PENGANTAR SOSIOLOGI
Dosen Pengempu : Dr. Tantan Hermansyah, M.Si
Disusun Oleh :
Nida Muharram Kumala Sari KPI 1A ( 11150510000027 )
Rahmasari Widya Aulia Jurnaistik 1B ( 11150510000191 )
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
TAHUN 2015 M / 1436 H
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Ustaz dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Pimpinan Pesantren disebut Mudir atau biasa disapa dengan Kiai. Santri berada dalam kompleks yang menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan.
Penelitian kami berfokus pada system pendidikan modern pondok pesantren. Webber menegaskan bahwa dengan metode verstehen (memberi makna mendalam), maka setiap tindakan individu sangat menentukan sistem sosial. Jadi, dalam menerangkan fakta atau realitas sosial, faktor tindakan individu sangat menentukan. Menghubungkan berbagai fasilitas yang diberikan sebuah pondok pesantren modern saat ini kepada santrinya, apakah semua hal itu akan berdampak untuk kemandirian dan kesuksesan para santri itu tersendiri atau sebaliknya. Karena banyak info dan fakta yang kami temukan bahwa keberhasilan seseorang bukan terletak pada bagusnya sebuah lembaga atau almamater. Banyak sosok diluar sana yang berhasil tanpa adanya fasilitas yang memadai. Tak sedikit pula yang sukses didukung oleh fasilitas yang mencukupi. Namun, hal inilah yang menarik perhatian kami untuk membuktikan teori Webber.
Berbekal empat hari yang dibagi menjadi tiga bagian tahap observasi ini, kami mencoba menelusuri dan meneliti Pondok Pesantren Alhidayah Boarding School yang berada di Jl.Keadilan Raya Rawa Denok No.10, Depok. Pondok Pesantren Modern yang mulai dirintis sejak tahun 2008. Sudah meluluskan 2 (dua) alumni sejak tahun 2014. Salah satu diantaranya kini kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Dua hari pertama kami lakukan untuk diskusi dan survey tempat. Dengan melihat keadaan ruang lingkup Pesantren dan sekitarnya. Pun meneliti kegiatan social para santri dengan murobbi (Ustaz/ah) nya. Hari ketiga, kami mulai mewawancarai dua orang santri yang dinobatkan sebagai King and Queen of Language 2015 Pesantren tersebut dan Ustazah pembimbing. Hari keempat, digunakan untuk penyelesaian sistematika tugas dan wawancara kembali mengenai kegiatan dan beberapa hal yang tidak kami mengerti. Metode yang kami gunakan berupa observasi, pengamatan objek dan lingkungannya, serta wawancara.
Semoga penelitian kami bermanfaat untuk diri kami juga pembaca terkhususnya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami bahas, berupa metode pembelajaran, adaptasi dan timbal balik yang timbul dari susunan structural peraturan kedisiplinan dan lengkapnya fasilitas yang memadai sebagai sarana prasarana pembelajaran.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini untuk mengetahui tentang kualitas santriwan-santriwati Pondok Pesantren Alhidayah dalam persaingannya terhadap sesame teman maupun antar pondok.
TINJAUAN TEORITIS
Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik, yang berasal dari sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Teori Marxian sendiri terbagi menjadi beberapa point penting dari beberapa pemikiran sosiologis. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakan landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx. Masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori itu tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural-fungsionalnya.
Berikut beberapa teori Marxian :
1. Marxian.Perintis aliran Marxian adalah Karl Marx sendiri. Landasan teorinya dibangun pada materialisme dan filsafat dialektika. Menurut Marx, materi menentukan ide. Marx banyak dipengaruhi oleh Hegel yang berguru pada Feuerbach. Pusat perhatian Marx dalam mengembangkan teorinya pada tingkat struktur sosial, bukan pada tingkat kenyataan sosial budaya, atau dengan kata lain: Marx tidak fokus pada kajian tentang cara individu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik melainkan pada posisi individu dipengaruhi oleh interaksi sosial budaya yang berlandaskan pada materi.
2. Neo Marxian. Aliran ini dipelopori oleh Max Horkheimer. Dasar pemikirannya berangkat dari pemikiran Marx. Hanya saja berbeda pada objek kajiannya, yaitu masalah-masalah sosial masyarakat industri modern. Dalam beberapa referensi, aliran ini disebut juga sebagai aliran teori kritis. Kajian teori kritik(s), memandang realitas sosial masyarakat dalam bentuk kritik atas setiap struktur masyarakat berdasarkan kriteria etik kemanusiaan dan berkehendak bebas. Teori ini bersifat emansipatoris hendak membebaskan manusia dari belenggu struktur yang tidak rasional, semacam kapitalisme, IPTEK, agama dan sebagainya. Selain Max Horkheimer, tokoh sosiologi beraliran kritis antara lain: Herbert Marcuse, Jurgen Habermas dan Nicolas Poulantzas yang mengemukakan aspek-aspek konflik kelas dalam masyarakat kapitalis dewasa ini.
3. Non Marxian. Para ahli sosiologi yang tergolong dalam aliran Non Marxian antara lain Lewis A. Coser dan Ralph Dahrendorf. Ada juga yang menggolongkan Max Webber dan seluruh pengikutnya (Webberian) sebagai mereka yang menganut pandangan konflik tetapi Non Marxian. Jelaslah mereka yang beraliran Non Marxian bertentangan dengan aliran Marx dan Neo Marxian. Webber misalnya menegaskan bahwa dengan metode verstehen (memberi makna mendalam), maka setiap tindakan individu sangat menentukan sistem sosial. Jadi, dalam menerangkan fakta atau realitas sosial, faktor tindakan individu sangat menentukan.
4. Hegemoni. Anthonio Gramsci adalah tokoh terkenal dalam aliran hegemoni. Pandangannya tentang realitas sosial sangat dipengaruhi oleh kerasnya kehidupan yang dialaminya. Pemikirannya tentang struktur sosial dapat dilihat dalam konsepnya tentang negara (masyarakat politik). Negara modern bukan saja terdiri dari pemerintah tetapi juga ada masyarakat politik yang termasuk di dalamnya adalah sarana-sarana pemerintah untuk menciptakan kepatuhan di antara sebagian masyarakat dan masyarakat sipil/civil society, yang meliputi: organisasi swasta seperti gereja, serikat-serikat buruh, sekolah-sekolah dan media massa.
Dari beragai perspektif konflik dalam aliran Marxis tersebut, kami ingin membahas hubungan-hubungan dan timbal balik yang lahir dari sebuah structural dan penjalanannya. Menurut Marx bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kedudukan materinya, bukan pada idea. perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran, ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan, bukan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial dan materil manusia. Kondisi-kondiisi materil bergantung pada sumber-sumber alam yang ada dan kegiatan manusia yang produktif.
Sebut saja fasilitas yang memfasilitasi di Pondok Pesantren berupa sarana-prsarana yang memadai menjadi sumber utama kesuksesan Para Santri dalam proses pendidikannya. Ditambah system pembelajaran yang menyenangkan dan tidak monoton. Tentu membuat aspek perubahan tersendiri pada suatu lembaga. Namun, demi meneraturkan system itu sendiri, dibuatlah peraturan khusus untuk mendisiplinkan dan melatih kegetapan Para Santri. Hal ini yang nantinya akan ditinjau lebih dalam. Menjadi sumber utama Para penyusun peraturan atau sebut saja Dewan Asatidz sebagai dampak yang akan lahir dari hal itu. Apakah dengan ketatnya suatu peraturan, maka hasil yang akan ditimbulkan bagus atau sebaliknya? Apakah hal itu akan mempengaruhi dan dijalankan seluruh santri atau adakah beberapa dari mereka yang menyimpang? Apakah akan ada timbal balik yang signifikan yang mengharumkan nama lembaga itu tersendiri?
Seperti yang dikatakan Antonio Gramschi, pemikirannya tentang struktur social dapat dilihat dari konsep. Negara modern bukan saja terdiri dari pemerintah, tetapi juga masyarakat social yang ada didalamnya. Berbeda dengan Ralf Dahrendorf, pemikirannya muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme structural yang kurang memperhatikan fenomena konflik. Suatu perspektif yang memandang masyarakat sebagai system social terdiri atas kepentingan-kepentingan yang berbeda dimana ada suatu usaha untuk menaklukan komponen yang lain guna memenuhi kepentingan lainnya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
Jika sebuah Negara Modern yang dikatakan Gramsci kita lain maknakan sebagai Pondok Pesantren dan masyarakat social adalah Para Santri dan sekitarnya, maka demi mewujudkan visi misi harus ada komponen yang berupa peraturan kedisiplinan untuk dijalankan. Hal ini berpengaruh pada pembuat peraturan itu sendiri. Artinya, harus ada kerjasama yang kuat untuk menjalankannya. Mau dikatakan apapun, masyarakat luar tak pernah mau memandang konseptual dan konflik yang timbul dalam lembaga tersebut. Yang mereka inginkan hanyalah sebuah hasil atas besarnya biaya dan pandangan keindahan system tersendiri. Sedikitnya mereka tidak memperdulikan tingkat kesamaan IQ atau mental setiap individunya. Mereka hanya sedikit melihat keberhasilan yang tampak dan kemudian akan menyembunyikan itu semua jika mereka melihat satu saja keburukan yang terjadi. Padahal, tidak melulu akibat dari sebuah konseptual peraturan yang bagus berbuah manis.
D. Hasil Observasi Lapangan
Rabu lalu, kami menuju lokasi observasi menggunakan sepeda motor. Tepat pukul 16.30 WIB, kami tiba ditempat tujuan yakni Pondok Pesantren Alhidayah Boarding School yang beralamat di Jl.Keadilan Raya Rawadenok No.10, Depok. Tempat yang biasa disebut 'kota santri' ini ramai dengan berbagai kegiatan extrakulikuler santri. Waktu tepat bagi mereka untuk rehat sejenak dari kejenuhan pelajaran dikelas. Saat itu, kami langsung menuju asrama putri yang berada tepat dibelakang gedung sekolah. Kami menemui dua orang santriwati. Adalah Mutiatul Khoiriyah siswi kelas IV Madrasah Aliyah dan Rossa Nur Sayyidah siswi kelas II Madrasah Tsanawiyah. Keduanya dinobatkan sebagai Queen of language dari seluruh santri yang bermukim disana.
"Dari santri putrinya kita berdua. Ada juga dari baninnya (santri putra) dua orang juga" ucap Mutia. Kejuaraan bahasa ini merupakan program kerja akhir pengurus putri disana. Biasa disebut MUNTHOHA (Munazhomatu Thalabah Alhidayah). Berhubung kini mereka sudah duduk dikelas akhir dan desember nanti penurunan serta pergantian jabatan.
Kegiatan ini dibagi menjadi beberapa tahapan. Tentunya ada seleksi diantara belasan peserta sampai menemukan finalis. Pertama peserta berjumlah 24 peserta. Kemudian mereka diberikan 50 soal tentang bahasa dalam selembar kertas putih. Tugas mereka ialah menjawabnya. Setelah itu dewan juri menyaring hasil jawaban mereka sampai tingkat 10 besar. Peserta yang tersaring, diberikan sebuah amplop dan didalamnya terdapat beberapa tema yang nantinya harus mereka sampaikan langsung dihadapan dewan juri dan seluruh peserta lainnya. Ocha, sapaan akrab Rossa Nur Sayyidah mengatakan beberapa tujuan diadakannya kegiatan ini. Ia mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan guna mengasah keluasan bahasa mereka, mengembangkan wawasan kebahasaan mereka dan persaingan bahasa antar santri. Sebagai hadiahnya atau sebagai reward dari pihak penguruss kepada santri yang mengolah dan menggunakan bahasanya dengan baik, mereka memeberikan mahkota tetap kepada pemenang, piala, uang tunai, sertifikat dan selempang bertanda khusus.
Persaingan tersebut sebagaimana yang diasumsikan Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Para santri dipaksakan oleh sebuah structural peraturan kedisiplinan. Mau tidak mau hal itu harus mereka jalankan. Namun, hasil dari hal itulah yang nantinya akan berguna untuk diri mereka sendiri. Berupa paksaan demi sebuah proses perubahan kehidupan mereka.
Persaingan antar individu dengan lengkapnya fasilitas yang disediakan pihak pondok, tak luput dari point pertama. Kebanyakan status social mereka ialah mampu. Beberapa sederhana dan selebihnya kurang mampu. Maka tak heran, jika banyak Para santri yang diberi keringanan pihak pesantren untuk ikut menuntut ilmu disana. Alasannya, pesantren merasa beruntung dapat membantu sesame. Selama mereka yang diberi keringanan tersebut mau bersungguh-sungguh belajar dan tekun memaksimalkan apa yang ada pada diri mereka untuk melanjutkan generasi penerus Islam. "Pondok ini kan baru berjalan selama kurang lebih 7 tahun. Jadi harapan kami tak jauh agar pondok ini memiliki penerus generasi selanjutnya. Berhubung kami selaku pihak pondok merasa berhutang budi pada Alm. Hilmi Zaini Thahir sebagai Mudir Pondok ini. Banyaknya, gedung ini berdiri dan terus beroperasi dengan dana beliau pribadi" Ujar Ustazah Indri.
Kami menelusuri lebih jauh tentang metode yang berjalan dipondok ini. Beberapa metode yang digunakan ialah Pembelajaran modern yang dicontoh dari Pondok Pesantren Modern Gontor, pembelajaran salafi berupa sorogan dan pematangan kitab, juga pendalaman tahfiz Quran. Setiap sehabis subuh, ashar dan isya, mereka mengulang-ngulang hafalan mereka. Dibimbing beberapa Ustaz/ah yang masing-masing dari mereka memegang satu kelompok. Satu kelompok terdiri dari 10-15 santri. Biasanya ada yang memegang dua kelompok. Jika satu diantara Guru pebimbing yang ditugaskan berhalangan hadir. Selanjutnya, pemberian kosakata diberikan sewaktu muhadatsah (pembelajaran percakapan) dan Jam belajar malam. Kosakata yang diberikan sebanyak 4 kosakata tiap harinya. Dicontohkan pula masing-masing kalimat pada tia-tiap kata yang diberikan. Hal ini guna menambah kosa kata para santri. Sorogan atau yang biasa dikenal dengan pembacaan kitab yang dibacakan santri dan diperhatikan guru merupakan sistematika pembelajaran salafi atau tradisional. Sorogan ini dilakukan setelah shalat maghrib. Semacam kuliah malam yang berupa membahas sub-sub judul yang terdapat pada kitab kuning. Mengkaji ilmu fiqih atau hadits lebih dalam. Selama 7 hari yang berbeda tersebut, berbeda pula materi kitab yang disampaikan.
Dengan jadwal yang disamaratakan ini, tentu tak semuanya para santri menyerap dengan mudah pembelajaran yang disampaikan Ustaz mereka. Persaingan terlihat jelas ketika jam belajar malam. Pada jam-jam ini, santri yang memang aktif dan sadar diri pada ketidakmampuannya menyerap pelajaran, akan mendekati teman lainnya atau kaka kelasnya untuk menanyakan ulang materi yang disampaikan. Ada pula yang belajaar menyendiri mencari tempat sepi untuk mengulas ulang pelajarannya. Dan beberapa yang acuh dan asyik mengobrol sesame teman. Status social yang tergambar pada diri masing-masing santri dan fakta social yang terlihat, merupakan jawaban dari segenap pertanyaan keberhasilan. Simpulan yang berbeda akan terlahir sendiri dengan realitas social masyarakat yang tampak. Banyaknya masyarakat yang enggan peduli terhadap raelitas tersebut, hanya mampu menyimpulkan secara garis simpul. Mereka beranggapan bahwa bagusnya sebuah lembaga maka akan melahirkan hasil yang memuaskan. Nyatanya, hasil yang memuaskan tersebut terlahir dari ketekunan yang dilakukan tiap inidividu. Tak bisa dihubungkan dengan segala fasilitas yang terlihat kasat mata. Asumsi yang timbul dari masyarakat tersebut, membuat santri merasa ditekan pada sebuah pujian. Hal itu membuat mereka menutup diri dari keadaan lingkungan social.
Membahas tentang status social yang akan membawa kesuksesan seseorang. Nyatanya tidak semuanya terbukti. Banyak keberhasilan tersebut diraih oleh Orang yang berstatus social rendah. Contoh saja Direktur Pondok Pesantren yang kami jadikan bahan observasi. Menurut beberapa santri yang ikut membanggakan Sang Pimpinan tersebut, mereka mengatakan bahwa Direktur mereka bukanlah berasal dari keluarga kaya raya. Cerita tersebut mereka dapatkan dari lisan Direktur mereka sendiri. Saat ini, beliau pandai menguasai bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya. Menjadi ketua pengurus Masjid Jami' Alhidayah yang kini sedang dibangun ulang. Berhubung banyaknya jama'ah dari dalam dan luar yang turut berjamaah di Masjid tersebut. Juga sebagai sarana peribadahan dan kegiatan santri. Sebagai ketua pengurus Mushalla An-Najah yang bertempat tak jauh dari rumah beliau. Dosen disebuah Institut Perguruan Tinggi di Sawangan. Sudah menyelesaikan S2 nya di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan kini sebagai direktur di Pondok Pesantren Alhidayah tersebut.
Hal ini membuktikan fakta social bahwa keberhasilan tidak selalu lahir dari fasilitas yang memadai. Tergantung bagaimana orang-orang didalamnya memanfaatkannya. Hanya sebuah permainan ketangkasan otak dan kecerdikan. Penggunaan fasilitas yang diberikan bukanlah sumber utama yang menjadi tonggak kemudahan belajar seseorang. Nyatanya, untuk memudahkan otak dalam mencerna pelajaran bergantung pada mood yang baik. Orang yang mood nya baik, maka ia akan lebih mudah menyerap pelajaran yang diberikan. Bersangkutan pada pola pikir jernih yang mereka asumsikan. Apa yang mereka pikirkan, itulah yang akan mereka dapatkan.
Menurut Dahrendorf, Adanya status sosial didalam masyarakat (sumber konflik yaitu: adanya benturan kaya-miskin, pejabat-pegawai rendah, majikan-buruh) kepentingan (buruh dan majikan, antar kelompok,antar partai dan antar Adanya dominasi Adanya ketidakadilan atau diskriminasi. agama). kekuasaan (penguasa dan dikuasai). Dahrendorf menawarkan suatu variabel penting yang mempengaruhi derajat kekerasan dalam konflik kelas/kelompok ialah tingkat dimana konflik itu diterima secara eksplisit dan diatur. Salah satu fungsi konflik atau konsekuensi konflik utama adalah menimbulkan perubahan struktural sosial khususnya yang berkaitan dengan struktur otoritas, maka Dahrendorf membedakan tiga tipe perubahan Perubahan keseluruhan personel didalam posisi struktural yakni: Perubahan sebagian personel dalam posisi dominasi. Penggabungan kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang berkuasa. Perubahan sistem sosial ini menyebabkan juga perubahan-perubahan lain didalam masyarakat
KESIMPULAN
Aspek social, realitas dan kejadian yang hanya terlihat kasat mata nyatanya bukanlah menjadi hal nomor satu yang harus disebarluaskan. Banyak sebuah kenyataan social diluar perkiraan manusia sebelumnya. Sebagaimana keadaan kelas social menurut teori Jurgen Hubermas : KL dijelaskan melalui pendekatan konsep adaptip (Adaptation), pencapaian tujuan (Goal Attainment), integrasi (Integration), dan pola pemeliharaan (Latency) atau dikenal AGIL yang dikembangkan Talcott Parsons. Habermas mengambil dari Parsons tentang konsep integrasi normative (normative integration), diferensiasi fungsi (fungtional differentiation), dan hubungan pertukaran (interchange relation).
1. Adaptation = fungsi bagi sebuah sistem yang menjamin terpenuhinya apa yang dibutuhkan dari lingkungan dan mendistribusikannya.
2. Goal Attainment = fungsi yang menjamin terpenuhinya tujuan sistem yang diwakili oleh sistem politik atau pemerintahan.
3. Integration = fungsi sistem yang menjamin berlangsungnya hubungan antarindividu yang diwakili oleh komunitas sosial.
4. Latency = prasyarat yang menunjuk pada cara bagaimana menjamin kesinambungan tindakan sesuai dengan norma.
Legitimasi merupakan output yang lahir dari komunitas sosial meliputi kepercayaan sosial (social trust) dan solidaritas. Pengakuan yang lahir dari masyarakat terhadap pemerintah merupakan input, masukan dari fungsi yang dimainkan sendiri oleh pemerintah sebagai penjamin tercapainya tujuan dari sistem masyarakat. Keberadaan negara diakui sejauh memberikan sumbangan positif bagi pelindungan hak-hak ekonomi warga dalam memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, bila tidak mampu melindungi pengakuan dan kepercayaan itu akan luntur.
DAFTAR PUSTAKA
Ø The Modern Social Conflict Society (Stanford University Press, 1959) University of California Press: Barkeley dan Los Angeles, 1988) Reflection on The Revolution in Europe (Random House, New York, 1990).
Ø Ritzer, George & Goodman, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 1997.
Ø Johnson, Doyle P diterj. Robert M.Z.Lawang, Teori Sosiolodi Klasik Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1990.
Ralf Dahrendorf, 1959.Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.: Stanford University Press. page. 142-189Sosiologi
Konflik perebutan kue kesejahteraan
(gojek dan ojek)
Faizah Nur Hidayah 11150510000089
Nurwulan Dwi Apriliani 11150510000083
Nida Muharram 11150510000027
Muhamad Badruiddin 1115051000056
Muhamad Fahreza 11150510000054
Dosen Pembimbing :
Dr. Tantan Hermansyah
Di susun oleh :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Jurnalistik
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT atas semua nikmat yang telah diberikan salah satunya nikmat waktu sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penelitian sosiologi dengan tema "Berebut Kesejahteraan : konflik, dan persaingan dalam Masyarakat". Bukan hal yang mudah bagi kami untuk menyamai satu fikiran dari kelas dan jurusan yang berbeda tiap kelasnya dengan kesibukan yang berbeda pula. Butuh penyesuain maksud, tujuan, waktu, tenaga dan kerjasama seimbang yang kami usahakan sebisa mungkin demi terselesainya penelitian konflik sosiologi ini.
Pemilihan tema konflik ini sengaja kami pilih terkait dengan maraknya 'gojek' yang sering kali terlihat bersusun di jalan raya. Baleho – baleho dari ojek pangkalan yang melarang masuknya gojek kedaerah pangkalannya pun, acap kali terlihat. Sehingga kami tertarik untuk menyusuri lebih jauh konflik persaingan yang terjadi dimasyarakat. Namun tentunya, dalam segala persaingan akan selalu ada hal-hal tersembunyi yang ingin disampaikan namun tak kunjung terucap dengan lisan, melihat situasi dan kondisi yang tidak mendukung.
Selain itu, kami menyajikan hasil penelitian yang dilakukan dalam beberapa hari ini sedikit menyinggung teori Karl Marx yang berfokus pada 'kelas' nya. Seperti yang kami kutip dalam buku Mengerti Sosiologi karya M.Amin Nurdin dan Ahmad Abrori yang kami pinjam dari Perpustakaan Utama UIN Syahid Jakarta, halaman 8. Beliau menulis, "Dan sesungguhnya sejarah masyarakat itu terdiri dari perjuangan antar kelas. Pada Zaman Pertengahan, pertentangan dan konflik itu muncul antara tuan dan budak. Pada zaman Eropa modern, pertentangan itu muncul seiring runtuhnya orde feudal, yakni antar kelas kapitalis yang menindas atau borjouis, dan kelas pekerja yang tertindas atau ploretar".
Last but not least, kami ucapkan terima kasih kepada beberapa narasumber dan Dosen pengempu mata kuliah sosiologi atas waktu, ilmu dan penjelasan yang membantu kami untuk mengerti dan menyelesaikan hasil penelitian kami. Semoga riset kami ini berguna bagi pembaca dan bermanfaat untuk kami kedepannya.
Ciputat, November 2015
Penyusun
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2015, Tahun yang diidentifiksi dengan kenaikan harga yang melangit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Situasi ekonomi mencekam yang tak diperkirakan sebelumnya oleh masyarakat ini menyebabkan keluhan yang tak berujung terutama kaum menengah kebawah. Kami memilih tema ini untuk menganalisis seberapa besar pengaruh, dampak dan kenyamanan yang dihasilkan dari sebuah persaingan. Banyak perusahaan menyeimbangi perubahan zaman dengan mengembangkan kreatifitas terbaru yang saling menguntungkan antar pihak. Salah satunya Gojek. Sebuah aplikasi ojek online yang terjual nilai sistematikanya. Diramaikan oleh banyak pihak terutama kalangan pria baik muda maupun tua dengan dalih menambah penghasilan. Bukti nyatanya, banyak para pengguna gojek yang sering kami temui dijalan.
Melihat fenomena gojek yang 'hijau' sebagai ciri khasnya, membuat kami tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang system mereka. Usut punya usut, banyak orang menggunakan gojek melihat dari penghasilan yang mereka dapat. Penaksiran jumlah penghasilan perharinya mereka bandingkan dengan ojek manual yang sebelumnya sudah ada. Selain itu, kami juga meneliti kesejahteraan dan kenyamanan para gojek berhubung banyaknya pertentangan dan larangan yang timbul dari aksi ojek pangkalan. Terdapat banyak spanduk bertuliskan "Gojek dilarang masuk kawasan ini" yang terpmpang dipersimpangan jalan terutama pangkalan ojek. Salah satunya di daerah Perumahan Rivaria, Sawangan, Depok.
Dalam penelitian ini, kami mencoba pendekatan teori sosiologi Max Weber yang berfokus terhadap tindakan dan hubungan social. Realitas tersebut menghantarkan pada penjelasan tentang fenomena social dalam sudut pandang tindakan yang menghasilkan fenomena. Tak jauh dari Weber, Teori Karl Marx bertitik acuan utama pada argumen-argumen tentang konflik kelas. Menurut teori Marx, yang kami kutip dari buku Teori Sosial Maalah –Masalah Pokok Dalam Sosiologi karangan John Scoot terbitan Pustaka Pelajar, halaman 128 ini menerangkan bahwa "sebuah tindakan individu mengantarnya pada sebuah teori tentang tindakan kolektif dan konflik kelas. Hal ini muncul bersamaan dengan pengakuan terhadap tindakan politik kolektif sebagai sebuah fenomena yang membutuhkan penjelasan". Teori-teori konflik ini kami coba tuangkan dalam penelitian lapangan kami yang akan membahas dari berbagai aspek. Salah satunya aspek kesejahteraan persaingan antar kelas.
B.PERTANYAAN PENELITIAN
1. Apa yang di maksud Perebutan kue dan persaingan dalam Masyarakat?
2. Faktor Apa saja yang mendorong konflik atau persaingan dalam masyarakat?
3.Apa saja kaitan dari masalah tersebut dengan pelajaran sosiologi ?
C.METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang kami gunakan adalah metode survey dan wawancara kepada pengendara gojek dan ojek . Membandingkan dari kedua belah pihak dan mengumpulkan pendapat dari kuisioner mahaiswa dan mahasiswi sekitar Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi .
D. TINJAUAN TEORITIS
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
Teori ini didasarkan pada pemikiran sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Penekanannya pada kebutuhan untuk memperlihatklan bahwa struktur sosial dan perubahan sejarah harus dilihat sebagai pola-pola kompleks dari tindakan yang saling terjalin telah membuatnya digambarkan sebagai seorang 'individualis metodologis'.
Weber memang memilik perhatian pada individu, atau lebih tepatnya tindakan individu.
Modernisasi sebagai sebuah proses rasionalisasi melibatkan peningkatan peran dari tindakan rasional dan struktur tindakan dalam ketiadaan tindakan tradisonal. Tujuannya adalah untuk mengungkap karakteristik rasional dari bentuk-bentuk kapitalis modern, dan menjadikan tugas utamanya untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana bentuk-bentuk rasional ini muncul.
II. Gambaran Umum Subyek Objek Kajian
A.Profil Umum Subyek Obyek.
Sejarah berdirinya gojek, GoJek Indonesia didirikan pada 2011 sebagai social enterpreneurship inovatif untuk mendorong perubahan sektor transportasi informal agar dapat beroperasi secara profesional. Manajemen GoJek menerapkan sistem bagi hasil dengan sekitar 1000 pengemudi ojek yang saat ini berada di bawah naungan GoJek dan tersebar di Jabodetabek. Pembagiannya adalah, 80% penghasilan untuk pengemudi ojek dan 20%-nya untuk GoJek. Masih banyak tukang ojek konvensional yang belum mengetahui penjelasan mengenai keuntungan dari GoJek.
B.Lokasi Kajian
Lokasi yang ambil untuk wawancara adalah Cimanggis Ciputat dan daerah ciputat timur . Sedangkan lokasi kajian unutk kuisioner adalah berada di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Lobby Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
III. ANALISIS HASIL
A. PERAN GOJEK DAN OJEK
Peran gojek maupun ojek dalam kehidupan masyarakat sangatlah membantu dan hal itu tidak bisa dipisahkan begitu saja. Peran keduanya membuat aktifitas masyarakat menjadi lebih mudah. Masing-masing dari gojek maupun ojek mempunyai keunggulan atau kelebihan serta tentu saja mempunyai sisi kelemahan.
Walaupun keduanya mempunyai efek positif negatif yang berbeda ataupun mungkin sama, itu semua tergantung dari masyarakat sekitar yang memilah-milah ingin menggunakan jasa gojek ataupun ojek.
Pilihan mereka (masyarakat) banyak didasari dari oleh kualitas dan efektifitas serta jaminan yang didapat dari jasa yang dipilih. Terkadang jasa yang dipilih oleh masyarakat menimbulkan dengki atau rasa tidak suka pada salah satu pihak.
Inilah yang menimbulkan konflik diantara kedua belah pihak (gojek dan ojek). Perlawanan yang dibuat ojek pangkalan dibeberapa tempat-tempat tertentu, membuat gojek kesulitan untuk bergerak.
Seperti yang disebut dalam teori Marx, yang kami kutip dari buku Teori Sosial Masalah –Masalah Pokok Dalam Sosiologi karangan John Scoot terbitan Pustaka Pelajar, halaman 128 ini menerangkan bahwa "sebuah tindakan individu mengantarnya pada sebuah teori tentang tindakan kolektif dan konflik kelas. Hal ini muncul bersamaan dengan pengakuan terhadap tindakan politik kolektif sebagai sebuah fenomena yang membutuhkan penjelasan"
Dalam teori ini bisa diliat bahwa teori kelas mempengaruhi konflik yang terjadi dalam masalah gojek dan ojek yang sering kita temui disekitar kita. Ojek pangkalan merasa kelas mereka berada dibawah posisi gojek yang terlihat lebih elit dan berkelas. Ojek pangkalan merasa gojek akan mengambil alih semua penumpang-penumpang dan itu akan menimbulkan dampak buruk bagi ojek pangkalan sendiri.
Konflik ini terkadang membuat konflik yang berujung pada kontak fisik secara kasar saat ojek pangkalan berniat untuk melawan keberadaan gojek. Salah satu cara yang salah ini ditempuh karena menurut mereka mungkin ini cara yang ampuh agar gojek tak bernyali melewati tempat-tempat yang ojek pangkalan rasa sebagai wilayah kekuasaan mereka.
Saat terjadi konflik seperti ini gojek hanya bisa lebih waspada dan berhati-hati, sebagian besar dari mereka mencari info tentang tempat-tempat yang keberadaan gojek dilarang, itu mereka (gojek) lakukan untuk menjaga diri dan menjaga kerukunan dan ketentraman didaerah sekitar.
Sebagian besar dari masyarakat yang memilih gojek beranggapan bahwa mereka tak perlu berjalan kepangkalan ojek, mereka hanya perlu menginstal sebuah aplikasi dalam smartphone dan mereka tinggal memesannya melalui handphone dan tinggal menunggu datangnya gojek tersebut tidak dalam waktu yang lama.
Masyarakat juga lebih memilih gojek karena harga yang ditawarkan sudah pasti dan tak perlu tawar menawar seperti sedang menggunakan jasa ojek pangkalan.
Untuk memenuhi tuntutan zaman yang semakin maju saat seperti ini, ojek menambah fasilitas mereka dengan menjadi ojek panggilan melalui telfon seperti gojek walaupun tak secanggih gojek yang menggunakan aplikasi, mereka sebisa mungkin memenuhi kepuasan pengguna jasa mereka agar mereka tak ditinggal pelanggannya.
B. PERBEDAAN GOJEK DAN OJEK
Walaupun perbedaan gojek dan ojek tidak terlalu signifikan terkadang ajang unjuk gengsi menimbulkan konflik yang sangat besar diantara dua kelompok ini. Masyarakat cenderung memilih gojek agar terlihat lebih eksis. Ada juga beberapa hal ini yang membuat ojek dan gojek memiliki perbedaan, yaitu
1. Saat dibutuhkan, gojek tinggal dipesan lewat smartphone dan tinggal kita tunggu kedatangannya, sedangkan ojek, kita harus berjalan menuju pangkalan baru bisa mendapat ojek
2. Harga yang ditetapkan gojek perkilometernya sudah psati, sedangkan ojek menentukan harganya biasanya melalui tawar-menawar terlebih dahulu.
3. Jangkauan gojek biasanya bisa jauh walaupun terbatas hanya sampai 25 kilometer, jangkauan ojek biasanya hanya dari depan gang sampai rumah, terkadang bisa juga lebih jauh dari jangkuan yang bisa gojek jangkau.
4. Untuk keamanan, mungkin keamanan gojek bisa lebih terjamin dari ojek pangkalan dikarenakan gojek sudah terikat kontrak dengan perusahaan yang menaungi mereka.
5. Gojek bisa dipesan untuk delivery makanan maupun berkas-berkas, sedangkan ojek biasa hanya mengantar jemput orang.
Sejarah berdirinya gojek, GoJek Indonesia didirikan pada 2011 sebagai social enterpreneurship inovatif untuk mendorong perubahan sektor transportasi informal agar dapat beroperasi secara profesional. Manajemen GoJek menerapkan sistem bagi hasil dengan sekitar 1000 pengemudi ojek yang saat ini berada di bawah naungan GoJek dan tersebar di Jabodetabek. Pembagiannya adalah, 80% penghasilan untuk pengemudi ojek dan 20%-nya untuk GoJek. Masih banyak tukang ojek konvensional yang belum mengetahui penjelasan mengenai keuntungan dari GoJek.
Kami juga membuat survey kelapangan dan bertanya langsung pada narasumber yang berkaitan langsung, yaitu dengan gojek dan ojek pangkalan yang menentang hadirnya gojek.
Narasumber kami yang kami temui dari gojek bernama bapak Ari.
Menurut bapak Ari, walaupun beliau belum lama bergabung dengan gojek, namun hal positif menjadi gojek sudah mulai sedikit terasa, beliau pekerjaan tetapnya yaitu seorang yang sehari-harinya hanya berdagang, namun saat beliau bergabung menjadi gojek satu bulan terakhir ini, perekonomiannya juga sedikit lebih terbantu.
Beliau belum pernah dan belum begitu terasa mengalami hal negatif selama bekerja menjadi gojek.
Alasan beliau tertarik bergabung dengan gojek karena tergiur dengan penghasilan yang pasti dan menjanjikan dengan kontrak kerja yang jelas.
Menurut beliau perselisihan antara gojek dan ojek pangkalan itu tidak baik, sangat buruk, menurut beliau, harusnya gojek dan ojek biasa bisa saling berjalan dan bekerja beriringan, dan bahkan bisa saling membantu satu sama lain dalam hal penumpang.
Saat beliau mendengar tentang adanya ojek pangkalan yang bisa bersikap kasar terhadap kehadiran gojek, beliau merasa resah, takut dan cemas, akan tetapi beliau berusaha menyikapi hal tersebut dengan biasa dan sewajar mungkin.
Selama bekerja menjadi gojek beliau belum pernah bertemu ataupun berselisih dengan ojek pangkalan yang menentang dengan adanya keberadaan gojek.
Pendapatan yang beliau terima saat bekerja menjadi gojek belum menentu untuk sekarang ini dikarenakan beliau yang baru sebulan bergabung dengan gojek, untuk saat ini penghasilan yang beliau dapat perharinya mencapai 150 ribu perhari.
Menurut beliau tentang ojek pangkalan yang enggan untuk bergabung dengan gojek adalah karena kurangnya pengetahuan menggunakan aplikasi dalam gadget maupun smartphone, dan adapula yang kurang memahami jalan-jalan pada daerah-daerah tertentu, itu faktor-faktor utama yang beliau kemukakan tentang ojek yang enggan menjadi gojek.
Itu sepenggal wawancara yang kami lakukan dengan salah satu gojek yang kami temui, menjadi seorang gojek adalah pilihan karena menjanjikan dan menguntungkan, tetapi semua pekerjaan juga pasti ada resiko yang harus ditempuh termasuk gojek, banyak kendala dan masalah yang juga dihadapi gojek saat bertugas.
Gojek itu juga bukan bermaksud merampas hak dan rezeki dari ojek pangkalan, hadirnya gojek hanya senuah inovasi baru yang berusaha membantu, inovasi ini berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada yang bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Maka tercetuslah ide untuk membentuk gojek, yang bertujuan untuk membantu dan mempermudah aktifitas masyarakat.
HomeTeknoTech News
Ini Alasan Mengapa Ojek Pangkalan Ogah Gabung GoJek
By Jeko Iqbal Rezaon 15 Jun 2015 at 10:09 WIB
Share
Comment (2)
Bagi pengendara ojek yang tergabung di layanan penyedia jasa ojek, Go-Jek, profesi tukang ojek memberikan penghasilan yang menjanjikan.
Bagi pengendara ojek yang tergabung di layanan penyedia jasa ojek, Go-Jek, profesi tukang ojek memberikan penghasilan yang menjanjikan.
Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, penyedia layanan jasa transportasi ojek `GoJek` menjadi topik hangat perbincangan para netizen di media sosial. Namun, kali ini bukan promosi potongan harga yang akan dibahas, melainkan sebuah kasus yang baru saja menyeruak dan menjadi sorotan para pengguna GoJek.
Dikabarkan, salah satu pengendara GoJek mengalami cekcok dengan para tukang ojek pangkalan. Hal ini terkuak lewat sebuah postingan milik Boris Anggoro yang beredar di jejaring sosial Path, Facebook hingga Twitter.
Di posting tersebut, ia menceritakan bahwa pengendara GoJek yang ia pesan diusir dan bahkan diancam oleh tukang ojek pangkalan setempat di daerah dekat kantornya saat hendak menjemput.
Hal ini langsung direspon oleh GoJek, lewat pernyataan resmi yang diungkap di laman Facebook-nya, pihak GoJek mengatakan bahwa pihaknya hadir bukan untuk membuat kompetisi dengan para tukang ojek pangkalan, namun justru untuk membantu tukang ojek pangkalan agar berkembang.
Bahkan, GoJek pun berencana untuk mengajak para tukang ojek pangkalan untuk bergabung dan menikmati berbagai keuntungan ketika menjadi pengendara GoJek. Namun sayangnya, tidak semua tukang ojek pangkalan menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dengan GoJek.
Seperti yang diketahui, GoJek memang menerapkan sistem pembagian hasil untuk setiap transaksi tunai dengan layanannya. Pembagian tersebut adalah 80 dan 20 persen. Sebanyak 20 persen untuk perusahaan, lalu 80 persen untuk karyawan itu sendiri. Selain itu, bentuk pembayaran lainnya menggunakan GoJek Credit. Pelanggan pun bisa melakukan top-up dengan pulsa untuk transaksi. Dari deposit tersebut, bagian pendapatan untuk tukang ojek hanya bisa diambil jika datang langsung ke kantor GoJek.
Ojek atau ojeg adalah transportasi umum informal di Indonesia yang berupa sepeda motor. Disebut informal karena keberadaannya tidak diakui pemerintah dan tidak ada izin untuk pengoperasiannya. Penumpang biasanya satu orang namun kadang bisa berdua. Dengan harga yang ditentukan dengan tawar menawar dengan sopirnya dahulu setelah itu sang sopir akan mengantar ke tujuan yang diinginkan penumpangnya.
Ojek banyak digunakan oleh penduduk kota-kota besar misalnya di Jakarta. Karena kelebihannya dengan angkutan lain yaitu lebih cepat dan dapat melewati sela-sela kemacetan di kota. Selain itu dapat menjangkau daerah-daerah dengan gang-gang yang sempit dan sulit dilalui oleh mobil. Biasanya mereka mangkal di persimpangan jalan yang ramai, atau di jalan masuk kawasan permukiman.
Dibawah ini hasil interview kami dengan beberapa tukang ojek pangkalan yang menentang adanya gojek.
Kami mewawancarai bang samsul dan bang ozi yang posisinya disini sebgai ojek pangkalan yang menolak keras keberadaan gojek.
Alasan mereka tidak mendaftar gojek adalah karena mereka merasa bahwa ojek adalah transportasi yang sudah ada lebih dahulu sebelum hadirnya gojek. Mereka tidak menerima hadirnya gojek yang tiba-tiba muncul dikarenakan bisa menggusur keberadaan ojek-ojek pangkalan.
Mereka menentang hadirnya gojeg karena mereka merasa sebagai pihak yang lebih dahulu muncul sebelum hadirnya gojeg. Mereka sebagai tukang ojek pangkalan merasakan konflik yang nyata antara mereka sebagai tukang ojek pangkalan dengan gojeg disekitar mereka.
Mereka merasakan hadirnya gojeg membuat pendapatan mereka menurun dan menyebabkan istri-istri mereka mengeluh dengan kurangnya pendapatan yang suami-suami mereka dapatkan dari hasil ojek. Mereka merasa pelanggan-pelanggan mereka beralih dari ojek pangkalan ke gojeg.
Dengan teknologi yang canggih gojeg bisa langsung datang ketempat pemesannya berada, mereka merasa kalah saing dalam hal teknologi seperti ini. Sedangkan ojek pangkalan, penumpang harus menemui sang ojek di pangkalan dimana ojek berada, mereka (penumpang) merasa malas untuk berjalan ketempat pangkalan ojek berada, itu juga salah satu konflik yang dialami oleh ojek pangkalan.
Suka dukanya ojek pangkalan setelah hadirnya gojeg, mereka merasa banyak suka duka yang mereka telah alami selama menjadi ojek pangkalan, mereka merasakan satu nasib satu perjuangan sesama tukang ojek pangkalan yang lain, yang merasakan dampak kehadiran gojeg.
Duka yang sering mereka rasakan adalah pendapatan yang berkurang dan harus menunggu lama penumpang dipangkalan, berbeda dengan gojeg, yang bisa bersantai-santai dirumah sambil mereka menunggu dipanggil dan mendapatkan penumpang.
Dari semua interview diatas yang telah kami dapatkan, jelas terlihat konflik yang terjadi diantara gojek dan ojek pangkalan, dari ojek pangkalan yang merasa hak mereka terambil, lahan, penumpang, maupun rezeki yang terebut oleh gojeg, membuat mereka menolak keras kehadiran gojeg, mereka sang ojek pangkalan merasa harus mempertahankan kebudayaan tentang ojek pangkalan yang harus masih ada.
Ojek pangkalan merasa harus bertahan adalah karena mereka mempunyai sebuah kebersamaan, sebuah tali persaudaraan antar sesama tukang ojek pangkalan, mereka merasakan suka duka bersama yang membuat mereka enggan melepas status mereka menjadi sebuah gojeg.
Sedangkan gojeg merasa kehadiran mereka hanya sebagai bantuan untuk ojeg pangkalan, gojeg membuat pekerjaan ojek pangkalan menjadi lebih mudah.
Yang menjadi kesimpulan adalah sistem transaksi non-tunai disini nampaknya masih menjadi pertimbangan besar bagi para tukang ojek pangkalan untuk bergabung dengan GoJek
Go-Jek mengatakan bahwa mereka tidak ingin bersaing dengan pengemudi ojek konvensional. Mereka bahkan mengundang para pengemudi ojek ini untuk bergabung. "Dengan dukungan teknologi, kami membantu para pengendara untuk mendapatkan lebih banyak order dan menerima lebih banyak penghasilan. […] Kami membekali para driver dengan santunan kecelakaan dan asuransi kesehatan," jelas pernyataan tersebut.
Satu faktor lain — yang tidak disebutkan tapi bisa saja mengambil peranan — adalah sistem seleksi untuk bergabung dengan Go-Jek. Calon pengemudi yang mendaftar harus memperlihatkan SIM, STNK, dan dokumen legal lain seperti KTP. Pengemudi ojek juga harus berusia di bawah 55 tahun, padahal banyak pengemudi yang usianya lebih tua.
Banyak yang kesulitan menyediakan dokumen legal ini, karena motor mereka bisa saja pemberian, titipan, atau pinjaman orang lain atau masih dalam proses cicilan, yang berarti dokumennya belum lengkap. Kenyataan bahwa ojek memang tidak pernah terdaftar atau diawasi oleh pemerintah membuat profesi ini adalah salah satu pilihan untuk mereka yang tidak memiliki dokumen legal atau tidak bisa melakukan pekerjaan berat karena masalah usia.
Dari sudut pandang penumpang, Go-Jek adalah layanan yang menarik, tapi masih belum sempurna. Kenyataannya, pesanan kadang ditolak, dan menentukan tempat penjemputan biasanya tidak mudah meskipun ada GPS untuk memandu, dan sistem alamat Jakarta yang aneh tentu membuat masalahnya semakin rumit.
Berdasarkan logika pasar, hanya masalah waktu sebelum penumpang dan pengemudi ojek tradisional membiasakan diri dengan sistem baru ini, dan kemudian sistem pemesanan lewat aplikasi ini akan menjadi norma yang umum. Lagipula, efisiensi ekonomi yang ditawarkan sistem aplikasi ini tentu menguntungkan bagi kedua pihak
IV. Kesimpulan
Menurut hasil penelitian kami dapat menyimpulkan bahwa dari toeri Karl Marx dan Max Weber memang mengaitkan konflik antar kelas sosial . Kelas sosial dalam hal ini adalah antara masyarakat yang sudah modern dan masih konvensional , masyarakat konvensional yang menganggap terlalu berelebihan dan enggan maju untuk berubah ke lebih baik , dan adanya kekuasaan oleh orang yang lebih modern untuk lebih menguasai perekonomian pasar . Gojek dan ojek tentunya bukan merampas ojek orang lain tapi bagaimana cara mereka lebih berusaha membuat inovasi-inovasi baru yang sesuia dengan masarakat saat ini , Semua diciptakan untuk mempermudah masyarakat , tinggal bagaimana seseorang menyikapi dan membuat dirinya nyaman akan keberadaan atau saling toleran dalam hal ini.
Persaingan yang diperebuti merupakan sebuah sistematis modern yang digandrungi dan laku dipasaran dengan dalih penambahan modal hidup kedepannya. Tak ayal banyak ojek yang tak bersistem sering kali merasakan kecemburuan sosial. Diluar hal ini, tentunya sistem itu sendiri yang harus dikreatifkan lebih baik lagi. Bagaimana caranya diantara kedua sistem (tradisional dan modern) akan berjalan beriringan untuk menghadapi masyarakat ekonomi asean yang sebentar lagi akan mendatangi wilayah Indonesia.
V. Daftar Pustaka
1. Scoot John, 2012 TEORI SOSIAL – Masalah Masalah Pokok Dalam Sosiologi, Yogyakarta - Pustaka Pelajar.
2. Nurdin M.Amin dan Ahmad Abrori, 2006 MENGERTI SOSIOLOGI – Pengantar Memahami Konsep-konsep Sosiologi, Jakarta - UIN Jakarta Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar