Nama: Syifa Nurohmah
Nim :11140540000010
Prodi: Pengembangan Masyarakat Islam
A. Pendahuluan
Setiap manusia pasti melakukan tindakan dalam berbagai bentuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tindakan yang dilakukan, tentunya memberi pengaruh pada kualitas seseorang. Dalam beberapa kejadian, tindakan yang dilakukan membuat manusia itu sendiri mendapat kesulitan atau sebaliknya. Dalam melakukan tindakan tentunya memiliki sebuah alasan untuk menempuh tindakan itu sendiri. Sebagai contoh seseorang yang gemar menolong orang lain, karena didasri oleh keinginan jika wafat, ia akan mendapatkan tempat yang baik sesuai kepercayaannya. Alasan dari melakukan sebuah tindakan oleh manusia itu sangat beragam tergantung oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. pada realitanya menurut Max Weber (Bacthiar, 2010: 257) menyatakan pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan metode yang berbeda-beda, sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda dan saling mempengaruhi. Adakalanya sebuah tindakan seseorang berkaitan atau berhubungan dengan orang lain yang artinya adalah tindakan yang dilakukannya itu tergolong tindakan sosial. Seperti hal nya seorang kondektur yang bertugas untuk mengatur penumpang di dalam bus dan menarik ongkos. Seorang kondektur melakukan tugasnya untuk memenuhi kewajibannya, dan dalam tugas ini saya akan membahas tentang on board transjakarta. On board transjakarta menjadi ujung tombak untuk pelayanan komunikasi kepada masyarakat, jadi berbeda dengan kondektur bus biasa yang hanya mengatur dan menarik ongkos penumpang.
Salah satu teori dalam sosiologi yang berpengaruh dalam menjelaskan tindakan sosial adalah "TEORI AKSI" (Action Theory). Teori ini memiliki anggapan dasar berkaitan dengan tindakan sosial yaitu " tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek." Pedukung teori ini adalah Max Weber dan Talcott Parsons.
Banyak ahli sosiologi yang telah mencoba menjelaskan tentang tindakan sosial seperti Karl Marx, Emile Durkheim, Max Weber, George Herbert Mead, dan lain-lain. Karl Marx misalnya menjelaskan bahwa tindakan sosial sebagai aktivitas manusia yang berusaha menghasilkan barang, atau menciptakan hasil karya yang unik maupun untuk mengejar tujuan tertentu. Sedangkan Max Weber mengartikan tindakan sosial sebagai tindakan seseorang yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam Masyarakat.
Penelitian yang digunakan dalam meneliti seorang kondektur bus transjakarta. Metode penelitian Kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Dalam penelitian kualitaif belum terdapat format baku tahapan-tahapan atau sistematika yang dpat dijadikan patokan dalam penelitian. Ini dikarenakan penelitian kualitaif terkait dengan salah-satu karakteristik dari penelitian kualitais itu sendiri, yaitu fleksibel. Sehingga dengan ke-fleksibelan-nya jalan penelitian berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang ada.
Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa bahwa ciri-ciri metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
- Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
- Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
- Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
- Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
- Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.
B. Tinjauan teortik
Teori tindakan sosial, cabang penting ketiga dari behaviorisme sosial merupakan sebuah tanggapan independen terhadap permasalahan-permasalah sama yang memunculkan pluralisme behavioral dan interaksionisme simbolik. Ia mewaliki sebuah pemecahan teoritik khusus bagi permasalah-permasalah umum dari aliran itu. Dalam analisis mereka mengenai kepribadian, struktur sosial, dan perilaku kolektif, aliran keprilakuan pluralistik membangun titik tolak mereka melalui beberapa pandangan seperti halnya imitasi, inovasi, sugesti, difusi, pertentangan inovasi-inovasi dan kesadaran akan kebaikan, aliran interaksionis simbolik memilih tingkah laku-tingkah laku, harapan bersama, bahasa sebagai sebuah mekanisme antar keperilakuan dan peranan sosial sebagai hal penting dalam pendekatan mereka terhadap persoalan-persioalan yang sama. Tindakan sosial meliputi setiap jenis perilaku manusia, yang dengan penuh arti diorientasikan kepada perilaku orang-orang lain. Sosiologi menurut Weber adalah suatu ilmu yang mempelajari tidakan sosial. Tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Max Weber mendefinisikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya.
Teori sosiologi interpretatif (Verstehen) berpandangan bahwa dunia sosial berbeda dengan dunia alam yang harus dimengerti sebagai suatu penyelesaian secara terlatih dari manusia sebagai subyek yang aktif dan pembentukan dunia ini sebagai sesuatu yang mempunyai makna, dapat diperhitungkan atau dimengerti dengan jelas. Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretatifyang dimaksudkan agar dalam menganalisis dan mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang tampak saja, melainkan dibutuhkan interpretasi agar penjelasan tentang individu dan masyarakat tidak keliru. Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan daripada ilmuwan alam. Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog untuk memahami fenomena sosial, sementara ilmuwan alam tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang perilaku atom dan ikatan kimia.
Dengan demikian, Weber membedakan tindakan dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan jika gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang yang bersangkutan. Ini menunjukkan bahwa seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran akan apa yang ia lakukan yang bisa dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana mereka alami.
Weber membedakan empat jenis orientasi perilaku sosial. Pertama, tindakan yang sengaja rasional yang mana menerapkan rencana yang telah dirumuskan mengenai penerapan rasional dari ilmu pengetahuan sosial, pada paradigma, model pola tindakan sosial pada umumnya. Kedua, tindakan rasional nilai yang diarahkan kepada suatu ideal yang berada di atas segala-galanya, dan tidak memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan lain apa pun. Ketiga, tindakan yang bersifat kasih sayang yang merupakan tindakan yang dilakukan dibawah goncangan sesuatu jenis keadaan perasaan. Keempat, tindakan tradisional yang dilakukan dibawah pengaruh adat dan kebiasaan.
Suatu tindakan adalah perilaku yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Ia membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif. Konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku otomatisyang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus dengan respons. Perilaku semacam ini tidak menjadi minat sosiologi Weber. Ia memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran. Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola dan regularitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Tindakan dalam pengertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai perilaku seseorang atau beberapa orang manusia.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman interpretatif(Verstehen)atas tindakan sosial dan pada penjelasan kausal atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut.
C. Hasil observasi lapangan
Transjakarta umumnya disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan, yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia. Sistem ini didesain berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota yang sangat padat. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (208 km), serta memiliki 228 halte yang tersebar dalam 12 koridor (jalur), yang awalnya beroperasi dari 05.00 - 22.00 WIB, dan kini beroperasi 24 jam.
Transjakarta dioperasikan oleh PT Transportasi Jakarta. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam operasional Transjakarta (Pramudi, petugas bus, petugas halte, dan petugas kebersihan) sekitar 6.000 orang.Jumlah rata-rata harian pengguna Transjakarta diprediksikan sekitar 350.000 orang. Sedangkan pada tahun 2012, Jumlah pengguna Transjakarta mencapai 109.983.609 orang.
Transjakarta memulai operasinya pada 15 Januari 2004,ditandai dengan peresmian Koridor 1, dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, dan terjangkau bagi warga Jakarta. Sejak awal pengoperasian Transjakarta, harga tiket ditetapkan untuk disubsidi oleh pemerintah daerah. Dalam rangka sosialisasi dan pengenalan angkutan massal ini kepada masyarakat, pada 2 minggu pertama pengoperasiannya (15-30 Januari 2004) pengguna Transjakarta tidak dikenakan tarif. Mulai 1 Februari 2004, tarif Transjakarta mulai diberlakukan seharga Rp2000. Pada tahun 2012, Dinas Perhubungan DKI Jakarta memutuskan untuk menaikkan tarif Transjakarta seharga Rp3500. Sekarang sudah diberlakukannya e-ticket transjakarta yang memudahkan penumpang, dengan menggunakan e-ticket kita dapat lebih cepat dan tidak perlu mengantri. Pada pagi hari sekitar sampai jam 6 (saya tidak tahu pastinya) dikenakan tarif Rp2.000 dan selebihnya tetap dengan tarif Rp3.500.
Sistem tiket pada halte Transjakarta sejak 2013 menggunakan kartu elektronik (e-ticketing), sebagai pengganti uang tunai. Operator koridor tidak menerbitkan kartu tersebut, melainkan menggunakan kartu prabayar yang dikeluarkan oleh bank. Bank tersebut yakni Bank Rakyat Indonesia (BRIZZI), Bank Central Asia (Flazz), Bank Negara Indonesia (Tapcash, Kartu Aku, dan Rail Card), Bank Mandiri (e-money, e-Toll Card, Indomaret Card, dan GazCard), Bank DKI (JakCard), serta Bank Mega MegaCash. Kartu tersebut dapat dibeli di bank penyedia kartu prabayar dan loket pada seluruh halte Transjakarta. Pengisian saldo dapat dilakukan di ATM, bank-bank terkait, dan loket halte.[13] Kartu tersebut, (kecuali untuk Bank DKI (JakCard) dan Bank Mega MegaCash), dapat juga digunakan sebagai tiket Commuter Line. [14]
Pengguna e-ticket tidak perlu mengantri di loket halte, cukup dengan tap-in di pintu masuk halte (barrier) lalu masuk ke dalam halte. Apabila saldo habis, maka saat tap-in pintu barrier tidak dapat diputar dan pengguna kartu dapat mengisi ulang di loket halte. Semua pengguna Transjakarta yang akan keluar halte tidak melakukan tap-in lagi, cukup dengan melewati barrier keluar halte.
Dari bulan November 2014 hingga Februari 2015, mulai diberlakukan full e-ticket untuk 12 koridor busway. Full e-ticket diberlakukan tiap 2 minggu sekali di hari Sabtu (hingga 13 Desember 2014 untuk koridor 10, 11, dan 12). Tahap-tahap tersebut diakhiri pada hari Minggu, 15 Februari 2015 dimana berlaku ujicoba e-ticket di koridor 4 dan 6 dan seminggu setelahnya (22 Februari 2015) berlaku full e-ticket di seluruh koridor Transjakarta (termasuk koridor 4 dan 6)
Beberapa pengembangan pasca-peresmian Koridor 1 terus dilakukan, antara lain lowongan supir bus yang terbuka bagi perempuan, perbaikan sarana-prasarana bus dan halte, pemberlakuan zona khusus perempuan, penempatan petugas di dalam bus, sterilisasi jalur Transjakarta dengan portal manual maupun otomatis, uji coba sistem contra-flow (jalur Transjakarta yang berlawanan arah dengan jalur umum yang bersinggungan), serta pelayanan bagi pengguna penyandang cacat
Pada 10 November 2014, Transjakarta meluncurkan logo barunya dan diresmikan oleh Plt. Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Logo baru itu berupa sebuah lingkaran berwarna biru tua dengan dua garis diagonal berwarna putih. Di sebelah lingkaran terdapat tulisan "Transjakarta" yang dengan dua warna, kata "Trans" menggunakan biru muda, sedangkan kata "Jakarta" menggunakan biru tua. Selain perubahan warna, huruf J pada kata tersebut memiliki kaki lebih panjang yang ditarik ke bagian bawah kata "Trans" dengan gradasi warna biru tua ke biru muda. Logo tersebut merupakan karya Fakhri Azmi, 20 tahun, pemenang lomba desain logo Transjakarta yang diikuti 2.250 peserta
Feature keamanan yang saat ini dimiliki Transjakarta adalah :
· CCTV
· Area khusus wanita dalam bus
· Antrian khusus, wanita, lansia, penyandang cacat
· Petugas keamanan dalam halte
· Petugas on board
PT Transjakarta selaku pengelola bus transjakarta telah memiliki petugas bus yang disebut sebagai on board transjakarta. Posisi petugas on board ini dirancang terutama untuk melayani kebutuhan komunikasi para penumpang bus transjakarta.
"On board transjakarta menjadi ujung tombak kita untuk pelayanan komunikasi kepada masyarakat, jadi bukan kondektur bus biasa," kata Direktur Utama (Dirut) PT Transjakarta Antonius NS Kosasih, Selasa (17/2/2015).
Petugas on board transjakarta ditempatkan di titik tempat penumpang akan memasuki bus transjakarta. Meski tugasnya juga mirip dengan petugas keamanan yang telah ada sebelum-sebelumnya, petugas on board lebih dibekali pengetahuan mengenai bus dan koridor serta operasional transjakarta setiap harinya.
on board juga bertugas untuk mengawasi supir bus transjakarta, jadi apabila supir bus tersebut ugal-ugalan dan membuat kenyamanan penumpang berkurang maka on board lah yang akan menegornya/ memberitahukannya (pak tobagus). Dengan adanya On board tersebut para penumpang merasa lebih nyaman, jadi apabila kita tidak tahu jalan atau lupa namun kita sudah berada di bus transjakarta kita dapat menanyakan kepada On board dan On board juga memberitahu nama halte yang akan dituju misalnya " Pemberhentian berikut nya halte cawing uki, persiapan" atau " halte tujuan akhir kampung rambutan"
Tujuan dibuatnya posisi petugas on board, ujar Kosasih, adalah untuk melaksanakan standar pelayanan minimum yang sedang gencar dikejar oleh PT Transjakarta. Selain membentuk petugas baru, ke depannya, sopir-sopir bus transjakarta maupun bus lain yang dapat melintasi jalur transjakarta harus disertifikasi.
Proses sertifikasi ini akan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya. Sopir-sopir yang sudah tersertifikasi wajib untuk menyetir armada dengan baik alias tidak kebut-kebutan dan lebih menjaga keselamatan penumpang. Mereka juga tidak diperbolehkan untuk ngetem karena sistem setoran tidak lagi digunakan, melainkan dengan pola pembayaran rupiah per kilometer.
On board sangat lah berbeda dengan kondektur biasa. Contoh nya dengan kondektur bis koatas bima 510, kondektur hanya menarik penumpang tanpa memperdulikan betapa sesak nya didalam bus yang telah dipenuhi banyak orang dan tidak memperdulikan orang yang berada di pinggir pintu dalam keadaan hampir jatuh. Padahal jika terjadi kecelakaan supir bis lah yang akan menanggungnya. Terkadang memang kebutuhan dari penumpang juga yang memaksa masuk kedalam bus yang sudah penuh walaupun jarak bis satu dengan bis yang lainnya hanya 10 menit namun yang membuat lama adalah ngetem, mengakibatkan penumpang terpaksa harus berdesakkan demi mengejar waktu ke kantor atau ke kampus. Tapi jika pagi hari terkadang masih sepi atau kosong di dalam bis dan cepat jalannya.
Berbeda dengan bus transjakarta, misalnya bus transjakarta tujuan Kampong Melayu- kampong Rambutan. Jalannya bus transjakarta tergantung pada kebutuhan penumpang, jika sedang sepi biasa berjarak 5 menit dari satu bis ke bus yang lain namun jika sedang ramai dan penumpang sudah menumpung di beberapa halte maka tidak ada jarak antara bus satu dengan bus yang lainnya (pak nur sholeh). Dan ada juga bus yang melewati tol, jika di jl. Mabes hankam sepi maka harus ada bus yang lewat jalan tersebut agar penumpang bisa lebih cepat sampai di halte Kampung Rambutan. Namun apabila jalan tersebut macet maka bus harus melewati jalur tol yang menuju pasar rebo. Itu lah salah satu alternative yang digunakan agar penumpang merasa lebih nyaman dan percaya akan bus transjakarta. Apabila melewati tol maka Onboard lah yang akan memberitahu penumpang sebelum memasuki bus transjakarta, On board juga bertugas untuk mengecek keadaan bus. Jika telah sampai di tujuan akhir Terminal kampong rambutan On board akan mengecek ke adaan dalam bus terlebih dahulu agar dipastikan tidak ada barang penumpang yang tertinggal, apabila terdapat barang yang tertinggal maka On board akan menitipkan pada petugas yang berada di halte Kampung rambutan agar penumpang dapat mengambil barang tersebut tanpa harus mencari bus tersebut. On board juga bertanggung jawab untuk mengamankan keadaan penumpang, apabila terjadi kehilangan maka On board terlebih dahulu mengecek semua orang orang yang ada didalam bus dan di pastikan tidak ada penumpang yang keluar jika belum ditemukan pelaku nya maka di halte terakhir yang dituju akan dilakukan pengecekkan lewat cctv yang berada di sekitar bus tersebut.
D. Kesimpulan
On board transjakarta seperti pak tobagus dan pak nur sholeh adalah menjadi ujung tombak untuk pelayanan komunikasi kepada masyarakat, bukan sebagai kondektur bus biasa. Seperti halnya kondektur bis 510 yang hanya menari ongkos dan penumpang tanpa memperdulikan keselamatan dan kenyamanan penumpang. On board juga berperan penting dalam mengawasi jalannya bus sebagaimana supir bus yang mengendalikan bus yang dikendarainya. Dengan adanya On board penumpang merasa lebih nyaman dan aman dalam menggunakan bus transjakarta. Walaupun terkadang jarak turun ke bus dan halte agak jauh namun On bord dapat menolong penumpang untuk melewatinya.
Walaupun kedengaran nya tugas On bord sangat lah mudah, padahal tidak semudah yang didengar On board memiliki tugas dan tnggung jawab untuk mengamankan dan mengawasi penumpang, supir dan bus.
Daftar pustaka
J. Dwi Narwoko, Sosiologi, Teks Pengantar & Terapan (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 227-228.
Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.367-368
Andri Donnal Putera, Kondektur Transjakrta. (dikutip 2 desember 2015) http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/18/0152028/Layani.Komunikasi.Penumpang.Transjakarta.Siapkan.Kondektur.Khusus