NIM: 1112051000153
Mata Kuliah: Sosiologi Agama
Tugas: 3
1. Pertentangan Kelas
Karl Marx sering menggunakan istilah 'kelas' dalam tulisannya. 'Kelas' bagi Marx, selalu didefinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Individu-individu membentuk kelas sepanjang mereka berada di dalam suatu konflik biasa dengan individu-individu yang lain tentang nilai surplus.
Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konsep ini berbeda-beda baik secara teoritis maupun historis. Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar ada hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk suatu kelas di dalam dirinya. Ketika mereka menyadari konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya.
Marx menemukan dua macam kelas ketika menganalisis kapitalisme. Yaitu borjuis dan proletar. Kelas 'borjuis' merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Konflik antara kelas borjuis dan proletar adalah contoh lain dari kontradiksi material yang sebenarnya. Kontradiksi ini berkembang sampai menjadi kontradiksi antara kerja dan kapitalisme. Kompetisi dengan toko-toko besar dan rantai monopoli akan mematikan bisnis-bisnis kecil dan independen; mekanisme akan menggantikan buruh tangan yang cekatan; dan bahkan beberapa kapitalis akan ditekan melalui cara-cara ampuh untuk memonopoli, misalnya melakukan merger. Semua orang yang digantikan ini akan terpaksa turun menjadi proletariat.
Marx meramalkan suatu situasi di mana masyarakat akan terdiri dari secuil kalangan kapitalis eksploitatif dan kelas proletariat serta "tentara cadangan" industri yang sangat besar. Makin terpusatnya kerja pabrik, memperhebat kemungkinan resistensi yang terorganisasi terhadap kapitalisme. Hubungan internasional pabrik-pabrik dan pasar menganjurkan para pekerja untuk menyadari lebih dari sekedar kepentingan lokal mereka. Ini yang akan membawa revolusi.
2. Agama sebagai Candu
Marx juga melihat agama sebagai ideologi. Dia merujuk kepada agama sebagai candu masyarakat. Berikut adalah catatan Marx:
"Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat." (Marx, 1843/1970)
Marx percaya bahwa agama seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Marx menyatakan bahwa dia tidak menolak agama, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi agama.
3. Ideologi
Perubahan penting untuk perkembangan kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan tetapi juga oleh relasi-relasi pendukung, institusi-institusi, dan khususnya, ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberikan nama khusus: 'ideologi'.
Marx menggunakan kata tersebut untuk menunjukan bentuk ide-ide yang berhubungan. Pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara ilmiah muncul setiap saat di dalam kapitalisme, akan tetapi, karena hakikat kapitalisme mereflesikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini dia menggunakan metafora kamera obscura, yang mengunakan optik quirk untuk menunjukan bayang-bayang nyata yang nampak terbalik. Inilah tipe ideologi yang dipresentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberikan nilai kepada uang tersebut, akan tetapi yang sering terlihat adalah bahwa uanglah yang memberi kita nilai. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita harus memperlakukan uang seolah olah memiliki nilai sendiri.
Tipe ideologi ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontrakdisi-kontrakdisi material yang mendasarinya. Nilai manusia tidak benar-benar tergantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kontradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang kita sering menjadi sadar akan kontradiksi-kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Disini Marx menggunakan istilah ideologi untuk menunjukan kepada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka menggunaka salah satu dari tiga cara berikut; 1) mereka menghadirkan suatu sistem ide yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren. 2) mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personel atau keanehan – keanehan individual, atau 3) mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu suatu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan sosial.
Kebebasan, Persamaan, dan Ideologi. Menurut Marx, ide ide kita tentang kebebasan dan persaman muncul dari kapitalisme. Kebanyakan masyarakat akan menganggap ide bahwa semua orang secara esensial sama sebagai sesuatu yang absurd. Bagi kebanyakan kebudayaan sepanjang sejarah, perbudakan tampak sebagai suatu yang alamiyah. Sekarang, dibawah kapitalisme, kita mempercayai hal sebaliknya. Ketidaksmaan itu absurd dan perbudakan itu buknlah suatu yang alamiyah. Marx berfikir bahwa perubahan dalam ide-ide kita ini bisa ditelusuri jejaknya dalam praktik-praktik kapitalisme. Tindakan pertukaran yang merupakan dasar kapitalisme mengandalkan persamaan manusia yang melakukan pertukaran, sebagaimana dia juga mengendalikan adanya persamaan komoditas-komoditas yang dipertukarkan. Perbedaan-perbedaan kualitatif nilai guna komoditas itu tertutupi oleh nilai tukarnya. Dengan kata lain, apel dan jeruk dibuat sama dengan mereduksinya menjadi sekadar nilai moneter masing masing.
Marx menyimpulkan bahwa "persamaan dan kebebasan tidak hanya berhubungan di dalam pertukaran yang didasarkan pada nilai tukar, melainkan pertukaran nilai tukar merupakan dasar produktif sebenarnya dari semua persamaan dan kebebasan. Meskipun demikian, Marx percaya bahwa praktik-praktik kapitalis justru terjadi di dalam pandangan tentangkebebasan yang terbalik. Kelihatanya kita memang bebas, akan tetapi pada knyataannya, modalah yang bebas dan kita diperbudak.
Bagi Marx, kebebasan berarti kemampuan untuk mengontrol kerja kita sendiri dan produk-produknya. Walaupun individu-individu di bawah kapitalisme tampak bebas, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidak bebas. Kita bisa melihat bahwa level pertama ideologi kbebasan dan persamaan yang sebenarnya. Kapitalah yang dengan bebas dan sejajar dipertukarkan, kapitalah yang diterima tanpa pransangka, kapitalah yang mampu melakukan apa yang di inginkanya, bukan kita. Sebagaimana kita catat diatas, tipe pertama ideologi ini dengan mudah dikacaukan, dan kesadaran kita tentang kekacauan ini membawa kapitalisme ke fase selanjutnya.
Marx percaya bahwa sistem kapitalis tidak setara secara inheren. Para kapitalis secara otomatis memperoleh keuntungan berlebih dari sistem kapitalis, sementara para pekerja otomatis dirugikan.di bawah kapitalisme, orang-orang yang memiliki alat-alat produksi, yang memiliki modal, membuat uang dari uang mereka.
Aturan kapitalisme direflesikan di dalam ungkapan umum bahwa orang kaya akan bertambah kaya dan orang miskin akan bertambah miskin. Peningkatan ketidaksetaraan akan membentuk sitem kapitalisme. Di dalam contoh ini kita tidak hanya melihat dua tipe ideologi, akan tetapi juga contoh lain tentang bagaimana Marx memandang bahwa kapitalisme adalah sesuatu yang baik. Ide-ide kebebasan dan kesetaraan muncul dari kapitalisme itu sendiri, dan ide-ide inilah yang membawa kita kepada pembubaran kapitalisme, menjadi komunisme.
4. Moda Produksi
Klaim umum materialisme historis Marx adalah bahwa cara orang menyediakan kebutuhan kebutuhan material mereka menentukan atau, secara umum, mengondisikan hubungan hubungan antar mereka, institusi institusi sosial mereka, dan bahkan ide ide mereka yang lazim. Karena pentingnya cara orang memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka, serta relasi-relasi ekonomi yang terjadi, maka hal ini sering disebut sebagai dasar. Sementara relasi–relasi nonekonomi, institusi–institusi sosial yang lain dan ide-ide, disebut sebagai superstruktur.
Di dalam proses produksi sosial yang dilakukanya, manusia memasuki relasi-relasi tertentu yang niscaya dan tidak bergantung pada keinginan mereka. Relasi-relasi produksi ini tergantung pada suatu langkah tertentu dari perkembangan kekuatan-kekuatan produksi material mereka. Totalitas hubungan-hubungan produksi ini membentuk struktur ekonomi masyarakat, yang merupakan fondasi sebenarnya dari suatu superstruktur hukum dan politik yang berhubungan satu banding satu dengan bentuk–bentuk kesadaran sosial yang jelas. Pada tahap tertentu dari perkembangan mereka, kekuatan-kekuatan produksi material didalam masyarakat berkonflik dengan relasi-relasi produksi yang ada, apalagi kalau bukan ekspresi legal dari hal yang sama dengan relasi properti tempat mereka bekerja sebelumnya. Dari bentuk-bentuk perkembangan kekuatan–kekuatan produksi ini, relasi–relasi tersebut berubah menjadi kendala-kendala yang mengikat. Kemudian munculah suatu periode revolusi sosial. Ketika fondasi ekonomi mengalami perubahan, keseluruhan superstruktur juga mengalami perubahan yang lebih kurang sama.
Sumber: Teori Sosiologi Modern, George Ritzer & Douglas J. Goodman (Jakarta: Kencana)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar