BUDAYA PESANTREN DAAR EL-HIKAM
Sejarah Kelahiran Pesantren
1) Keadaan Masyarakat
Pesantren berasal dari bahasa Sansekerta yang memperoleh wujud dan pengertian tersendiri dalam bahasa Indonesia. Asal kata Sant = orang baik disambung tra = suka menolong. Santra berarti orang baik yang suka menolong. Pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik. Pesantren sebagai lembaga pendidikan berkembang semenjak masa – masa permulaan islam di Indonesia.[1]
Pesantren merupakan lembaga yang sudah ada jauh sebelum kedatangan Islam dan pada masanya merupakan lembaga pendidikan bagi agama Hindu dan Budha. Ide kelembagaan agama Hindu atau Budha di transformir oleh Islam, kemudian diberi isi menurut tujuan pengembangan Islam.[2]
Pesantren adalah sekolah berasrama untuk mempelajari agama Islam. Ruang gerak pesantren sangatlah luas dan mata pelajaran yang diberikan dapat meliputi Taafsir, Hadits, Ilmu Kalam, Fiqh, Tauhid dan Tasawuf. Sistem pendidikan pesantren di selenggarakan di rumah – rumah Kyai atau di Masjid maupun di Mushola bahkan di kelas dengan kitab – kitab tertentu yang biasanya berbeda dengan buku – buku yang otonom, akan tetapi cenderung sama dengan sistem madrasah.
Sedangkan pengertian santri adalah orang – orang yang menjalankan agama Islam dengan menitikberatkan pada kepatuhan terhadap nilai – nilai, ajaran dan tata cara keagamaan Islam secara murni.[3]
Pondok Pesantren Daar el Hikam ini terletak di RT 04 RW01 kelurahan Pondok Ranji Kecamatan Ciputat Timur Kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten. Akses yang dilalui untuk menuju pondok pesantren ini sangatlah mudah. Terutama untuk akses kendaraan menuju pondok pesantren. Meskipun letak pesantren ini berada cukup jauh dan agak kedalam dari akses jalan utama, tetapi pondok pesantren ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat Ciputat Timur, Kota Tanggerang Selatan.
Bentuk pesantren ini cukup sederhana tidak begitu mewah seperti pondok pesantren yang lainnya. Letaknya yang strategis yaitu di pinggir jalan raya sehingga bisa terlihat oleh orang maupun kendaraan yang berlalu lalang di jalan tersebut. meskipun terletak di pinggir jalan raya, pondok pesantren ini tidaklah terganggu dalam proses belajar mengajarnya. Ini dikarenakan posisi pondok pesantren yang agak masuk kedalam dari gerbang utama sehingga para santri maupun santriwatinya tidak terganggu dalam proses belajarnya ketika banyaknya kendaraan yang lalu lalang melintasi jalan raya tersebut
Ketika pertama masuk kita dapat melihat pohon – pohon yang rindang tumbuh subur menyapa kita dengan angin yang berhembus dengan tenang dan juga menghiasi jalan menuju masuk kedalam pondok pesantren Daaar el Hikam ini. Tidak jauh dari gerbang utama, kita dapat melihat sebuah mushola yang dipakai oleh santri dan santriwati untuk beribadah kepada Allah baik itu shalat berjamaah mengaji mempelajari kitab dan kegiatan peribadatan lainnya. Tidak jauh dari mushola, tepatnya sebelah kiri mushalah terdapat sebuah bangunan untuk kegiatan proses belajar mengajar santri dan santiawati. Bangunan tempat santri dan satriwati itu menuntut ilmu tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menampung semua santri dan santriwati di pondok Daar el Hikam ini secara bergantian dalam menuntut ilmu.
Tak jauh dari bangunan ruang kelas, agak masuk kedalam lagi kita dapat melihat pondokan untuk para santri dan santriwati tinggal dan menetap untuk sementara waktu untuk menuntut ilmu keagamaan selama di pondok pesantren Daar el Hikam ini. terdapat dua pondokan yang berbeda yaitu yang pertam untuk pondok ikhwan (laki – laki) dan yang satu lagi untuk pondok akhwat (Wanita). Dibelakang pondok pesantren juga terdapat sebuah kolam ikan lele yang biasa diternakan oleh para santri dan juga untuk dikonsumsi oleh para santri dengan seizin KH Bahruddin.
Sebelum berdirinya pondok pesantren Daar el Hikam ini, tempat ini dahulunya adalah terdapat beberapa petak rumah kontrakan yang cukup ramai dan padat. Rumah kontrakan ini sudah berdiri sejak tahun 1970an. Rumah kontrakan ini dimiliki oleh seorang KH. Sulaiman yaitu kakek dari istri KH. Bahruddin. Rumah kontrakan ini dibangun karena memanfatkan lahan yang ada. Daripada lahannya tidak terurus lebih baik dijadikan rumah kontrakan saja. Selama tahun 1970 bangunan kontrakan itu berdiri, banyak sudah yang menempati rumah kontrakan tersebut. ini dikarenakan sewa rumah kontrakan yang cukup murah pada saat itu. Ditambah dengan strategisnya posisi rumah kontrakan tersebut yang berada di pinggir jalan raya. Sehingga akses untuk pergi kemana saja menjadi mudah. Untuk luas wilayah dari satu rumah kontrakan tersebut tidaklah terlalu sempit. Bahkan lebih cenderung luas karena jarak dari rumah kontrakan yang satu dengan yang lainnya memliki jarak bangunan yang tidak saling menempel satu sama lain ditambah lagi dengan lahan yang masih kosong di depan rumah kontrakan mereka. Banyak penghuni kontrakan yang memanfatkan lahan kontrakan yang kosong itu dengan bebas untuk membuat ternak, tanaman hias, tumbuhan dan yang lainnya tanpa sepenghetauan dan seizin pemilik rumah kontrakan.
Setelah sudah sekian lama rumah kontrakan itu berdiri dan banyak yang memanfaatkan lahan yang kosong tanpa sepenghetahuan sang pemilik dan tanpa izin juga maka, kakek dari istri KH. Baharuddin yaitu KH Sulaiman memberikan wasiat kepada beliau untuk segera membangun sebuah pondok pesantren ditempat rumah kontrakan itu berdiri. KH. Sulaiman memutuskan untuk membangun sebuah pondok pesantren karena beliau ingin menabung pahala jariyah untuk kehidupan dirinya dan keluarganya di akhirat kelak. Beliau juga membangun pesantren untuk membagikan ilmunya kepada orang banyak yang telah beliau pelajari selama masa hidupnya. Beliau juga membangun pondok pesantren karena pada saat itu ilmu tentang keislaman sangatlah minim sekali di daerah itu. Dan akhirnya KH Bahruddin merima wasiat tersebut dengan ikhlas dan dengan segera menjalankanya untuk membangun sebuah pondok pesantren. Lusd tanah yang akan dibangun untuk pondok pesantren yaitu 5000 meter2. Sesuai dengan luas tanah yang ada pada beberapa petak rumah kontrakan tersebut.
Barulah kemudian Pada awal tahun 1997, pembangunan pondok pesantren akan dimulai. Awal pembangunan pondok pesantren banyak sekali kendalanya tidak seperti apa yang dipikirkan sebelumnya. Banyak masyarakat yang kurang setuju dengan dibangunnya pondok pesantren di daerah itu dan juga banyak yang menolaknya. Terutama masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan. Masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan tersebut menolak pembangunan pesantren karena mereka sudah lama menetap di kontrakan tersebut selam berpuluh puluh tahun lamanya.
Disamping sudah lama mereka tinggal, harga sewa rumah kontrakan tersebut yang tergolong lebih murah dari tempat sewa rumah kontrakan yang lainnya sehingga mereka tetap menolak untuk pergi untuk meninggalkan rumah kontrakan itu. Tidak hanya masyarakat yang berada disekitar kontrakan saja yang menolak, akan tetapi masyarakat dari luar lingkungan kontrakan pun juga ikut menolak dengan dibangunnya sebuah pesantren di daerah rumah kontrakan tersebut. Masyarakat luar lingkungan kontrakan menolak karena mereka di provokasikan oleh masyarakat yang tinggal di daerah rumah kontrakan tersebut untuk menolak pembangunan pesantren tersebut. Aksi penolakan tersebut cukup lama. Banyak sekali yang menolak dengan pembangunan pondok pesantren Daar El Hikam ini. kebanyakan dari mereka adalah kontra ketimbang pro dengan dibangunnya pondok pesantren tersebut. Ada juga yang pro akan tetapi jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan yang kontra.
Akhirnya dengan penuh kesabaran serta dengan komunikasi yang baik dibantu juga dengan ketua RT dan RW setempat dan juga dengan masyarakat sekitar dan dengan Istiqomah, pondok pesantren Daar el hikam pun resmi dibangun.
2) Modal Awal Berdiri
Modal awal dari pembangunan pondok pesantren Daar el Hikam ini yaitu dari modal keluarga saling membantu satu sama lain. Modal juga di dapat dari harta warisan keluarga KH Sulaiman pemilik rumah kontrakan tersebut. Setelah kurang lebih 5 tahun membangun pondok pesantren, akhirnya pondok pesantren tersebut telah selesai dibangun dan juga telah diresmikan oleh KH sulaiman.
Setelah pesantren Daar el Hikam ini dibangun, awalnya mempunyai pesantren yang bernama Pondok Pesantren As-Sulaiman yaitu nama pesantren di ambil dari nama pemilik pesantren tersebut. Kemudian terjadi perubahan nama yaitu Daar el Hikam seperti saat ini. Nama pesantren ini mengalami perubahan karena yang awalnya karena pengurus pondok pesantren As-Sulaiman lebih banyak berdomisili di luar pesantren daripada yang menetap di pesantren. Kemudian dari beberapa yang menetap di pesantren dan mengurusnya kemudian menggantikan nama pesantren tersebut menjadi pesantren Daar el Hikam dengan menghilangkan nama As-Sulaiman
Pada tahun 2007 akhirnya Pondok pesantren Daar el Hikam diresmikan setelah melewati beberapa perubahan nama. Dan samapai saat ini sudah banyak santri dan santriwati yang mondok di pondok pesantren Daar el Hikam dari pertama kalinya pondok pesantren ini dibangun yaitu pada tahun 2002 dan sudah banyak menghasilkan lulusan – lulusan terbaik. Sehingga bisa membagiakan ilmunya kepada masyaraka sekitar yang telah di pelajari.
3) Respon Masyarakat
Respon atau tanggapan masyarakat ketika awal berdirinya pondok pesantren ialah beragam tanggapannya. Ada yang menyetujui dan ada pula yang menolak. Di awal wacana akan dirubahnya rumah kontrakan yang akan menjadi sebuah pondok pesantren atas wasiat yang disampaikan oleh KH. Sulaiman yang merupakan kakek dari Umi Tuti Rosmayah istri dari KH. Bahruddin ini, penghuni yang menetp di kontrakan tersebut sudah merasa nyaman dan tidak mau pindah dari rumah hunian kontrakannya dikarenakan mereka merasa nyaman dengan lingkungan yang nyaman, harga sewa yang terbilang murah, ditambah merek telah tinggal sudah terbilang lama sekitar kurang lebih dari tahun 1970-an, maka dari itu mereka bersikap keras dan menolak pergi dari kontrakan tersebut walau si pemilik kontrakan tersebut meminta mereka pindah sekalipun.
Sampai pada suatu hari, si penghuni kontrakan mlakukan provokasi ke warga untuk menolak wacana dan rencana pembangunan pondok pesantren tersebut. Walau banyak tantangan dan hambatan, KH.Bahruddin istiqomah dan terus berjuang demi mewujudkan wasiat dari sang Kakek yang bernama KH. Sulaiman.
Hingga pada akhirnya, pada tahun 2002, wacana sekaligus rencana pembangunan pondok pun dapat terwujud. Walau diawal mengalami pertentangan dari para penghuni kontrakan dan warga sekitar, namun seiring waktu warga mulai menerima dan mendukung pembangunan pesantren yang saat itu bernama Pondok Pesantren Daar el Hikam As-Sulaimany. Motto Pesantren yang telah berdiri kurang lebih 14 Tahun ini memiliki motto yaitu " Hidup Sederhana, Bahagia Dunia Akhirat ". Nama pesantren Daar El-Hikam yang berarti Tempat yang Bijaksana memiliki orientasi dan harapan agar kelak para santri memiiki jiwa dan sifat yang bijaksana baik dalam menjalani hidup maupun dalam mengambil keputusan yang adil.
B. Kelembagaan
1) Struktur Pesantren
· Ketua Pesantren : KH. Bahruddin, S.Ag
· Ketua Santri : Jajang Supriyatno
· Wakil Ketua Santri : Shahibul Faroz
· Sekertris : Ahmad Hanafi
· Bendahara 1 : Muhammad Taher
· Bendahara 2 : Badru Hawasyi
· Divisi Ibadah dan Pendidikan : 1. Adnan Kasogi
2. Mughni Labib
· Divisi Pertanian dan Kebersihan : 1. Muhammad Luthfi Rizki
2. Zein Yudha Utama
· Divisi Dakwah dan Kesenian : 1. Fahmi Hidayatulail
2. Ubaid Badrussalam
· Divisi Keamanan : 1. Asnawi Rija
2. Sulfi Apriyadi
2) Proses Belajar Mengajar
Proses kegiatan belajar mengajar pondok pesantren Daar El-Hikam ini berlangsung setiap hari dengan kajian terhadap kitab-kitab yang dibahas langsung oleh ketua pondok, KH. Bahruddin dihadapan para santrinya. Mulai dari hari Senin ba'da salat subuh berjama'ah, Pak Kyai Bahruddin memimpin kajian Kitab Kuning. Para santri sebelumnya diwajibkan untuk salat shubuh berjama'ah di Mushola, setelah melaksanakan kewajiban salat fardhu subuh, dilanjutkan dengan pembacaan sekaligus pengkajian tiga kitab yaitu Kitab Ihya Ulumuddin, Kitab Fathul Mu'in dan Kitab Fathul Madjid. Tiga kitab tersebut dibahas bergiliran oleh pak kyai dihadapan para santrinya. Metode yang diajarkan oleh sang kyai berupa metode halaqah, yakni suatu metode seorang kyai/ustadz/guru membacakan serta menjelaskan kitab tertentu, sementara jama'ah mendengarkan dan menyimaknya. Pembacaan tiga kitab kuning tersebut berlangsung dengan khidmat dan khusu' dari sang kyai kepada santrinya. Pembacaan tiga kitab tersebut berlaku hingga hari Jum'at setiap ba'da subuh hingga pagi hari sekitar pukul 06.15 WIB dikarenakan hampir semua santrinya itu merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yang masih aktif kuliah. Setelah menyimak kajian kitab kuning, semua santri pesantren Daar El-Hikam bergegas bersiap-siap dan membersihkan diri sebelum berangkat ke kampus untuk mengikuti program perkuliahannya masing-masing.
Pada malam senin hingga malam jum'at, pak kyai juga tidak bosan-bosan membimbing santrinya untuk mengkaji Kitab Tafsir Munir, Kitab Alfiah Ibnu Aqil dan Kitab Shahih Bukhari. Semua santri mendengarkan kajian dan penjelasan dari pak kyai Bahruddin dalam rangka menambah ilmu agama dan mental spiritualnya.
Sedangkan untuk hari sabtu dan minggu ba'da shubuh, para santri juga diwajibkan mengikuti halaqah subuh membahas Kitab Al-Bajuri dan Kitab Hulul Ma'qud. Dan waktu pelaksanaan serta batas pengajarannya disesuaikan dengan pembahasannya. Dihari sabtu maupun minggu, mereka mengisi waktu pagi, siang dan sorenya dengan belajar, mencuci pakaian, bersih-bersih dan terkadang kerja bakti pesantren. Tak jarang pak kyai Bahruddin meminta tolong salah seorang santrinya santrinya untuk mengantar-jemput anaknya yang masih sekolah. Begitulah hubungan harmonis antara seorang kyai kepada santrinya.
Dimalam minggunya, seusai melaksanakan salat fardhu Isya' berjama'ah, pak kyai mengajak dan membimbing santrinya untuk mendengarkan kajian Kitab Jauharul Maknun, Matan Ruhbiyah dan Baiquniyah atau yang biasa dikenal dengan kitab Musthola'ul Hadith. Kita ketahui, semua aktivitas kegiatan belajar mengajar yang diberikan oleh pak Kyai Bahruddin berupa kajian kitab kuning yang pembahasannya tidak jauh dengan pembahasan fiqih, tasawuf, aqidah dan lain sebagainya. Semunya diajarkan oleh KH. Bahruddin kepada para santrinya yang mayoritas merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini dalam rangka menjaga dan mengokohkan keimanan serta akhlak ditengah-tengah zaman modern yang saat ini kita semua rasakan.
Berbeda dengan kegiatan yang diadakan oleh santri selaku pengurus pesantren Daae el-Hikam, kegiatan yang diadakan oleh pengurus pondok ini lebih menekankan pada pelatihan bakat dan kemampuan santri agar seorang santri menjadi terbiasa dan bisa diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat. Berikut berbagai program yang diadakan oleh pengurus pondok pesantren Daar el- Hikam:
· Muhadharah yang meliputi berbagai kegiatan praktek Ceramah, Qari', MC, Pembaca Do'a, Pembacaan Hadhoroh). Muhadharah dilaksanakan sebanyak dua bulan sekali sehingga pelaksanaan ini bisa membantu melatih para santri menguasai berbagai macam hal yang intinya berhubungan dengan kebutuhan masyarakat.
· Bahsul Masa'il yakni sebuah kegiatan pengajian yang membahas permasalahan-permasalahan agama baik dibidang fiqih ibadah, kontemporer hingga permasalahan klasik yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
· Kerja bakti Pesantren yang dilaksanakan dalam rangka membersihkan lingkungan pesantren sehingga menjadikan lingkungan yang segar, nyaman dan bersih.
· Budidaya tanaman serta buah-buahan seperti tanaman cabe, cengek (cabe rawit), singkong, tomat, pepaya dan wortel.
· Budidaya ternak seperti ternak ayam, angsa, burung merpati, dan ikan lele.
Berbagai macam kegiatan yang dicanangkan oleh para pengurus santri ini dilakukan secara mandiri dan penuh inisiatif. Semua yang dilakukan di area lingkungan pesantren dalam rangka membiasakan hidup para santri untuk lebih rajin, tekun dalam bekerja, semangat dalam beribadah dan yang paling utama agar mereka bisa bakti kepada masyarakat sesaat mereka kembali ke kampung halamannya masing-masing.
C. Dampak bagi Masyarakat
Berbagai kegiatan islami yang berada di area lingkungan Pondok Pesantren Daar el-Hikam baik yang diadakan pihak pemilik pesantren yaiti KH. Bahruddin, S.Ag maupun yang diprogramkan oleh para pengurus pesantren tentu memiliki dampak yang baik bagi masyarakat. Berbagai macam dampak positif yang dirasakan masyarakat akan kehadiran pondok pesantren Daar el-Hikam. Seperti Warung Tegal atau yang biasa dikenal Warteg, pemilik usaha warteg ini bernama Ibu Tuti. Ibu Tuti membuka usaha dari tahun 1997, usaha warteg ini lebih awal sebelum didirikannya pondok pesantren,karena sebelumnya masih area kontrakan warga.
Keberadaan pesantren Daar el-Hikam As-Sulaimany semenjak tahun 2002 hingga pergantian nama menjadi Daar el-Hikam tahun 2007 ini memberi keuntungan tersendiri bagi Ibu Tuti pemilik usaha warteg ini. Tentu yang diharapkan pemilik usaha warteg ialah banyaknya pembeli (konsumen) yang makan atau sarapan ditempat usahanya, selain konsumen yang berasal dari tetangga ataupun orang yang bepergian jauh, namun ternyata Ibu Tuti si pemilikusaha warteg ini memiliki langganan tetap yaitu para santri Pondok Pesantren Daar el-Hikam. Menurut pengakuannya, setiap pagi para santri tak jarang menuju warteg Ibu Tuti untuk sekedar sarapan pagi sebelum berangkat kuliah. Tidak hanya pagi, siang bahkan malam pun para santri tetap setia membeli sebungkus makanan atau terkadang makan ditempat warteg ibu Tuti. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi Ibu Tuti, disamping masakan buatannya habis terjual, juga memberikan keuntungan dalam hal ekonomi. Pendapatan ekonominya diakuinya lebih meningkat dibanding sebelum keberadaan pondok pesantren tersebut, walau nominal pendapatannya dirahasiakan, namun Ibu Tuti merasa bersyukur dengan kehadiran pesantren disamping usaha warteg miliknya, disamping ia juga bisa mendengarkan pengajian yang diadakan pesantren, Ibu Tuti juga memperoleh keuntungan dalam hal pendapatan ekonomi yang lebih baik dari sebelum kehadiran pondok pesantren Daar el-Hikam tersebut.
Dampak lain yang bisa dirasakan masyarakat yakni, lulusan atau alumnus Pondok Pesantren Daar el-Hikam sudah berhasil mempraktikan ilmunya ketika di pondok kepada masyarakat disekitarnya, hal ini merupakan wujud bakti bagi santri bisa kembali ke masyarakat dengan perubahan yang lebih baik. Seperti santri alumni Daar el-Hikam yang bernama ananda Khaliq, ia sekarang menjadi tokoh agama dikampung halamannya, Ustadz Khaliq tidak bosan-bosan mengajarkan ilmu agama yang ia terima ketika di pondok untuk diberikan kepada masyarakat dilingkungannya. Berbeda halnya dengan ananda Syaiful Amri yang menjadi pegawai salah satu Bank Syari'ah di Jakarta. Ilmu yang ia peroleh walau ia dapatkan di perkuliahan, namun budaya pesantren yang ia rasakan membantunya untuk menambah ilmu agama khususnya perihal Mu'amalat membantunya mencerahkan pikirannya mengenai keuangan berbasis syari'ah hingga ia menjadi pegawai suatu Bank Syari'ah di ibukota.
Selain itu, ada juga alumni pondok pesantren Daar el-Hikam yang bernama ananda Burhan yang menjadi guru TPA, ananda Muhammad Syafri yang menjadi guru les Bahasa Inggris, ananda Haryanto dan ananda Ubaidillah yang menjadi guru SMP di suatu sekolah. Masih banyak lagi alumni-alumni yang sukses dan berhasil membaktikan dirinya ke masyarakat dan mereka juga masih menyambungkan tali silaturrahim ke pondok pesantren Daar el-Hikam.
D. Profil tokoh
a) Tokoh utama
Tokoh utama dalam pembangunan Pondok pesantren Daar el Hikam yaitu pimpinan pondok pesantren itu sendiri yaitu KH Bahruddin, S.ag. Beliau ini adalah yang menerima wasiat dari kakek sang istri beliau yaitu KH sulaiman. Beliau sangat berperan dalam pembangunan pondok pesantren Daar el Hikam ini. Karena beliau adalah menantu dari KH Sulaiman. Beliau juga yang mencetuskan untuk berdirinya sebuah pondok pesantren . Tujuan dari pembangunan pondok pesantren ini sendiri adalah untuk memanfatkan lahan yang ada yang dahulunya beberapa rumah kontrakan yang penghuninya tidak tertib dengan aturan yang ada. Sehingga dibangunlah sebuah pondok pesantren yang bernama Daar el Hikam.
Berikut profil lengkap mengenai KH.Bahruddin, S.Ag :
· Nama Lengkap : KH. Bahruddin, S.Ag
· Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 2 Agustus 1968
· Riwayat Pendidikan :
i. SDN 02 Duri Petang, Jakarta Barat
ii. MTs Daar El-Qalam, Balaraja
iii. MA Al-Falah, Kampung Baru, Jakarta Barat
iv. S1 IAI Al-Aqidah, Klender, Jakarta Timur
v. Ma'had Ali al-Ar'bain, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
· Motto Hidup : " Hidup adalah perjuangan dan keyakinan, jika tidak yakin lebih baik tidak hidup "
b) Tokoh Pendukung
Tokoh pendukung disini berasal dari masyarakat sekitar yang setuju dengan adanya pembangunan pondok pesantren Daar el hikam ini yaitu H. Daud dan H. Diman. Beliau berdua ini adalah tokoh masyarakat dan tokoh agama yang berada di lingkungan pondok pesantren tersebut. Beliau berdualah yang sangat membantu terlaksananya pembangunan pondok pesantren Daar el Hikam ini.
E. Kesimpulan
Keberadaan pondok pesantren Daar El-Hikam walau awalnya mendapat pertentangan, namun seiring berjalannya waktu kini warga mulai menerimanya dan merasakan manfaat bagi kehidupan. Budaya pesantren yang melekat pada Pondok Daar El-Hikam seperti membaca kitab tiap subuh dan malam ba'da Isya, aktivitas pengajian, muhadharah dan budidaya ternak dan sayur serta buah-buahan sangatlah bermanfaat bagi kehidupan santri secara khusus dalam hal melatih para santri bekerja dan mengamalkan ilmunya yang ia dapat dari sang Kyai, dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar pada umumnya.
Seperti budaya muhadharah yang melatih para santri untuk berceramah, kini alumnusnya melahirkan ustadz-ustadz muda yang sudah aktif menjadi ahli agama di kampung halamannya masing-masing, ada juga yang menjadi guru TPA, guru les dan berbagai guru pendidikan lainnya.
Motto hidup pesantren yang sangat indah dan bermakna ini berpengaruh juga untuk pribadi dan akhlak para santri, ada beberapa santri yang menyatakan kehidupan mereka mengalami perbaikan baik dari segi ilmu agama yang makin bertambah dan akhlak yang selalu rendah hati.
Begitu pun dengan sektor ekonomi bisa dirasakan oleh pengusaha makanan Warung Tegal atau yang dikenal Warteg, semenjak kehadiran pondok pesantren Daar El-Hikam, mengakui sangat mengunungkan dirinya dan dagangannya, disamping ia bisa mendengarkan ceramah atau pengajian dari musholla Pondok Daar El-Hikam juga memperoleh keuntungan pendapatan yang lebih disebabkan para santri pondok menjadi langganan tetap sesaat sebelum berangkat kuliah maupun menjelang waktu malam tiba.
Pada intinnya, kehadiran pesantren memiliki warna budaya tersendiri baik bagi kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan maupun penyebaran nilai-nilai ajaran Islam melalui berbagai kegiatan Islami yang berada di dalam pesantren Daar El-Hikam.
Daftar Pustaka :
v Abdullah, Taufik. 1983. Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta : CV Rajawali.
v Wirutomo, Paulus. 2012. Sistem Sosial Indonesia Jakarta : UI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar