Selasa, 01 Desember 2015

Tugas sosiologi kelas-kelas sosial, Novia Hasan Fratiwi-KPI 1B (11150510000074) dan Aditya-Jurnalistik 1A

Konflik Pedagang Stand dengan Pedagang Kaki Lima di Pasar Kebayoran Lama



Disusun Oleh:
Novia Hasan Fratiwi
Kpi 1B (Nim : 11150510000074)
Aditya Lesmana
Jurnalistik 1A (Nim : 111505100000127

 

 

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Jurusan Konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015


Pendahuluan

A.   Latar Belakang

            Latar belakang kami dalam memilih pasar sebagai tempat peneitian kami dikarenakan di dalam pasar banyak terdapat interaksi secara langsung . Interaksi merupakan  hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok, baik berbentuk kerja sama, persaingan, ataupun pertikaian. Sehingga di dalam pasar memungkin terjadi banyak konflik atau pembagian kelas atau kekuasaan  yang terjadi antara pedagang dengan pembeli maupun antara pedagang dengan sesama pedagang dipasar tersebut.

B.   Metode Penelitian

1.     Pendekatan Penelitian

      Pendekatan yang kami gunakan dalam tugas ini yaitu dengan menggunakan Metode Penelitian Kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

2.     Lokasi dan Waktu Penelitian

     Lokasi penelitian yang menjadi pilihan kami adalah di pasar kebayoran lama yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Dalam perjalanan menuju pasar tersebut kami menggunakan kereta Commuter Line dari stasiun Pondok Ranji. Kami menggunakan kereta karena untuk mempermudah akses perjalanan jikalau di pasar kebayoran kami tidak mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian kami, maka kami bisa langsung pindah lokasi ke pasar tanah abang.  Kami pergi ketempat tujuan lokasi pada pukul 11.30 WIB.

3.     Pemilihan Subyek Penelitian

      Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan jawaban yang efektif kami memilih subyek yaitu pedagang stand didalam pasar kebayoran, pedagang kaki lima disekitar jalan pasar Kebayoran  dan juga pembeli disekitar pasar tersebut.

 

Tinjauan Teoritik

            Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab.Begitu beragamnya  sumber  konflik  yang  terjadi  antar  manusia,  sehingga  sulit untuk dideskripsikan  secara  jelas  dan  terperinci  sumber  dari  konflik.Konflik dilatar belakangi  oleh  perbedaan  ciri-ciri  yang  menyangkut  ciri fisik,kepandaian,  pengetahuan,  adat  istiadat,  dan  lain  sebagainya. Sumber konflik  itu  sangat  beragam  dan  kadang  sifatnya  tidak  rasional.

            Disini kami mengambil teori yang dipaparkan oleh Ralf Dahrendorf. Tokoh yang mempengaruhi pemikiran Dahrendorf adalah  Karl Marx, dia mengambil  gagasan  dasar  dari  teori,  hipotesis,  dan  konsep-konsep  Marx.Seperti halnya dengan ahli lainnya, lahirnya teori konflik merupakan kritik terhadap teori struktural fungsional dimana teori ini menekankan bahwa masyarakat disusun atas ketertiban  dan  keteraturan  pada  struktur.Para  penganut  aliran  teori  konflik mengkritisi  teori  structural  fungsional  dengan  mengatakan  bahwa  teori  tersebut mengabaikan konflik yang terjadi pada masyarakat.Marx sebagai tokoh utama dan pertama teori konflik ini melihat bahwa masyarakat tersusun atas dua kelas yaitu borjuis (penguasa  dan  pemilik  modal)  dan  proletar (masyarakat  kelas rendah).Kedua  kelas  ini  saling  bertentangan  terutama  oleh  dalam memperjuangkan sumber-sumber ekonomi.[1]

            Teori  fungsionalis  cenderung  melihat  masyarakat  secara  informal  diikat oleh  norma,  nilai,  dan  moral.  Sedangkan  teori  konflik  melihat  bahwa  seluruh keteraturan dalam masyarakat disebabkan adanya pemaksaan terhadap anggotanya oleh para penguasa. Merujuk pada konsep Marx hal ini berarti masyarakat proletar hidup dan bertingkah laku karena adanya pemaksaan untuk melaksanakan aturan-aturan  yang  ditetapkan  oleh  kaum  borjuis.Golongan  fungsionalis  fokus  pada kohesi  yang  diciptakan  oleh  nilai  bersama  dalam  masyarakat.Sedangkan  kritik teori  konflik  memfokuskan  pada  peran  kekuasaan  dalam  mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.

            Dahrendorf menegaskan bahwa teorinya merupakan model pluralistis yang berbeda dengan model dua kelas yang sederhana dari Karl marx. [2]  Dahrendorf menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi tertentu yang ada dalam suatu masyarakat. Kekayaan, status ekonomi dan status sosial, walaupun bukan merupakan detrminan pencerminan kelas tetapi dapat mempengaruhi intensitas pertentangan.

            Dalam hal ini Ralf Dahrendorf mengajukan pendapatnya yaitu "semakin rendah kolerasi ekonominya, maka semakin rendah intensitas pertentangan kelas dan sebaliknya". Dengan kata lain kelompok-kelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan struktur kekuasaan daripada mereka yang terbuang dari status ekonomi dari kekuasaan.[3]

            Dalam menganalisis konflik di masyarakat, yang pertama dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai peran di dalam masyarakat tersebut. Ralf Dahrendorf mengkombinasikan pendekatan fungsional (tentang struktur dan fungsi masyarakat) dengan pendekatan konflik dalam menganalisis antar kelas sosial di masyarakat. Dahrendorf  membedakan  golongan  yang  terlibat  konflik  itu  atas  dua tipe yaitu, Kelompok  semu  (quasi  group)  dan  kelompok  kepentingan  (interest group).Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan  dengan  kepentingan  yang  sama  yang  terbentuk  karena  munculnya kelompok  kepentingan.  Sedangkan  kelompok  yang  kedua  yakni  kelompok kepentingan  terbentuk  dari  kelompok  semu  yang  lebih  luas.Kelompok kepentingan  ini  mempunyai  struktur,  organisasi,  program,  tujuan  serta  anggota yang  jelas.Kelompok  kepentingan  inilah  yang  menjadi  sumber  nyata  timbulnya konflik dalam masyarakat.

           

 

 

Hasil Observasi Lapangan

            Pasar merupakan sentral ekonomi terpenting yang ada di sekitar kita. Pasar juga merupakan tempat inti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di pasar semua kebutuhan terpenuhi, untuk pedagang terpenuhi kebutuhan ekonominya dan untuk konsumen terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, entah untuk memenuhi kebutuhan pokok, atau untuk dibeli dan di jual kembali dirumah. Hiruk pikuk di pasar  tak pernah ada sepinya, setiap hari selalu ada saja yang mengunjunginya.

            Terdapat dua macam pasar yang ada di sekitar kita yaitu, pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang ada sejak system ekonomi dan kebutuhan masyarakat berkembang. Pada pasar tradisional jalinan komunikasi antara pembeli dan penjual masih terikat kuat, dan karena itu penjual dan pembeli dapat berinteraksi dengan baik, dan mengalami yang dinamakan "transaksi jual beli atau kegiatan tawar menawar". Berbeda dengan pasar modern, Pasar modern tidak harus menuntut si penjual bertatap langsung dengan pembelinya. Contohnya supermarket, supermarket merupakan salah satu contoh pasar modern yang juga menjual barang dan jasa seperti layaknya di pasar tradisional. Namun bedanya, di pasar modern si pembeli tidak harus bertatap langsung dengan penjualnya, hanya tinggal memilih dan mengambil kebutuhan yang di inginkan dan kemudian bayar di kasir yang telah di sediakan.

            Pengaruh yang di timbulkan oleh masing-masing pasar pun berbeda-beda. Pada pasar tradisional pengaruh yang ditimbulkan ialah interaksi antara pembeli dan penjual dapat terjalin lebih erat, namun potensi konflik dan berbagai penyimpangan sosial yang terjadi di pasar tradisional lebih besar karena di pasar tradisional memungkinkan siapa saja untuk datang, termasuk pencopet, preman, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh pasar modern di masyarakat ialah membuat masyarakat menjadi semakin individualis, interaksi antar sesama berkurang, orang menjadi semakin malas, dan lebih senang melakukan hal-hal yang berbau praktis. Namun sisi positifnya ialah masyarakat tidak lagi kerepotan dalam membeli kebutuhannya, karena biasanya di pasar modern segala apa yang dimau sudah tersedia.

            Pasar yang kami teliti termasuk kedalam pasar Tradisional, di Pasar Kebayoran hampir semua barang terdapat disana. Di pasar tersebut kami mewawancari seorang pedagang stand, seorang pedagang kaki lima, dan juga seorang pembeli yang sedang beristirahat ditempat food court seusai berbelanja dipasar tersebut.

            Kami mewawancari pedagang stand yang bernama Bapak Sukardi, beliau adalah pedagang stand penjual Sembako. Beliau berdagang dipasar Kebayoran sejak kurang lebih 3,5 tahun yang lalu. Beliau berdagang di pasar tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan membiayai sekolah ketiga anaknya yang masih duduk dibangku sekolah.

            Selain itu informan kami selanjutnya adalah seorang pedagang PKL yang bernama bapak Rosyid. Pedagang  Kaki  Lima  atau  PKL  adalah  istilah  untuk  menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak.  Istilah itu sering ditafsirkan demikian  karena  jumlah kaki   pedagangnya  ada  lima.  Lima  kaki  tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah  tiga  roda  atau  dua  roda  dan  satu  kaki).Saat  ini  istilah  PKL  juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.Bapak rosyid adalah seorang pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya yaitu berbagai macam buah-buahan dipinggir jalan disekitar pasar kebayoran lama. Tempat tinggal beliau tidak jauh dari pasar tersebut, beliau menjajakan barang daganganya dipinggir jalan karena untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

            Selanjutnya informan kami adalah Ibu Nurhayati yaitu seorang pembeli dipasar kebayoran yang sedang beristirahat menyantap makan siangnya setelah selesai berbelanja. Kepada beliau kami menanyakan tentang kesan berbelanja dipasar Kebayoran dan juga kami menanyakan kepada beliau apa pendapatnya tentang pedagang kaki lima yang semakin menjamur dipasar ini.

                Sesuai dengan tema yang kami ajukan yaitu tentang "konflik kelas yang terjadi antara pedagang stand dengan pedagang kaki lima dipasar Kebayoran". Para informan tersbut, sedikit banyak telah membantu menjawab pertanyaan tentang penelitian kami. Latar belakang pada pada konflik ini dikarenakan minat pembeli antara pedagang  kaki  lima  dan  pedagang  stand  ada  yang  naik  dan ada  yang  turun, Penempatan  lahan  yang  menimbulkan  kecemburuan  sosial  antara  pedagng stand dengan pedagang kaki lima semua itu berdampak pada ekonomi yang memicu konflik terjadi.

            Menurut bapak Sukardi dengan adanya pedagang kaki lima, membuat kami para pedagang stand menjadi sangat dirugikan. Dengan adanya pedagang kaki lima membuat pedagang stand menjadi sepi pembeli karena menurut beliau  biasanya pembeli berbalik arah untuk membeli ke pedagang kaki lima dengan alasan tempatnya terjangkau dan dekat dari jalan raya dan juga tanpa harus membayar parkir. Dan  menurut beliau untuk berdagang harus menyewa atau membeli stand dipasar ini memerlukan pengeluaran yang tak sedikit, belum lagi retribusi pasar yang ditarik seperti kacis pasar yang setiap harinya kami bayar, uang listrik, dan juga retribusi lainnya. Ini sangat berbeda sekali dengan pedagang kaki lima yang tidak membayar sewa untuk berdagang.

            Lain halnya menurut pendapat seorang pembeli yaitu Ibu Nurhayati, menurut beliau setiap pembeli mempunyai pendapat yang berbeda-beda ada yang suka berbelanja menelusuri dalam pasar dan ada juga yang tidak mau repot sehingga membeli kepada pedagang kaki lima. Beliau sendiri beranggapan bahwa pedagang kaki lima itu mempunyai pengaruh positif dan negatif.pengaruh positifnya disini bahwa pedagang kaki lima memudahkan kami para pembeli untuk mendapatkan barang yang kami inginkan tanpa harus masuk kedalam pasar yang becek dan tanpa harus memarkirkan kendaraannya dan juga beliau mengatakan bahwa biasanya harga yang ditawarkan oleh pedagang kaki lima lebih murah dari pada pedagang stand tetapi kalau soal harga kembali lagi kepada si penjualnya.

            Sedangkan dampak negatifnya disini menurut ibu Nurhayati mereka para pedagang kaki lima sangat merugikan para pengguna jalan, keberadaan para pedagang kaki lima tidak jarang dapat menimbulkan kemacetan, ini terkadang membuat orang yang sedang berangkat bekerja dan melewati pasar ini cukup terganggu.

            Selanjutnya inilah hasil perbincangan kami dengan seorang pedagang kaki lima, Bapak Rosyid. Kami bertanya kepada beliau permasalahan tentang mengapa beliau ingin menjadi pedagang kaki lima yang notabennya banyak beberapa kalangan yang tidak menyukai adanya para pedagang ini dan juga kami ingin mengetahui apa alasan beliau tidak menyewa stand yang disiapkan oleh pengelola pasar.

            "Kami  menjadi  pedagang  kaki  lima  ini  karena  tuntutan ekonomi  untuk  memenuhi  kebutuhan  sehari-hari.  Jadi  menjadi pedagang kaki lima  adalah keharusan dan tuntutan. Untuk makan saja kami pas-pasan apalagi harus menyewa stand yang mahal. Ini tidak  akan  mencukupi  pendapatan  yang  kami  peroleh,  dagangan yang  saya  jual  tidak  seperti  pedagang  stand  yang  bisa  mengelar dagaganya  dengan  jumlah  besar-besaran  tidak  seperti  kami menempati  lahan  yang  sempit  yang  berdempet-dempetan  dengan pedagang  pedgang  kaki  lima  lainya.  Belum  lagi  kita  harus kepanasan, kehujanan diluar. Keinginan untuk menyewa stand itu sangatlah ingin sekali tetapi bagaimana lagi kami tidak mempunyai modal  besar  untuk  menyewa  seperti  pedagang  stand  lainya."  Uajar bapak Rosyid.

Jika  ditarik  stratifikasi  sosialnya  maka  akan  terbentuk  dua  golongan  yaitu golongan  atas  adalah  Pedagang  Stand  dan  golongan  bawah  adalah  PKL  dan kedua  golongan  tersebut   mempunyai  prinsip  atau  keinginan  yang  berbeda, yaitu  golongan  atas  Pedagang  Stand  ingin  menertibkan  PKL  Sedangkan golongan  bawah  adalah  PKL  yang  ingin  tetap  berjualan  sebagai  PKL Sehingga  dengan  adanya  keinginan  yang  bebeda  itulah  maka  konflik  bisa terjadi.  Teori  konflik  memiliki  keteraturan  yang  terdapat  dimasyarakat  itu hanyalah  disebabkan  karena  adanya  tekanan  atau  pemaksan  kekuasaan  dari atas oleh golongan yang berkuasa.

            Teori Ralf Dahrendrof  yang  menganalisis  konflik  social,  yang menurutnya  kelompok-kelompok  yang  memegang  kekuasaan  dan memperjuangkan  kepentingan-kepentingan  dan  kelompok-kelompok  yang tidak  memililki  kekuasaan  akan  berjuang  dan  kepentingan,kepentingan mereka  saling  berbeda  bahkan  saling  bertentangan.  Cepat  atau  lambat menurut  Dahdrendrof  didalam  beberapa  system  yang  kekuasaannya  kuat mungkin  akan membuat  kubu  keseimbangan   antara  kekuasaan  dan perubahan oposisi masyrakat berubah. Jadi sesuai  dengan konflik sosial yang terjadi di pasar Kebayoran Lama antara Pedagang Stand dengan Pedagang Kaki Lima tersebut mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda, adapun kepentingan tersebut diperjuangkan oleh para pedagang kaki lima demi eksistensinya.

Selanjutnya pemikiran Dahrendorf mengenai konflik dapat dikelompokkan dalam tiga bagian:

        1.            Dekomposisi  modal,  menurut  Dahrendorf  timbulnya  korporasi-  korporasi dengan  saham  yang  dimiliki  oleh  orang  banyak,  dimana  tak  seorangpun memiliki  kontrol  penuh.  Disini maksudnya antara Pedagang Stand dengan Pedgang kaki lima mempunyai pendapatan yang berbeda-beda jadi ini merupakan contoh dari dekomposisi modal.

        2.            Dekomposisi Tenaga kerja,  disini para pedagang stand  mempunyai buruh atau  pegawai  yang  lebih  banyak  daripada  Pedagang kaki lima  karena  tempat  yang  luas  dan barang  yang  banyak  biasanya  mempengaruhi  juga  dengan  membutuhkan tenaga  orang  banyak.  Kalau  pada  Pedagang kaki lima  jarang  orang  yang  menggunakan pekerja lain untuk membantu karena keterbatasan tempat dan juga barang yang dijual tidaklah banyak seperti Pedagang Stand yang tempatnya resmi dan luas 

        3.            Timbulnya kelas menengah baru, pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja  dengan  susunan  yang  jelas,  di  mana  para  buruh  terampil  berada  di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

            Konflik  yang  terjadi  pada  para  pedagang  stand  dan  pedagang  kaki  lima dikarenakan  adanya  kesalahpahaman  antara  pedagang.  Yang  saling  berlomba-lomba dalam mencari modal yang sebanyak-banyakdengan jalan cepat.Dan juga konfik ini didasari juga karena adanya kecemburuan sosial

            Pedagang stand mereka merasa sangat dirugikan sekali dengan adanya pedagang kaki lima karena pedagang stand menganggap bahwa pedagang kaki lima telah mengambil pendapatan pedagang stand. Penjualan pedagang stand jadi  sepi pembeli karena pembeli biasanya berbalik arah untuk membeli  ke  pedagang  kaki  lima  dengan  alasan  dekat  dari  jalan  raya, sedangkan pembeli menganggap bahwa pedagang kaki lima sangat mengutungkan karena tempatnya terjangkau diluar pasar tanpa harus masuk kedalam pasar yang becek dan juga tanpa harus membayar parkir.

            Pedagang  kaki  lima  disini  juga  menganggap bahwa keberadaan mereka  sangatlah salah tetapi para pedagang kaki lima bukannya malah habis tetapi malah bertambah karena orang-orang  yang menjadi pedagang lebih memilih menjadi pedagang kaki  lima  dari  pada  pedagang  stand  dengan  berbagai  alasan  seperti  letaknya yang stategis, biayanya murah dan ramai pembeli.  Inilah  yang menyebabkan pedagang  kaki  lima  bertahan  walaupun  keberadaanya  sangatlah  salah dan juga berisiko.

 

 

 

 


 

Daftar Pustaka

Bachtiar Wardi. 2010. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Kosdakarya

George  Ritzer  dan  Dauglas  J.  Goodman. 2004.  Teori  Sosiologi  Modern. Jakarta  :  Prenada  Media.

Margaret M. Poloma. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Narwoko,  J.  Dwi  dan  Suyanto,  Bagong. 2007.  Sosiologi  teks  pengantar  dan  terapan, Jakarta: kencana.

Nasrullah Nazsir. 2008. Teori-Teori Sosiologi.Bandung: Widya Padjadjaran.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengertian_pasar

 

 

 

 

 



[1] George  Ritzer  dan  Dauglas  J.  Goodman,  Teori  Sosiologi  Modern,  (Jakarta  :  Prenada  Media,

2004), hal. 150

[2] Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.136.

[3] Nasrullah Nazsir, Teori-Teori Sosiologi, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2008), hal. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini