Selasa, 01 Desember 2015

Tugas Observasi Lapangan_Rezka Dwi F KPI 1B_Farhan Fauzan KPI 1B

REZKA DWI FITRIANSYAH / KPI 1B (11150510000050)

FARHAN FAUZAN / KPI 1B (11150510000075)

 

OBSERVASI LAPANGAN

 

 

KATA PENGANTAR

 

            Puji  syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita, sehingga kami berhasil menyelesaikan  tugas sosiologi ini  yang alhamdulillah  tepat  pada  waktunya.
            Tugas   ini   berisikan  materi tentang Pengamatan menggunakan teori sosiologi aliran Marxian dengan menggunakan referensi yang tersedia sebagai bahan dalam pelaksanaan penyampaian materi kegiatan pengamatan kami.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran  dari semua pihak yang bersifat  membangun  selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini

 

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Permasalahan

 

            Kita sebagai makhluk sosial yang tinggal dibumi tidak akan bisa hidup berdiri dengan sendiri, kita memerlukan orang lain yang saling berinteraksi melakukan aktifitas sehari-harinya serta kita tidak bisa terlepas dengan kebutuhan pokok kita meliputi papan, sandang dan pangan.

            Dengan ini kami memilih pedagang pasar maupun pedagang kaki lima sebagai bahan penelitian serta disinilah makhluk-makhluk sosial yang kebanyakan dari mereka melakukan aktifitas interaksi secara langsung yang dilakukan oleh si pedagang maupun si pembeli dengan individu maupun kelompok.

             Dan disinilah kemungkinan akan terjadi konflik sosial, kekuasaan serta hambatan-hambatan si pedagang serta pembeli, yang terjadi di pasar ataupun di pedagang kaki lima.

 

B.     Definisi Perdagangan

 

            Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Giatnya aktivitas perdagangan suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi tolok ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Sehingga bisa dibilang perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Melalui perdagangan pula suatu negara bisa menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga sehingga secara tidak langsung perdagangan juga berhubungan erat dengan dunia politik.

 

            Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh keuntungan. Pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi aneka macam pekerjaan,misalnya :

a)      Pekerjaan orang-perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.

b)      Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), misalnya Perseroan Terbatas (P.T), Perseroan Firma (Fa),Perseroan Komanditer dan sebagainya guna memajukan perdagangan.

c)      Pengangkutan untuk kepentingan lalu-lintas niaga baik di darat, di laut maupun di udara.

d)     Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.

e)      Perantaraan bankir untuk membelanjai perdagangan.

f)       Mempergunakan surat perniagaan (wesel, cek, aksep) untuk melakukan

 

 


 

 

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

 

            Istilah "Marxisme" sendiri adalah sebutan bagi pembakuan ajara resmi Karl Marx yang terutama dilakukan oleh temannya Friedrich Engels (1820-1895) dan oleh tokoh teori Marxis Karl Kautsky (1854-1938). Dalam pembakuan ini ajaran Marx yang sebenarnya sering ruwet dan sulit dimenerti disederhanakan agar cock sebagaimideologi perjuangan kaum buruh. Georg Lukacs menegaskan bahwa "Marxisme klasik" adukan Engels dan Kautsky itu menyimpang dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Marx[1]. "Ajaran Marx" itu sendiri—yang pertama dalam ajaran The German Ideology—­tidak memuat segala apa yang dipikirkan Marx, melainkan hanya apa yang oleh Marx dianggap betul dan definitif. Marx masih menulis jauh lebih banyak, misalnya semua tulisan dari tahap perkembangannya yang lazim disebut "Marx Muda", atau edisi raksasa Grundrisse dari tahun 1859 yang baru pertama kali diterbitkan 80 tahun kemudian di Moskow. Yang ditulis oleh Marx dalam tulisan-tulisan itu cukup berbeda dari apa yang kemudian ia anggap sebagai ajarannya yang resmi.

            Teori Marxisme pertama kali dikemukakan oleh Karl Marx pada sekitar abad ke 19. Dalam analisis teori Marxisme, pembagian kelas menjadi tolak ukur yang utama. Karl Marx mencetuskan teori ini disebabkan adanya pembagian kelas antara kaum borjuis atau para kapitalis dan kaum proletar atau para pekerja yang kemudian akan terjadi konflik diantaranya (Hobden & Jones, 2001). Kaum Marxis menuntut adanya persamaan status atau derajat antar individu atau antar negara dalam berbagai bidang. Mereka percaya bahwa kesetaraan antara kaum borjuis dan kaum proletar akan terwujud jika kaum proletar melakukan perlawanan terhadap kaum borjuis dan dapat 'menang' melawan kaum borjuis atau kaum kapitalis.

            Paham Marxisme terus berkembang hingga akhirnya muncul teori kritis. Teori ini berakar dari Eropa Barat pada sekitar tahun 1920 dan 1930an. Berbeda dengan teori Gramsci yang lebih menekankan pada bidang ekonomi dan politik internasional, teori kritis lebih menekankan pada kelompok atau komunitas dan keamanan internasional. Para penganut teori kritis memberikan kontribusi yang cukup besar melalui pemikiran mereka mengenai arti dari 'pembebasan' yang merupakan kunci utama bagi penganut Marxisme namun terkadang tidak diartikan secara jelas dan terkesan ambigu. Andre Linklater berpendapat bahwa dalam penerapan studi hubungan internasional, pembebasan disini harus dapat dipahami dalam artian perluasan batas 'moral' dalam komunitas politik (Hobden & Jones, 2001).

            Perlahan, perkembangan paham Marxisme semakin berkembang dan pada akhirnya teori Neo-Marxisme muncul sebagai akibat banyaknya pemikiran Marxisme yang terkadang dihiraukan atau bahkan disalahartikan oleh sebagian besar generasi penganut Marxisme. Para pemikir neo-marxisme berusaha memperbaiki teori-teori yang berkembang dalam paham Marxisme dan menyusun teori mereka sendiri berdasarkan pemikiran Karl Marx (Hobden & Jones, 2001). Sebagian penganut teori ini tidak setuju dengan pendekatan atau teori sistem imternasional dan paham realisme dalam memahami studi Hubungan Internasional.

            Sama seperti Marxisme, neo-marxisme percaya bahwa kapitalisme yang dilakukan oleh negara penjajah ke negara jajahan dipandang sebagai suatu kemajuan. Namun pandangan Marxisme yang melihat imperialisme sebagai titik tertinggi atau tahap akhir kapitalisme, berbeda dengan neo-marxisme yang menganggap bahwa imperialisme adalah awal dari kapitalisme. Neo-Marxisme percaya bahwa kolonialisme membawa kemajuan dalam bidang layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik, dan akses yang lebih besar untuk mendapatkan barang. Salah satu pemikir Neo-Marxisme, Justin Rosenberg,  menggunakan ide Marx untuk mengkritisi teori hubungan internasional dari sudut pandang realis dan mengembangkan pendekatan atau pemikiran alternatif untuk memahami perubahan dalam sejarah politik dunia.

 

BAB III
HASIL OBSERVASI

 

            Objek kami kali ini, adalah pedagang asongan yang bisa dipanggil Bang Heri Sudrajat yang biasa dipanggil Bang Heri atau bisa juga di panggil Bang Gondrong adalah seorang yang punya keinginan untuk bekerja keras walaupun hanya dengan modal yang kecil tetapi dia berusaha untuk memenuhi kebutuhan istri dan 1 orang anaknya. sebagai kepala keluarga Bang Heri ingin sekali memberikan kebahagian terhadap keluarga kecilnya,dia tidak ingin anaknya bernasib sama seperti dia.

            Meskipun hujan dan panas menerpa kota Jakarta disekitaran terminal Lebak Bulus,tetapi Bang Heri tetep bertahan dalam menjalankan tugasnya sebagai pedagang asongan. Bang Heri adalah seorang yang menyayangi pekerjaannya walaupun hanya sebagai pedagang asongan karena hanya dengan berdagang asongan Bang Heri bisa membiayai pendidikan anaknya. Dia pun juga ingin sekali membuka usaha warung kecil-kecilan.

            Dia bekerja keras dari pagi hingga malam hari hanya untuk mendapatkan uang, pendapatan Bang Heri juga tidak menentu, keramaian kota Jakarta dan kondisi cuaca yang menjadi penentu, apabila cuaca panas Bang Heri bisa medapatkan uang Rp 50.000/hari namun apabila cuaca hujan pendapatan Bang Heri menurun 20-40% terjadi karena kendala cuaca yang membuat dia susah untuk berjalan kesana sini.

 


 

A. Kendala

            Kendala yang dihadapi oleh Bang Heri yaitu kurangnya modal atau biaya untuk mendirikan usaha lain yang lebih baik banyaknya jumlah pedagang asongan di wilayah Terminal Lebak Bulus membuat Bang Heri harus bekerja lebih keras lagi.keramaian kota dan faktor cuaca menjadi penetu pendapatan Bang Heri, pendapatan Bang Heri lebih besar di musim panas di karnakan lebih leluasa menjajahkan asongannya, di bandingkan musim hujan dan bayak barang yang tidak terjual akibat rusak terkena air hujan sehingga Bang Heri harus mengganti lagi dangan barang yang baru.

 

B. Alternatif

            Untuk menanbah modal Bang Heri mengurangi pendapatanya yang tadinya 50,000 dikurangi 10.000 jadi untung yg didapat 40.000, selain mangkal sewaktu-waktu Bang Heri juga berkeliling di sekitar terminal. Bang Heri juga mempersiapkan plastik dan payung jika sewaktu-waktu akan turun hujan.

 

C. Perputaran Uang Sehari

Modal awal = Rp 120.000

Pendapatan sehari apabila cuaca baik Rp 50.000

Pendapatan sehari apabila cuaca tidak baik Rp 35.000

Modal belanja Pak Kodir tiap hari ± Rp 70.000

 

BAB IV

PENUTUP

 

Solusi dan Saran

 

            Bicara solusi untuk mengatasi masalah yang pertama di hadapi para pedagang seperti modal dan mahalnya harga bahan dgangan, ini peran pemerintah juga sangat penting di dalamnya seperti pemberian modal seperti pnpm mandiri, disini pemerintah juga harus mengawasi dan membimbing para pedagang dalam menggunakan pinjaman modal dengan bijak, jangan di kasih modal saja terus di lepas atau di biarkan. Mungkin inilah yang mengakibatkan pemberian modal kadang berjalan tidak semestinya.

Dan untuk mengatasi masalah bahan baku dagang,  peran pemerintah juga sangat besar dalam menyetabilkan harga harga komoditi tersebut. Tidak hanya bergantung dari peran pemerintah semestinya para pedagang harus melakukan anti sipasi mengenai hal ini seperti mencari cari informasi tentang harga barang apa saja yang akan naik. Dan mereka diharapkan mampu untuk bersiap siap dalam menambah stok barang barang yang akan naik tersebut. Dan saya tekan kan INFORMASI lah yang terpenting karena pada dasarnya orang yang paham informasi inilah orang yang akan menang.

 

 

Kesimpulan

 

            Jadi kesimpulanya Bang Heri sebagai pedagang asongan di wilayah Terminal Lebak Bulus memiliki kualitas kehidupan sosial yang bisa dikatakan mencukupi. Itu dapat di buktikan, sendiri ia mampu untuk menyekolahkan anaknya, dan bisa mencukupi biaya pangan keluarganya sehari-hari. Meski tak jarang menghadapi sebuah masalah namun hal ini masih bisa di atasi oleh bang Heri, pemerintah harus memberi kontribusi bagi mereka agar kinerja mereka menjadi maksimal.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

·         Ritzer, George, dan J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.

 

Tugas Sosiologi_Nur Baeti KPI B 11150510000064 & Chairiyani Jurnalistik A 11150510000115

KATA PENGANTAR

            Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberi kami nikmat sehat, Iman dan Islam. Sehingga kami dapat menjalanjalankan dan mengerjakan tugas kami yaitu dalam Mata Kuliah Sosiologi. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kehadirat Nabi besar kami yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kami dari zaman jahilliah kepada zaman yang terang benderang akan ilmu ini. Dan juga yang sama-sama kami hormati Pak Tantan selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Sosiologi.

            Di dalam laporan ini tentu saja memiliki banyak kekurangan namun terdapat pula keistimewaan di dalamnya, seperti kata pepatah taka da gading yang tak retak, begitu juga halnya dengan laporan ini. Karena dengan segala kerendahan hati saran-saran dan kritik yang konstruksi sangat diharapkan dari pembaca demi peningkatan laporan ini di masa mendatang.

            Dan kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak  yang telah membantu kami dalam menyusun laporan ini dan harapan kami adalah laporan ini bermanfaat dan benar-benar memperoleh pemahaman secara menyeluruh dan lengkap.

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

            Ekonomi pasar, konflik dan kerjasama orang-orang liberal dengan orang-orang nasionalis memiliki pandangan yang berbeda terhadap eksistensi ekonomi pasar, terutama dikaitkan dengan dinamika hubungan internasional. Di dalam pasar terdapat barang dan jasa. Dalam konsep ekonomi pasar memungkinkan seserang untuk menukar barang dan jasa dengan barang yang mempunyai nilai serupa. Di setiap wilayah khususnya Indonesia kita dapat menjumpai pasar dengan mudah. Karena pasar merupakan sumber kehidupan bagi warga masyarakat maka pasar banyak dijumpai di setiap wilayah Indonesia.

            Dalam pasar juga terdapat jaringan sosial. Karena dalam pasar terdapat proses distribusi, produksi, dan konsumsi yang semuanya merupakan jaringan sosial. Antara satu dan lainnya saling berkaitan membentuk jaringan, dan saling bergantung. Misalnya dalam pendistribusian barang, harus ada orang yang memproduksi, dan orang yang memproduksi bergantung ada pemakai (konsumen) atau tidak.  Disiplin ilmu ekonomi telah mengembangkan berbagai prinsip, teori, dan model-model yang mengungkapkan determinan-determinan yang paling penting yang mampu menjelaskan peristiwa ekonomi.

            Sebagaimana yang telah kita lihat, dua diantara berbagai keputusan ekonomi yang paling penting yang dihadapi oleh suatu masyarakat adalah memutuskan barang dan jasa apa yang harus diproduksi dan bagaimana mengalokasikan berbagai sumber daya di antara berbagai alternatif penggunaan. Kombinasi barang dan jasa yang diproduksi dapat diselesaikan menurut perintah penguasa atau melalui sistem pasar. Dalam perekonomin pasar, berbagai keputusan ekonomi terdesantralisasi dan dibuat oleh kebijakan kolektif pasar, atau dengan kata lain, harga-harga memecahkan tiga persoalan ekonomi dasar menyangkut apa, bagaimana dan untuk siap. Yang diproduksi hanya barang dan jasa yang mau dibeli orang-orang pada harga yang cukup untuk menutupi biaya produksinya. Karena sumber daya merupakan hal yang langka, barang dan jasa diproduksi dengan menggunakan kombinasi teknik dan sumber daya yang digunakan yang meminimalkan biaya produksi. Dan barang dan jasa yang diproduksi dijual (didistribusikan) kepada orang-orang yang mempunyai uang yang bersedia membayarnya.  

 

 

 

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

            Teori Konsumsi ,kerena muncul dari masa Revolusi Industri, dan dihidupkan oleh problem-problem dan prospek revolusi tersebut, maka teori sosiologi mengandung "bias produktivis". Yakni teori-teorinya cenderung berfokus pada industri, organisasi industri, kerja, dan pekerja. Ini tampak paling jelas pada teori Marxian dan neo-Marxian, dan juga dalam beberapa teori lainnya, seperti pemikiran Durkheim tentang divisi tenaga kerja, karya Weber tentang bangkitnya kapitalisme di Barat dan kegagalan mengembangkannya di belahan dunia lain, analisis Simmel tentang tragedy kultur yang diakibatkan oleh proliferasi produk manusia, minat aliran Chicago terhadap kerja, dan perhatian teori konflik terhadap relasi antara majikan dan buruh, pemimpin dan pengikut dan sebagainya.

            Di sejumlah tempat dalam karyanya Marx berbicara seolah-olah seperti seorang determinis ekonomi; yakni ia mengaggap sistem ekonomilah yang terpenting dan menegaskan sistem ekonomi menetukan semua sektor masyarakat lainnya. Meski Marx melihat sektor ekonomi sangat menentukan setidaknya dalam masyarakat kapitalis, namun selaku orang yang berfilsafat dialektis, ia takkan berpendirian deterministis karena dialektika ditandai oleh pemikiran mengenai adanya umpan balik dari interaksi tmbal balik secara terus-menerus antara berbagai sektor masyarakat. Sektor polik, agama, dan sebagainya tak dapat dikurangi menjadi epifenomena yang ditentukan oleh ekonomi. Alasannya, politik, agama , dan sebagainya dipengaruhi oleh sektor ekonomi. Meskipun Marx berpikit dialektis, namun ia masih saja diinterpretasikan sebagai seorang determinis ekonomi. Meski ada beberapa aspek pemikiran Marx yang dapat menimbulkan konklusi seperti itu, namun dengan mengakui Marx sebagai seorang determinis ekonomi berarti mengabaikan seluruh penekanan dialektika teorinya. Agger (1978) menyatakan determinisme ekonomi mencapai puncaknya sebagai interpretasi teori Marxian selama periode komunis internasional kedua antara 1889 dan 1914. Periode histori ini sering dilihat sebagai puncak kapitalisme pasar awal.

            Ada banyak teori tentang aspek ekonomi dari globalisasi. Yang terpenting, stidaknya dalam sosiologi, adalah yang disosialisasikan dengan teori Marx :teori mereka bersifat Marxian. Lesli Sklair (2002) membedakan antara udua sistem globalisasi. Yang pertama sistem globalisasi kapitalis-adalah sistem yang kini dominan. Yang kedua sistem sosialis-belum eksis, namun sudah ditunjukkan oleh gerakan anti gobalisasi, khususnya yang ditujukan pada hak asasi manusia di seluruh dunia. Gerakan anti globalisasi, dan kemungkinan bentuk sosialism dimungkinkan oleh problem dalam sistem globalisasi saat ini, khususnya polarisasi kelas dan meningkatnya ketidak berlanjutan ekologis dalam globalisasi kapitalis. Meskipun negara-bangsa masih penting, Sklair fokus pada praktik transnasional yang mampu mengatasi batasan-batasan –termasuk yang diciptakan oleh negara – dengan implikasi bahwa batas wilayah makin menurun arti pentingnya dalam globalisasi kapitalis. Sebagi seorang Marxis, Sklair memprioritaskan praktik transnasional ekonomis, dan dalam konteks inilah korporasi transnasional – salah satu aspek sentral dari analisisnya – mendominasi. Di balik penekanan pada korporasi transnasional ini adalah gagasan bahwa kapitalisme bergerak dari sistem internasional (karena negara[-bangsa] menurun signifikasinya] menuju ke sistem yang mengglobal yang terlepas dari wilayah geografis atau negara tertentu.

            Praktik transnasional kedua yang penting adalah poitik, dan disini kelas kapitalis transnasional telah mendominasi. Akan tetapi, ini bukan berisi kapitalis dalam pengertian Marxian tradisional – yakni, kelas kapitalis transnasional tidak selalu memiliki sarana produksi sendiri. Sklai membedakan empat "fraksi" kelas kapitalis transnasional: (1) fraksi korporat terdiri dari eksekutif perusahaan transnasional dan afiliasi lokalnya; (2) fraksi negara terdiri dari birokrat dan politisi negara yang mengglobal; (3) fraksi teknis yang terdiri dari profesional yang mengglobal; dan (4) fraksi konsumen yang terdiri dari pedagang dan eksekutif media. Ini jelas kelompok yang berbeda dari yang dipikirkan Marx saat ia mengkonseptualisasikan kapitalis.

            Kelas kapitalis transnasional mungkin bukan kapitalis dalam pengertian tradisional, namun ia bersifat transnasional melalui beberapa cara. Pertama, anggotanya cenderung memiliki kepentingan global (dan lokal) yang sama. Kedua, mereka berusaha menjalankan berbagai macam kontrol atas negara. Yakni mereka berusaha menguasai ekonomi dilapangan kerja, kontrol politik dalam politik dalam negeri dan internasional, dan kontrol kultur-ideologi dalam kehidupan sehari-hari dilintas-batas internasional. Ketiga, mereka cenderung berbagi perspektif global tentang berbagai isu. Keempat, mereka berasal dari berbagai negara, namun semakin menganggap diri sebagai warga dunia dan bukan hanya dari tempat kelahiran. Terakhir, dimanapun mereka berada pada suatu waktu, mereka memiliki persamaan gaya hidup, khususnya dalam hal barang dan jasa yang mereka konsumsi.

            Praktik transnasional ketiga adalah ideologi-kultur, dan disini Sklair mementingkan ideologi-kultur konsumsi dalam globalisasi kapitalis. Meskipun fokusnya pada kultur dan ideologi, penekanannya pada konsumsi berarti menyertakan ekoomi karena menambahkan perhatian pada konsumsi pada gagasan tradisional teentang produksi (dan korporasi transnasional) dalam pendekatan ekonomi pada umunya. Di bidang ini kemampuan untuk mengontrol secara ideologis atas orang yang tersebar diseluruh dunia telah meningkat secara dramatis, terutama melalui jangkauan dan kecanggihan iklan dan media dan berbagai macam barang konsumen yang dipasarkan oleh dan melalui media. Pada akhirnya, mereka semua menciptakan mood global untuk mengonsumsi, yang menguntungkan korporasi transnasional, dan perusahaan iklan dan media, yang merupakan contoh daro korporasi yang mendapat untung dari sana.[1]


BAB III

ANALISIS

            Di abad spealisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti juga halnya dengan orang atau beberapa orang yang memiliki perusahaan tetapi tidak mengendalikannya. Karena sekarang adalah zaman keahlian serta spealisasi, di mana manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai-pegawai sebagaimana halnya dengan pekerja-pekerja pabrik. Para buruh maupun pekerja kantor dapat memiliki saham perusahaan yang dapat menjadikan mereka sebagai pemilik-pemilik bagian. Namun pada kenyataannya dalam mempekerjakan pegawai-pegawai ini dapat nilai positifnya yaitu perkembangan tingakatnya pengangguran menjadi lebih berkurang.

             Menurut Dahrendorf dekomposisi modal ini melahirkan kesulitan untuk mengidentifikasi kaum borjuis yang memiliki monopoli eksklusif atas modal maupun pengendalian perusahaan. Sejalan dengan abad kedua puluh, pemilikan dan pengendalian tersebut mengalami difersifikasi dan tidak lagi berada dalam tangan satu individu atau keluarga saja.

            Pada analisis kali ini kelompok  kami  akan menganalis berdasarkan teori Karl Marx (1818-1883). Karl Marx merupakan filosof teoretikus yang sangat terkemuka pada abad ke-19. Sebagian besar hasil pemikirannya begitu berpengaruh terhadap pemikiran ahli abad berikutnya. Ideoogi perguangan yang di sebut Maxisme. Masuk pada setiap gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan pada abad ke-20 menjadi dasar dari kebanyakan gerakan pembebasan. Istilah maxisme adalah sebutan dari  pembukaan ajaran Karl Marx, terutama yang disebarkan oleh temannya yang bernama Marsis Karl Kautsky (1854-1958). Tidak di ragukan lagi bahwa maha karya hasil pemikiran Marx telah menjadi stimulus perkembangan sosiologi, ekonomi, filafat, sikap kritis, politik dan budaya. Kehadiran teori-teorinya tidak pernah dirasakan sebagai suatu pemikiran intelektual, tetapi sebagai usaha Marx untuk memeperbaiki kondisi kehidupan manusia keluar dari penindasan dan berwewang-wenangan. [2]

            Seperti yang sudah di kemukakan oleh teori Karl Marx bahwa kehadiran teorinya tersebut sebagai usaha memperbaiki kodisi kehidupan manusia keluar dari penindasan, karena kini banyak di kalangan masyarakat yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku contohnya rakyat yang kecil selalu tertindas karena tidak adanya kekuasaan di tangannya dan juga disebabkan oleh ekonomi yang kurang maju di dalamnya membuat rakyat yang kecil menjadi terbelakangi. Karena hal itu kami ingin sekali menganalisis tentang perkembangan ekonomi masyarakat dengan mewawancarai salah seorang pedagang di daerah Jakarta Timur yang bernama Bapak Ismail. Beliau mempunyai beberapa ruko di daerahnya dan mempunyai pekerja untuk membantu dalam bisnisnya tersebut. Ruko ini telah berjalan kurang lebih tujuh tahun lamanya, dan saat ini rukonya telah di kenal oleh penduduk sekitar, Karena dalam hal harga beliau berani memasang harga murah untuk masyarakat.

            Lebih lanjut, Karl Marx menegaskan bahwa emansipasi manusia hanya dapat dicapai dengan perjuangan kelas. Yaitu kelas social menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada masyarakat didalam struktur kelas ada perbedaan, yakni kelas atas (kaum pemilik modal dan alat-alat industri) dalam hal ini ada sangkut pautnya dengan apa yang kami analisiskan dengan pedagang tadi, yaitu pemilik usaha tersebut mempunyai kekuasaan terhadap modal dan alat-alat yang dijualnya, dengan kekuasaan ini maka pedagang berhak mengatur dan mengelola dengan cara mereka sendiri. Ada juga struktur kelas bawah (kaum proletar buruh) buruh dalam perdangan ini sebagai bawahan sipemilik modal maka ia harus mengikuti semua aturan dan tata cara berdagang sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh atasannya.

Dalam masyarakat kapitalis, Marx menyebutkan ada tiga kelas social yaitu,

(1)        Kaum buruh, mereka yang hidup dari upah. Mereka hanya mengandalkan upah yang diberikan oleh atasannya, dalam hal ini adanya ketergantungan antara buruh dengan pemilik modal tersebut. seperti Bapak Ismail ia mempunyai tujuh orang buruh dalam usahanya. Dalam pembagian upah ini Bapak Ismail melihat siapa yang baik dalam kinerjanya dengan hal tersebut bahwa Pak Ismail mempuyai hak yang besar dalam mengatur upah yang akan diberikan oleh ketujuh buruh yang dipekerjakanya. Dan mereka kaum buruh tidak perlu memikirkan modal karena itu tugas pemilik dagangan dalam mengatur barang, tugas dari buruh hanya memperjual barang dagangan dengan baik.

(2)        Kaum pemilik modal, yang hidup dari laba. Mereka yang hidup dengan adanya keuntungan dalam usahanya, sebagian besar yang di dapat pada para pedagang hanya memperoleh keuntungan 20%.  Seperti yang dialami oleh Pak Ismail. dalam memperoleh keuntungan yang banyak, itu tergantung dari cara menghitung dan mengatur dalam menjual barang. Jika ia memberikan modal yang banyak maka pemilik modal tersebut harus bisa memikirkan bagaimana bisa memperoleh keuntungan yang banyak juga.

(3)        Para tuan tanah , yang hidup dari rente tanah yaitu mereka yang dapat memperoleh keuntungan dari tanah-tanah yang mereka sewakan untuk para pedagang. Bapak Ismail mengaku bahwa tempat yang ia tempati ini hanya sewaan dari pemilik tanah tersebut . Dalam hal ini, Pak Ismail membayar penyewaan tersebut tiap setahun sekali dengan fasilitas hanya warung kecil yang berukuran 5x5. Dengan adanya penyewaan ini mereka bisa saling menguntungkan yaitu bagi pemilik tanah yang bisa memperoleh uang dari hasil penyewaan tersebut dan pedangan yang dapat berdagang di tempat yang sudah disediakan oleh tua tanah.

            Latar belakang pemikiran Karl mark adalah eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh kaum pemilik modal atau para pengusaha (kapitalis). Eksploitasi tersebut di wujudkan dalam bentuk jam kerja yang ditentukan sesuai keinginan para pemilik modal dan pembagian upah yang tidak sebanding dengan pekerjanya. Dengan kata lain, Mark menuduh kemiskinan yang dialami oleh kaum proletar merupakan ciptaan kaum bojuis akibat pemaksimalan jam kerja dengan upah yang amat rendah. Kondisi ini menurutnya akan berimbas pada ketimpangan social yang sangat tajam yang bermuara pada ledakan revolusi sosial sebagai akibat daya tahan hidup kaum proletar yang sudah mencapai batas ketahanannya.[3]

            Secara garis besar sasaran revolusi tersebut adalah membentuk kehidupan masyarakat tanpa kelas (tidak ada lagi kelas-kelas sosial) dengan pola-pola pembagian ekonomi yang sama rata sama rasa. Dalam hal ini jelas karena terjadi juga pada Bapak Ismail sebagai pemilik usaha dengan kelas tinggi, maka ia mengupahkan ketujuh buruhnya tidak sesuai dengan apa yang telah dikerjakan buruh tersebut.  buruh tersebut diperintahkan dengan membuka ruko tersebut pagi-pagi sekitar jam 6 lalu buruh itu juga yang akan menutup ruko tersebut sampai dengan jam 8 malam. Dengan jam kerja yang sangat lama ini para buruh hanya menginginkan upah yang sebanding dengan apa yang telah ia kerjakan. Tetapi pada kenyataannya Pak Ismail hanya mengupahkan ketujuh buruh tersebut  sebesar Rp.60.00/harinya.

Kembali lagi pada teori Karl Marx, ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam teori kelas, yaitu:

1. besarnya peran structural ketimbang kesadaran dan moralitas. Implikasinya bukan perubahan sikap yang mengakhiri konflik, tetapi perubahan struktur ekonomi.

2. adanya pertentangan kepentingan kelas pemilik dan kelas buruh. Implikasinya mereka mengambil sikap dasar yang berbeda dalam perubahan sosial. Kelas buruh cenderung progresif dan revolusioner, sementara kelas pemilik modal cenderung bersikap mempertahankan status quo menentang segala bentuk perubahan dalam struktur kekuasaan.

3. setiap kemajuan dalam masyarakat hanya akan dapat dicapai melalui gerakan revolusioner.

Pemikiran Karl Marx seperti itu semua bermuara pada tujuan akhir yang dicita-citakannya, yakni ''masyakarat tanpa kelas''.

            Dengan demikian, tidak ada lagi ketimpangan sosial sebab kedudukan semua orang adalah sama, keadaan masyarakat seperti ini yang di sebut oleh Karl Marx sebagai masyarakat sosialis. Prediksi Marx akan ledakan revolusi akibat terlampauinya ambang batas ketahanan kaum proletar bersumber dari analisisnya akan eksistensi perjuangan kelas yang mewujud dalam pertentangan kaum borjuis dan proletar serta berakhir dengan tersingkirnya kaum borjuis /kapitalis dari kehidupan sosial.

            Dalam hal tersebut ada hubungannya dengan teori Hobbes bahwa ia beranggapan dasar manusia pada hakikatnya bersifat egois, merupakan makhluk yang telah di tentukan  akan tetapi mampu bertindak rasional yang sebenarnya merupakan asumsi-asumsi yang merembes masuk kedalam banyak teori naturalis. Tetapi secara tidak langsung ia mengatakan bahwa manusia perlu dihambat oleh masyarakat. Orang terutama dilihat sebagai makhluk yang lebih, merupakan produk dari aturan-aturan sosial, ketimbang sebagai makhluk yang mampu membentuk dan merencanakan dunia sosial mereka sendiri. Rasionalitas terdapat dalam diri manusia.[4]

            Rasionalitas yang digunakan sebagai sarana terpenting untuk menjamin tercapainya tujuan yang diinginkan, Akan tetapi baik sarana maupun tujuan itu sudah ada dalam aturan sosial. Sama seperti halnya dengan Bapak Ismail walaupun dengan  jam kerja yang padat tetapi dalam hal makan siang dan makan malam beliau yang tanggung, dan juga beliau memberikan libur pada pekerjannya dalam seminggu sekali tetapi dengan adanya perjanjian tidak adanya upah pada hari libur tersebut. Dan disaat sedang meninggi laba yang didapat oleh Pak Ismail maka upah yang didapatkan oleh semua  pekerjanya juga akan ditambah olehnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya para pembeli yang mereka layani.

            Adapun jenis realitas yang dikaji adalah objektif dan subjektif. Bourdien menyusun proses tiga langkah  untuk menganalisis bidang. Langkah pertama : yang mencerminkan keunggulan bidang kekuasaan adalah untuk menemukan hubungan setiap bidang spesifik dengan bidang politik. langkah kedua : untuk memetakan struktur objektif dalam hubungan posisi dan bidang.  langkah ketiga : analisis harus berusaha menentukan sifat habitus agen yang menduduki berbagai macam posisi dalam bidang ekonomi tersebut. Inti karya Bourdien dan upayannya untuk menjembatani subjektivitasme dan objektivisme terletak Pada konsepnya tentang habitus dan bidang (field), serta hubungan dialektikalnya satu sama lain. Sementara habitus terdapat dalam pemikiran actor, bidang terdapat diluar pemikirannya.

            Dalam mendirikan ruko ini Pak Ismail telah sangat mengerti tentang dunia bisnis karena, sudah bertahun-tahun beliau menempatkan diri sebagai pedagang. Dalam berdagang beliau telah merasakan pasang surutnya dalam meningkatkan kualitas usahanya, dan sampai sekarang pun beliau masih merasakannya karena, kenyataannya  pada zaman sekarang inflasi sering terjadi. Naik maupun turun harga barang itu tidak lagi asing baginya. Terkadang beliau bingung jika ada barang yang tiba-tiba naik dan menjual harga barang tersebut menjadi tinggi tidak seperti biasanya, penyebab itulah yang menjadikan  kurangnya pemasukan untuk modal.

           

            Seperti yang dijelaskan pada teori Bourdien harus bisa menentukan sifat ekonomi, Dengan ini Pak Ismail juga menempatkan posisinya sebagai pemilik modal yang berhak mengatur semua harga barang sesuai yang telah ditetapkannya. Dengan adanya yang mengatur maka semua persoalan bisa terselesaikan karena ada yang bertanggung jawab dalam urusan tersebut. Dalam setiap harinya Pak Ismail selalu menyiapkan barang pokok yang harus di jualnya. Dalam hal ini maka ia harus bisa menyisakan keuntungannya tersebut untuk menjadikan modal kembali agar bisa menyetok barang dagangannya. Dalam mengelola ini beliau mengaku tidaklah mudah karena bisa saja dalam sehari ia hanya mendapatkan keuntungan 10%. Maka dari itu beliau selalu cermat dalam membagi keuntungannya tersebut. Ditambah lagi dengan adanya beberapa cabang ruko ditempat lainnya maka ia harus bisa menangani masalah-masalah yang sering terjadi pada tempatnya tersebut.

            Dan dalam berdagang penjual harus bisa menempatkan diri dimana ia membuka  ruko ia  harus bisa mengetahui apa yang masyarakat butuhkan di sekitarnya. Karena ia membuka ruko di sekitar perumahan maka ia memutuskan untuk menjual bahan pokok untuk rumah tangga contohnya menjual beras, telur, gula, gas dan bahan-bahan lainnya. di cabang ruko lainnya beliau membuka penjualan alat-alat rumah tangga misalnya ember, gayung, sapu dan alat lainnya. mengapa ia membuka ruko dengan penjualan alat-alat perabotan rumah tangga? Karena, dalam sekitar perumahan tersebut jauh dari pasar, hal itulah yang terlintas dalam fikiran Bapak Ismail untuk membuka ruko yang menjual alat-alat prabotan rumah tangga. Pengertiaan dalam teori ini adalah harus bisa menentukan habitus agen yang menduduki berbagai macam posisi di bidang ekonomi.

            Jika menurut Marx memfokuskan pekerjaan pada efek perubahan struktur kerja masyarakat kapitalis, sedangkan Habermas melihat pada cara perubahan komunikasi struktur masyarakat secara modern. Marx melihat dunia secara menyeluruh kedepan dengan melihat tenaga kerja yang kreatif , sementara Habermas melihat masyarakat kedepan yang didirikan oleh kebebasan dan keterbukaan komunikasi. Dalam artian kebebasan dan keterbukaan komunikasi adalah sifat bebas dalam menyampaikan sesuatu. Bapak Ismail memberikan kebebasan terhadap pekerjanya dalam menentukan hari libur yang dibolehkan pada tiap minggunya.

            Dalam berdagang juga sangat penting adanya komunikasi. Jika Pak Ismail tidak mengontrol ruko tersebut, maka para pekerjanya harus memberikan laporan secara rinci pemasukkan dan pengeluaran yang telah di gunakan oleh para pekerjanya. Dalam hal ini sedah jelas dengan adanya komunikasi antara kelas atas dan kelas bawah. Pak Ismail juga memberikan pinjaman kepada pekerjanya jika membutuhkan uang, para pekerja juga boleh memberikan sesuatu ide dalam usahanya jika memang itu dapat mengembangkan usahanya. Dengan adanya komunikasi mereka juga bisa saling bekerjasama dan saling mendapatkan keuntungan.

            Dalam perbisnisan pun sering terjadi konflik-konflik yang terjadi, Pak Ismail menceritakan bahwa jika sedang mengalami kenaikan dalam harga-harga barang, tidak sedikit pun konsumen beralih pada pasar-pasar swalayan dalam artian ini yaitu Indomart, Alfamart dan pasar-pasar swalayan lainnya. beliau mengaku bahwa harga pasar dan harga pasar swalayan sangat jauh berbeda. Jika pasar tradisional kebanyakkan darinya menghitung jumlah harga jual dengan mempertimbangkan harga modal, berbeda dengan harga yang telah tercatat pada pasar swalayan yang memang memang barang tersebut berasal dari pabriknya langsung. Dalam hal ini tentu harga modal yang dikeluarkan oleh pasar swalayan relatif lebih murah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

            Pada saat ini bukan hanya pasar-pasar  swalayan saja yang memiliki pegawai-pegawai dalam suatu usaha bisnis, tetapi sudah banyak ruko-ruko sederhana yang juga memiliki sistem seperti ini, hal itu juga dapat mengurangi pengangguran yang berada dimasyarakat kecil. Seperti ruko yang diolah oleh Bapak Ismail yang sudah membangun usaha ini sekitar tujuh tahun lamaya, yang pada awalnya ia memegang usahanya ini sendiri. Namun lambat laun usahanya maju dan ia mendapatkan sebuah fikiran untuk bisa membuka lowongan, agar dapat membantunya dalam mengelola usahanya itu. Hingga saat ini beliau sudah mempunyai tiga cabang yang bertempat di daerah Jakarta timur. Tidak kalah dengan pasar swalayan ia menjual lengkap alat-alat dan bahan pokok rumah tangga.

            Pada analisis kali ini berhubungan dengan teori Karl Marx bahwa dalam bermasyarakat pasti adanya kapitalis dimana ada beda antara kelas bawah dan kelas atas, kami dapat menyimpulkan bahwa yang termasuk pada kelas bawah adalah mereka yang hanya bekerja tanpa memikirkan modal dan laba. Mereka mendapat uang hanya dari upah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pemilik modal. Sedangkan yang dimaksud oleh kelas atas adalah ia yag memiliki modal untuk bisnisnya dapat dijalankan dengannya sendiri atau memerlukan pegaiwai dalam mengelola bisnis tersebut. Dalam hal ini pemilik modal mendapatkan uang dari laba yang ia dapatkan dalam usahanya.

            Maka dari itu pemilik modal atau bisa disebut dengan kaum borjuis memenggang kekuasaan tertinggi yang dapat mengatur dan mengelola dalam menjalankan usahanya, sedangkan kaum proletar hanya dapat mengikuti perintah sesuai dengan apa yang di perintahkan atasannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            .

 

 

 

 

 

 



[1] George Ritzer, Teori Sosiologi Modern,Kencana,2014.hal: 554

[2] Wirawan, Teori-teori Social dalam Tiga Paradigm, Kencana, 2013. Hal: 6

[3] Setiadi, M.setiadi, dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Kencana, 2011. Hal:10

[4] M.poloma, Margaret, ''Sosiologi Kontemporer'', Rajagrafindo Persada, 1992. Hal: 9

Tugas sosiologi_BINTANG RAYA HANZARI JURNALISTIK 1A (11150510000080)_HODIJAH KPI 1B (11150510000072)

Tugas Kelompok Observasi Sosiologi

 

Dosen Pembimbing :

 Dr. Tantan Hermansyah, M.si

 

Disusun Oleh :

Hodijah – KPI I/B                                          (11150510000072)

Bintang Raya Hanzari - Jurnalistik I/A           (11150510000080)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG  

 

Karl Marx terkenal karena ucapannya bahwa "agama adalah candu rakyat". Kalimat ini sering diartikan seakan-akan Marx menuduh agama, menyesatkan dan menipu rakyat. Dan memang, dari retorika Marxis kemudian, ucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan, bahwa agama dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan, membuat orang miskin dan tertindas menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya. Hal itu lebih lagi berlaku bagi Lenin yang menulis bahwa "agama adalah candu bagi rakyat", jadi agama dengan licik diciptakan kelas-kelas atas untuk menenangkan rakyat tertindas.

Akan tetapi bukan itulah yang dimaksud Marx (Magnis-Suseno, 1999: 46). Ia tidak membicarakan apakah fungsi agama dalam masyarakat adalah positif atau negatif. Melainkan ucapannya itu menanggapi kritik agama Feurbach. Marx setuju dengan kritik itu. Tetapi menurut Marx, Feurbach berhenti di tengah jalan. Betul, agama adalah dunia khayalan di mana manusia mencari dirinya sendiri. Tetapi, Feurbach tidak bertanya mengapa manusia melarikan diri ke khayalan daripada mewujudkan diri dalam kehidupan nyata. Jawaban yang diberikan Marx adalah: Karena kehidupan nyata, dan itu berati: struktur kekuasaan dalam tidak mengizinkan manusia untuk mewujudkan kekayan hakekatnya. Manusia melarikan diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya.

Marx mendukung kritik Feuerbach terhadap sejumlah pemikiran Hegel, tetapi jauh dari puas terhadap pendapat Feuerbech sendiri, feuerbech memusatkan perhatian pada kehidupan keagamaan, sedangkan Marx yakin bahwa seluruh dunia social dan khususnya dunia ekonomilah yang harus dianalisis[1],  karena dalam hal ini Marx lebih focus terhadap teori dialektikanya yang berorientasi materialisme, terutama hubungan antara manusia dan kehidupan material.

Dari fakta dan pemikiran-pemikiran Marx dapat diketahui bahwa yang menjadi objek kritik Marx ialah orang yang menjalankan agama, bukanlah agama itu sendiri. Karena manusia merupakan faktor independen yang melatar belakangi terciptanya agama yang merupakan faktor dependen, atau sesuatu yang dipengaruhi. Sebagaimana candu, semakin banyak dikonsumsi maka semakin menggerogoti jiwa pecandunya. Namun selalu ada keinginan yang kuat dan hasrat tak tertahankan untuk seallu menkonsumsi candu. Seperti itulah agama menurut Marx.

Maka dalam pembahasan kali ini, kami akan menindak lanjuti pemikiran Marx terhadap objek kritik yaitu orang menjalankan agama, dengan bahan dari hasil observasi terhadap masyarakat Pondok Pesantren Daarul Rahman III Parung. Dengan mengacu pada teori konflik Karl Marx.

 

Tinjauan Teoiritis

Secara garis besarnya saja, dapat dikatakan bahwa Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia pelu bekerja di dalam dan dengan alam.

Dari beberapa teori Marx, salah satu teorinya adalah teori konflik. Yang melihat pertentangan dan eksploitasi kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekutan dalam sejarah.

Sedangkan perspektif konflik secara umum yaitu masyarakat yang terdiri atas indiviu yang masing-masing memiliki berbagai kebutuhan (interest) yang sifatnya langka. Keberhsailan individu mendapatkan kebutuhan dasr terebut berbeda-beda karena kemampuan individu berbeda-beda. Persaingan untuk mendapatkan pemenuhan mendaptkan kebutuhan memicu munculnya konflik dalam masyarakat.

Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep kekuasaan dan wewenang yag tidak merata pada system social sehingga menimbulkan konflik. Tugas pokok analisis konflik : mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.

Teoritikus konflik melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan terkecuali satu hal ketika orang-orang yang muncul sebagai penantang kelas, bangsa, kewarga negaraan, bahkan jenis kelamin. Para teoritikus konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.[2]

 

 

 HASIL OBSERVASI

 

1.     Profil Singkat Ponpes Daarul Rahman

 

Pondok Pesantren Daarul Rahman dipimpin oleh K.H. Syukron Ma'mun. Pada awalnya, Ponpes Daarul Rahman I didirikan pada 11 Januari 1975 oleh KH. Syukron Makmun bersama kawan-kawannya; KH. Untung Ghozali BA, KH. Mansyuri Baidlowi MA, Ust. Nuharzim  BA, KH. Kadir Rahaman, KH Abdurahman Naidi, dan H. Muhammad Noor Mughi. Pesantren ini menempati lahan wakaf dari H. Abdurahman Naidi. Kawasan Senopati pada tahun 1970-an masih berbentuk kampung. Tapi pesatnya perkembangan Jakarta pada tahun 1980-an dengan cepat mengubah kawasan ini dari kampung menjadi segitiga emas bisnis Jakarta. Idealismi Kyai Syukron dalam membangu pesantren adalah ingin menggabungkan Antara model klasikal ala pesantren Gontor dan pesantren salafiyah.

Latar belakang salaf dan modern itulah yang coba dikombinasikan dalam wujud Pesantren Daarul Rahman. Dengan begitu santri-santri yang belajar di Daarul Rahman memiliki kemampuan membaca kitab kuning, memperoleh kemahiran berbahasa Arab dan Inggris, serta cara-cara berorganisasi. Seiring perkembangan zaman, mereka juga dibekali dengan kemampuan ilmu-ilmu umum.

Pesantren Daarul Rahman memiliki kurikulum tersendiri yang khas. Komposisi mata pelajaran adalah 75 persen ilmu agama dan 25 persen ilmu pengetahuan umum. Sejak awal, pesantren ini tidak menggunakan kurikulum kurikulum Nasional. Akibatnya, pada masa Orde Baru ijazah yang dikeluarkan Daarul Rahman tidak diakui pemerintah.

Ketika Reformasi bergulir, Mendiknas Malik Fajar memberikan perhatian lebih pada pesantren. Ia mengeluarkan SK yang memperbolehkan Daarul Rahman tidak mengikuti kurikulum pemerintah. Dengan menjalankan kurikulum sendiri, tanpa mengikuti UAN ijazah lulusan Daarul Rahman disamakan sebagai ijazah negeri.

Namun, karena pada makalah ini kami akan lebih focus membahas Ponpes Daarul Rahman III, maka yang akan lebih detail kami perjelas adalah Ponpes Daarul Rahman III. Ponpes Daarul Rahman III dibangun pada tahun 2005 yang kemudian membuka tahun ajaran baru pada tahun 2006. Namun yang membedakan Ponpes ini dengan cabang yang lainnya adalah pada sistim kurikulumnya. Jika pada Ponpes Daarul Rahman I dan II, komposisi mata pelajarannya adalah 75% dan agamanya 25%, maka untuk Daarul Rahman 3 ini memakai persentase yang seimbang, yakni 50%  mata pelajaran umum dan 50% untuk mata pelajaran agamanya.    

Adapun struktur organisasi Ponpes Daarul Rahman III ialah ;

Ø Pengasuh            : Prof. Dr. K.H. Syukron Ma'mun

Ø Ketua Yayasan / Kepala Pengasuhan Santri :  Ustz. Hj. Qonita lutfiyah S.E, MM

Ø Sekretaris yayasan :  K.H. Umar Faruq S.Pdi

Ø  PKS Kesiswaan  Ust. H.M. Naufal S.Pdi

Ø Kepala SMA IT : Ust. Miki Firmansyah S.H

Ø Kepala SMP IT : Ust. Abdul Majid Ma'ruf S.pdi

Ø Pengajar             : Staf dan Majlis Guru

2.     Profil singkat narasumber

 

Profil singkat mengenai narasumber yang berhasil kami wawancarai dalam observasi sosiologi ini ialah Mrs. Fauziyatul Wafa. Beliau dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 11 November 1987. Beliau melanjutkan sekolah menengah pertamanya dengan mendalami ilmu agama di ponpes Daarul Rahman Jakarta sejak 12 tahun lalu yakni ketika memasuki dunia MTS. Beliau tinggal bersama kedua orang tuanya di daerah Kebayoran Lama.

Dalam 6 tahun pertamanya, beliau memulai pendidikannya menjadi Santri di Ponpes Daarul Rahman Jakarta. Beliau dibilang aktif saat masih menjadi santri, salah satunya aktif dalam bidang Bahasa dalam organisasi yang beliau ikuti. Beliau sangat serius dalam mendalami bidang Bahasa, terutama Bahasa Arab dan Bahasa Inggris yang menjadi kewajiban bagi seluruh santri dalam berkomunikasi.

Setelah lulus selama 6 tahun, beliau mengabdikan diri mengajar ke cabang lain ponpes Daarul Rahman yang terletak di Parung Bogor, yang harus dipenuhi semua santri bahkan wajib. 6 tahun beliau menikmati pengajarannya sehingga beliau sudah amat sangat paham tentang kondisi kehidupan bahkan konflik-konflik yang ada bahkan sering terjadi di ponpes Daarul Rahman.  

 

3.     Hasil Observasi dan Wawancara

 

 Dalam penelitian ini, kami menggunakan teori Marxian, yaitu teori yang menjelaskan bahwa pertentangan dan eksploitasi kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan dalam sejarah. Di dunia pesantren, sering kita jumpai konflik. Berdasarkan observasi yang kami lakukan kemarin, Fauziyatul Wafa selaku narasumber menyebutkan bahwa konflik yang sering terjadi di pondok banyak ditemukan di kalangan santri salah satunya. Banyaknya jumlah santri yang berarti mengharuskan mereka untuk mengenal banyaknya karakter dan peraturan-peraturan yang harus mereka jalani. Diantaranya adalah sebagai berikut :

·      Santri tidak betah karena kelakuan pengurus

Banyaknya keluhan santri yang menyangkut kelakuan kakak kelas pengurusnya. Entah semena-mena karena mereka merasa memiliki hak dan wewenang terhadap peraturan pondok.

·      Santri tidak betah karena merasa tidak kuat dengan beban pelajaran

Dengan persentase kurikulum yang seimbang Antara mata pelajaran umum dan agama yang membuat mereka merasa terbebani dengan banyaknya pelajaran yang harus dipahami. Dan hafalan-hafalan yang harus mereka setor kepada pengajar setiap harinya. Dan juga dengan alasan mereka variatif, diantaranya karena tidak memiliki basic agama  di sekolah negeri sebelumnya.

·      Konflik Antara wali santri dengan pihak ponpes.

Disebabkan karena beberapa wali murid yang tidak setuju dengan peraturan pondok yang sangat ketat. Disisi lain, peraturan pondok adalah peraturan yang harus dipenuhi karena pondok adalah cabang kecil dalam Agama. Yang tujuan dimaksud untuk menjadi umat yang benar. Hampir semua peraturan dalam agama ada dalam pondok yang harus dipenuhi. Dalam  ucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan, bahwa agama dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan, membuat orang miskin dan tertindas menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya.

·      Konflik Antara ponpes dengan lingkungan masyarakat sekitar.

Munculnya konflik Antara warga sekitar lingkungan dengan pihak pondok. Biasanya ada masalah dengan suara-suara yang dikatakan mengganggu lingkungan masyarakat yang ada dalam pondok seperti bel sekolah, microfon masjid, dll. Yang merasa terganggu akan hal tersebut.

·      Kesulitan orang tua untuk membiayai bayaran sekolah

Ini menyebabkan program-program yang harus dijalankan anak menjadi terganggu dan tidak teratur. Dengan begitu, membuat anak menjadi beban fikiran akan kesulitan orang tuanya dan permasalahan dengan program sekolah yang terhambat.

·      Banyaknya melanggar  peraturan  

Bagi santri yang nakal cenderung suka melanggar peraturan ponpes. Mereka mencari kesenangan agar mendapat perhatian dari teman-teman, pengurus hingga majlis guru.

 

Pelanggaran-pelanggaran yang sering timbul dikalangan santri :

1.      Tidak mematuhi peraturan ponpes

2.      Tidak berjamaah.

3.      Telat masuk dalam pelajaran.

4.      Pulang kerumah tanpa izin.

5.      Kabur.

6.      Berkorespondensi dengan yang bukan Muhrim (pacaran).

7.      Makan dan minum sambil berdiri.

8.      Membuka aurat.

9.      Mandi melebihi batas waktu yang ditentukan.

10.  Menggunakan pakaian yang ketat bagi perempuan.

11.  Menggunakan bahan Jeans di area ponpes.

12.  Membawa motor.

13.  Membawa gadget.

14.  Merokok.

15.  Minum-minuman yang diharamkan.

16.  Mencuri.

17.  Berambut panjang bagi laki-laki.

18.  Keluar tanpa izin.

19.  Tidak tidur di jam yang ditentukan.

20.  Tidak menggunakan Bahasa arab dan Bahasa inggris.

21.  Menggunakan Bahasa kasar.

22.  Tidak mengikuti conversation pada jadwalnya.

23.  Tidak mengikuti latihan pidato/dakwah.

24.  Tidak mengikuti ekstrakurikuler.

25.  Dijenguk diwaktu pelajaran.

26.  Membawa makanan ke kelas.

Jenis Hukuman bagi santri yang melanggar :

Ø  Jenis Hukuman Ringan

1.      Peringatan.

2.      Pembersihan umum dan

3.      Hafalan pelajaran.

 

Ø  Jenis Hukuman Sedang

1.      Dijemur dilapangan

2.      Hafalan pelajaran dan pembersihan

 

Ø  Jenis Hukuman Berat

1.      Diserahkan ke Majelis Guru

2.      Diberikan SP / Surat Peringatan

3.      Ikrar  (Peringatan terakhir)

4.      D.O / Drop out

 

Dan Bagi santri yang melanggar bagian pengembangan Bahasa mendapat sanksi seperti menghafal kosa kata, membawa kamus kemanapun dan kapanpun, menggunakan kain berjubah yang bertuliskan "Offender of language improvement center" yang berarti Pelanggar bagian Bahasa, berpidato Bahasa arab dan Bahasa inggris disetiap kelas ketika latihan pidato berlangsung.

4.   KURIKULUM

 

Kurikulum adalah bagian terpenting dari suatu proses pendidikan, oleh karena itu setiap lembaga pendidikan haruslah mempunyai kurikulum yang jelas, agar jelas pula tujuan pendidikan yang dilaksankannya sehingga kualitas lulusannya benar – benar dapat dipertanggung jawabkan.

Kurikulum yang dilaksanakan di SMP-SMA Islam Terpadu Daarul Rahman saat ini mengunakan kurikulum 2004 plus yang diperkaya dengan penguasaan "Basic knowledge of science and technology" dan peningkatan kualitas IMTAQ dengan menambahkan pelajaran Al Quran, Tauhid, Aqidah Akhlak, Fiqih dan Bahasa Arab untuk pelajaran Agama. Di samping itu masih ada kegiatan keagamaan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa seperti shalat berjama'ah 5 (lima) waktu, shalat tahajud bersama dan dzikir dan tahlil setiap malam Jum'at.

Adapun aktivitas pondok sehari-hari yang dijalani oleh satriwan dan santriwati sangat padat. Baik dalam kegiatan sekolah, ektrakulikuler wajib ataupun sunnah dan intrakulikuler.

WAKTU

KEGIATAN

03.40

Bangun tidur

04.00

Persiapan solat subuh berjamaah

05.00

Selesai solat subuh berjamaah

05.10

Idhofah (belajar kitab kuning)

05.45

Mandi, makan,

06.30

Muhadatsah (conversation)

07.00

Bel masuk sekolah

07.30

Memulai pelajaran

13.00

Pulang sekolah

13.10

Solat Dzuhur berjamaah

13.30

Istirahat, makan

14.00

Idhofah (belajar kitab kuning)

15.00

Persiapan sholat Ashar berjamaah

15.30

Kegiatan bebas / istirahat

17.30

Persiapan shalat magrib berjamaah

19.00

Idhofah (belajar kitab kuning)

19.30

Persiapan shalat isya berjamaah

20.00

Muhadatsah (conversation)

20.45

Persiapan belajar dikelas

22.00

Kembali ke kamar

23.00

Tidur

 

KESIMPULAN

Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep kekuasaan dan wewenang yag tidak merata pada system social sehingga menimbulkan konflik. Tugas pokok analisis konflik : mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Seperti santri kepada walinya, wali santri terhadap pihak ponpes, dan ponpes terhadap masyarakat sekitar.

Teoritikus konflik melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan terkecuali satu hal ketika orang-orang yang muncul sebagai penantang kelas, bangsa, kewarga negaraan, bahkan jenis kelamin. Para teoritikus konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.

            Dapat penulis simpulkan, bahwa penyebab konflik-konflik yang sering terjadi adalah ketidak-puasan dengan perilaku atau juga institusi yang berkaitan. Sehingga mereka tidak toleran terhadap apa yang diperintahkan dan apa yang ingin dilakukan. Terjadinya konflik bahwasanya ada sebab dan ada akibat. Penyebab terjadinya konflik dalam kalangan santri, karena mereka merasa tertekan dengan peraturan yang dibuat oleh ponpes. Dan akibatnya, santri melanggar peraturan yang berujung pada hukuman.



[1] George Ritzer - Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Ed.6), Jakarta : Kencana (2007), Hlm.29

[2] Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi, Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, (2010), Hlm.71-72

Cari Blog Ini