Selasa, 16 Juni 2015

Fauzia Nurul Khotimah & Vikron Fahreza_UAS Budaya Pesantren_PMI 4

ANTROPLOGI BUDAYA

( Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas UAS Semester Genap Mata kuliah Sosiologi Metodelogi Antroplogi )

 

Dosen : Dr. Tantan Hermansyah M.Si.

 

FauziaNurulKhotimah ( 1113054000007 )

Vikron Fahreza           (1113054000025)

 

 

 

JURUSAN  PENGEMBANGAN  MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

2015

 

1.             Sejarah Kelahiran Pesantren

Kemegahan dan kebesaran Daar el-Qolam yang kita saksikan saat ini tak lepas dari sentuhan H. Qashad Mansyur. Melalui gagasan-gagasannya berdirilah Daar el-Qolam sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki misi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Putra dari pasangan Bapak H. Markai dan Hj. Sujinah memulai pendidikannya di Jamiyyatul Khair Tanah Abang dan sebuah pesantren di Caringin Pandeglang. Masa mudanya turut aktif dalam dunia politik lewat Masyumi, sebuah partai di bawah kepemimpinan H. Natsir yang sangat berpengaruh pada era orde lama.

Menikah dengan Hj. Hindun asal Pandeglang, beliau dikaruniai 12 orang anak 7 putra dan 5 putri. Sosok ayah yang pendiam namun memiliki ketegasan. "Lewat sifatnya tersebut banyak orang yang justru menyeganinya, bukan takut padanya" tutur Hj. Enah Huwaenah putrinya yang keenam.

Potret Hj. Hindun Masthufah

Pada tahun 1939 beliau mendirikan Madrasah Masyariqul Anwar (MMA) bersama beberapa tokoh masyarakat sekitar Gintung. Antusias yang besar untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang telah dirintisnya, maka ia memutuskan putra pertamanya untuk menimba ilmu di Pesantren Gontor, agar kelak dapat mendirikan lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Saat menunggu pendidikan putra pertamanya selesai, beliau mendapat tanah wakaf dari Hj. Pengki, sebelumnya beliau ditawarkan tanah sawah atau daratan, ia memilih daratan.

Keinginan yang menggebu-gebu untuk mendirikan pesantren semakin mengusik hatinya, pada saat ia berkunjung ke Gontor melihat para santri turun dari masjid usai menunaikan shalat.

Setelah Rifa'i Arief menyelesaikan pendidikan dan pengabdiannya pada tahun 1967, H. Qashad Mansyur segera merealisasikan gagasannya yang selama itu terpendam. Sebuah dapur tua dijadikannya tempat belajar santri yang kala itu berjumlah 22 orang. Tantangan dan hambatan banyak dihadapi bersama putranya, tetapi dilaluinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan hati.

Kiai yang tidak bisa menulis dan membaca huruf latin, namun menguasai bahasa Arab Melayu dipanggil Yang Kuasa pada tahun 1976 di kediamannya dan dimakamkan di Kampung Songgom, Cikande, Serang, Banten. Beliau meninggal setelah keinginan luhurnya terwujud. Untuk mengabadikan jasa dan perjuangannya dinamakan salah satu ruang belajar berlantai tiga dengan namanya, Al-Manshur.

A.    Keadaan Masyarakat

Disadari atau tidak banyak sekali impact antara warga dan keluarga maupun santri dari pondok itu sendiri. Berawal mula ekonomi yang diperoleh dari warga hanya sebagian besar buruh petani yang berpenghasilan kurang dari cukup karena daerah yang berada di kawasan Banten dan cenderung mengalami kemarau sering mengalami pancaroba. Makadariitu, berkat hadir dan didirikannya Pondok Pesantren di tengah lingkungan masyarakat Desa Gintung Kec.Jayanti sangat membantu warga masyarakat mulai dari sektor ekonomi bahkan pendidikan.

 Dalam segi perekonomiannya warga sangat terbantu dan terlebih pondok pesantren sering mengadakan penyuluhan di sekitar masyarakat dan disini sangat memperhatikan kepada lansia. Semakin banyaknya santri yang menetap di Pondok Pesantren dan berasal dari berbagai daerah bahkan sampai dari luar negeri. Itu menyebabkan warga dilingkungan Desa Jayanti menjadi tumbuh tingkat perekonomiannya. Itu dibuktikan dengan banyaknya warung bensin eceran, warung makan, toko kelontongan. Yaitu dilakukan demi menunjang kebutuhan para santri ataupun pengelola pondok pesantren tersebut. Karena jarak tempuh untuk memasuki pondok pesantren terlampau jauh mengakibatkan pengelola pondok menjadi ketergantungan dengan usaha warga karena lebih efisien dan terjangkau harganya.

Dari segi pendidikan pihak maupun pengelola pesantren memberikan beasiswa kepada warga disekitar pondok pesantren tersebut bisa bersekolah dan tinggal didalam pondok pesantren meliputi persyaratan yang diberikan dari pihak pondok tersebut. Dan terlebih lagi jika sudah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren tersebut santri yang berasal dari lingkungan pondok pesantren diperbolehkan untuk tinggal kembali. Namun, disini bukan sebagai santri melainkan menjadi pengajar di pondok pesantren. Tidak hanya ilmu umum yang dibekali oleh pondok pesantren namun agama yang sangat kental serta kedisiplinan yang sudah diterapkan pondok kepada santriwan dan santriwati membuat pola pikir santri menjadi lebih maju dan berkembang.

B.     Modal Awal

Modal merupakan suatu hal yang cukup penting di dalam menghidupkan atau memulai suatu usaha bahkan Pondok Pesantren Daar El-Qolam yang semasa dulunya terlihat sangat sederhana tetap membutuhkan modal yang cukup besar di dalam awal pembangunannya. Pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan bagaimana Pondok Pesantren ini mendapatkan modal hingga kini pesantren tersebut menjadi sebuah pesantren yang sangat megah dengan berbagai fasilitas yang memadai.

Pondok Pesantren Daar El-Qolam yang sangat besar hingga megah seperti sekarang ini. Di dalam pembangunannya tidak lepas dari peranan seorang kyai yang bernama yaitu K.H Imam Zarkasyi. Ahmad Rifa'I juga sangat mengagumi seorang tokoh kyai pada masa itu. Dia bernama K.H Muhammad Natsir. Seorang yang sudah tidak asing lagi terutama dalam dunia poitik, beliau pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia setelah apa yang dipimpinnya (masyumi) memenangkan pemilu pada tahun 1955 M.

Pada akhir hayatnya beliau meninggalkan dunia politik dan menfokuskan pendidikan islam. K.H Muhammad Natsir juga mengasuh pondok pesantren, disamping itu beliau mengetuai organisasi pondok pesantren yang bernama Rabithah Maretahid Al-Islamiyah (RMI). Melalui organisasi inilah para kyai dari pondok pesantren saling berbagi pengalaman dan bertukar wawasan.

Rifa 'i sendiri sering datang dan meminta nasehat untuk perjuangannya kepada K.H Muhammad Natsir. Melihat kesungguhan K.H Ahmad Rifa'I dalam mengelola pondok pesantren, K.H Muhammad Natsir saat itu melalui RMI membantu Rifa'I untuk mendapatkan bantuan dari kerajaan Saudi Arabia. Melalui tangan beliau lah Pada Tahun 1983 Pondok Pesantren Daar El-Qolam yang diasuh oleh Rifa'I mendapat bantuan sebesar Rp. 64.000.000

Pada masa itu nominal uang sebesar itu sudah bisa membantu untuk menambah beberapa fasilitas pondok dan sarana lainnya. Bantuan dana tersebut  digunakan untuk membangun asrama putri yang setelah selesai pembinaannya dinamakan dengan "Gedung Saudi". Setelah itu semakin tampak jelas perkembangan pondok yang mayoritas berwarna hijau itu. Santri-santri berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia tidak hanya sebatas pulau jawa tapi dari Sumatera seperti Lampung,Palembang,Aceh,Padang, dan lain lainnya. Selain mereka ada juga santri yang berasal dari berbagai negara tetangga seperti Malaysia,Singapore, Thailand,dan Brunei Darussalam.

C.    Respon Masyarakat

Masyarakat Banten pada waktu itu adalah merupakan salah satu potret masyarakat yang sangat kental dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Kebanyakan dari mereka meskipun beragama islam akan tetapi kepercayaan mengenai hal-hal mistis begitu erat dan sangat sulit dipisahkan dari kesehariam hidup mereka. Akan tetapi spertinya hal itu tidak berlaku bagi keluarga H. Qasad Mansyur, beliau merupakan salah satu keluarga yang sudah sangat taat dalam menjalankan segala apa yang diperintahkan oleh agamanya dan menjauhi segala yang dilarang, dan agama yang dianut itu ialah islam. Oleh karena keistiqomahannya itulah beliau ingin membangun sebuah pesantren dengan basis agama yang kuat.

Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mensyiarkan agama Allah dan melanjutkan ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh para nabi dan rasul terdahulu, dan Alhamdulillah-nya seluruh yang dilakukan oleh beliau dapat diterima dengan baik oleh masyarakat disekitar sana. Walaupun tidak semua masyarakat disana menerima dengan baik dakwah yang dilakukan oleh H.Qasad Mansyur tetap dilakukan, dan usaha yang keras dari beliau akhirnya berbuah hasil yang manis, Pondok pesantren Daar El-Qolam lambat laun dikenal dan mulai diperhitungkan keberadaannya tidak saja oleh masyarakat yang tinggal disekitar daerah Gintung itu sendiri, akan tetapi kebesaran dan kemegahannya itu sudah dikenal hingga keseluruh pelosok Indonesia dan hingga kini pun santri dari pondok pesantren Daar El-Qolam sudah mencapai angka 10.000 lebih, itu semua merupakan hasil dari kerja keras dan usaha yang pantang menyerah dari Almarhum H.Qasad Mansyur sang empunya pondok pesantren yang sangat ideentik dengan warna hijau itu.

2.      Kelembagaan pesantren

a.           Struktur pesantren

 

 

 

PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM

PROGRAM EXCELLENT CLASS

           

 

            B. PROSES KBM

Kegiatan Rutinitas

Santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam selama 24 jam wajib menetap di dalam komplek Pondok Pesantren. Semuanya wajib mengikuti rangkaian disiplin pesantren yang telah ditentukan, dengan pola hidup yang sangat berdisiplin dan terpola secara sistemik diharapkan seluruh santri dapat mengatur pola hidupnya.Hal ini senafas dengan salah satu poinpanca jiwa pesantren yaitu jiwa kemandirian (berdikari).

Pondok Pesantren Daar el-Qolam dengan potensi lingkungan edukatif yang dimiliki berusaha terus menciptakan atmosfir akademik yang kondusif dengan melakukan dinamisasi terhada seluruh lini kehidupan pesantren secara sinergis dan berkesinambungan, sehingga kehidupan para santri terpola secara sistemik, dan pada akhirnya tujuan paripurna dari idealisme luhur pendidikan Pondok Pesantren Daar el-Qolam pun dapat terwujud.

Aktivitas Harian

  • 04.00 – 05.00 : Bangun pagi, shalat subuh berjamaah.
  • 05.00 – 06.00 : Pendalaman bahasa Arab/Inggris.
    Pengkajian kitab salaf (khusus santri tingkat Aliyah/SMA)
  • 06.00 – 06.45: Mandi, sarapan pagi, persiapan belajar formal.
  • 07.00 – 08.30: Belajar Formal, Pelajaran Jam 1 dan 2.
  • 08.30 – 09.00: Istirahat.
  • 09.00 – 10.30: Belajar Formal, Pelajaran Jam 3 dan 4.
  • 10.30 – 10.45: Istirahat.
  • 10.45 – 12.15: Belajar Formal, Pelajaran Jam 5 dan 6.
  • 12.15 – 14.00: Sholat Zhuhur berjamaah, makan siang.
  • 14.00 – 15.45: Belajar Formal, Pelajaran Jam 7.
  • 15.45 – 17.00: Shalat Ashar berjamaah.
  • 17.00 – 17.30: Makan sore.
  • 17.30 – 18.30: Sholat Mahgrib berjamaah, pengajian al-Qur'an terpimpin oleh guru masing-masing.
  • 19.00 – 20.00: Shalat Isya berjamaah.
  • 20.00 – 22.00: Belajar bersama wali kelas.
  • 22.00 – 04.00: Istirahat
  • Pada hari Jum'at, santri tidak belajar secara formal

Aktivitas Mingguan

  • Sabtu pagi, pukul 06.30 – Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih
  • Kamis siang, pukul 14.00 – Kegiatan kokurikuler kepramukaan dan keputrian
  • Kamis malam, pukul 20.00 s.d 22.00 – Kegiatan kokurikuler Muhâdharah (public speaking) dalam bahasa Indonesia

Aktivitas Bulanan

  • Kumpul dengan Pimpinan Pesantren

Aktivitas Tahunan

  • Bulan Juli/Agustus – Khutbatu-l-`Arsy, untuk menyambut kedatangan Santri Baru
  • 20 Januari – Peringatan Mîlâd Pondok Pesantren Daar el-Qolam

Aktivitas Tentatif

  • Peringatan Hari Besar Islam Maulid Nabi Besar Muhammad S.A.W., setiap 12 Rabi'ul Awwal
  • Peringatan Hari Besar Islam Idul Adha, setiap 10 Dzulhijjah
  • Peringatan Hari Besar Islam Isra Mi'raj, setiap 27 Rajab
  • Peringatan Hari Besar Islam Tahun Baru Hijriyah, setiap 1 Muharram

·         Jalur Pendidikan               

Sistem akademi di Pondok Pesantren Daar el-Qolam mengacu terbagi atas dua jalur, yakni Jalur Ajar dan Jalur Asuh.

  1. Jalur ajar (atau Jalur Pengajaran) merujuk pada jalur pendidikan yang memfokuskan pada kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan tingkat dan kualitas intelektual santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam.
  2. Jalur Asuh (atau Jalur Pengasuhan) menitikberatkan pada pengawasan kehidupan santri di lingkungan asrama selama 24-jam. Agenda dan program yang disediakan oleh Pondok Pesantren Daar el-Qolam ditujukan untuk mengadakan perwalian dan pengasuhan terhadap santri dalam berbagai aspek, mulai dari aspek etika (akhlaqul karimah), aspek kepribadian (personalitas), sikap, dan juga kelakuan.

·         Pengajaran

Kurikulum

Pondok Pesantren Daar El-Qolam menyelenggarakan kurikulum yang memadukan Bidang Studi Umum (Kurikulum yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama), Bidang Studi Agama (Kurikulum Pesantren) dalam satu sistem yang terpadu. Kurikulum yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Daar El-Qolam terbagi atas :

a.      Kurikulum Intrakulikuler

b.      Kurikulum Ko-kurikuler

c.       Kurikulum Ekstrakulikuler

Aktualisasi kegiatan yang dikembangkan pada aspek pengajaran, dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatanIntrakurikuler dan Ekstrakurikuler. Kedua pola kegiatan tersebut, dilakukan secara terprogram dan dipandu langsung oleh tenaga pengajar yang secara 24 jam tinggal dilingkungan pesantren.

Kegiatan intrakurikuler adalah proses belajar-mengajar yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk in-class session program. Secara umum, muatan materi yang diberikan adalah materi pelajaran yang mengkolaborasikan antara kurikulum pesantren, kurikulum Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional.Dengan masa pendidikan 6 tahun untuk lulusan Sekolah Dasar atau yang sederajat dan 3 tahun untuk lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang sederajat. Pada jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, terdapat beberapa pilhan in-class session program yaitu:

  1. Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jurusan IPS dan IPA;
  2. Madrasah Aliyah dengan jurusan IPS dan IPA;
  3. Madrasah Tsanawiyyah;
  4. Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kegiatan Ekstrakurikuler adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dalam bentuk off-class session. Kegiatan ini berupaya untuk menyalurkan dan mengembangkan minat dan bakat santri dalam berbagai bidang. Sejumlah kegiatan ekstrakurikuler antara lain meliputi pengembangan keterampilan, kepramukaan, seni dan olahraga.

·         Pengasuhan

Agenda dan program yang diberikan kepada santri pada aspek pengasuhan dimaksudkan untuk memberikan pembinaan dan pengembangan kepada santri dari aspek afektif (etika) dan psikomotorik (daya dorong untuk maju dan berkembang melalui bakat dan kemampuan santri masing-masing). Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk-bentuk:

3.      Impact terhadap masyarakat (timbal balik)

 

A.     Pendidikan

Dari segi pendidikan pihak maupun pengelola pesantren memberikan pendidikan gratis atau beasiswa kepada warga disekitar pondok pesantren tersebut bisa bersekolah dan tinggal didalam pondok pesantren meliputi persyaratan yang diberikan dari pihak pondok tersebut. Salah satu diantaranya meliputi hafalan do'a sehari-hari, rukun sholat, membaca kitab suci Al-Qur'an, menghafal Juz 30 (surat pendek) dan terlebih lagi jika sudah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren tersebut santri yang berasal dari lingkungan pondok pesantren diperbolehkan untuk tinggal kembali.

 Namun, disini bukan sebagai santri melainkan menjadi pengajar di pondok pesantren. Tidak hanya ilmu umum yang dibekali oleh pondok pesantren namun agama yang sangat kental serta kedisiplinan yang sudah diterapkan pondok kepada santriwan dan santriwati membuat pola pikir santri menjadi lebih maju dan berkembang.

B.     Ekonomi

Disadari atau tidak banyak sekali impact antara warga dan keluarga maupun santri dari pondok itu sendiri. Berawal mula ekonomi yang diperoleh dari warga hanya sebagian besar buruh petani yang berpenghasilan kurang dari cukup karena daerah yang berada di kawasan Banten dan cenderung mengalami kemarau sering mengalami pancaroba. Makadari itu, berkat hadir dan didirikannya Pondok Pesantren di tengah lingkungan masyarakat Desa Gintung Kec.Jayanti sangat membantu warga masyarakat mulai dari sektor ekonomi bahkan pendidikan.

 Dalam segi perekonomiannya warga sangat terbantu dan terlebih pondok pesantren sering mengadakan penyuluhan di sekitar masyarakat dan disini sangat memperhatikan kepada lansia. Semakin banyaknya santri yang menetap di Pondok Pesantren dan berasal dari berbagai daerah bahkan sampai dari luar negeri. Itu menyebabkan warga dilingkungan Desa Jayanti menjadi tumbuh tingkat perekonomiannya. Itu dibuktikan dengan banyaknya warung bensin eceran, warung makan, toko kelontongan. Yaitu dilakukan demi menunjang kebutuhan para santri ataupun pengelola pondok pesantren tersebut. Karena jarak tempuh untuk memasuki pondok pesantren terlampau jauh mengakibatkan pengelola pondok menjadi ketergantungan dengan usaha warga karena lebih efisien dan terjangkau harganya.

C.     Sosial

Untuk bidang sosial seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa hubungan antara warga sekitar dengan pengurus pondok sangatlah baik, bisa dibilang bahwa pesantren itulah yang mendongkrak daerah tersebut yang semula sangat pelosok dan tidak terjamah oleh kebanyakan orang.

Semenjak pondok darqo dibangun maka hiduplah daerah tersebut bersama dengan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Bahkan warga-warga yang terdapat disekitar sana sangat diberikan santunan melalui acara-acara bakti sosial yang dilakukan langsung oleh pihak pesantren, kegiatan sangat diapresiasi oleh masyarakat sekitar, sebab dengan adanya kegiatan itu selain mereka dibantu secara materi, hubungan kekeluargaan antara pihak pesantren dengan warga sekitar semakin hangat dan dekat, sehingga tidak ada lagi jarak antara kedua golongan dari dua latar belakang yang berbeda itu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4.      PROFIL TOKOH

Biografi pendiri (H. Qasad Mansyur)

H. Qasad Mansyur

Kemegahan dan kebesaran Daar el-Qolam yang kita saksikan saat ini tak lepas dari sentuhan H. Qashad Mansyur. Melalui gagasan-gagasannya berdirilah Daar el-Qolam sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki misi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Putra dari pasangan Bapak H. Markai dan Hj. Sujinah memulai pendidikannya di Jamiyyatul Khair Tanah Abang dan sebuah pesantren di Caringin Pandeglang. Masa mudanya turut aktif dalam dunia politik lewat Masyumi, sebuah partai di bawah kepemimpinan H. Natsir yang sangat berpengaruh pada era orde lama.

Menikah dengan Hj. Hindun asal Pandeglang, beliau dikaruniai 12 orang anak 7 putra dan 5 putri.Sosok ayah yang pendiam namun memiliki ketegasan."Lewat sifatnya tersebut banyak orang yang justru menyeganinya, bukan takut padanya" tutur Hj. Enah Huwaenah putrinya yang keenam.

Pada tahun 1939 beliau mendirikan Madrasah Masyariqul Anwar (MMA) bersama beberapa tokoh masyarakat sekitar Gintung. Antusias yang besar untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang telah dirintisnya, maka ia memutuskan putra pertamanya untuk menimba ilmu di Pesantren Gontor, agar kelak dapat mendirikan lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Saat menunggu pendidikan putra pertamanya selesai, beliau mendapat tanah wakaf dari Hj. Pengki, sebelumnya beliau ditawarkan tanah sawah atau daratan, ia memilih daratan.

Keinginan yang menggebu-gebu untuk mendirikan pesantren semakin mengusik hatinya, pada saat ia berkunjung ke Gontor melihat para santri turun dari masjid usai menunaikan shalat.Setelah Rifa'i Arief menyelesaikan pendidikan dan pengabdiannya pada tahun 1967, H. Qashad Mansyur segera merealisasikan gagasannya yang selama itu terpendam. Sebuah dapur tua dijadikannya tempat belajar santri yang kala itu berjumlah 22 orang.Tantangan dan hambatan banyak dihadapi bersama putranya, tetapi dilaluinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan hati.

Kyai yang tidak bisa menulis dan membaca huruf latin, namun menguasai bahasa Arab Melayu dipanggil Yang Kuasa pada tahun 1976 di kediamannya dan dimakamkan di Kampung Songgom, Cikande, Serang, Banten. Beliau meninggal setelah keinginan luhurnya terwujud.Untuk mengabadikan jasa dan perjuangannya dinamakan salah satu ruang belajar berlantai tiga dengan namanya, Al-Manshur.          

K.H. Ahmad Rifa'i Arief (lahir 30 Desember 1942 – meninggal 16 Juni 1997 pada umur 54 tahun) adalah seorang kiai perintis dan pendiri Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/Sekolah Tinggi Agama Islam (STIE/STAI) La Tansa Mashiro. Ia wafat pada usia yang belum terlampau tua akibat serangan jantung.

Masa kecil

Ahmad Rifai Arief adalah putra sulung dari H. Qasad Mansyur bin Markai Mansyur dan Hj. Hindun Masthufah binti Rubama. Ayahnya merupakan seorang guru agama pada "Madrasah Ibtidaiyah Masyariqul Anwar", yang terletak di kampung Pasir Gintung, Balaraja (sekarang Jayanti), Tangerang.Oleh sebab itulah Rifa'i dibesarkan dalam lingkungan yang taat dan sarat dengan nilai-nilai agama.

Sejak kecil, kedua orangtuanya memanggil Rifa'i dengan panggilan kesayangan yaitu "Lilip".Kelak sampai beliau dewasa, orang-orang di kampungnya lebih mengenal dan memanggilnya demikian. Ia memiliki 3 orang adik laki-laki serta 4 orang adik perempuan..

Perjalanan pendidikan

Perjalanan pendidikan Rifa'i dimulai dengan pendidikan peringkat dasar yang disebut "Sekolah Rakyat (SR)" di kampung Sumur Bandung, Balaraja (sekarang Jayanti), Tangerang.Di sekolah tersebut Rifa'i hanya belajar 3 tahun saja, sebab ayahnya memindahkan pendidikannya ke "Madrasah Masyariqul Anwar" di Caringin, yang juga merupakan tempat ayahnya belajar.Alasan ayahnya agar Rifa'i lebih banyak memperoleh pengetahuan agama, selain itu juga agar anaknya dapat belajar mengaji al-Quran kepada K.H. Syihabudin Makmun yang masih saudara ayahnya.

Setelah tamat pada Madrasah Masyariqul Anwar pada tahun 1958, menurut K.H. Ahmad Syahiduddin, adik kandung Rifa'i, ayahnya menghendaki Rifa'i belajar pada institusi pendidikan Islam yang bercorak modern. Di Banten, sebenarnya banyak berdiri pondok-pondok pesantren, tetapi pondok-pondok tersebut menganut sistem pondok pesantren tradisional. Oleh sebab itu Qasad Mansyur memilih "Pondok Modern Darussalam Gontor", Ponorogo, Jawa Timur.

Setelah lebih kurang 2 tahun mengabdi di almamaternya.Rifa'i melanjutkan pengajiannya di pondok-pondok tradisional di Jawa Timur. Namun tidak ada sumber yang pasti tentang di pondok mana dan berapa lama ia tinggal di sana. Keputusannya untuk keluar dari Gontor dan menyambung pengajiannya berteraskan kepada keinginan ayahnya agar kelak ia membina insitusi pendidikan yang lebih tinggi dari yang telah dibangun oleh ayahnya. Selain itu, Gontor memang tidak mengajarkan santri-santrinya kitab-kitab klasik seperti yang diajarkan di pondok-pondok tradisional.Gontor lebih menekankan kepada penguasaan bahasa asing baik Bahasa Arab ataupun Bahasa Inggris.Selain itu, dalam tradisi masyarakat Banten, sudah merupakan perkara biasa jika seorang santri yang telah menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren mampu menguasai kitab-kitab klasik baik dalam bidang fiqih, aqidah ataupun tata bahasa Arab.Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab mengapa Rifa'i mendalami kitab-kitab klasik itu.

Setelah kembali dari pondok tempat ia belajar kitab klasik/salafi, Rifa'i tidak langsung mendirikian pondok pesantren seperti yang diinginkan ayahnya. Menurut penuturan keluarganya baik istri ataupun adik-adiknya, Rifa'i menyambung pelajaran pada "Akademi Bahasa Asing" (ABA) di Bandung. Namun, tidak jelas berapa lama beliau di Bandung juga bahasa asing apa yang ia pelajari.

ANALISIS TENTANG BUDAYA PESANTREN

Budaya pesantren menurut Koentjoroningrat berasal dari kata budhi dan daya yang berarti budi atau akal, dengan demikian budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Selain itu menurut Koentjoroningrat budaya ini sifatnya masih sangat luas karena budaya sangat erat kaitannya akal/daya fikir manusia.

Menurut Manfred Ziemek pesantren berasal dari kata pesantriayang berarti tempat para santri/murid menimba ilmu agama (agama islam). Pesantren adalah sebuah tempat yang memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dimilik oleh kawasan lain, oleh karena itu tidak berlebihan bila Almarhum K.H. Abdurahmah Wahid mengatakan bahwa pesantren adalah sebuah tempat yang memiliki sub-kultur tersendiri, adapun unsur-unsur yang menjadikan pesantren itu menjadi tempat yang khas ialah, kiai.masjid, santri dan pondok, serta pengajaran kitab-kitab klasik.

Secara garis besar pesantren dibedakan menjadi 3, ada pesantren salafiyah (tradisional), khalafiyah (modern), serta terpadu. Bila pada pesantren salaf santri hanya diajarkan kitabkitab klasik karangan ulama terdahulu tanpa mengimbanginya dengan ilmu pengetahuan umum, sebaliknya pesantren khalafiyah memadukan antara keduanya sehingga tercipta keseimbangan antara ilmu agama dan imu oengetahuan umum.

Bila dilihat berdasarkan garis besar pembgian pesantren, maka pesantren Daar El-Qolam termasuk kedalam kategori pesantren khalafiyah atau pondok pesantren modern, ia menggabungkan antara kedua ilmu itu yaitu ilmu agama dan imu pengetahuan umum, dengan demikian diharapkan pondok pesantren yang terletak diwilayah Tangerang itu dapat menciptakan generasi-generasi muslim yang kiuat di ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.[1]

 

Kesimpulan

Pesantren adalah sebuah tempat yang menjadi primadona bagi para orang tua pada zaman sekarang, mengapa demikian. Sebab pesantren menawarka sebuah keseimbangan yang rasanya sangat ideal, didalamnya sang santru diajarkan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, sehingga lulusan dri ponpes-ponpes di Indonesia biasanya memiliki sebuah keahlian yang tidak dimiliki oleh lulusan sekolah menengah sederajat. Apa itu.itu adalah ilmu agama yang banyak serta kemampuan berbahasa Arab yang cukup baik. Oleh karena itulah pesantren menjadi idaman bagi para orang tua untuk menyekolahkan anaknya disana. Dengan harapan setelah lulus dari sana si anak dapat menjadi generasi yang mengerti akan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.

Akan tetapi semakin zaman maju pemikiran orang tentang pesantren agak bergeser sedikit, apalagi setelah kasus ISIS merebak, pandngan orang tentang pesantren cenderung negative dan memandang bahwa pesantren merupakan wadah untuk para teroris nerkembang biak di Indonesia ini, hal itu tentunya sangat tidak bemar, sebenarnya pesantren merupakan sebuah sistem pendidikan yang sangat baik, sebab didalamnya memadukan antara kurikulum pendidikan nasional dengan muatan agama yang cukup banyak, sistem ini tidak akan pernah kita temukan di negara lain selain Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

M. Syaifuddien Zuhri, Budaya Pesantren dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf. UIN Sunan Kalijaga. Hlm.170

 

 



[1] M. Syaifuddien Zuhri, Budaya Pesantren dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf. UIN Sunan Kalijaga. Hlm.170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini