Rabu, 02 Desember 2015

Tugas Soskot_Syarifah Asmar_PMI3_Aliran Teori Weberian

Nama                  :  Syarifah Asmar

NIM            :  11140540000016

Prodi           : Pengembangan Masyarakat Islam

 

A.    Pendahuluan

Seiring dengan berbagai kejadian yang merupakan indikasi terpuruknya perekonomian Indonesia saat ini, seperti imbas krisis di Amerika Serikat, harga minyak tanah yang melambung tinggi, dan PHK besar-besaran, maka pembahasan pemulihan ekonomi dengan cara yang tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah menjadi aktual. Dikemukakan berbagai konsep alternatif seperti pemberdayaan ekonomi mikro (misalnya UKM; usaha kecil menengah), pengembangan sumber energi alternatif, penerapan konsep ekonomi kreatif (creative economy) sampai entrepreneurship atau kewirausahaan. Hal terakhir, yakni kewirausahaan menjadi topik hangat bila diperbincangkan di kampus.

Social Entrepreneurship jika diambil dari dua kata yaitu social dan entrepreneurship. Social lebih diartikan kepada kemasyarakatan dan pemberdayaan. Dan Entrepreneurship adalah kewirausahaan. Social entrepreneurship harus dapat menciptakan keuntungan, sehingga bukanlah organisasi nirlaba, karena dari keuntungan tersebut organisasi tersebut dapat mengembangkan dan membesarkan pemberdayaan kepada masyarakat lebih besar dan luas lagi.Tujuan utama Social Entrepreneurship adalah menciptakan sistem perubahan yang berkelanjutan (sustainable systems change), kunci pentingnya adalah inovasi, berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan adanya perubahan system social masyarakat.Social Entrepreneuradalah orang-orang yang melakukan perubahan. Bersama dengan lembaga-lembaga, jaringan, dan komunitas masyarakat, mereka menciptakan solusi yang efisien, berkelanjutan, transparan, dan memiliki dampak yang terukur. Ciri-ciri pewirausaha sosial adalah mereka mau berkorban, segera bertindak jika ada permasalahan sosial di lingkungannya, memiliki sikap praktis, innovative, tekadnya kuat, berani ambil resiko, melakukan perubahan social, berbagi keberhasilan dan yang terpenting mereka mau mengevaluasi diri sendiri.Salah satu contoh Social Entrepreneur  Peraih Favorit DSEA 2014 pilihan masyarakat yaitu Adinda Soraya Mutialarang.

Penelitian ini dengan menggunakan Metode penelitian Kualitatif. Metode penelitian Kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Dan data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambar-gambar daripada angka.

 

B.     Tinjaun Teoritik

Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis pada awalnya untuk ilmu komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu

Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut.[1]

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik.

Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial.

Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Max Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya.

Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.[2]

Konstruktivisme merupakan suatu pendekan yang diletakkan di "middle ground" pada Hubungan Internasional. Middle ground disini dapat diartikan menghindari teori-teori ekstrem strukturalisme dan juga teori-teori universal seperti neo-realisme dan postmodernisme. Konstruktivisme sendiri berfokus pada interaksi dari struktur dan lembaga dalam politik internasional, dan berusaha untuk menemukan jawaban khusus pada tantangan postmodernisme terhadap pengetahuan ilmiah agar mampu melakukan pengetahuan empiris (Jill et al. 2005,181).

Konstruktivisme juga memberi perhatian pada ide-ide serta dampak dari norma yang ada dalam suatu kancah politik internasional. Secara lebih spesifik konstruktivisme mempunyai tema khas diantaranya adalah konstruksi kepentingan nasional, penyebaran hak asasi manusia, dampak dari organisasi internasional pada identitas negara dan perkembangan perubahan bentuk dalam masyarakat internasional (Jill et al.2005,181). Konstruktivisme dapat diartikan secara sederhana bahwa penganutnya tidak menerima segala keadaan sosial merupakan suatu hal yang given. Mereka menganggap bahwa itu semua merupakan suatu konstruksi sosial yang telah sengaja diciptakan.  Konstruktivisme juga menganggap bahwa pengetahuan sosial tidak dapat dioperasikan sama dengan pengetahuan alam, namun walaupun begitu penggunaan teori dan analisa secara empiris masih tetap dapat dilakukan dalam realitas politik internasional. [3]

 

C.    Hasil Observasi Lapangan

Social Entrepreneur berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang Social Entrepreneur berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.

Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa social entrepreneurship merupakan istilah dari segala bentuk aktivitas yang bermanfaat secara sosial. Entrepreneur sosial adalah orang - orang yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat mempengaruhi paradigma dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam kepentingan nirlaba maupun prolaba, entrepreneur sosial bergerak dengan tujuan menyelesaikan masalah sosial.

Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait.

Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.

Seorang wirausaha memiliki peran sangat besar dalam melakukan wirausaha. Peran wirausaha dalam perekonomian suatu negara adalah:

·         Menciptakan lapangan kerja

·         Mengurangi pengangguran

·         Meningkatkan pendapatan masyarakat

·         Mengombinasikan faktor–faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan keahlian)

·         Meningkatkan produktivitas nasional[4]

 

Salah satu Social Entrepreneur adalah seorang Peraih Danamon Social Entrepreneur Award (DSEA) 2014, Adinda Soraya Mutialarang berbagi pengalamannya dalam sebuah diskusi kewirausahaan bertajuk "Sociopreneurship dan Generasi Muda Indonesia, Kiat Menjadi Wirausahawan yang Memiliki Peran Sosial di Masyarakat,"

Adinda mendirikan Desanesia di Desa Cikoneng, Lembang, Kabupaten Bandung, dengan tujuan memajukan dan meningkatkan produktifitas petani yang hanya menjual hasil panennya ke tengkulak. Awalnya, Adinda bersama rekannya sedang berkunjung ke daerah Lembang. Di sana, dia bertemu para petani yang sedang beraktivitas. Dia mengetahui para petani Lembang ini menjual hasil panennya ke tengkulak setelah berbincang-bincang.

Adinda bersama teman-teman membuat gerakan untuk memutus rantai petani dengan tengkulak" . Ia berfikir untuk membuat dodol tomat dari hasil petani tersebut. Selain dodol tomat, untuk memberdayakan petani, Adinda membuat beragam produk pangan lain, seperti keripik bayam dan camilan rangginang, "Saya ingin serius menggeluti ini," kata Adinda.

Menurut alumni Jurusan Agribisnis Universitas Padjadjaran ini, Desanesia berusaha mengangkat potensi usaha masyarakat desa dengan membuat produk alternatif, untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan warga.

Adinda mengatakan, di Desa Cikoneng ada 10 hingga 15 buruh dan petani di Lembang yang bergabung dengannya. Seorang petani dalam satu panen tomat bisa menjual 5000 per kilogram, ketika harga tinggi. Saat harga turun, karena banyak tomat yang beredar di pasaran, harga bisa turun hingga 50 per kilogram. "Itu kan jauh banget selisihnya," kata Adinda. Niat tulus Adinda menjadi seorang sociopreneur (pebisnis sosial) berhasil membantu masyarakat desa (SUKM/RA),

Dari pikiran itu ia mulai menggeluti dunia Social entrepreneur yang disatu sisi untuk membantu dan mengembangkan produk Indonesia dan untuk membantu petani meningkatkan taraf hidup mereka. Ia menjadi Social Entrepreneur bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat.

D.    Kesimpulan

Social entrepreneurship atau kewirausahaan social merupakan suatu usaha/bisnis yang dibuat oleh orang kemungkinan besar dibidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan dibidang lain yang membutuhkan manusia. Menurut J. Gregory Dees kewirausahaan sosial menggabungkan semangat misi sosial dengan citra disiplin bisnis seperti, inovasi, dan penetapan umumnya yang terkait.

Seorang wirausahawan social berbeda dengan seorang wirausaha bisnis karena entrepreneur social bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bukan pada penciptaan kekayaan. Kekayaan hanya sarana untuk mencapai tujuan bagi para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.

Salah satu Social Entrepreneur adalah seorang Peraih Danamon Social Entrepreneur Award (DSEA) 2014, Adinda Soraya Mutialarang berbagi pengalamannya dalam sebuah diskusi kewirausahaan bertajuk "Sociopreneurship dan Generasi Muda Indonesia, Kiat Menjadi Wirausahawan yang Memiliki Peran Sosial di Masyarakat,"

Adinda bersama teman-teman membuat gerakan untuk memutus rantai petani dengan tengkulak" . Ia berfikir untuk membuat dodol tomat dari hasil petani tersebut. Selain dodol tomat, untuk memberdayakan petani, Adinda membuat beragam produk pangan lain, seperti keripik bayam dan camilan rangginang, "Saya ingin serius menggeluti ini," kata Adinda

Dari pikiran itu ia mulai menggeluti dunia Social entrepreneur yang disatu sisi untuk membantu dan mengembangkan produk Indonesia dan untuk membantu petani meningkatkan taraf hidup mereka. Ia menjadi Social Entrepreneur bukan hanya untuk mendapatkan suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting adalah factor sosialnya yaitu masyarakat.

E.     Daftar pustaka

Wirawan, Ida bagus. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Suwandi, Filsafat Konstruktivisme Dalam Ilmu Pengetahuan, http://suwandi-sosialbudaya.blogspot.com, 27 Oktober 2013.

Weber, 1958, Max. Terjemahan The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalisme. New York.

Basuki, Markus. Aliran-aliran Dalam Filsafat Ilmu: Filsafat Konstruktivisme, http://cor-amorem.blogspot.com

Santosa, Setyanto. 2007. "Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan".

 



[1] Suwandi, Filsafat Konstruktivisme Dalam Ilmu Pengetahuan, http://suwandi-sosialbudaya.blogspot.com, 27 Oktober 2013.

[2] Weber, 1958, Max. Terjemahan The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalisme. New York, halaman 56

[3] Markus Basuki, Aliran-aliran Dalam Filsafat Ilmu: Filsafat Konstruktivisme, http://cor-amorem.blogspot.com

[4] Setyanto. Santosa,  2007. "Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini