Selasa, 25 September 2012

Emile Durkheim_AnnisaRahmahJurnalistik1B_Tugaske2

 
EMILE DURKHEIM
Oleh : Annisa Rahmah
Jurnalistik 1B
 
Emile Durkheim(1858-1917) adalah seorang tokoh sosiologi yang dianggap sebagai  salah satu tokoh utama dalam perkembangan sosiologi sebagai disiplin akademis.
I.                   Fakta sosial
Argumen Durkheim mengenai subjek yang dikonstruksi secara sosial dirumuskan paling jelas dalam The Rules of Sociological Method, di mana ia menandaskan pernyataannya tentang sosiologi sebagai bidang penelitian yang absah dan yang objek studinya berupa "fakta-fakta sosial" yang tak dapat dijelaskan dalam kerangka psikologi individual. "Fakta-fakta sosial," menurutnya, "berada di luar individu" dan "ditopang oleh kekuatan koersif"[1]
Fakta sosial merupakan masalah metodologi yang memperlakukan fenomena sosial sebagai benda (things) dengan konsep sebagai fenomena yang harus dikaji secara empiris tidak secara filsafati.[2]
Terdapat dua jenis paradigm fakta menurut Durkheim :
a.       Dalam bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Contohnya, arsitektur atau norma hokum.
b.      Dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia sendiri hanya muncul dalam kesadaran manusia.
secara garis besarnya fakta social yang menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi terdiri atas dua tipe, struktur sosial dan pranata sosial. [3]
II.                Pembagian kerja
Buku Durkheim pertama, disertasi doktoralnya yang berjudul The Division of Labor in Society, diterbitkan tahun 1893. Dalam buku tersebut ia mengemukakan bukti-bukti sejarah untuk menunjukkan bahwa individualisme, yang oleh para pemikir sosial konservatif dianggap bertanggungjawab atas runtuhnya tatanan sosial, sebenarnya adalah produk sosial juga, yang hanya terdapat pada masyarakat-masyarakat yang kompleks dan berdasarkan pada pembagian kerja.[4] Meningkatnya kepadatan penduduk yang akan meningkatkan pembagain kerja (division of labor), selanjutnya akan meningkatkan kepadatan moral.[5]
III.             Agama
Suatu penjelasan sosial mengenai agama dikembangkan dalam The Elementary Forms of the Religious Life (1915), di mana ia mengutarakan bahwa perasaan terpesona dan takzim yang merupakan respons orang-orang terhadap "yang sakral" sebenarnya adalah ekspresi ketergantungan mutlak mereka terhadap masyarakat.[6] Durkheim memandang agama sebagai fenomena sosial, dan mencari sebab-sebabnya dalam masyarakat sendiri, tidak dalam pengalaman individu-individu. Durkheim juga mencerna perbedaan tajam antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut sosiologis; religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi).[7]
IV.              Anomaly
Emile Durkheim mengklasifikasikan konsekuensi-konsekuensi aktualnya sebagai sesuatu yang "abnormal". Penyebab utama "abnormalitas" salah satunya adalah "anomy" (anomie), tiadanya suatu "bangunan peraturan" yang sesuai dengan situasi-situasi kehidupan ekonomi yang terus berubah, sehingga menelantarkan pasar dalam keadaan tanpa aturan dan membiarkan para pekerja tidak memiliki tujuan social apapun.[8]
Fenomena konsep anomi dalam bentuk penyakit masyarakat adalah Anomi pada pembagian kerja , seperti kasus krisis industry di mana terjadi permusuhan antara buruh dengan pengusaha, sehingga individu terisolasi[9]. Ide tentang anomie itu diperkenalkan sebagai suatu tandingan tepat atas ide tentang solidaritas social. Sementara solidaritas social adalah suatu bentuk integrasi ideology kolektif, anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak-amanan, "kehampaan norma".[10]
V.                 Fungsionalisme
Fungsionalisme dan Emile Durkheim, sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Prancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh comte tidak mengherankan jika hasil – hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Asumsi – asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok – pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :
1.       Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian – bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan kedalam bagian – bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.
2.       Bagian – bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi – fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
3.       Kebutuhan  pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
4.       Setiap sistem mempunyai pokok – pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkan mengandung pelbagai bahaya; namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan itu. Dia menyadari kelemahan analisa teleologis, yakni bahwa berbagai konsekuensi yang terjadi di masa mendatang suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya.11
 


[1]  Beilharz , P. 2005.  Teori-Teori Sosial Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[2] Munandar, M. 2006. Ilmu Sosial Dasar Teori & Konsep Ilmu Sosial. Bandung:PT.  Refika Utama.
[3] Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial.
[4] =1
[5] =2
[6] =1
[7] Narwoko, Dwi dan  Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi : Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana.
[8] =1
[9] =2
[10] Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
11=Soekanto, Soerjono. 2011. Mengenal Tujuh tokoh Sosologi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini