Selasa, 01 Desember 2015

Tugas sosiologi_BINTANG RAYA HANZARI JURNALISTIK 1A (11150510000080)_HODIJAH KPI 1B (11150510000072)

Tugas Kelompok Observasi Sosiologi

 

Dosen Pembimbing :

 Dr. Tantan Hermansyah, M.si

 

Disusun Oleh :

Hodijah – KPI I/B                                          (11150510000072)

Bintang Raya Hanzari - Jurnalistik I/A           (11150510000080)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG  

 

Karl Marx terkenal karena ucapannya bahwa "agama adalah candu rakyat". Kalimat ini sering diartikan seakan-akan Marx menuduh agama, menyesatkan dan menipu rakyat. Dan memang, dari retorika Marxis kemudian, ucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan, bahwa agama dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan, membuat orang miskin dan tertindas menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya. Hal itu lebih lagi berlaku bagi Lenin yang menulis bahwa "agama adalah candu bagi rakyat", jadi agama dengan licik diciptakan kelas-kelas atas untuk menenangkan rakyat tertindas.

Akan tetapi bukan itulah yang dimaksud Marx (Magnis-Suseno, 1999: 46). Ia tidak membicarakan apakah fungsi agama dalam masyarakat adalah positif atau negatif. Melainkan ucapannya itu menanggapi kritik agama Feurbach. Marx setuju dengan kritik itu. Tetapi menurut Marx, Feurbach berhenti di tengah jalan. Betul, agama adalah dunia khayalan di mana manusia mencari dirinya sendiri. Tetapi, Feurbach tidak bertanya mengapa manusia melarikan diri ke khayalan daripada mewujudkan diri dalam kehidupan nyata. Jawaban yang diberikan Marx adalah: Karena kehidupan nyata, dan itu berati: struktur kekuasaan dalam tidak mengizinkan manusia untuk mewujudkan kekayan hakekatnya. Manusia melarikan diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya.

Marx mendukung kritik Feuerbach terhadap sejumlah pemikiran Hegel, tetapi jauh dari puas terhadap pendapat Feuerbech sendiri, feuerbech memusatkan perhatian pada kehidupan keagamaan, sedangkan Marx yakin bahwa seluruh dunia social dan khususnya dunia ekonomilah yang harus dianalisis[1],  karena dalam hal ini Marx lebih focus terhadap teori dialektikanya yang berorientasi materialisme, terutama hubungan antara manusia dan kehidupan material.

Dari fakta dan pemikiran-pemikiran Marx dapat diketahui bahwa yang menjadi objek kritik Marx ialah orang yang menjalankan agama, bukanlah agama itu sendiri. Karena manusia merupakan faktor independen yang melatar belakangi terciptanya agama yang merupakan faktor dependen, atau sesuatu yang dipengaruhi. Sebagaimana candu, semakin banyak dikonsumsi maka semakin menggerogoti jiwa pecandunya. Namun selalu ada keinginan yang kuat dan hasrat tak tertahankan untuk seallu menkonsumsi candu. Seperti itulah agama menurut Marx.

Maka dalam pembahasan kali ini, kami akan menindak lanjuti pemikiran Marx terhadap objek kritik yaitu orang menjalankan agama, dengan bahan dari hasil observasi terhadap masyarakat Pondok Pesantren Daarul Rahman III Parung. Dengan mengacu pada teori konflik Karl Marx.

 

Tinjauan Teoiritis

Secara garis besarnya saja, dapat dikatakan bahwa Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia pelu bekerja di dalam dan dengan alam.

Dari beberapa teori Marx, salah satu teorinya adalah teori konflik. Yang melihat pertentangan dan eksploitasi kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekutan dalam sejarah.

Sedangkan perspektif konflik secara umum yaitu masyarakat yang terdiri atas indiviu yang masing-masing memiliki berbagai kebutuhan (interest) yang sifatnya langka. Keberhsailan individu mendapatkan kebutuhan dasr terebut berbeda-beda karena kemampuan individu berbeda-beda. Persaingan untuk mendapatkan pemenuhan mendaptkan kebutuhan memicu munculnya konflik dalam masyarakat.

Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep kekuasaan dan wewenang yag tidak merata pada system social sehingga menimbulkan konflik. Tugas pokok analisis konflik : mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.

Teoritikus konflik melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan terkecuali satu hal ketika orang-orang yang muncul sebagai penantang kelas, bangsa, kewarga negaraan, bahkan jenis kelamin. Para teoritikus konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.[2]

 

 

 HASIL OBSERVASI

 

1.     Profil Singkat Ponpes Daarul Rahman

 

Pondok Pesantren Daarul Rahman dipimpin oleh K.H. Syukron Ma'mun. Pada awalnya, Ponpes Daarul Rahman I didirikan pada 11 Januari 1975 oleh KH. Syukron Makmun bersama kawan-kawannya; KH. Untung Ghozali BA, KH. Mansyuri Baidlowi MA, Ust. Nuharzim  BA, KH. Kadir Rahaman, KH Abdurahman Naidi, dan H. Muhammad Noor Mughi. Pesantren ini menempati lahan wakaf dari H. Abdurahman Naidi. Kawasan Senopati pada tahun 1970-an masih berbentuk kampung. Tapi pesatnya perkembangan Jakarta pada tahun 1980-an dengan cepat mengubah kawasan ini dari kampung menjadi segitiga emas bisnis Jakarta. Idealismi Kyai Syukron dalam membangu pesantren adalah ingin menggabungkan Antara model klasikal ala pesantren Gontor dan pesantren salafiyah.

Latar belakang salaf dan modern itulah yang coba dikombinasikan dalam wujud Pesantren Daarul Rahman. Dengan begitu santri-santri yang belajar di Daarul Rahman memiliki kemampuan membaca kitab kuning, memperoleh kemahiran berbahasa Arab dan Inggris, serta cara-cara berorganisasi. Seiring perkembangan zaman, mereka juga dibekali dengan kemampuan ilmu-ilmu umum.

Pesantren Daarul Rahman memiliki kurikulum tersendiri yang khas. Komposisi mata pelajaran adalah 75 persen ilmu agama dan 25 persen ilmu pengetahuan umum. Sejak awal, pesantren ini tidak menggunakan kurikulum kurikulum Nasional. Akibatnya, pada masa Orde Baru ijazah yang dikeluarkan Daarul Rahman tidak diakui pemerintah.

Ketika Reformasi bergulir, Mendiknas Malik Fajar memberikan perhatian lebih pada pesantren. Ia mengeluarkan SK yang memperbolehkan Daarul Rahman tidak mengikuti kurikulum pemerintah. Dengan menjalankan kurikulum sendiri, tanpa mengikuti UAN ijazah lulusan Daarul Rahman disamakan sebagai ijazah negeri.

Namun, karena pada makalah ini kami akan lebih focus membahas Ponpes Daarul Rahman III, maka yang akan lebih detail kami perjelas adalah Ponpes Daarul Rahman III. Ponpes Daarul Rahman III dibangun pada tahun 2005 yang kemudian membuka tahun ajaran baru pada tahun 2006. Namun yang membedakan Ponpes ini dengan cabang yang lainnya adalah pada sistim kurikulumnya. Jika pada Ponpes Daarul Rahman I dan II, komposisi mata pelajarannya adalah 75% dan agamanya 25%, maka untuk Daarul Rahman 3 ini memakai persentase yang seimbang, yakni 50%  mata pelajaran umum dan 50% untuk mata pelajaran agamanya.    

Adapun struktur organisasi Ponpes Daarul Rahman III ialah ;

Ø Pengasuh            : Prof. Dr. K.H. Syukron Ma'mun

Ø Ketua Yayasan / Kepala Pengasuhan Santri :  Ustz. Hj. Qonita lutfiyah S.E, MM

Ø Sekretaris yayasan :  K.H. Umar Faruq S.Pdi

Ø  PKS Kesiswaan  Ust. H.M. Naufal S.Pdi

Ø Kepala SMA IT : Ust. Miki Firmansyah S.H

Ø Kepala SMP IT : Ust. Abdul Majid Ma'ruf S.pdi

Ø Pengajar             : Staf dan Majlis Guru

2.     Profil singkat narasumber

 

Profil singkat mengenai narasumber yang berhasil kami wawancarai dalam observasi sosiologi ini ialah Mrs. Fauziyatul Wafa. Beliau dilahirkan di Sukabumi, pada tanggal 11 November 1987. Beliau melanjutkan sekolah menengah pertamanya dengan mendalami ilmu agama di ponpes Daarul Rahman Jakarta sejak 12 tahun lalu yakni ketika memasuki dunia MTS. Beliau tinggal bersama kedua orang tuanya di daerah Kebayoran Lama.

Dalam 6 tahun pertamanya, beliau memulai pendidikannya menjadi Santri di Ponpes Daarul Rahman Jakarta. Beliau dibilang aktif saat masih menjadi santri, salah satunya aktif dalam bidang Bahasa dalam organisasi yang beliau ikuti. Beliau sangat serius dalam mendalami bidang Bahasa, terutama Bahasa Arab dan Bahasa Inggris yang menjadi kewajiban bagi seluruh santri dalam berkomunikasi.

Setelah lulus selama 6 tahun, beliau mengabdikan diri mengajar ke cabang lain ponpes Daarul Rahman yang terletak di Parung Bogor, yang harus dipenuhi semua santri bahkan wajib. 6 tahun beliau menikmati pengajarannya sehingga beliau sudah amat sangat paham tentang kondisi kehidupan bahkan konflik-konflik yang ada bahkan sering terjadi di ponpes Daarul Rahman.  

 

3.     Hasil Observasi dan Wawancara

 

 Dalam penelitian ini, kami menggunakan teori Marxian, yaitu teori yang menjelaskan bahwa pertentangan dan eksploitasi kelas sebagai penggerak utama kekuatan-kekuatan dalam sejarah. Di dunia pesantren, sering kita jumpai konflik. Berdasarkan observasi yang kami lakukan kemarin, Fauziyatul Wafa selaku narasumber menyebutkan bahwa konflik yang sering terjadi di pondok banyak ditemukan di kalangan santri salah satunya. Banyaknya jumlah santri yang berarti mengharuskan mereka untuk mengenal banyaknya karakter dan peraturan-peraturan yang harus mereka jalani. Diantaranya adalah sebagai berikut :

·      Santri tidak betah karena kelakuan pengurus

Banyaknya keluhan santri yang menyangkut kelakuan kakak kelas pengurusnya. Entah semena-mena karena mereka merasa memiliki hak dan wewenang terhadap peraturan pondok.

·      Santri tidak betah karena merasa tidak kuat dengan beban pelajaran

Dengan persentase kurikulum yang seimbang Antara mata pelajaran umum dan agama yang membuat mereka merasa terbebani dengan banyaknya pelajaran yang harus dipahami. Dan hafalan-hafalan yang harus mereka setor kepada pengajar setiap harinya. Dan juga dengan alasan mereka variatif, diantaranya karena tidak memiliki basic agama  di sekolah negeri sebelumnya.

·      Konflik Antara wali santri dengan pihak ponpes.

Disebabkan karena beberapa wali murid yang tidak setuju dengan peraturan pondok yang sangat ketat. Disisi lain, peraturan pondok adalah peraturan yang harus dipenuhi karena pondok adalah cabang kecil dalam Agama. Yang tujuan dimaksud untuk menjadi umat yang benar. Hampir semua peraturan dalam agama ada dalam pondok yang harus dipenuhi. Dalam  ucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan, bahwa agama dengan menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kehidupan, membuat orang miskin dan tertindas menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya.

·      Konflik Antara ponpes dengan lingkungan masyarakat sekitar.

Munculnya konflik Antara warga sekitar lingkungan dengan pihak pondok. Biasanya ada masalah dengan suara-suara yang dikatakan mengganggu lingkungan masyarakat yang ada dalam pondok seperti bel sekolah, microfon masjid, dll. Yang merasa terganggu akan hal tersebut.

·      Kesulitan orang tua untuk membiayai bayaran sekolah

Ini menyebabkan program-program yang harus dijalankan anak menjadi terganggu dan tidak teratur. Dengan begitu, membuat anak menjadi beban fikiran akan kesulitan orang tuanya dan permasalahan dengan program sekolah yang terhambat.

·      Banyaknya melanggar  peraturan  

Bagi santri yang nakal cenderung suka melanggar peraturan ponpes. Mereka mencari kesenangan agar mendapat perhatian dari teman-teman, pengurus hingga majlis guru.

 

Pelanggaran-pelanggaran yang sering timbul dikalangan santri :

1.      Tidak mematuhi peraturan ponpes

2.      Tidak berjamaah.

3.      Telat masuk dalam pelajaran.

4.      Pulang kerumah tanpa izin.

5.      Kabur.

6.      Berkorespondensi dengan yang bukan Muhrim (pacaran).

7.      Makan dan minum sambil berdiri.

8.      Membuka aurat.

9.      Mandi melebihi batas waktu yang ditentukan.

10.  Menggunakan pakaian yang ketat bagi perempuan.

11.  Menggunakan bahan Jeans di area ponpes.

12.  Membawa motor.

13.  Membawa gadget.

14.  Merokok.

15.  Minum-minuman yang diharamkan.

16.  Mencuri.

17.  Berambut panjang bagi laki-laki.

18.  Keluar tanpa izin.

19.  Tidak tidur di jam yang ditentukan.

20.  Tidak menggunakan Bahasa arab dan Bahasa inggris.

21.  Menggunakan Bahasa kasar.

22.  Tidak mengikuti conversation pada jadwalnya.

23.  Tidak mengikuti latihan pidato/dakwah.

24.  Tidak mengikuti ekstrakurikuler.

25.  Dijenguk diwaktu pelajaran.

26.  Membawa makanan ke kelas.

Jenis Hukuman bagi santri yang melanggar :

Ø  Jenis Hukuman Ringan

1.      Peringatan.

2.      Pembersihan umum dan

3.      Hafalan pelajaran.

 

Ø  Jenis Hukuman Sedang

1.      Dijemur dilapangan

2.      Hafalan pelajaran dan pembersihan

 

Ø  Jenis Hukuman Berat

1.      Diserahkan ke Majelis Guru

2.      Diberikan SP / Surat Peringatan

3.      Ikrar  (Peringatan terakhir)

4.      D.O / Drop out

 

Dan Bagi santri yang melanggar bagian pengembangan Bahasa mendapat sanksi seperti menghafal kosa kata, membawa kamus kemanapun dan kapanpun, menggunakan kain berjubah yang bertuliskan "Offender of language improvement center" yang berarti Pelanggar bagian Bahasa, berpidato Bahasa arab dan Bahasa inggris disetiap kelas ketika latihan pidato berlangsung.

4.   KURIKULUM

 

Kurikulum adalah bagian terpenting dari suatu proses pendidikan, oleh karena itu setiap lembaga pendidikan haruslah mempunyai kurikulum yang jelas, agar jelas pula tujuan pendidikan yang dilaksankannya sehingga kualitas lulusannya benar – benar dapat dipertanggung jawabkan.

Kurikulum yang dilaksanakan di SMP-SMA Islam Terpadu Daarul Rahman saat ini mengunakan kurikulum 2004 plus yang diperkaya dengan penguasaan "Basic knowledge of science and technology" dan peningkatan kualitas IMTAQ dengan menambahkan pelajaran Al Quran, Tauhid, Aqidah Akhlak, Fiqih dan Bahasa Arab untuk pelajaran Agama. Di samping itu masih ada kegiatan keagamaan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa seperti shalat berjama'ah 5 (lima) waktu, shalat tahajud bersama dan dzikir dan tahlil setiap malam Jum'at.

Adapun aktivitas pondok sehari-hari yang dijalani oleh satriwan dan santriwati sangat padat. Baik dalam kegiatan sekolah, ektrakulikuler wajib ataupun sunnah dan intrakulikuler.

WAKTU

KEGIATAN

03.40

Bangun tidur

04.00

Persiapan solat subuh berjamaah

05.00

Selesai solat subuh berjamaah

05.10

Idhofah (belajar kitab kuning)

05.45

Mandi, makan,

06.30

Muhadatsah (conversation)

07.00

Bel masuk sekolah

07.30

Memulai pelajaran

13.00

Pulang sekolah

13.10

Solat Dzuhur berjamaah

13.30

Istirahat, makan

14.00

Idhofah (belajar kitab kuning)

15.00

Persiapan sholat Ashar berjamaah

15.30

Kegiatan bebas / istirahat

17.30

Persiapan shalat magrib berjamaah

19.00

Idhofah (belajar kitab kuning)

19.30

Persiapan shalat isya berjamaah

20.00

Muhadatsah (conversation)

20.45

Persiapan belajar dikelas

22.00

Kembali ke kamar

23.00

Tidur

 

KESIMPULAN

Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep kekuasaan dan wewenang yag tidak merata pada system social sehingga menimbulkan konflik. Tugas pokok analisis konflik : mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Seperti santri kepada walinya, wali santri terhadap pihak ponpes, dan ponpes terhadap masyarakat sekitar.

Teoritikus konflik melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan terkecuali satu hal ketika orang-orang yang muncul sebagai penantang kelas, bangsa, kewarga negaraan, bahkan jenis kelamin. Para teoritikus konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.

            Dapat penulis simpulkan, bahwa penyebab konflik-konflik yang sering terjadi adalah ketidak-puasan dengan perilaku atau juga institusi yang berkaitan. Sehingga mereka tidak toleran terhadap apa yang diperintahkan dan apa yang ingin dilakukan. Terjadinya konflik bahwasanya ada sebab dan ada akibat. Penyebab terjadinya konflik dalam kalangan santri, karena mereka merasa tertekan dengan peraturan yang dibuat oleh ponpes. Dan akibatnya, santri melanggar peraturan yang berujung pada hukuman.



[1] George Ritzer - Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Ed.6), Jakarta : Kencana (2007), Hlm.29

[2] Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi, Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, (2010), Hlm.71-72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini