Selasa, 16 Juni 2015

tugas UAS_M. Ibrahim dan Irsyadi Farhan_PMI 4_Budaya pesantren

Muhamad ibrohim (111305400041)

Irsyadi farhan (113054000028)

LATAR BELAKANG

Pada awal berdirinya, pesantren merupakan media pembelajaran yang sangat simple. Tidak ada klasifikasi kelas, tidak ada kurikulum, juga tidak ada aturan yang baku di dalamnya. Sebagai media pembelajaran keagamaan, tidak pernah ada kontrak atau permintaan santri kepada kiai untuk mengkajikan sebuah kitab, apalagi mengatur secara terperinci materi-materi yang hendak diajarkan. Semuanya bergantung pada kiai sebagai poros sistem pembelajaran pesantren. Mulai dari jadwal, metode, bahkan kitab yang hendak diajarkan, semua merupakan wewenang seorang kiai secara penuh. Tidak seperti lembaga pendidikan lain yang melakukan perekrutan siswa pada waktu-waktu tertentu, pesantren selalu membuka pintu lebar-lebar untuk paa calon santri kapan pun juga. Tak hanya itu, pondok pesantren juga tidak pernah menentukan batas usia untuk siswanya. Siapapun dan dalam waktu kapanpun yang berkeinginan unuk memasuki pesantren, maka kiai akan selalu welcome saja.

Dua model pembelajaran yang terkenal pada awal mula berdirinya pesantren adalah model sistem pembelajaran wetonan non klasikal dan sistem sorogan. Sistem wetonan/bandongan adalah pengajian yang dilakukan oleh seorang kiai yang diikuti oleh santrinya dengan tidak ada batas umur atau ukuran tingkat kecerdasan. Sistem pembelajaran model ini, kabarnya merupakan metode yang diambil dari pola pembelajaran ulama Arab. Sebuah kebiasaan pengajian yang dilakukan di lingkungan Masjid al-Haram. Dalam sistem ini, seorang kiai membacakan kitab, sementara para santri masing-masing memegang kitab sendiri dengan mendengarkan keterangan guru untuk mengesahi atau memaknai Kitab Kuning.

Lain dengan pengajian wetonan, pengajian sorogan dilakukan satu persatu, dimana seorang santri maju satu persatu membaca kitab dihadapan kiai untuk dikoreksi kebenaannya. Pada pembelajaran sorogan ini, seorang santri memungkinkan untuk berdialo dengan kiai mengenai masalah-masalah yang diajarkan. Sayangnya banyak menguras waktu dan tidak efesien sehingga diajarkan pada santri-santri senior saja.

Pada dasarnya , dalam pesantren tradisional, tinggi rendahnya ilmu yang diajarkan lbih banyak tergantung pada keilmuan kiai, daya terima santri dan jenis kitab yang digunakan. Kelemahan dari sistem ini adalah tidak adanya perjenjangan yang jelas dan tahapan yang harus diikui oleh santri. Juga tidak ada pemisahan antara santri pemula dan santri lama. Bahkan seorang kiai hanya mengulang satu kitab saja untuk diajarkan pada santrinya.

Pesantren juga suatu lembaga pendidikan Islam yang telah tua sekali usianya, telah tumbuh sejak ratusan tahun yang lalu, yang setidaknya memilikii lima unsur pokok, yaitu kiyai, santri, pondok, mesjid dan pengajaran ilmu-ilmu agama. Berdirinya Pesantren pada mulanya juga diprakarsai oleh Wali Songo yang diprakarsai oleh Sheikh Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Gujarat India. Para Wali Songo tidak begitu kesulitan untuk mendirikan Pesantren karena sudah ada sebelumnya Instiusi Pendidikan Hindu-Budha dengan sistem biara dan Asrama sebagai tempat belajar mengajar bagi para bikshu dan pendeta di Indonesia. Pada masa Islam perkembangan Islam, biara dan asrama tersebut tidak berubah bentuk akan tetapi isinya berubah dari ajaran Hindu dan Budha diganti dengan ajaran Islam, yang kemudian dijadikan dasar peletak berdirinya pesantren.

Selanjutnya pesantren oleh beberapa anggota dari Wali Songo yang menggunakan pesantren sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Sunan Bonang mendirikan pesantren di Tuban, Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Surabaya dan Sunan Giri mendirikan pesantren di Sidomukti yang kemudian tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Giri Kedaton.

Keberadaan Wali Songo yang juga pelopor berdirinya pesantren dalam perkembangan Islam di Jawa sangatlah penting sehubungan dengan perannya yang sangat dominan. Wali Songo melakukan satu proses yang tak berujung, gradual dan berhasil menciptakan satu tatanan masyarakat santri yang saling damai dan berdampingan. Satu pendekatan yang sangat berkesesuaian dengan filsafat hidup masyarakat Jawa yang menekankan stabilitas, keamanan dan harmoni.

Pendekaan Wali Songo, yang kemudian melahirkan pesantren dengan segala tradisinya, perilaku dan pola hidup saleh dengan mencontoh dan mengikuti para pendahulu yang terbaik, mengarifi budaya dan tradisi lokal  merupakan ciri utama masyarakat pesantren. Watak inilah yang dinyatakan sebagai factor dominan bagi penyebaran Islam di Indonesia. Selain itu ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal adalah pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama kepada para santri lewat-lewat kitab-kitab klasik.

 

SEJARAH PONDOK PESANTREN DARUL AHSAN

Awal berdirinya pesantren darul ahsan ini pada tahun 97 itu dimulai dari TK di balai desa dengan pak kepala desa Muabari pada waktu itu. Kemudian telah berkembang pada tanggal 15 Juli 1999 kemudian masyarakat membutuhkan untuk adanya sekolah tsanawiyah (MTS) kemudian karna belum ada tempat, maka kami ajukan kepada bapak KH.madtosi selaku ketua yayasan untuk membangun gedung ini.

Pada tahun 1999 diawali pembangunan untuk tingkat tsanawiyah sementara pada tahun 2000 ini peresmian pertama gedung oleh bapak H.Rhoma irama sekaligus sebagai penceramah dalam acara maulidan Nabi Muhammad Saw. Tak hanya itu dalam peresmiannya pun dihadiri sekitar 40 orang kyai termasuk didalamnya adalah abuya daman dan abuya bustomi.

Tuntutan masyarakat akan lembaga pendidikan tingkat lanjutan tsanawiyah ini kemudian terealisasi pada saat itu, dan Alhamdulillah sampai sekarang sudah berjalan 6 tahun. Terus untuk nama kenapa darul ahsan awalnya memang banyak pilihan nama – nama itu karena melihat bahwa awal itu adalah ingin yang terbaik, maka kami mengambil inisiatif untuk Al-Ahsan itu supaya kita menjadi yang terbaiklah kita dari awal ini kemudian sebagai pasokan kita kepada pondok – pondok kita terdahulu yaitu darurrahman, daarul falah kemudian dikasihlah darul ahsan jadinya.

Cikal bakal yayasan ini pun awalnya pada tahun 1997 saat itu baru ada tk kemudian resmiinya lembaga pendidikan ini pada tanggal 15 JUli 1999. Untuk aturan pondok ini sendiri sangat di siplin karena bagaimanapun pelajaran, pendidikan tanpa disiplin tanpa peraturan yang ketat sia sia tidak akan menghasilkan apa – apa karena cara belajar dan sistem belajar tidak akan terarah. Maka darul ahsan dari awal menanamkan bagaimana cara belajar yang baik, bagaimana cara berdisiplin, tingkah laku, dan yang lainnya. Bukan hanya menghasilkan ilmu tetapi begitu juga menghasilkan akhlak yang baik. Kita padukan antara aturan pondok – pondok modern yang telah ada dan aturan yang memang kita harus buat sendiri.

Visi dari pondok darul ahsan ini sendiri menjadikan darul ahsan adalah yang terbaik sesuai dengan namanya al-ahsan yang menjadi terbaik. Kedua membuat darul ahsan dicintai oleh masyarakat juga menjadikan anak – anak didiknya menjadi orang yang sukses dalam hidup didunia dan sukses hidup diakhirat. Jadi meng-gapai kehidupan didunia dengan ilmu pengetahuannya dan menggapai ibadah amal soleh untuk menggapai kesenangan diakhirat.

Lalu dari Misi pondok darul ahsan ini yaitu misi kedepan bahwa pertama unggul dalam iptek dan imtak, kemudian menjadi idola masyarakat dan yang terakhir adalah memberikan kesenangan belajar terhadap santri.

Selanjutnya jenis pelajaran di darul ahsan ini sendiri berbagai macam seperti halnya berbagai macampula motivasi mereka belajar kesini. Tentu darul ahsan ini menawarkan bagaimana mereka yang senang matematika disitu mereka mampu menggali matematika, ada yang senang bahasa arab disitulah mereka tuangkan bahasa arab, ada yang senang bahasa inggris mereka tuangkan pula bahasa inggris. Jadi semua komponen materi – materi yang ada disini tentunya mencakup keseluruhan aspek pendidikan untuk didunia dan diakhirat. Karena kita sistemnya adalah bagaimana menguasai ilmu pengetahuan untuk bekal kita diakhirat dan bagaimana aqidah adalah pedoman kita dalam hidup untuk menuju akhirat.

Memelihara tradisi ulama – ulama salaf dulu yang baik dan mengambil teknologi – teknologi atau sistem metode pendidikan yang modern tapi itu lebih maslahat. Maka pendidikan – pendidikan umum yang materi – materi umum seperti matematika, fisika, computer, b.inggris kenapa kita ambil ?, karena memang itu penting. Karena yang dihasilkan dari darul ahsan tidak semuanya barang kali yang menjadi kyai tidak semuanya menjadi ustad barang kali ada yang menjadi pns ada yang menjadi teknokat, tapi teknokat yang muslim, mereka menjadi pns yang ahli ibadah, menjadi pejabat – pejabat yang beriman kepada Allah. Itukan lebih baik kemudian menjadi kyai – kyai yang berwawasan intelektual yang tinggi, ketika menjaadi ustad – ustad yang berwawasan bagaimana menghadapi tantangan zaman didunia. Jadi intinya adalah bagaimana menciptakan orang yang yang pandai berbahasa rab, menggali kitab kuning, tetapi pandai menterjemahkan dalam kehidupan sehari – hari, pandai berbahasa inggris. Itukan komportable artinya komportable itu orang yang mampu berkomentitip didunia dan mampu mengamalkan apa – apa yang ia ketahui untuk kesenangan hidup diakhirat.

 

BUDAYA PONDOK PESANTREN DAARU AHSAN

Dangdeur Jayanti tangerang Banten

Pesantren adalah sebuah yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran lahiriyahnya. Pesantren adalah sbuah kompleks dengan umumnya lokasi yang terpisah dari kehidupan disekitarnya, dalam kompleks itu berdiri beberapa buah bangunan  rumah berkediaman kediaman pengasuh (di daerah berbahasa jawa di sebut kiai, di daerah bahasa sunda ajengan, didaerah bahasa Madura Nun, dan sebagainya); sebuah surau ataun masjid, tempat pengajaran diberikan  (bahasa arab madrasah, yang juga terlebih sering mengandung konotasi sekolah) dan asrama tempat timggal santri yang sering di sebut pondok atau kobong. Berikut kebiasaan atau budaya adat didalam pondok pesantren Daarul Ahsan:

A.    Sikap hormat dan ta'dzim

Sikap hormat dan ta'dzim kepatuhan mutlak kepada kiaisatu nilai pertama yang dinamakan pada setiap santri kepatuhan itu di perluas lagi, sehingga mencakup penghormatan kepada ulama sebelumnya dan ulama-ulama yang mengarang kitab yang dipelajari kepatuhan ini bagi pengamat luar, tempat lebih penting dari pada usaha menguasai ilmu teteapi bagi kiai hal itu merupakan intergral dari ilmu yang akan dikuasai

Nilai-nilai yang di tekankan di pesantren meliputi persaudaraan islam, keikhlasan, kesederhanaan, dan kemandirian. Disamping itu pesantren juga menanamkan kepada santrinya kesolehan dan komitmen atas lima rukun islam: syahadat (keimanan) sholat (ibadah lima waktu), dzakat (pemberian), puasa (selama nulan ramadhan), dan hajji (ziarah ke mekkah bagi yang mampu) ustadz di pesantren menekankan kepada santrinya agama dan moralitas. Pendidikan etika/moral dalam pengertian sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren berusaha untuk menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan dan dapat pula dipelajari dan diperaktekkan.

Biasanya para santri dipelajari moralitas saat mengaji dan kemudian diberi kesempatan utuk memperaktikan di selala aktivitasnya di pesantren.

B.     Persaudaraan

Sebagai contoh sholat lima kali sehari adalah keawajiban dalam islam, tetapi kadang belum menekankan pada pentingnya berjamaah. Bagaimanapun berjamaah di anggap sebagai cara yang lebih baik dalam sholat dan pada umumnya diwajibkan oleh para pengasuh pesantren. Sebuah pesantren yang tidak mewajibkan santrinya berjamaah bukan lagi di sebut pesantren, para kiai biasanya menyebutkan bahwa praktik jamaah ini mengajarkan persodaraan dan kebersamaan. Yaitu nialai-nilai yang harus di tumbuhkan dalam masyarakat islam. Jika jamaah sekali dalam sholat jum'at akan membentuk masyarakat yang solid, maka berjamaah tiap hari akan memperkuat tali persodaraan. Di samping itu juga sholat mengajarkan kepemimpinan, jika mereka yang dibelakang sebagai ma'mum, melihat pemimpinnya itu imam meuat kesalahan, mereka akan mengingatkan "subhanallah" bukan proses melainkan sebuah peringatan, dalam konteks politisi, hal ini mendorong sinergi hubungan antara pemimpin dengan yang di pimpin inilah sedikit budaya pesantren yang dikentalkan adalah ukwah islamiyah persodaraan sesama.

C.     Keiklasan dan kesederhanaan

Nilai seperti kesederhanaan diajarkan spontan dan hidup dalam kebersamaan. Di kebanyakan pesantren, santri tidur di atas lantai dalam satu rungan mampu menanpung 80 santri. Sebuah kamar yang dirasa cocok untuk1-2 orng, ternyata dihuni 6-8 orang. Semakin popular pesantren, semakin banyak ruangan dihuni orang. Menu yang dimakanpun hanya sekedar nasi, tempe, dan sayuran seadanya . lebih jauh, meskipun ada pengakuan hak milik pribadi, dalam praktiknya, hak milik itu umu. Yang sepele, seperti sandal yang di pakai bebas tidak dipakai akan dipinjemkan apabla diminta, santri yang menolak meminjamkan barang-barang tersebut akan mendapatkan sanksi sosial dari kawan-kawannya. Sebab, santri yng tidak bisa ikut kebiasaan seperti ini akan mendapatkan ejekan ataupun peringatan keras akan pentingnya persodaraan dan keikhlasan. Dalam banyak hal, gaya hidup pesantren tidak  banyak berubah dari waktu kewaktulebih mengedepankan aspek kesederhanaan, meskipun kehidupan diluar memberikan perubahan gaya hidup dan standar ysng berbeda, gaya hidup pesantren cdenderung asketis (pertapaan), gaya hidup asketis di pesantren mempersiapkan para santri untuk siap menjadi kaya atau miskin.

D.    Kemandirian

Budaya kemandirian diajarkan dengan cara santri mengurusi sendiri kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ide esensial dari kmandirian sering dipelesetkan, akar kata dari kemandirian adalah kepanjangan 'mandi sendiri'. Prinsip yang termuat dalam kemandirian adalah bahwa menjaga dan mengurus diri sendiri tanpa tanpa harus dilayani dan tidsk menggantungkan pada yang lain adalah merupakan nilai penting dipesantren tradisional, mandiri termanifestasikan dalam memasak, para santri memasak untuk mereka sendiri atau setidaknya dalam kelompok kecil. Saat ini, selain kehilangan banyak waktu mengaji, banyak pesantren yang memahami sistem capfeteroziz. Meskipun meskipun begitu, santri masih banyak memiliki kesempatan belajar kemandirian dengan cara lain mencuci sendiri, menyetrika, dan menjaga kebersihan kamar masing-masing.

Inilah budaya yang ditanamkan dalam pondok pesantren Daarul Ahsan yang dulu saya pernah tempuh pendidikannya budaya ini membawa dampak baik ketika saya rasakan setelah lulus dan melanjutkan keperguruan tinggi, nilai yang dulu saya anggep sepele sekarang saya mersakan manisnya bagaimana hidup mandiri tanpa di damping orang tua, manhemant waktu, maupun  uang itu saya lakuakan semenjak dulu di pesantren. Sikap mental dan ta,dzimpun masih di tanamkan dalam kehidupan masyarakat setempat.

Semoga tulisan dan pengalaman yang saya dapatkan dulu dipesantren bisa diambil hikmah dan pelajarannya. Terutama untuk peneliti sendiri.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini