Selasa, 25 September 2012

Emile Durkheim_Lilis Yuniarsih JRN IB_Tugas2

E.Durkheim_Rahma Sari JNR 1B_Tugas ke 2

FAKTA SOSIAL

            Durkheim mengembangkan konsep
masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi
empiris.DalamThe Rule of sociological
Method (1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah
mempelajari apa yang ia sebut  sebagai
fakta-fakta sosial.Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan(forces) (Takla dan Pope,1985)Dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu.
Dalam bukunya yang bejudul Suicide (1897/1951) Durkheim berpendapat  bahwa ia dapat menghubungkan perilaku
individu seperti bunuh diri itu dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial) maka
ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin
sosiologi.Tetapi,Durkheim tak sampai menguji mengapa individu A atau B melakukan
bunuh diri.Ia  lebih tertarik terhadap
penyebab yang berbeda-beda dalam rata-rata perilaku bunuh diri di kalangan
kelompok,wilayah,Negara,dan di kalangan golongan individu yg berbeda
(misalnya,antara orang yang kawin dan lajang) argumen dasarnya adalah bahwa
sifat dan perubahan fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan rata-rata bunuh
diri.Misalnya,perang atau depresi ekonomi dapat menciptakan perasaan depresi
kolektif yang selanjutnya dapat meningkatkan angka bunuh diri.[1]
Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga macam: (1)
altruistic (di mana kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok
seperti,misalnya,seorang pahlawan perang); (2) egoistic (karena adanya
kekurangan dalam organisasi social dan berupaya untuk menjauhkan diri dari
kelompok itu );dan (3) anomik,di mana penyesuaian diri masyarakat terganggu
(oleh perubahan-perubahan ekonomi,seperti kemakmuran tiba-tiba,depresi
ekonomi,dan bangkit serta jatuhnya suatu kelas sosial).[2]
                Dalam
The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta social:material
(birokrasi,hukum) dan nonmateri (misalnya kultur,institusi sosial).[1]

[1] George
Ritzer & Douglas J.Goodman,Teori
Sosiologi Modern,(Jakarta:Kencana,2010),h.21
[2]
Prof.Dr.Wardi Bachtiar,M.A.,Sosiologi
Klasik,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,cet.1,2006),h.89

PEMBAGIAN KERJA
                Pembagian
kerja semakin berkembang maka individu-individu tidak akan selamanya sama,sebab
pekerjaan mereka mengikuti fungsi spesialis.Tetapi perasaan solidaritas
mengikat sesuai dengan pembagian kerja,yang membawa kepada posisi saling
melengkapi"tidak sama tetapi mirip" yang akan menyebabkan kegiatan
bersama,sumber perasaan solidaritas dari macam-macam perbedaan tertentu.
 Dalam buku Durkheim
yang pertama,The Division of Labour in
Society,ia menjadikan fakta solidaritas sosial sebagai unsur dasar dalam
masyarakat,maka dia membagi masyarakat ke daam dua tipe utama dengan cara
pembagian yang mirip dengan yang dilakukan Tonnies,masyarakat dimana
solidaritas sosialnya bersifat mekanik,berkaitan
dengan pertumbuhan pembagian tenaga,dimana semakin meningkat pembagian
kerja,maka terjadi perubahan struktur sosial dari solidaritas mekanik ke
solidaritas organik.Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran
kolektif bersama,yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan
sentimen-sentimen yang rata-rata ada pada warga masyarakat.
Dan masyarakat dimana solidaritasnya bersifat organik,atau dikarakterisir dengan
spesialisasi,divisi buruh,dan saling ketergantungan.Saling melengkapi satu
dengan lainnya,sehingga pembagian kerja menetapkan bentuk kontrak moral baru
antara individu.Pembagian kerja yang semakin besar,maka saling ketergantungan
semakin besar,karena semakin bertambah spesialisasi kerja.Indikator solidaritas
organik ini adalah ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan
(restitutif).[1,2]
Kedua jenis masyarakat hasil rumusannya itu dianalisis oleh
Durkheim untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana caranya suatu
transformasi solidaritas sosial dapat terjadi serta bagaimana caranya
menentukan keadaan proses transformasi itu.Dia percaya bahwa bila penduduk
berkembang lebih banyak ,maka masyarakat akan lebih kompleks.Pembagian kerja
akan sebanding dengan volume dan kepadatan masyarakat.Lebih dari
itu,pertumbuhan sosial terjadi pula dengan adanya kondensasi
masyarakat.Formasi-formasi demikian menuntut adanya pembagian kerja yang lebih
besar.[1]
Namun,tesis Durkheim yang
menyebutkan bahwa meningkatnya solidaritas berkaitan dengan pembagian kerja,tak
dapat ditemukan kenyataannya dalam masyarakat industrial manapun yang ada.Dalam
hal ini,yang bisa dianggap sebagai kegagalan yang mencolok untuk tetap
konsisten dengan preskripsi metodologisnya sendiri,ia menyatakan bahwa
prakonsepsinya mengenai solidaritas adalah hal yang seharusnya"terwujud oleh
adanya pembagian kerja,dan ia mengklarifikasikan konsekuensi-konsekuensi
aktualnya disini sebagai sesuatu yang "abnormal".[3]

[1]
Prof.Dr.Wardi Bachtiar,M.A,Sosiologi
Klasik,(Bandung;PT.Remaja Rosdakarya,cet.1,2006),hal.87
[2]Dr.M.Munandar-Soelaeman,ILMU SOSIAL DASAR Teori &Konsep Ilmu
Sosial,(Bandung;PT.Refika Aditama,cet.12,2006),hal.34
[3]Peter
Beilharz(Ed.),Teori-Teori Sosial,(Yogyakarta;Pustaka
Pelajar,cet.3,2005),hal.107

AGAMA
            Dalam bukunya yang berjudul Les forms Elementaires De La Vie Religion (bentuk-bentuk
awal kehidupan agama),yang di terbitkan dalam bahasa Perancis  pada tahun 1912,Dalam karya ini  Durkheim membahas masyarakat primitif untuk
menemukan akar agama.Durkheim yakin akan dapat menemukan akar agama dengan
membandingkan masyarakat primitive yang sederhana ketimbang di dalam masyarakat
modern yang kompleks.temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu
sendiri.Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan
yang lainnya bersifat profane,khususnya dalam kasus yang disebut totemisme.Dalam
agama primitive (totemisme) ini benda-benda seperti tumbuh-tumbuhan dan
binatang didewakan.Selanjutnya totemisme dilhat sebagai tipe khusus fakta
social nonmaterial,sebagai sebentuk kesadaran kolektif.[1]
Yang sakral adalah hal-hal yang dipisahkan  daripada yang lain dan yang dilarang.Terdapat
benda sakral,tempat sakral,waktu sakral,kata sakral.Sakral bisa mempunyai
konotasi "suci",bisa juga berarti "berbahaya,terlarang".
Durkheim menawarkan definisi agama sebagai berikut : "Suatu
agama adalah sebuah system kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan
hal-hal yang dianggap sakral,yaitu hal-hal yang dipisahkan dan dilarang-kepercayaan
dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral,yaitu
berdasarkan nilai-nilai bersama,yang disebut umat".Dengan kata lain,masyarakat
yang tidak ingin terpecah memerlukan agama.
Durkheim juga mencerna perbedaan
tajam antara religi dan magi.Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut
sosiologis;religi adalah kolektif sedangkan magi individual (tidak ada umat
magi).Ritual religi adalah berkaitan dengan sesuatu yang sakral,sedangkan
ritual magi seringkali mengingkari,menolak,memprofonkan,malahan meledek yang
sakral (Les Formes Elementaires,h.42-45). [2]

[1] ] George
Ritzer & Douglas J.Goodman,Teori
Sosiologi Modern,(Jakarta:Kencana,2010),h.22
[2] J.Dwi
Narwoko-Bagong Suyanto (ed),SOSIOLOGI TEKS
PENGANTAR DAN TERAPAN,(Jakarta;Kencana,2007),hal.246

 
FUNGSIONALISME
            Asumsi asumsi dasar Durkheim mencerminkan
mencerminkan pokok-pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran
organism.Asumsi dasr itu adalah :
A.Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang
berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian-bagiannya.masyarakat juga tidak
dapat dihabiskan ke dalam bagian-bagiannya.Masyarakat harus dilihat sebagai
suatu keseluruhan.
B.Bagian-bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi
pokok,maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
C.Kebutuhan pokok suatu sistem social harus dipenuhi,untuk
mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
D.Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu
yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
                Durkheim
mengakui analisa yang diperkenalkannya mengandung berbagai bahaya;namun dia
memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi kelemahan itu.Pertama-tama dia
menyadari kelemahan analisa teleologis,yakni bahwa berbagai konsekuensi yang
terjadi di masa mendatang  suatu gejala
menjadi penyebab terjadinya gejala tersebut.Dengan demikian harus dibedakan
antara sebab-sebab terjadinya suatu gejala dengan tujuan akhirnya,yaitu
fungsinaya.
                Walaupun
Durkheim memberikan peringatan mengenai kelemahan atau bahayanya mempergunakan
pemikiran teleologis,namun dia mempergunakannya dalam karya-karyanya yang
penting.Dalam karyanya mengenai pembagian kerja,Durkheim senantiasa mengadakan
pembedaan antara sebab dengan fungsinya.Walaupun Durkheim memberikan tekanan
pada keseluruahan sistem social,namun dengan memasukkan asumsi-asumsi
organismik seperti fungsi,kebutuhan,keadaan normal,patologi,dan lain
sebagainya,dia memasukkan konsep-konsep tersebut ke dalam teori-teori sosiologi
selama hamper tiga-perempat abad lamanya.Namun perlu diakui bahwa analisanya
terhadap topik-topik substantive,menyebabkan analisa secara fungsional menjadi
suatu cara yang sangat di sukai para sosiolog selama beberapa generasi.[1]

[1] Soerjono
Soekanto,Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi,(Jakarta:PT.Rajagrafindo
Persada,cet.3,2011),hal.389
 

ANOMI
                Apabila
kondisi masyarakat sudah tidak mempunai sistem pengaturan utama dan tidak
berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya,maka hal
demikian membawa kepada kondisi"anomi".Secara subyektif individu mengalami
keadaan tidak pasti,tidak aman,dimana keinginan dan ambisi pribadinya tidak
mungkin untuk dipenuhinya secara realistik,ada perasaan tidak punya arti yang
merasa curiga bahwa hidup ini benar-benar tidak punya tujuan dan tidak punya
arti.Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme.Fenomenanya dalam bentuk penyakit
masyarakat :
1.Anomi pada pembagian
kerja,seperti kasus krisis industry di mana terjadi permusuhan antara buruh
dengan pengusaha,sehingga individu terisolasi.
2.Tingginya intensitas pembagian
kerja,sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannya.
3.Bentuk patologis lainnya yaitu
fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh pada sistem.[1]


Untuk mengatasi krisis
moral,Durkheim sendiri yakin bahwa orang harus membentuk
pengelompokan-pengelompokan professional baru,korporasi baru yang mempertautkan
seluruh pekerjaan yang berkolaborasi dalam sektor kehidupan ekonomi :"Jika
anomie itu sebuah kejahatan,itu semata-mata karena masyarakat memang menderita
dan mereka tidak dapat hidup tanpa kohesi dan keteraturan.Agar anomie bisa
diakhiri,maka harus ada atau harus dibentuk satu kelompok,yang bisa berbentuk
sistem peraturan yang faktanya memang masih kurang memadai.Masyarakat politik
secara keseluruhan ataupun Negara sebenarnya tidak bisa dibangun dari fungsi
ini;kehidupan ekonomi,karena bersifat sangat khusus dan setiap hari mengalami
spesialisasi,mulai terlepas dari kompetensi dan tindakannya.Aktivitas sebuah
profesi hanya bisa diatur secara efektif oleh sebuah kelompok yang cukup dekat
dengan profesi itu,baik untuk mengenali fungsinya,untuk merasakan segala
kebutuhan dan kemampuan untuk mengikuti seluruh variasinya."
Orang boleh saja  meragukan penyelesaiaan ini,yang jadi masalah
hanya:tidak ada perturan ekonomi yang bisa mengarah pada perang sosial dan
kesengsaraan moral,sama seperti tidak adanya peraturan internasional  yang telah memicu perang perang dunia.[2]

            [1] Dr.m.Munandar-soelaeman,Ilmu Sosial Dasar Teori &Konsep Ilmu Sosial,(Bandung:PT.Refika
Aditama,cet.12,2006),hal.35
               [2]Antony Giddens,Daniel
Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah
dan Berbagai Pemikirannya,(Perum SBI:Kreasi Wacana,cet.4,2009),hal.52

biografi_paramasumbada_jurnalB_tugas1

Nama saya Parama arrazak sumbada, saya lahir di bogor  tanggal 10 januari 1993. Saya anak ke 2 dari 2 bersaudara. Saya lulus dari sekolah SDN 16 mataram (Lombok), SMPN 3 palabuhan ratu (sukabumi), SMK muhammadiyah 1 tangsel. Saya hobi dengan olah raga futsal dan renang. Saya tertarik masuk jurnalistik karena lebih suka kerja di lapangan, dan untuk mencari pengalaman baru.
 Menurut saya jurnalistik itu mengasyikan, di jurusan jurnalistik saya bebas mengekspresikan apa yang ada di pikiran saya. Tokoh inspirasi saya adalah ayah saya sendiri.  Nama ayah saya Didin b maninggara, beliau adalah wartawan di sebuah perusahaan media cetak di Jakarta.
 Moto hidup saya hidup itu butuh perjuangan untuk mencapai  kehidupan yang lebih baik.

EmileDurkheim_AzmyAzisJNRL1B_TugasKe2

Emile Durkheim

Oleh : Azmy Azis

Jurnalistik IB

 

I.                  Fakta Sosial

Argumen Durkheim mengenai subjek yang di konstruksi secara sosial dirumuskan paling jelas dalam The rules of Sociological Methode, dimana ia menandaskan pernyataanya tentang sosiologi sebagai bidang penalitian yang absah dan yang objek studinya berupa "fakta-fakta sosial" yang tak dapat dijelaskan dalam kerangka psikologi individual. "Fakta-fakta Sosial", menurutnya "berada diluar individu" dan "ditopang oleh kekuatan koersif".  Fakta sosial bersifat external, koersif, aktor solidaritas sebagai fakta , meskipun bersifat nonmaterial. Teori perkembangan masyarakat adalah cenderung model unilinier dengan tipe ideal solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial.

 

II.               Pembagian Kerja (Division of Labor)

Tesis Durkheim dalam The Division of Labor in Society sebenarnya merupakan pembelaan atas moderenitas. Sembari menyanggah pandangan bahwa industrialisasi niscaya mengakibatkan ambruknya tatan sosial. Namun karena kompleksitasnya masyarakat modern, terjadi kemunduran kekuatan kesadaran kolektif. Pengikat utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang rumit, yang mengikat orang satu sama lain dalam hubungan ketergantungan. Namun Durkheim merasa bahwa pembagian kerja modern membawa serta sejumlah "patologi" dengan kata lain pembagian kerja adalah metode yang tidak cocok menyatukan masyarakat.

 

III.            Agama

Suatu penjelasan sosial mengenai agama di kembangkan dalam The Elementary Forms of The religious Life (1915), dimana ia mengutarakan bahwa perasaan terpesona dan takzim yang merupakan respon orang-orang terhadap "yang sakral" sebenarnya adalah ekspresi ketergantungan mutlak mereka terhadap masyarakat. Ia memandang agama sebagai fenomena sosial, dan mencari sebab-sebabnya dalam masyarakat sendiri tidak dalam pengalaman individu-individu. Durkheim menawarkan definisi agama sebagai berikut : Suatu agama adalah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang sakral, yaitu hal-hal yang dipisahkan dan dilarang kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama,yang disebut umat.

IV.            Fungsionalisme

Fungsionalisme dan Emile Durkheim, sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh comte tidak mengherankan jika hasil – hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :

1.      Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.

2.      Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.

3.      Kebutuhan  pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.

4.      Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.

Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung pelbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya

 

V.               Anomali

Anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak amanan, "kehampaan norma".

Apabila kondisi masyarakat sudah tidak mempunyai sistem pengaturan utama dan tidak berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya, maka hal demikian membawa kepada kondisi "anomie". Secara subyektif individu mengalami keadaan tidak pasti, tidak aman, dimana keinginan dan ambisi pribadinya tidak mungkin dipenuhinya secara realistik, ada perasaan tidak punya arti  yang merasa curiga bahwa hidup ini benar-benar tidak punya tujuan dan tidak punya arti. Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme. Fenomenanya dalam bentuk penyakit masyarakat:

1.      Anomie pada pembagian kerja, seperti kasus krisis industri dimana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi.

2.      Tingginya intensitas pembagian kerja, sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannnya.

3.      Bentuk patalogis lainnya yaitu fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh sistem.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

- Jatmiko, Sigit Teori-Teori sosial Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005

- Narwoko, Dwi Sosiologi Teks Pengantar & Terapan Jakarta, Kencana Prenada Media Group,                             2007

- Bachtiar, Wardi Sosiologi Klasik Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006

- Soekanto, Soerjono Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2011

- Munandar, Muhammad Ilmu Sosial Dasar Bandung, PT Refika Aditama, 2006

EmileDurkheim_RizkyAnanda Jurnalis 1B_TugasKe2

EmileDurkeim (1858-1917)
Oleh : Rizky Ananda, Jurnalistik 1B
 
Fakta sosial.
Menurut Durkheim  tugas utama sosiolog adalah mengkaji fakta sosial. Karena ia mengkonsepkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang ada diluar namun memiliki daya paksa terhadap Individu. Durkheim menganggap fakta sosial sebagai barang yang berbeda dengan de yang menjadi objek penelitian seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif) tetapi  untuk memahaminya diprlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia. Fakta soaial ini terdiri atas 2 jenis :
1.       Material, beupa barang sesuatu yang di maksimalkan , ditangkap, dan diobservasi contohnya adalah Birokrasi dan Hukum.
2.       Non Material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia sendiri dan hanya muncul dalam kesadaran manusia, contohnya adalah Kebudayaan dan Intuisi sosial
Meskipun membahas semua keduanya disepanjang karyanya tetapi Durkheim lebih memfokuskan pada fakta sosial non material karena fakta sosial non material lebih mudah dipahami dibanding dengan fakta sosial material. Perhatian yang lebih pada fakta sosila non material semakin  kelihatan kalau yang dicermati adalah karya utamanya yang terdahulu, The Division of Labor in society (11893/1964). Fokusnya adalah padaanalisis komparatif atas faktor pemersatu dalam masyarakat primitif dengan masyarakat modern.
 
Pembagian Kerja.
Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labor in Society , Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat primitif terutama dipersatukan oleh fakta sosial non material, khususnya moralitas yang dipegang erat bersama sama, atau yang biasa disebut sebagai kesadaran kolektif yang begitu kuat. Namun karena kompleksitas masyarakat modern, memungkinkan terjadinya kemunduran kekuatan kesadaran kolektif. Pengikat utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang rumit, yang mengikat orang satu sama lain dalam hubungan ketergantungan. Namun Durkheim merasa bahwa pambagian kerja modern dapat menimbulkan sejumlah 'patologi' , dengan  kata lain pembagian kerja merupakan metode yang tidak cocok untuk menyatukan masyarakat, karena itu Durkheim merasa tidak perlu adanya revolusi untuk memecahkan masalah ini. Justru ia menyarankan sejumlah reformasi yang 'dapat mengatasi masalah' sistem moderen dan yang dapat menjaganya tetap berfungsi. Durkheim merasa moralitas bersama dapat diperkuat dalam masyarakat modern dan bahwa orang dapat secara lebih baik mengatasi patologi yang mereka alami.
Agama.
Dalam karya utama terakhirnya, The Elementary Forms of Religious Life (1912/1965) Durkheim meneliti masyarakat primitif untuk menemukan akar akar agama, lalu ia menemukan bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Durkheim melihat bahwa semua agama membedakan antara hal hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan. Secara spesifik marga adalah sumber agama primitif. Definisi agama menurut Emile Durkheim adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal hal yang dianggap sakral. Dengan kata lain masyarakat yang ingin kedamaian, yang tidak ingin adanya perpecaham memerlukan agama.  Walaupun Durkheim sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia menekankan sisi positif agama bagi masyarakat, karena agama adalah  cara masyarakat mengekspresikan dirinya dalam bentuk fakta sosial non material.
Durkheim mencerna perbedaan tajam antara  religi dan magi. Dilihat dari sisi sosiologi, religi adalah kolektif sedangkan magi adalah Individual (tidak ada umat magi). Ritual religi berkaitan dengan sesuatu yang sakral, sedangkan ritual magi seringkali mengingkari halhal yang dianggap sakral.
Anomali.
Emile Durkheim mengklasifikasikan konsekuensi-konsekuensi aktualnya sebagai sesuatu yang "abnormal". Penyebab utama "abnormalitas" salah satunya adalah "anomy" (anomie), tiadanya suatu "bangunan peraturan" yang sesuai dengan situasi-situasi kehidupan ekonomi yang terus berubah, sehingga menelantarkan pasar dalam keadaan tanpa aturan dan membiarkan para pekerja tidak memiliki tujuan social apapun.
Fenomena konsep anomi dalam bentuk penyakit masyarakat adalah Anomi pada pembagian kerja , seperti kasus krisis industry di mana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi. Ide tentang anomie itu diperkenalkan sebagai suatu tandingan tepat atas ide tentang solidaritas social. Sementara solidaritas social adalah suatu bentuk integrasi ideology kolektif, anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak-amanan, "kehampaan norma"
 
Fungsionalisme.
Asumsi dasar Durkheim yang mencerminkanpokok pikiran yang terpengaruh oleh aliran organisme adalah
 
A.      Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.
B.      Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
C.      Kebutuhan  pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
D.      Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung pelbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya
 
Referensi :
1.       Soekanto, soerjono. 2011. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: PT: Rajagrafindo Persada.
2.       Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto. 2005. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
3.       Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
4.       Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial Obsevasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5.       Munandar, Muhammad dan  Soelaeman. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

EmileDurkheim_Moh.Firman.HadiJRN1B_ TugasKe2

EMILE DURKHEIM
DISUSUN OLEH:
Muhammad Firman Hadi (1112051100038)
TUGAS SOSIOLOGI KE-2


Dalam pembahasan kali ini saya akan menjelaskan beberapa teori yang telah saya dapatkan dari beberapa buku sosiologi menurut pandangan Emile Durkheim,diantaranya :
Fakta Sosial
Pembagian Kerja (division of labour)
Agama
Fungsionalisme
Anomali

I. FAKTA SOSIAL

Durkheim mengembangkan masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam bukunya The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim menegaskan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial. Dukheim mendeskripsikan fakta sosial sebagai kekuatan (forces) dan struktur yang bersifat eksternal serta memaksa individu. Ia juga menegaskan bahwa tugas sosiologi ialah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta sosial. Dengan demikian durkhiem membaginya menjadi dua fakta sosial yaitu :
1. Material : yaitu suatu barang yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Contohnya arsitektur dan norma hidup.
2.  Nonmaterial : sesuatu yang dianggap nyata atau eksternal, contohnya egoisme dan opini.
Durheim menyatakan bahwa fakta sosial tidak selelu berbrntuk sebagai sesuatu yang nyata. Melainkan Sebagian suatu yang dianggap sebagai barang. Beberapa fakta sosial yang dijelaskan Durheim seperti arsitektur dan norma hukum merupakan suatu barang yang berbentuk material. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti opini hanya dapan dinyatakan sebagai suatu barang, tidak dapat diraba. Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahami. Norma hukum jelas merupakan suatu barang yang nyata dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. Lalu Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan oleh fakta sosial non material, khusunya oleh kuatnya ikatanan moralitas bersama.  

II. Pembagian Kerja (Division of Labour)
            Pemikiran Durkheim dalam The Division of Labour in Society sebenarnya pembelaan atas modernitas. Merupakan menyanggah pandangan bahwa industrialisasi dapat mengakibatkan hancurnya tatanan sosial. Durkheim berpendapat bahwa surutnya otoritas keyakinan-keyakinan moral tradisional bukanlah indikasi adanya disentegrasi sosial melainkan perubahan sosial , pergeseran nilai historis dari suatu bentuk tatanan sosial yang didasarkan pada keyakinan bersama dan control yang ketat atau solidaritas mekanis menuju tatanan yang berdasarkan ketergantungan antar-individu yang relative otonom (solidaritas organis).
Dengan kata lain pembagian kerja bukan metode yang memadai yang dapat membantu menyatukan masyarakat. kecenderungan sosiologi konservatif Durkheim terlihat ketika ia menganggap revolusi tak diperlukan untuk menyelesaikan masalah.menurutnya,berbagai reformasi dapat memperbaiki dan menjaga sistem sosial modern agar tetap berfungsi.meski ia mengakui bahwa tak mungkin kembali kemasa lalu dimana kesadaran kolektif masih menonjol,namun ia menganggap bahwa dalam masyarakat modern moralitas bersama dapat diperkuat dan karena itu manusia akan dapat menanggulangi penyakit social yang mereka alami dengan cara yang lebih baik.
III.  AGAMA

Dalam bukunya yang berjudul 'Les Formes Elementaires De La Vie Religion' ( bentuk-bentuk awal kehidupan agama), yang diterbitkan dalam bahasa perancis pada tahun 1912. ia memusatkan perhatian pada bentuk terakhir fakta social nonmaterial yaitu agama.dalam karya ini Durkheim membahas masyarakat primitive untuk menemukan akar agama. Durkheim melihah bahwa semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan.
Durkhein membuat definisi agama sebagai berikut, suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan atau tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral, yaitu hal-hal yang dipisahkan seperti kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama yang disebut umat. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak ingin terpecah harus memerlukan agama untuk mempersatukan masyarakat tersebut. Walaupun Durkheim sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia berulang kali menekankan sumbangan positif agama terhadap persatuan masyarakat.

Dalam karangannya itu Durkheim menyimpulkan bahwa "Agama sesungguhnya adalah masalah social."dan ia juga meyakini bahwa "agama adalah hal primitive dari segala fenomena sosial.semua manifestasi lain dalam aktivitas kolektif berasal dari agama dan melalui berbagai transformasi secara berturut-turut antara lain menyangkut hukum,moral,seni,bentuk politik dsb."
IV. FUNGSIONALISME

Durkheim membedakan antara sebab dengan fungsi, namun ancaman dan kebutuhan akan adanya tertib social merupakan penyebab terjadinya pembagian kerja. Penalaran demikian dapat dianggap sebagai teori yang tidak tepat, sebab akibat pembagian kerja dapat memecah masyarakat kedalam kelompok-kelompok yang hanya mementingkan kelompoknya sendiri. walaupun demikian Durkheim mengingatkan tentang analisa teleologis yang kadang-kadang tidak benar,dia sendiri terkadang terjerumus kedalamnya. kemungkinan besar penyebabnya adalah pembentukan asumsi-asumsi organismik kedalam analisa sosiologis. Durkheim memberikan tekanan pada keseluruhan sistem sosial,namun dengan memasukkan asumsi-asumsi organismik seperti fungsi,kebutuhan,keadaan normal,patologi dan sebagainya, dia memasukkan konsep tersebut kedalam teori sosiologi selama hampir beberapa abad lamanya.namun perlu diakui bahwa analisanya terhadap topik substantif,menyebabkan anlisa secara fungsional menjadi
suatu cara yang sangat disukai para sosiolog selama beberapa generasi.

V. ANOMALI
Untuk mengatasi krisis moral ini Durkheim sendiri yakin bahwa orang harus membentuk kelompok-kelompok professional baru, korporasi baru yang mempertautkan seluruh pekerjaan yang berkolaborasi dalam sektor kehidupan ekonomi. jika anomie itu sebuah kejahatan, itu semata-mata karena masyarakat memang menderit. Mereka tidak dapat hidup tanpa kohesi dan keteraturan. Agar anomie bias diakhiri, maka harus ada atau harus dibentuk satu kelompok yang bisa berbentuk sistem peraturan yang faktanya memang masih kurang memadai. Masyarakat polotik secara keseluruhan atau pun Negara sebenarnya tidak bisa dibangun dari fungsi ini, kehidupan ekonomi, karena bersifat sangat khusus dan setiap hari mengalami spesialisasi, mulai terlepas dari kompetensi dan tindakannya. Aktivitas sebuah profesi hanya bisa diatur secara efektif oleh sebuah kelompok yang cukup dekat dengan profesi itu, baik untuk mengenali fungsinya, untuk merasakan segala kebutuhan dan kemampuan untuk
mengikuti variasinya".

Sumber Refrensi : 
George Ritcher dan Douglas J.Goodman. edisi 6. "Teori Sosiologi Modern".
Soekanto,Soerjono. "Mengenal tujuh tokoh Sosiologi".
Philippe Cabin dan Jean. "Sosial,Sejarah dan berbagai pemikirannya".

EmileDurkheim_DwindaNurOceaniJurnalistik1B_TugasKe2

EMILE DURKHEIM  (1858-1917)

Oleh : Dwinda Nur Oceani

 

A.      FAKTA SOSIAL

Fakta sosial yaitu sebagai fenomena yang harus dikaji secara empiris tidak secara filsafati.      Argumen Durkheim mengenai subjek yang dikonstruksikan secara sosial dirumuskan paling jelas dalam The Rules of Sociological Method, di mana ia menandaskan pernyataannya tetang sosiologi sebagai bidang penelitian yang absah dan yang objek studinya berupa "fakta – fakta sosial" . "Fakta – fakta sosial," menurutnya, "berada di luar individu" dan "ditopang oleh kekuatan koersif".

Dalam The Rules of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta sosial : material dan non materail. Perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial non material ( kultur,institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material(birokrasi,hukum).

Dalam membahas pengamatan terhadap fakta sosial, Durkheim menyatakan bahwa:

                "In order to follow a methodical course, we must establish the foundations of science on solid ground and not on shifting sand. we must approach the social realm where it offers the easiest access to scientific investigation. only subsequently will it be possible  to push research further and, by successive  approximations, to encompass, little by little, this fleeting reality, which the human mind will never, perhaps, be able to grasp completely" .

 

B.      PEMBAGIAN KERJA

Di sepanjang karya – karyanya, Durkheim mempertahankan suatu pandangan sosial radikal tentang perilaku manusia sebagai sesuatu yang dibentuk oleh kultur dan struktur sosial. Dalam The Division of Labor in Society,ia mengemukakan bukti – bukti sejarah untuk menunjukan bahwa individualisme, yang oleh para pemikir sosial konservatif dianggap bertanggungjawab atas runtuhnya tatanan sosial, sebenernya adalah produk sosial juga, yang hanya terdapat pada masyarakat – masyarakat yang kompleks dan berdasarkan pada pembagian kerja.

 

C.      AGAMA

Emile Durkheim (Perancis, 1858 – 1917)

Suatu penjelasan sosial mengenai agama dikembangkan dalam The Elementary Forms of the Religious Life (1915) dimana ia mengutarakan bahwa perasaan terpesona dan takzim yang merupakan respons orang – orang terhadap "yang sakral" sebenarnya adalah ekspresi ketergantungan mutlak mereka terhadap masyarakat.

Durkheim menawarkan definisi agama sebagai berikut: "Suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal – hal yang dianggap sakral, yaitu hal – hal yang dipisahkan dan dilarang – kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaiyu berdasarkan nilai – nilai bersama, yang disebut umat" . walaupun Durkheim sendiri seorang Atheis, dalam semua karyanya ia berulangkali menekankan sumbangan positif agama terhadap kesehatan masyarakat.

Durkheim juga mencerna perbedaan tajam antara religi dan magi. Religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi).

D.      FUNGSIONALISME

Fungsionalisme dan Emile Durkheim, sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh comte tidak mengherankan jika hasil – hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :

1.       Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.

2.       Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.

3.       Kebutuhan  pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.

4.       Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.

Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung pelbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya.

E.       ANOMI

Anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak-amanan, "kehampaan norma" . (Konsep "Anomi") Apabila kondisi masyarakat sudah tidak mempunyai sistem pengaturan utama dan tidak berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya, maka hal demikian membawa kepada kondisi "anomi" . secara subyektif individu mengalami keadaan tidak pasti, tidak aman, dimana keinginan dan ambisi pribadinya tidak mungkin untuk dipenuhinya secara realistik, ada perasaan tidak punya arti yang merasa curiga bahwa hidup ini benar – benar tidak punya tujuan dan tidak punya arti. Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme. Fenomenanya dalam bentuk penyakit masyarakat:

1.       Anomi pada pembagian kerja, seperti kasus krisis industri dimana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi.

2.       Tingginya intensitas pembagian kerja, sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannya.

3.       Bentuk patologis lainnya yaitu fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh pada sistem.






Referensi

 

1.     1.   Soekanto, soerjono. 2011. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: PT: Rajagrafindo Persada.

2.     2.   Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto. 2005. Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

3.     3.   Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

4.     4.   Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial Obsevasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

5.    5.    Munandar, Muhammad dan  Soelaeman. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

 

Tugas ke 3/ Mely Ismi Ardikusuma W- KPI 1D

Mely Ismi Ardikusuma Wardani
1112051000112
KPI 1D

KARL MARX

Karl Marx sebenarnya bukan seorang sosiolog. Bahkan istilah sosiologi tidak pernah muncul dalam karya-karyanya. Namun demikian jelas bahwa ia bisa ditempatkan diantara tokoh-tokoh klasik dari disiplin ilmu sosiologi. Hal penting dari analisis Marx tidak hanya diakui oleh para pengikut "Marxis" saja, tetapi juga oleh para penulis lain seperti Max Weber maupun Raymond Aron yang meskipun tidak memiliki pandangan yang sama tetapi telah mengakui Karl Marx sebagai refrensi wajib dan mengakui kegeniusannya.
Karl Marx lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818. Orang tuanya adalah keluarga pendeta Yahudi (rabbi). Ayahnya seorang pengacara. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di Universitas Berlin dengan menyelesaikan disertasi berjudul On the Differences between the Natural Philosophy of Democritus and Epicurus. Setelah tamat ia menjadi seorang penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena ia menerjunkan diri ke kancah dunia politik, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Marx menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meninggalkan Jerman karena diusir oleh pemerintah setempat. Marx lebih dikenal sebagai seorang tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme, yang dikenal dengan nama Marxisme daripada sebagai seorang perintis sosiologi.

1.      Pertentangan Kelas
Karl Marx membagi kelompok masyarakat menjadi kelas-kelas sosial. Saat perkembangan kapitalisme yang pernah mengacaukan masyarakat yang terstruktur pada tiga aturan besar yaitu; kaum petani, kaum aristokrat atau bangsawan dan pendeta. Dengan perkembangan zaman perdagangan, munculah industri dan pusat-pusat urban menjadi dua kelas baru,yaitu; kelas borjuis dan kelas proletar. Kaum borjuis yang merupakan kategori yang terdiri dari para pemilik modal. Sedangkan kaum proletar adalah mereka yang bekerja sebagai buruh. Menurut Marx hal yang terpenting bukanlah membuat deskripsi tentang stratifikasi sosial. Ia ingin mendeskripsikan suatu dinamika  sebuah  masyarakat yang menurut pendapatnya bergerak dalam satu konflik sentral yaitu: perjuangan kelas, yaitu antara kelas borjuis dan kelas proletar. Kaum borjuis yang didorong oleh persaingan dan dalam kurun waktu yang lama yaitu semakin mengeksploitasi kaum proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum proletar akann menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak dalam konflik yang sedang terjadi dan Marx menamainya perjuangan kelas kaum borjuis akan dikalahkan. Marx memprediksi bahwa kaum proletar kemudian akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas.
 
2.      Ideologi
Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Ideologi ini digambarkan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai itu. Dengan demikian kaum borjuis yang semakin menanjak telah menentukan pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan di hadapan hukum. Mereka cenderung memindahkan hal-hal yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.
Menurut Marx, ide ide kita tentang kebebasan dan persaman muncul dari kapitalisme. Kebanyakan masyarakat akan menganggap ide bahwa semua orang secara esensial sama sebagai sesuatu yang absurd. Bagi kebanyakan kebudayaan sepanjang sejarah, perbudakan tampak sebagai suatu yang alamiah. Sekarang, dibawah kapitalisme, kita mempercayai hal sebaliknya. Ketidaksamaan itu absurd dan perbudakan itu bukanlah suatu yang alamiah. Marx berfikir bahwa perubahan dalam ide-ide kita ini bisa telusuri jejaknya dalam praktik-praktik kapitalisme. Tindakan pertukaran yang merupakan dasar kapitalisme mengandalkan persamaan manusia yang melakukan pertukaran, sebagaimana dia juga mengendalikan adanya persamaan komoditas-komoditas yang dipertukarkan. Perbedaan-perbedaan kualitatif nilai guna komoditas itu tertutupi oleh nilai tukarnya.
 
3.      Agama
Marx menempatkan agama sebagai candu bagi masyarakat, karena seperti dalam kutipan Marx dalam Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right (1843). "Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat."
Marx percaya bahwa agama itu seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun berbandingterbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Marx menyatakan dengan jelas bahwa dia tidak menolak agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.
 
4.      Modal Produksi
Klaim umum materialisme historis Marx adalah bahwa cara orang menyediakan kebutuhan kebutuhan material mereka menentukan atau, secara umum, mengondisikan hubungan hubungan antar mereka, institusi institusi sosial mereka,  dan bahkan ide ide mereka yang lazim. Karena pentingnya cara orang memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka, serta relasi relasi ekonomi yang terjadi, maka hal ini sering disebut sebagai dasar. Sementara relasi-relasi non ekonomi, institusi- institusi sosial yang lain dan ide-ide,disebut sebagai superstruktur.
Di dalam proses produksi sosial yang dilakukanya, manusia memasuki relasi-relasi tertentu yang niscaya dan tidak bergantung pada keinginan mereka. Relasi-relasi produksi ini tergantung pada suatu langkah tertentu dari perkembangan kekuatan-kekuatan produksi material mereka. Totalitas hubungan-hubungan produksi ini membentuk struktur ekonomi masyarakat,yang merupakan fondasi sebenarnya dari suatu superstruktur hukum dan politik yang berhubungan satu berbanding satu dengan bentuk- bentuk kesadaran sosial yang jelas. Pada tahap tertentu dari perkembangan mereka, kekuatan-kekuatan produksi material didalam masyarakat berkonflik dengan relasi relasi produksi yang ada atau, apalagi kalau bukan ekspresi legal dari hal yang sama dengan relasi properti tempat mereka bekerja sebelumnya. Dari bentuk bentuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi ini, relasi -relasi tersebut berubah menjadi kendala-kendala yang mengikat. Kemudian munculah suatu periode revolusi sosial. Ketika fondasi ekonomi mengalami perubahan, keseluruhan superstruktur juga mengalami perubahan yang lebih kurang sama. Kutipan diatas berasal dari kekuatan-kekuatan produksi material. Kekuatan tersebut merupakan alat alat yang aktual, mesin-mesin, pabrik-pabrik, dan lainnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Relasi-relasi produksi merujuk kepada jenis asosiasi atau perkumpulan yang diciptakan manusia satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Teori Marx menyatakan bahwa suatu masyarakat akan cenderung mengadopsi sistem relasi relasi sosial terbaik yang memfasilitasi pekerjaan daan perkembangan kekuatan-kekuatan produktifnya.
 
SUMBER :
Sunarto, kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi
            Universitas Indonesia.
 Ritzer George, Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Cabin Philippe, Jean Francois. 2004. Sosiologi sejarah dan berbagai pemikirannya. Jakarta:
            Kreasi wacana

Sholahul Imani El Azmi 1112051000103_KPI 1D_Tugas ke III

Biografi Singkat Karl Marx

Karl Marx, pelopor utama gagasan "sosialisme ilmiah" dilahirkan tahun 1818 di kota Trier, Jerman, Ayahnya ahli hukum dan di umur tujuh belas tahun Karl masuk Universitas Bonn,juga belajar hukum. Belakangan dia pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar Doktor dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena.
Entah karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia jurnalistik dan sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung di Cologne. Tapi, pandangan politiknya yang radikal menyeretnya ke dalam rupa-rupa kesulitan dan memaksanya pindah ke Paris. Di situlah dia mula pertama bertemu dengan Friederich Engels. Tali persahabatan dan persamaan pandangan politik mengikat kedua orang ini selaku dwi tunggal hingga akhir hayatnya.
Marx tak bisa lama tinggal di Paris dan segera ditendang dari sana dan mesti menjinjing koper pindah ke Brussel. Di kota inilah, tahun 1847 dia pertama kali menerbitkan buah pikirannya yang penting dan besar The poverty of philosophy (Kemiskinan filsafat). Tahun berikutnya bersama bergandeng tangan dengan Friederich Engels mereka menerbitkan Communist Manifesto, buku yang akhirnya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Marx kembali ke Cologne untuk kemudian diusir lagi dari sana hanya selang beberapa bulan. Sehabis terusir sana terusir sini, akhirnya  Marx menyeberang Selat Canal dan menetap di London hingga akhir hayatnya.
Meskipun ada hanya sedikit uang di koceknya berkat pekerjaan jurnalistik, Marx menghabiskan sejumlah besar waktunya di London melakukan penyelidikan dan menulis buku-buku tentang politik dan ekonomi. (Di tahun-tahun itu Marx dan familinya dapat bantuan ongkos hidup dari Friederich Engels kawan karibnya). Jilid pertama Das Kapital, karya ilmiah Marx terpenting terbit di tahun 1867. Tatkala Marx meninggal di tahun 1883, kedua jilid sambungannya belum sepenuhnya rampung. Kedua jilid sambungannya itu disusun dan diterbitkan oIeh Engels berpegang pada catatan-catatan dan n askah yang ditinggalkan Marx.


1. Pertentangan Kelas
Perdebatan tentang kesahihan teori kelas sosial Marx telah banyak menjadi objek bahan literature sejak satu abad ini. Satu demi satu perkembangan kelas-kelas menengah, pem-borjuis-an kaum proletar, mobilitas yang kian meningkat, meledaknya (jumlah) kelas buruh dan kemudian penurunannya telah terkuak sehingga teori Marxis tampak sudah usang.
Sebaliknya, hingga 70-an para sosiolog pengikut Marxisme berusaha menjabarkan struktur kelas-kelas sosial dengan mempertimbangkan transformasi-transformasi yang ada di dalamnya. Kita misalnya, bisa mendukung pendapat bahwa ada sebuah kelas rakyat yang terbentuk dari para buruh dan pekerja yang merupakan 65% dari jumlah seluruh populasi penduduk yang aktif bekerja.
Penulis-penulis lain berusaha memperluas model Marxis. Mereka adalah Ralf Dahrendon atau yang lebih baru adalah Eric O. Wright, salah satu teori Marxisme analitik. Tesis-tesis mereka berusaha menelaah stratifikasi sosial, namun tidak lagi berawal dari oposisi yang radikal antara kedua kelas melainkan sebagai sebuah konfigurasi yang kompleks sebagai tempat eksistensi beragam "kelompok sosial".
Kelompok-kelompok ini tidak hanya didefinisikan lewat posisi ekonominya tetapi juga lewat kekuasaan, prestise dan sebagainya. Mereka bisa saja berupa kelompok-kelompok dengan kepentingan tertentu, menjalin semacam persekutuan atau malah terlibat konflik. Konflik ini bisa jadi merupakan motor penggerak atau malah menjadi rem terhadap perubahan sosial. Ini bisa menyebabkan timbulnya berbagai krisis sosial yang luas. Namun ada sedikit kemungkinan bahwa mulai saat itu konflik-konflik akan terkristalisasi menjadi sebuah proses revolusi.

2. Agama
Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk agama sebagai candu masyarakat, namun berikut adalah kutipan catatan Marx : "Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat." (Marx, 1843/1970)
Marx percaya bahwa, agama seperti halnya ideologi merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.

3. Modal Produksi
Teori Marx menyatakan bahwa suatu masyarakat cenderung mengadopsi sistem relasi-relasi sosial terbaik yang memfasilitasi pekerjaan dan perkembangan kekuatan-kekuatan produktifnya. Oleh karena itu, relasi-relasi produksi bergantung pada wilayah kekuatan-kekuatan material produksi. Kekuatan tersebut adalah alat-alat aktual, mesin-mesin, pabrik-pabrik, dan seterusnya. Dalam Ideologi Jerman (1844-6), Marx dan Engels mengajukan ada empat bentuk moda produksi pokok dalam perjalanan sejarah manusia, yaitu moda kesukuan yang terkait dengan bentuk-bentuk produksi primitif seperti berburu-meramu dan pertanian sederhana, sistem kepemilikan budak Yunani-Romawi Kuno, moda produksi feodal yang merujuk pada tatanan sosial-ekonomi di Perancis dan Inggris sebelum Revolusi Perancis, dan moda produksi kapitalis.

Emile Durkheim_AnnisaRahmahJurnalistik1B_Tugaske2

 
EMILE DURKHEIM
Oleh : Annisa Rahmah
Jurnalistik 1B
 
Emile Durkheim(1858-1917) adalah seorang tokoh sosiologi yang dianggap sebagai  salah satu tokoh utama dalam perkembangan sosiologi sebagai disiplin akademis.
I.                   Fakta sosial
Argumen Durkheim mengenai subjek yang dikonstruksi secara sosial dirumuskan paling jelas dalam The Rules of Sociological Method, di mana ia menandaskan pernyataannya tentang sosiologi sebagai bidang penelitian yang absah dan yang objek studinya berupa "fakta-fakta sosial" yang tak dapat dijelaskan dalam kerangka psikologi individual. "Fakta-fakta sosial," menurutnya, "berada di luar individu" dan "ditopang oleh kekuatan koersif"[1]
Fakta sosial merupakan masalah metodologi yang memperlakukan fenomena sosial sebagai benda (things) dengan konsep sebagai fenomena yang harus dikaji secara empiris tidak secara filsafati.[2]
Terdapat dua jenis paradigm fakta menurut Durkheim :
a.       Dalam bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Contohnya, arsitektur atau norma hokum.
b.      Dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia sendiri hanya muncul dalam kesadaran manusia.
secara garis besarnya fakta social yang menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi terdiri atas dua tipe, struktur sosial dan pranata sosial. [3]
II.                Pembagian kerja
Buku Durkheim pertama, disertasi doktoralnya yang berjudul The Division of Labor in Society, diterbitkan tahun 1893. Dalam buku tersebut ia mengemukakan bukti-bukti sejarah untuk menunjukkan bahwa individualisme, yang oleh para pemikir sosial konservatif dianggap bertanggungjawab atas runtuhnya tatanan sosial, sebenarnya adalah produk sosial juga, yang hanya terdapat pada masyarakat-masyarakat yang kompleks dan berdasarkan pada pembagian kerja.[4] Meningkatnya kepadatan penduduk yang akan meningkatkan pembagain kerja (division of labor), selanjutnya akan meningkatkan kepadatan moral.[5]
III.             Agama
Suatu penjelasan sosial mengenai agama dikembangkan dalam The Elementary Forms of the Religious Life (1915), di mana ia mengutarakan bahwa perasaan terpesona dan takzim yang merupakan respons orang-orang terhadap "yang sakral" sebenarnya adalah ekspresi ketergantungan mutlak mereka terhadap masyarakat.[6] Durkheim memandang agama sebagai fenomena sosial, dan mencari sebab-sebabnya dalam masyarakat sendiri, tidak dalam pengalaman individu-individu. Durkheim juga mencerna perbedaan tajam antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut sosiologis; religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi).[7]
IV.              Anomaly
Emile Durkheim mengklasifikasikan konsekuensi-konsekuensi aktualnya sebagai sesuatu yang "abnormal". Penyebab utama "abnormalitas" salah satunya adalah "anomy" (anomie), tiadanya suatu "bangunan peraturan" yang sesuai dengan situasi-situasi kehidupan ekonomi yang terus berubah, sehingga menelantarkan pasar dalam keadaan tanpa aturan dan membiarkan para pekerja tidak memiliki tujuan social apapun.[8]
Fenomena konsep anomi dalam bentuk penyakit masyarakat adalah Anomi pada pembagian kerja , seperti kasus krisis industry di mana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi[9]. Ide tentang anomie itu diperkenalkan sebagai suatu tandingan tepat atas ide tentang solidaritas social. Sementara solidaritas social adalah suatu bentuk integrasi ideology kolektif, anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak-amanan, "kehampaan norma".[10]
V.                 Fungsionalisme
Fungsionalisme dan Emile Durkheim, sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh comte tidak mengherankan jika hasil – hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :
1.       Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.
2.       Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
3.       Kebutuhan  pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
4.       Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung pelbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya.11
 


[1]  Beilharz , P. 2005.  Teori-Teori Sosial Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[2] Munandar, M. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial. Bandung:PT.  Refika Utama.
[3] Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial.
[4] =1
[5] =2
[6] =1
[7] Narwoko, Dwi dan  Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi : Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana.
[8] =1
[9] =2
[10] Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
11=Soekanto, Soerjono. 2011. Mengenal Tujuh tokoh Sosologi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.v

Cari Blog Ini