enam anak itu saya-lah yang terakhir.  Anak ke-Satu- Lima telah berumah tangga dan di karuniai anak laki-laki dan perempuan. Masing-masing anak Ibu  yang telah menikah mempunyai anak sampai Tiga orang anak, yang berarti cucu Ibu Salmah. Dan terhitung di umur 62 tahun beliau sudah mempunyai Dua belas cucu laki-laki dan perempuan dari Lima orang anak yang telah menikah.
Pada zaman dahulu, ketika menikah umur beliau sekitar 17 tahun dan Bapak sekitar 19 tahun  dan beliau pun tidak tahu pasti beliau menikah di tahun berapa hanya ingat bahwa umur beliau beda Dua tahun dengan suaminya yaitu Bapak Sanan Suherman. Tahun pertama menikah beliau belum mempunyai anak, masuk umur kedua tahun pernikahan beliau dan Bapak memiliki seorang anak pertama laki-laki, namun sungguh sayang anak pertama itu meninggal di umurnya Lima tahun. Di sebabkan pada saat itu Ibu dan Bapak belum mampu mengurus anak karena disibukan dengan bekerja sebagai buruh di "Lio" yaitu suatu bangunan yang terbuat sederhana dengan tiang–tiang kayu yang kecil dan bergenteng hitam, Lio ini merupakan tempat untuk mencetak batu-bata dan genting. Factor umur dan pernikahan muda juga yang mempengaruhi kemampuan menjaga anak pertama. Mungkin pada saat itu mereka terlalu sibuk bekerja. Dan tidak menitipkan anak pertama itu yang bernama Edi pada orang tua Ibu.
Sebelum beliau menikah dengan Bapak, beliau adalah seorang anak pertama dari pasangan Bapak Salam dan Ibu Rasih. Yang mereka mempunyai Tiga Belas orang anak pada saat itu tetapi, tiga orang anak meninggal ketika kecil dan pada saat ini tersisa Sepuluh orang anak termasuk anak pertama yaitu Ibu Salmah.
beliau ini sangat perihatain sekali pada masa kecilnya. Suka duka Ia lewati, dari mulai harus menjaga adik-adiknya yang masih kecil, mempunyai baju sehari-hari hanya dua pasang jika basah keduanya bahkan harus menunggu kering, selalu mengalah untuk adik-adiknya sering merasakan pahitnya hidup tidak makan nasi, hanya makan singkong dan garam, yang itupun harus bekerja dulu. Bekerja hanya di bayar Dua buah kerupuk yang nilainya tak seberapa pada zaman itu yaitu tahun 1960. Memang pada saat itu beliau tidak mengenyam pendidikan seperti anak-anaknya. Beliau hanya bersekolah sampai kelas Dua SD dan itu tidak selesai. Tetapi, semua itu tidak mengurangi semangat beliau untuk tetap belajar sambil mengasuh adik-adiknya. Beliau selalu belajar mengaji, membaca, menghitung, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya beliau besar dan di jodohkan dengan Bapak pada umur 17 tahun dan Bapak 19 tahun.
Kehidupan beliau semakin membaik setelah menikah, yang tadinya menjadi buruh di Lio kini beliau dan Bapak menjadi bos pada zamannya itu di tahun 1960-an. Setelah kehilangan anak laki-laki pertamanya kemudian Ibu dan Bapak di karuniai seorang anak kedua laki-laki. Yang lahir pada awal tahun 1970. Setelah itu beda dua tahun dari anak pertama kemudian lahir anak kedua kedua laki-laki, dua tahun kemudian lahir anak ketiga laki-laki sampai anak ke-Empat barulah Ibu dan Bapak memiliki anak pertamanya perempuan sampai anak ke-lima perempuan. Anak ibu dari anak pertama- kelima lahir di tahun 70-an.
Tetapi, ketika anak ke-lima lahir yaitu perempuan, yang lahir di akhir tahun 70-an. Ada kerabat Bapak yang datang kerumah meminta untuk mengasuh anak perempuan itu yang bernama Siti Maryam yang sering di panggil "Omay" ketika dia berusia 9 bulan. Kerabat Bapak meminta izin untuk diperbolehkan mengurusnya. Tetapi, Ibu pada saat itu tidak rela jika anaknya yang masih balita diasuh oleh orang lain walaupun itu kerabat dekatnya.
Dari semua anak-anak beliau memanggil beliau dan bapak  dengan sebutan "Emak" dan "Babah"  hanya satu anak terakhir memanggil beliau dan bapak dengan panggilan "Umi" dan "Bapak".
Kemudian mau tidak mau beliau harus rela, beliau  pada saat itu takut anaknya di miliki oleh kerabatnya Bapak, jika suatu saat Ibu tidak siap jika anak itu mengakui Ibu bukan Ibu kandungnya. Beliau  bercerita kepada saya sebagai anak terakhir beliau bahwa beliau sempat merasa cemas dan depresi ringan karena bisa di bayangkan seorang Ibu yang baru melahirkan dan harus merelakan anaknya yang masih berumur belum genap setahun di asuh oleh orang lain. Dikarenakan kerabat Bapak ingin sekali mempunyai anak.
Beliau pada saat itu pergi menghilangkan depresinya dengan cara mengikuti pengajian Ibu-ibu yang walaupun jauh Ibu selalu ikut, entah itu dimana tempatnya yang tidak beliau tau tetapi dia berusaha untuk datang menghilangkan depresi kehilangan anaknya yang diminta orang.
Sampai akhirnya anak itu beranjak dewasa dia tetap mengakui beliau sebagai ibu kadungnya kerana walau ceritanya seperti itu kerabat Bapak begitu bijaksana tidak mengakui sepenuhnya, dia hanya merawat, membesarkan dan menyekolahkan sampai apada akhirnya semua kebutuhannya diperlukan oleh kerbat Bapak. Bahkan anak kelima beliau di jodohkan dengan pilihan orang tua angkatnya yaitu kerabat Bapak.
Anak-anak Bapak dan Ibu Salmah mereka semua bersekolah, Ibu dan Bapak semakin sukses pada saat itu yaitu di tahun 80-an. Beliau bilang mereka semua sangat tampan dan cantik-cantik terbukti banyaknya yang menyukai anak-anak beliau pada masa mereka sekolah di SMA dan begitu aktif bersosialisasi dengan masyarakat sekitar rumah. Suka duka pun datang bergantian, masa-masa sulit, dan bahagiapun juga menjadi pelengkap kehidupan Ibu dan Bapak. Gaya hidup mereka begitu sederhana bahkan sering sekali beliau mengalami pasang surut ekonomi dalam keluarga. Sampai akhirnya ketika anak kelima Bapak dan Ibu telah beranjak dewasa dan memasuki kelas 2 SMA di tahun 1993, beliau mengandung anak ke Enam dan pada saat itu juga Ibu dan Bapak sedang menikahkan anak Kedua mereka. Beliau bercerita bahwa anak beliau menikah tidak sesuai anak pertama yang harus menikah, tetapi siap ayang siap dan mendapatkan calon yang pas dengan pilihan dan keluarga setuju maka beliau meminta untuk segera dinikahkan karena kurang baik juga jika harus menunggu kakak yang belum menikah, dan beliau juga tidak percaya  jika seorang adik melangkahkan kaknya menikah maka jodohnya akan lama. Itu hanya susgeti saja bagi beliau dan Bapak. Jika sama-sama suka dan mampu maka segeralah menikah dan dinikahkan.
Selain itu beliau bercerita kepada saya beliau selalu mengajarkan anak-anaknya termasuk saya untuk menuntut ilmu agama, walaupun tidak harus semua anaknya tinggal di pondok atau bersekolah di pondok pesantren, yang terpenting adalah mampu mengamalkan ilmu yang telah di dapat. Masa muda beliau mengajarkan kepada diri beliau dan meneladani sikap sederhana beliau. Beliau mnegajarkan kepada anak-anaknya dahulukanlah kepentingan dan kebutuhan yang sangat-sangat mendesak dari pada kebutuhan yang tidak  terlalu mendesak. Karena beliau mengajarkan harus selalu hemat, memberi dan bersodaqah walaupun keadaan ekonomi kita kurang. Karena beliau belajar dari hadist Rosulullah bahwa tangan yang diatas lebih baik dari pada tanggan yang di bawah.
Dan selama ini beliau juga bercerita hanya anak ke Empat dan Enam yang merasakan sekolah di pondok pesantren. Masa-masa sulit Ibu dan Bapak yang ibu ceritakan adalah jatuh bangun berwirausaha. Walaupun seperti itu Ibu merasa dirinya selalu yakin dan tawakal bahwa dia bisa membiayayi anak-anaknya bersekolah walaupun tidak sampai keperguruan tinggi pada saat itu. Sampai saat ini barulah ibu merasakan dan selalu bercerita betapa bangganya beliau mampu menyekolahkan anak terakhirnya sampai keperguruan tinggi.
Tetapi, bagi anak-anaknya beliau begitu cerdas, sabar, tegar, ihklas dan begitu tawadhu walaupun beliau tidak mendapat pendidikan formal dan pendidikan tinggi, beliau belajar dari pengalaman kehidupannya. Karena beliau selalu menasehati anak-anaknya bahwa ilmu lebih penting dari pada harta, karena ilmu akan membawa semuanya, dan beliau juga selalu mengingatkan bahwa pengamalan ilmu lebih penting. Amalan atau perbuatan adalah cerminan diri kita yang terlihat oleh orang lain baik buruknya pribadi seseorang dilihat dari perbuatannya. Begitulah nasihat-nasihat beliau kepada anak-anaknya. Beliau hidup dengan banyak pengalaman, dan banyak pelajaran yang beliau ambil di setiap peristiwa dan kehidupan beliau. Beliau mengajarkan kepada kami utamakan pelajaran agama karena itulah pegangan kita ketika kita terjun dalam masyarakat. Yang terpenting juga adalah berkahlak baik, bertutur kata yang baik, selalu bersodaqoh dalam keadaan apapun walaupun paling sederhana dan paling mudah itu tersenyum ketika bertemu orang, jangan sampai memasang wajah muram atau ketus.
Beliau juga mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa kesehatan itu penting,. Beliau mengingatkan minum air putih yang banyak, makan-makanna yang sehat dan tidak makan sembarangan, kurangi konsumsi sambal yang berlebih. Jaga kesehtan tidur, dan mengatur waktu sebaik mungkin. Dan yang paling penting jaga ibadah dan hubungan kita kepada Allah. Karena bagi beliau selain hubungan kepada manusia hubungan Allah lah yang paling utama. Beliau juga mengajarkan kepada anak-anaknya selalu berbuat baik kepada tetangga, saudara, dan orang lain yang tidak dikenal.
Beliau bercerita bahwa ia akan merasa sedih jika tidak dapat berbuat baik kepada orang lain siapapun itu. beliau selalu bercerita hatinya, pikirannya akan terbayang-bayang dan menyesal jika beliau tidak dapat berbuat baik sekecil apapun kepada orang yang membutuhkannya. Beliau selalu mengorbankan dirinya demi kebahagiaan anak-anaknya apapun itu.
Kembali lagi pada cerita beliau di tahun 1993. Belaiu bercerita waktu itu beliau tidak tahu sedang mengandung anak ke enam karena beliau tidak merasakan keganjilan pada masa-masa hamil muda anak ke enam. Bahkan beliau bercerita kalau belaiu memakan buah nanas begitu banyak ketika salah satu anak beliau membawakan nanas sehabis pulang dari tempat wisata. Sampai akhirnya pada masa kehamilan masuk ke 4 bulan beliau baru mengetahui dan terkejut bahwa belaiu sedang hamil dan alhmdulillah dengan rasa syukur tidak terjadi kelainan atau kekurangan apapun yang terjadi pada anak ke enam beliau ketika lahir, dan anak terakhir beliau adalah perempuan yaitu saya yang bernama Siti Assa'adah. Perlu di ketahui tanpa sengaja keluarga kami berinisial "S". entah mengapa alasannya tetapi ini sperti menjadi identitas keluarga Umi dan Bapak.
Sampai akhirnya beliau bercerita satu persatu anak-anak beliau telah beranjak dewasa ketika beliau melahirkan anak ke Enam, semua pergi merantau dan bekerja, hanya waktu itu anak Kedua beliau telah menikah. Pada saat itu tahun 1994 anak ke enam Ibu lahir  dan menantu pertama sedang sedang mengandung. Di tahun 1995 Umi dan Bapak untuk peratama kalinya menjadi seorang nenek dan kakek, karena di tahun tersebut lahir cucu peratma laki-laki beliau dari anak ke dua laki-laki Umi dan Bapak. Betapa bahagianya beliau pada saat itu menjadi seorang nenek mendapatkan cucu pertama. Ditahun 1995 anak pertama umi dan menikah yang bernama Subur Gunawan, dengan seorang wanita yang cantik, solehah dan hal yang paling di syukuri adalah beliau mendapatkan menantu bidan. Dan pada tahun 1996  lahirlah cucu kedua beliau dan berkelamin laki-laki juga. Tahun-tahun selanjutnya ditahun 1997 menikahlah anak keempat beliau, dan mempunyai anak perempuan, selanjutnya di tahun 1997 menikahlah anak kelima dan memiliki anak pertama laki-laki, dan barulah anak laki-laki nomor ketiga menikah di tahun 1999 dan memiliki anak perempuan pertama.
Ibu mengatakan bahwa anak ke Enam Ibu begitu jauh sekali bedanya dengan anak pertama- anak ke lima Ibu. Bahkan bedanya sampai dua puluh tahun.  Ibu bersyukur sekali, walau pernah kehilangan seorang anak pertama tetapi Allah membalasnya dan menggantinya dengan kebahagian dengan memberikan belaiu anak-anak yang tampan, cantik, soleh dan solehah.
Pada tahun 1990 sebelum anak terakhir Ibu lahir, Ibu sekeluarga berpindah rumah tetap masih di daerah Kabupaten Bekasi di Cikarang hanya beda Desa. Hijrahnya beliau sekeluarga dan beliau begitu menikmati kisah-kisah kehidupannya. Jautuh bangunpun di lewati, badai hujan, angin dan sebagainya.
Sampai akhirnya anak terkahir beliau bersekolah SD, distulah masa-masa sulit, bapak kehilangan pekerjaan dan bekerja sebagi buruh dan umi sebagai pedagang. Hidup prihatin selalu dialami beliau, belajar sederhana, dan slelau bersyukur dengan apa yang di miliki saat ini. Beliau mengajarkan saya sebagai anak terakhir yang sekrang tinggal bersama dengan beliau selalu berbuat baik kepada orang lain sekecil papaun beliau, karena gaya hidup dan pengalaman beliau selalu beliau ceritakan kepada anak-anaknya.  Kemudian ekonomi keluarga beliau naik turun. Dan kesedihan yang berawal adalah ketika Bapak megalami sakit  stroke si tahun 2004. Tetapi semua itu beliau hadapi dengan begitu lapang dada.
Di tahun 2000-an cucu beliau setiap tahun bertambah sampai akhirnya beliau mempunyai cucu di tahun 2008  9 orang cucu.
Tujuh tahun yang lalu di tahun 2008 beliau kehilangan suaminya karena kecelakaan, yang berarti itu juga saya kehilangan Ayah saya. Umi dan Bapak bersama-sama berjuang dari awal menikah sampai mempunyai Enam anak dan Sembilan orang cucu pada saat itu yaitu sebelum  Bapak meninggal.
Sayang sekali ketika beliau mendaftar haji di tahun 2008 bapak tidak mendaftar karena Allah telah memanggil bapak terlebih dahulu. Itulah masa-masa sulit umi kehilangan bapak dan begitu juga dengan anak-anak bapak dan umi. Begitu menyedihkan seklai karena bapak meninggal karena kecelakanan motor.
Masa itu telah terlewati hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Masa lalu  yang menyedihkan mampu mengajarkan beliau yaitu umi menjadi pribadi yang  lebih tegar, sabar dan bijaksana menjadi seorang  single parent. Kami anak-anak nya begitu menyayangi beliau, berusaha agar tidak menyakiti hati beliau, karena kami tahu surge kami hanya tersisa satu yaitu Umi.
Harapan terakhir umi ada pada saya sebagai seorang anak terakhir yang belum menikah dan masih bersekolah dan menjadi mahasiswa. Dan anak beliau yang satu-satunya berkesempatan untuk berkuliah di universitas negeri. Dan inilah semua apa yang beliau punya selalu beliau dahulukan demi saya, beliau membiayai kuliah saya sendiri dari hasil berjualan sebagai pedangang warung nasi.
Belai sungguh berharap kepada saya jangan pernah mengecewakan beliau karena sungguh besar juga pengorbanan beliau untuk saya.
Begitulah hasil cerita saya bersama Umi, sebagai orang tua saya. Saya menggangap beliau adalah orang suskes bagi saya yang memberikan seluruh jiwa raganya untuk anak-anaknya terutama saya. 60 tahun umur beliau bagi saya beliau mendapatkan banyak sehali pengalaman hidup dan karena bagi saya adalah nasihat orang tua bukanlah karena beliau hidup lebih pintar dari anak-anaknya tetapi karena beliau hidup dengan banyak pengalaman.
Semoga cerita ini dapat menginspirasi bagi pembaca. Dan dapat lebih sayang terhadap orang tua, seburuk apapun pengalaman mereka bagi kita dialah tetap orang tua kita yang melahirkan dan merawat kita. Karena kesempatan untuk membahagiakan mereka tidak datang dua kali, ketika mereka pergi satu bagaikan pintu surge tertutup satu untuk kita sebagai anaknya.
Maka selagi ada waktu luang, laungkanlah waktu untuk berbagi cerita bersama orang tua kita yang hidup dengan banyak pengalam lebih dari kita.
Semoga bermanfaat, mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan, inilah "Life Story"  tentang orang yang sukses bagi saya dan menginspirasi adalah beliau Umi yang saya Cintai dan sayangi. Semoga beliau panjang umur, selalu diberikan kesehatan, keberkahan dan dimudahkan urusannya dan juga bagi para pembaca semua doa-doa terbaik untuk kalian.
Terimakasih telah membaca, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini