A. Pengertian Budaya Pesantren
Secara etimologis, Koentjaraningrat menyatakan bahwa kata budaya berasal dari kata budhayah, bahasa Sanskerta, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat dikatakan "hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal.[1]
Dalam kamus besar bahas Indonesia pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adl lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal di pondok (asrama) dgn materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dgn menekankan penting moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi Budaya Pesantren adalah nilai-nilai, tata karma, prilaku, dan norma-norma yang terdappat didalam suatu pesantren. Yang mana hal tersebut di praktikan oleh santri.
B. Sejarah Kelahiran Pesantren
Pondok pesantren Ashiddiqiyah adalaah salah satu pesantren besar di Indonesia. Pesantren ini didirikan pada bulan Rabiul awl 1406 H (1 Juli 1985). Bertempat di Jl. Panjang No.6c Kedoya Utara Kec. Kebon Jeruk Jakarta Barat 11520. Pondok pesantren Ashiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, putra dari salah satu Kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi yaitu KH. Iskandar diatas tanah yang di wakafkan oleh Hj. Abdul Ghoni Dja'ani (Haji Oon), putra dari Kyai Hj Abdul Shiddiq di kawasan Kelurraan Kedoya Selatan Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok pesantren Ashiddiqiah di asuh oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ.
Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ dibesarkan di Dusun Sumber Beras Banyuwangi. Dia mengikuti pendidikan dasar dan menengahnya di pondok pesantren Manba'ul ulum di Sumber Beras yang di Asuh oleh ayahnya sendiri Kyai HJ Iskandar. Kemudian ia melanjutkan study guna memperdalam lagi ilmu pengetahuan dan keagamaannya di pondok pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Ketika usianya 27 tahun, tepatnya pada tahun 1982, ia menikahi seorang waita bernama Siti Nur Jazilah, putri dari Kyai HJ Mashudi asal Tumpang, Malang Jawa Timur.
Pada tahun 1983, Iskandar bertemu dengan kawan lamanya yaitu H. Rosyidi Ambari dan diminta untuk mengelola sebidang tanah di Kedoya untuk dijadikan lembaga pendidikan. Tanah tersebut pada awalnya adalah milik keluarga H. Jaani kemudian diserahkan kepada H. Rosyadi untuk dibangun menjadi lembaga pendidikan islam.
Tanah itu sudah dibangun pondasi, sudah dipasang papan nama yayasannya. Nama pondokannya adalah pesantren Ukhuwah Islamiah. Pembanguan yang baru melangkah ini terpaksa tertunda, karena pelaksana pembangunannya lari dengan membondol sejumlah uang panitia pembangunan. Masyarakat menjadi marah. Dalam kepanikan, H. rosyadi mengadukan hal itu kepada Kyai Mahrus Ali, kemudian disarankan agar tanah itu diserahkan kepada Iskandar sebagai pengelolanya.
Iskandar tidak langsung menerima tawaran tersebut. Untuk memberikan jawaban, beliau menunggu isyarat langit (Istikhorok). Selain itu, Iskandar mendiskusikan nya dengan istri, serta meminta pendapat kepada guru-gurunya.
Setelah mendengar berbagai pertimbangan dan guru-guruya. Maka pada tahun 1984 beliau memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Beliau menyatakan penerimaan itu kepada H. Rosyadi Ambari. Kemudian H. Rosyadi membawa Iskandar ke kediaman H. djanni, sehingga lahan seluas 2000 M wakaf H. Djanni yang tadinya dipercayakan kepada H. Rosyadi dialihkan kepada beliau.
Langkah pertama yang dilakoninya adalah membangun Mushola. Modal pembangunannya dari Bpk H. Abdul Ghani (putra ke-3 H. Djanni). Akhirnya Iskandar memutuskan untuk mengubaah nama pesantren tersebut menjadi pondok pesantren Ashiddiqiyah yang dalam bahasa Arab Shiddiq berarti jujur.
Seperti banyak kisah sukses pada umumnya, Ashiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan. Diatas tanah wakaf itu hanya berdiri sebuah mushola kecil. Bangunannya dari tripleks yang berdiri diatas tanah rawa-rawa, dekat pembuangan sampah bagi penghuni perumahan mewah Sunrise Garden. Namun dengan keprihatinan itu Iskandar punya keyakinan yang cukup kuat, bahwa kelak Ashiddiqiyah akan memiliki jangkauan yang cukup luas. Iskandar meyakini itu dengan sepenuh hati, karena memang apa yang beliau fikirkan selama ini adalah membangun kontribusi lewat umat lewat pendidikan.
Ashiddiqiah sedapat mungkin tidak sekedar sebuah institusi pendidikan, tetapi menjadi agen perubahan bagi kondisi umat Islam yang menderita keterbelakangan dalam hal kebodohan dan kemiskinan.
Untuk memenuhi ketentuan organisasi, Iskandar sadar akan perlunya didirikan yayasan. Karenanya, ia bersama dengan H. Abdul Ghani dan H. Rosyadi menghadap ke notaris Ghufron Kamal, pada tanggal 5 oktober 1985. Dan mereka bertiga akhirnya bertanggung jawab sebagai badan pendiri bagi yayasan Pondok Pesantren Ashiddiqiyah.
Dengan yayasan ini, diharapkan dapat mengaplikasikan berbagai kegelisahan umat islam pada umumnya. Karenanya ada Tiga hal yang menjadi titik sentral cita-cita yayasan ini. Pertama, membangun masyarakat yang bertakwa dan cinta kepada agama, bangsa dan negaranya. Kedua, meningkatkan pendidikan dan perkembangan islam. Ketiga, melaksanakan misi sosial, dan mengurus anak yatim dan fakir miskin.
Iskandar berjuang membangun kepercayaan dari masyarakat sampai banyak yang mempercayai anaknya untuk dididik. Iskandar juga berusaha meyakinkan donatur sampai mampu membangun gedung sekolah. Iskandar juga memperjuangkan perizinan, sampai memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk memberikan legalitas bagi pendidikan yang berawal dari sekedar kegiatan remaja masjid.
Ketika bendera Ashiddiqiyah telah dikibarkan. Sambutan masyarak memang belum ada. Bahkan pada tahun pertama Iskandar menerima santri, yang datang hanya satu orang. Itupun calon santri pondok pesantren Manba'ul ulum di Sumber Beras. Santri asal lampung ini kebetulan bernama Iskandar. Setelah sempat singgah di kediaman beliau, akhirnya Iskandar memutuskan untk belajar di Ashiddiqiyah. Setelah tujuh bulan Iskandar mengikuti pembinaan, baru datang lagi santri perempuan dari Kuningan, yang bernama Rohanah.
Memang di awal berdirinya, pandangan masyarakat sangatlah minim. Jangankan untuk masuk, kenal saja dengan Ashidiqqiyah tampaknya tidak menarik. Namun Iskandar tidaklah patah semangat. Karena beliau sudah memutuskan untuk terus berjuang di bidang ini. pada tahun 1986, Iskandar membangun Madrasah Tsanawiyyah. Ada tiga puluh santri putra-putri pada awal dibukanya madrasah Tsanawiah tersebut.
Setelah satu tahun berdiri. Ternyata kepercayaan masyarakat semakin meningkat. Terbukti, pada tahun kedua beliau sudah harus membuka madrasah aliyah. Sebagai pemimpin pesantren. Beliau melakukan pembinaan dan pengajaran langsung, serta membangun akses kepusat-pusat kegiatan masyarakat. Karena, dukungan masyarakat sangat di butuhkan agar lembaga yang didirikannya itu dapat diterima.
Tahun-tahun berikutnya berbagai kepercayaan terus mengalir. Ketika santri di kedoya sudah tidak tertampung lagi, beliau menerima wakaf dari keluarga H. Jamhari dan H. Musa di batu Ceper Tangerang. Lahan seluas 1 hektar yang diserahkan untuk dikelola Ashiddiqiyah.
C. Kelembagaan Pesantren
Struktur Kepemimpinan Ponpes Ashiddiqiyah
Proses Kegiatan Belajar Mengajar
Proses kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren Ashiddiqiyah sama halnya seperti kegiatan belajar mengajar pada umumnya, hanya saja banyak kegiatan malam yang dilakukan bersama-sama setiap harinya. Rincian kegiatan Pondok Pesantren Ashiddiqiyah adalah sebagai berikut
Senin, Rabu, Kamis, & Sabtu.
NO | Pukul | Kegiatan |
1 | 04.00-06.00 | Sholat Tahajud, Istighasah, Sholat Subuh berjamaah, belajar kelompok B. Inggris |
2 | 06.00-07.00 | Sarapan Pagi dan persiapan untuk kegiatan belajar mengajar |
3 | 07.00-12.30 | Sekolah Formal |
4 | 12.30-13.00 | Sholat Dzuhur berjama'ah |
5 | 13.00-15.30 | Istirhat, makan siang, mandi |
6 | 15.30-17.00 | Sholat Ashar berjama'ah, Madrasah Diniyah (Sekolah Non formal) |
7 | 17.00-17.30 | Persiapan Sholat Maghrib |
8 | 17.30-18.30 | Istighasah, Sholat Maghrib Berjama'ah, pembacaan Surat Yasin bersama. |
9 | 18.30-19.00 | Makan malam |
10 | 19.00-20.30 | Sholat Isya berjama'ah, Pengajian kelompok |
11 | 20.30-22.00 | Muthala'ah (mengulang pelajaran yang sudah dipelajari) |
12 | 22.00-04.00 | Istirahat, Tidur |
Selasa
NO | Pukul | Kegiatan |
1 | 04.00-05.30 | Sholat Tahajud, Istighasah, Sholat Subuh berjamaah. |
2 | 05.30-06.00 | Olah raga |
3 | 06.00-07.00 | Sarapan Pagi dan persiapan untuk kegiatan belajar mengajar |
4 | 07.00-12.30 | Sekolah Formal |
5 | 12.30-13.00 | Sholat Dzuhur berjama'ah |
6 | 13.00-13.30 | Istirhat, makan siang, mandi |
7 | 13.30-15.40 | Extra Kulikuler |
8 | 15.30-17.00 | Sholat Ashar berjama'ah, Istirahat |
9 | 17.00-17.30 | Persiapan Sholat Maghrib |
10 | 17.30-18.30 | Istighasah, Sholat Maghrib Berjama'ah, pembacaan Surat Yasin bersama. |
11 | 18.30-19.00 | Makan malam |
12 | 19.00-20.30 | Sholat Isya berjama'ah, Pengajian kelompok |
13 | 20.30-22.00 | Muthala'ah (mengulang pelajaran yang sudah dipelajari) |
14 | 22.00-04.00 | Istirahat, Tidur |
Jum'at
NO | Pukul | Kegiatan |
1 | 04.00-06.00 | Sholat Tahajud, Istighasah, Sholat Subuh berjamaah, belajar kelompok B. Inggris |
2 | 06.00-07.00 | Sarapan Pagi dan persiapan untuk kegiatan belajar mengajar |
3 | 07.00-11.00 | Sekolah Formal |
4 | 11.00-13.00 | Sholat Jum'at (Putra di masjid) Sholat dzuhur berjamaah (Putri di Mushalah lantai 3 asrama) |
5 | 13.00-15.30 | Istirhat, makan siang, mandi |
6 | 15.30-17.00 | Sholat Ashar berjama'ah, Madrasah Diniyah (Sekolah Non formal) |
7 | 17.00-17.30 | Persiapan Sholat Maghrib |
8 | 17.30-18.30 | Istighasah, Sholat Maghrib Berjama'ah, pembacaan Surat Yasin bersama. |
9 | 18.30-19.00 | Makan malam |
10 | 19.00-20.30 | Sholat Isya berjama'ah, Pengajian kelompok |
11 | 20.30-22.00 | Muthala'ah (mengulang pelajaran yang sudah dipelajari) |
12 | 22.00-04.00 | Istirahat, Tidur |
Minggu.
NO | Pukul | Kegiatan |
| 04.00-06.00 | Sholat Tahajud, Istighasah, Sholat Subuh berjamaah. |
| 06.00-07.30 | Olah Raga di luar pesantren |
| 07.30-12.30 | Bebas |
| 12.30-13.00 | Sholat Dzuhur berjama'ah |
| 13.00-15.30 | Bebas |
| 15.30-16.00 | Sholat Ashar berjama'ah, |
| 16.30-17.30 | Bebas |
| 17.30-18.30 | Persiapan Shalat magrib, Istighasah, Sholat Maghrib Berjama'ah, pembacaan Surat Yasin bersama. |
| 18.30-19.00 | Makan malam |
| 19.00-20.30 | Sholat Isya berjama'ah, Pengajian kelompok |
| 20.30-22.00 | Muthala'ah (mengulang pelajaran yang sudah dipelajari) |
| 22.00-04.00 | Istirahat, Tidur |
D. Impack Terhadap Masyarakat
Pendidikan
Pondok Pesantren Ashiddiqiyah mempunyai program mondok gratis, terbagi menjadi 2 program yaitu AITAM (anak yatim piatu) dan Mahad Ali (Perguruan Tinggi)
Persyaratan untuk mengikuti program AITAM adalah sebagai berikut :
1. Yatim/Piatu
2. Kurang mampu
3. Mampu membaca kitab kuning dan kitab suci Al-Qur'an
4. Bersedia untuk menetap di Pemondokan
Persyaratan untuk mengikuti program Mahad Ali
1. Mampu membaca kitab kuning dan kitab suci Al-Qur'an
2. Bersedia dan mau mengikuti pembelajaran
Sosial
Pondok Pesantren Ashiddiqiyah sangat ramah terhadap masyarakat sekitarnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan diturutsertakannya masyarakat apabila Pondok Pesantren Ashiddiqiyah mengadakan acara seperti Milad pesantren, pengajian bulanan, pemotongan hewan kurban, pembagian dan penerimaan zakat fitrah, sholat tarawih dan Idul Fitri atau pun Idul Adha bersama.
Ekonomi
Ashiddiqiyah memiliki mini market yang bernama SQ Mart yang terletak diluar pesantren, sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Ashiddiqiyah menyediakan peminjaman modal bagi wali santri dengan sayarat tertentu. Ashiddiqiyah juga merupakan sumber pendapatan masyarakat sekitar karena banyak masyarakat yang berjualan disekitar pondok pesantren Ashiddiqiyah.
E. Profil KH. Noer Muhammad Iskandar SQ
KH. Noer Muhammad Iskandar SQ lahir di Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 5 Juli 1955. Beliau lahir dari pasangan Kyai Iskandar dan Siti Nur Jazilah. Memiliki 9 saudara kandung (5 laki-laki dan 4 perempuan). Kegiatan beliau sehari-hari adalah sebagai Pimpinan/Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dan Anggota DPR/MPR RI dari Fraksi PKB
Kiai Noer memulai pendidikannya di pesantren tradisional Jawa Timur untuk kemudian sekolah di Jakarta dan mengembangkan pondok pesantren di kota besar dengan karakter budaya yang berbeda dengan kultur dasarnya. Karenanya, ketepatan pengetahuan akan peta sosiologis daerah akan sangat menentukan efektif tidaknya dakwah yang disampaikan. Makin rendah pengetahuan seorang santri akan peta simbolik masyarakat kota, akan tipis kemungkinan baginya untuk diterima dalam kelompok sosial yang di hadapinya.
F. Profil Pendukung
Mahrus Iskandar adalah anak dari KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Beliau adalah anak ke 3 dari 5 bersaudara. Beliau menyelesaikan study nya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Saat ini beliau yang memegang kendali atas Pondok Pesantren Asshidiqiyah Pusat sejak beberapa tahun yang lalu.
Beliau lahir dijakarta 29 yang lalu. Tepatnya pada tanggal 07 November 1986. Beliau menikah pada tahun 2012 namun hingga sekarang belum dikaruniai seorang anak. Beliau mengambil alih tugas ayahnya dikarenakan ayahnya sudah mulai kurang sehat dan sakit-sakitan. Beliau juga mengurus sendiri beberapa pembelajaran. Salah satunya beliau yang langsung mengajar kitab Ta'lim Mutaalim di massjid. Beliau merupakan anak laki-laki pertama yang paling besar. Sedangkan 2 kakak perempuan sebelumnya juga telah mengambil alih pesantren-pesantren cabang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar