Konflik Pedagang Stand dengan Pedagang Kaki Lima di Pasar Kebayoran Lama
Disusun Oleh:
Novia Hasan Fratiwi
Kpi 1B (Nim : 11150510000074)
Aditya Lesmana
Jurnalistik 1A (Nim : 111505100000127
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Jurusan Konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Latar belakang kami dalam memilih pasar sebagai tempat peneitian kami dikarenakan di dalam pasar banyak terdapat interaksi secara langsung . Interaksi merupakan hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok, baik berbentuk kerja sama, persaingan, ataupun pertikaian. Sehingga di dalam pasar memungkin terjadi banyak konflik atau pembagian kelas atau kekuasaan yang terjadi antara pedagang dengan pembeli maupun antara pedagang dengan sesama pedagang dipasar tersebut.
B. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang kami gunakan dalam tugas ini yaitu dengan menggunakan Metode Penelitian Kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi pilihan kami adalah di pasar kebayoran lama yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Dalam perjalanan menuju pasar tersebut kami menggunakan kereta Commuter Line dari stasiun Pondok Ranji. Kami menggunakan kereta karena untuk mempermudah akses perjalanan jikalau di pasar kebayoran kami tidak mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian kami, maka kami bisa langsung pindah lokasi ke pasar tanah abang. Kami pergi ketempat tujuan lokasi pada pukul 11.30 WIB.
3. Pemilihan Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan jawaban yang efektif kami memilih subyek yaitu pedagang stand didalam pasar kebayoran, pedagang kaki lima disekitar jalan pasar Kebayoran dan juga pembeli disekitar pasar tersebut.
Tinjauan Teoritik
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab.Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik.Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang menyangkut ciri fisik,kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, dan lain sebagainya. Sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional.
Disini kami mengambil teori yang dipaparkan oleh Ralf Dahrendorf. Tokoh yang mempengaruhi pemikiran Dahrendorf adalah Karl Marx, dia mengambil gagasan dasar dari teori, hipotesis, dan konsep-konsep Marx.Seperti halnya dengan ahli lainnya, lahirnya teori konflik merupakan kritik terhadap teori struktural fungsional dimana teori ini menekankan bahwa masyarakat disusun atas ketertiban dan keteraturan pada struktur.Para penganut aliran teori konflik mengkritisi teori structural fungsional dengan mengatakan bahwa teori tersebut mengabaikan konflik yang terjadi pada masyarakat.Marx sebagai tokoh utama dan pertama teori konflik ini melihat bahwa masyarakat tersusun atas dua kelas yaitu borjuis (penguasa dan pemilik modal) dan proletar (masyarakat kelas rendah).Kedua kelas ini saling bertentangan terutama oleh dalam memperjuangkan sumber-sumber ekonomi.[1]
Teori fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai, dan moral. Sedangkan teori konflik melihat bahwa seluruh keteraturan dalam masyarakat disebabkan adanya pemaksaan terhadap anggotanya oleh para penguasa. Merujuk pada konsep Marx hal ini berarti masyarakat proletar hidup dan bertingkah laku karena adanya pemaksaan untuk melaksanakan aturan-aturan yang ditetapkan oleh kaum borjuis.Golongan fungsionalis fokus pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama dalam masyarakat.Sedangkan kritik teori konflik memfokuskan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Dahrendorf menegaskan bahwa teorinya merupakan model pluralistis yang berbeda dengan model dua kelas yang sederhana dari Karl marx. [2] Dahrendorf menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi tertentu yang ada dalam suatu masyarakat. Kekayaan, status ekonomi dan status sosial, walaupun bukan merupakan detrminan pencerminan kelas tetapi dapat mempengaruhi intensitas pertentangan.
Dalam hal ini Ralf Dahrendorf mengajukan pendapatnya yaitu "semakin rendah kolerasi ekonominya, maka semakin rendah intensitas pertentangan kelas dan sebaliknya". Dengan kata lain kelompok-kelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan struktur kekuasaan daripada mereka yang terbuang dari status ekonomi dari kekuasaan.[3]
Dalam menganalisis konflik di masyarakat, yang pertama dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai peran di dalam masyarakat tersebut. Ralf Dahrendorf mengkombinasikan pendekatan fungsional (tentang struktur dan fungsi masyarakat) dengan pendekatan konflik dalam menganalisis antar kelas sosial di masyarakat. Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe yaitu, Kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group).Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas.Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas.Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Hasil Observasi Lapangan
Pasar merupakan sentral ekonomi terpenting yang ada di sekitar kita. Pasar juga merupakan tempat inti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di pasar semua kebutuhan terpenuhi, untuk pedagang terpenuhi kebutuhan ekonominya dan untuk konsumen terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, entah untuk memenuhi kebutuhan pokok, atau untuk dibeli dan di jual kembali dirumah. Hiruk pikuk di pasar tak pernah ada sepinya, setiap hari selalu ada saja yang mengunjunginya.
Terdapat dua macam pasar yang ada di sekitar kita yaitu, pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar yang ada sejak system ekonomi dan kebutuhan masyarakat berkembang. Pada pasar tradisional jalinan komunikasi antara pembeli dan penjual masih terikat kuat, dan karena itu penjual dan pembeli dapat berinteraksi dengan baik, dan mengalami yang dinamakan "transaksi jual beli atau kegiatan tawar menawar". Berbeda dengan pasar modern, Pasar modern tidak harus menuntut si penjual bertatap langsung dengan pembelinya. Contohnya supermarket, supermarket merupakan salah satu contoh pasar modern yang juga menjual barang dan jasa seperti layaknya di pasar tradisional. Namun bedanya, di pasar modern si pembeli tidak harus bertatap langsung dengan penjualnya, hanya tinggal memilih dan mengambil kebutuhan yang di inginkan dan kemudian bayar di kasir yang telah di sediakan.
Pengaruh yang di timbulkan oleh masing-masing pasar pun berbeda-beda. Pada pasar tradisional pengaruh yang ditimbulkan ialah interaksi antara pembeli dan penjual dapat terjalin lebih erat, namun potensi konflik dan berbagai penyimpangan sosial yang terjadi di pasar tradisional lebih besar karena di pasar tradisional memungkinkan siapa saja untuk datang, termasuk pencopet, preman, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh pasar modern di masyarakat ialah membuat masyarakat menjadi semakin individualis, interaksi antar sesama berkurang, orang menjadi semakin malas, dan lebih senang melakukan hal-hal yang berbau praktis. Namun sisi positifnya ialah masyarakat tidak lagi kerepotan dalam membeli kebutuhannya, karena biasanya di pasar modern segala apa yang dimau sudah tersedia.
Pasar yang kami teliti termasuk kedalam pasar Tradisional, di Pasar Kebayoran hampir semua barang terdapat disana. Di pasar tersebut kami mewawancari seorang pedagang stand, seorang pedagang kaki lima, dan juga seorang pembeli yang sedang beristirahat ditempat food court seusai berbelanja dipasar tersebut.
Kami mewawancari pedagang stand yang bernama Bapak Sukardi, beliau adalah pedagang stand penjual Sembako. Beliau berdagang dipasar Kebayoran sejak kurang lebih 3,5 tahun yang lalu. Beliau berdagang di pasar tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan membiayai sekolah ketiga anaknya yang masih duduk dibangku sekolah.
Selain itu informan kami selanjutnya adalah seorang pedagang PKL yang bernama bapak Rosyid. Pedagang Kaki Lima atau PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.Bapak rosyid adalah seorang pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya yaitu berbagai macam buah-buahan dipinggir jalan disekitar pasar kebayoran lama. Tempat tinggal beliau tidak jauh dari pasar tersebut, beliau menjajakan barang daganganya dipinggir jalan karena untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Selanjutnya informan kami adalah Ibu Nurhayati yaitu seorang pembeli dipasar kebayoran yang sedang beristirahat menyantap makan siangnya setelah selesai berbelanja. Kepada beliau kami menanyakan tentang kesan berbelanja dipasar Kebayoran dan juga kami menanyakan kepada beliau apa pendapatnya tentang pedagang kaki lima yang semakin menjamur dipasar ini.
Sesuai dengan tema yang kami ajukan yaitu tentang "konflik kelas yang terjadi antara pedagang stand dengan pedagang kaki lima dipasar Kebayoran". Para informan tersbut, sedikit banyak telah membantu menjawab pertanyaan tentang penelitian kami. Latar belakang pada pada konflik ini dikarenakan minat pembeli antara pedagang kaki lima dan pedagang stand ada yang naik dan ada yang turun, Penempatan lahan yang menimbulkan kecemburuan sosial antara pedagng stand dengan pedagang kaki lima semua itu berdampak pada ekonomi yang memicu konflik terjadi.
Menurut bapak Sukardi dengan adanya pedagang kaki lima, membuat kami para pedagang stand menjadi sangat dirugikan. Dengan adanya pedagang kaki lima membuat pedagang stand menjadi sepi pembeli karena menurut beliau biasanya pembeli berbalik arah untuk membeli ke pedagang kaki lima dengan alasan tempatnya terjangkau dan dekat dari jalan raya dan juga tanpa harus membayar parkir. Dan menurut beliau untuk berdagang harus menyewa atau membeli stand dipasar ini memerlukan pengeluaran yang tak sedikit, belum lagi retribusi pasar yang ditarik seperti kacis pasar yang setiap harinya kami bayar, uang listrik, dan juga retribusi lainnya. Ini sangat berbeda sekali dengan pedagang kaki lima yang tidak membayar sewa untuk berdagang.
Lain halnya menurut pendapat seorang pembeli yaitu Ibu Nurhayati, menurut beliau setiap pembeli mempunyai pendapat yang berbeda-beda ada yang suka berbelanja menelusuri dalam pasar dan ada juga yang tidak mau repot sehingga membeli kepada pedagang kaki lima. Beliau sendiri beranggapan bahwa pedagang kaki lima itu mempunyai pengaruh positif dan negatif.pengaruh positifnya disini bahwa pedagang kaki lima memudahkan kami para pembeli untuk mendapatkan barang yang kami inginkan tanpa harus masuk kedalam pasar yang becek dan tanpa harus memarkirkan kendaraannya dan juga beliau mengatakan bahwa biasanya harga yang ditawarkan oleh pedagang kaki lima lebih murah dari pada pedagang stand tetapi kalau soal harga kembali lagi kepada si penjualnya.
Sedangkan dampak negatifnya disini menurut ibu Nurhayati mereka para pedagang kaki lima sangat merugikan para pengguna jalan, keberadaan para pedagang kaki lima tidak jarang dapat menimbulkan kemacetan, ini terkadang membuat orang yang sedang berangkat bekerja dan melewati pasar ini cukup terganggu.
Selanjutnya inilah hasil perbincangan kami dengan seorang pedagang kaki lima, Bapak Rosyid. Kami bertanya kepada beliau permasalahan tentang mengapa beliau ingin menjadi pedagang kaki lima yang notabennya banyak beberapa kalangan yang tidak menyukai adanya para pedagang ini dan juga kami ingin mengetahui apa alasan beliau tidak menyewa stand yang disiapkan oleh pengelola pasar.
"Kami menjadi pedagang kaki lima ini karena tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi menjadi pedagang kaki lima adalah keharusan dan tuntutan. Untuk makan saja kami pas-pasan apalagi harus menyewa stand yang mahal. Ini tidak akan mencukupi pendapatan yang kami peroleh, dagangan yang saya jual tidak seperti pedagang stand yang bisa mengelar dagaganya dengan jumlah besar-besaran tidak seperti kami menempati lahan yang sempit yang berdempet-dempetan dengan pedagang pedgang kaki lima lainya. Belum lagi kita harus kepanasan, kehujanan diluar. Keinginan untuk menyewa stand itu sangatlah ingin sekali tetapi bagaimana lagi kami tidak mempunyai modal besar untuk menyewa seperti pedagang stand lainya." Uajar bapak Rosyid.
Jika ditarik stratifikasi sosialnya maka akan terbentuk dua golongan yaitu golongan atas adalah Pedagang Stand dan golongan bawah adalah PKL dan kedua golongan tersebut mempunyai prinsip atau keinginan yang berbeda, yaitu golongan atas Pedagang Stand ingin menertibkan PKL Sedangkan golongan bawah adalah PKL yang ingin tetap berjualan sebagai PKL Sehingga dengan adanya keinginan yang bebeda itulah maka konflik bisa terjadi. Teori konflik memiliki keteraturan yang terdapat dimasyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.
Teori Ralf Dahrendrof yang menganalisis konflik social, yang menurutnya kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan kelompok-kelompok yang tidak memililki kekuasaan akan berjuang dan kepentingan,kepentingan mereka saling berbeda bahkan saling bertentangan. Cepat atau lambat menurut Dahdrendrof didalam beberapa system yang kekuasaannya kuat mungkin akan membuat kubu keseimbangan antara kekuasaan dan perubahan oposisi masyrakat berubah. Jadi sesuai dengan konflik sosial yang terjadi di pasar Kebayoran Lama antara Pedagang Stand dengan Pedagang Kaki Lima tersebut mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda, adapun kepentingan tersebut diperjuangkan oleh para pedagang kaki lima demi eksistensinya.
Selanjutnya pemikiran Dahrendorf mengenai konflik dapat dikelompokkan dalam tiga bagian:
1. Dekomposisi modal, menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh. Disini maksudnya antara Pedagang Stand dengan Pedgang kaki lima mempunyai pendapatan yang berbeda-beda jadi ini merupakan contoh dari dekomposisi modal.
2. Dekomposisi Tenaga kerja, disini para pedagang stand mempunyai buruh atau pegawai yang lebih banyak daripada Pedagang kaki lima karena tempat yang luas dan barang yang banyak biasanya mempengaruhi juga dengan membutuhkan tenaga orang banyak. Kalau pada Pedagang kaki lima jarang orang yang menggunakan pekerja lain untuk membantu karena keterbatasan tempat dan juga barang yang dijual tidaklah banyak seperti Pedagang Stand yang tempatnya resmi dan luas
3. Timbulnya kelas menengah baru, pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.
Kesimpulan
Konflik yang terjadi pada para pedagang stand dan pedagang kaki lima dikarenakan adanya kesalahpahaman antara pedagang. Yang saling berlomba-lomba dalam mencari modal yang sebanyak-banyakdengan jalan cepat.Dan juga konfik ini didasari juga karena adanya kecemburuan sosial
Pedagang stand mereka merasa sangat dirugikan sekali dengan adanya pedagang kaki lima karena pedagang stand menganggap bahwa pedagang kaki lima telah mengambil pendapatan pedagang stand. Penjualan pedagang stand jadi sepi pembeli karena pembeli biasanya berbalik arah untuk membeli ke pedagang kaki lima dengan alasan dekat dari jalan raya, sedangkan pembeli menganggap bahwa pedagang kaki lima sangat mengutungkan karena tempatnya terjangkau diluar pasar tanpa harus masuk kedalam pasar yang becek dan juga tanpa harus membayar parkir.
Pedagang kaki lima disini juga menganggap bahwa keberadaan mereka sangatlah salah tetapi para pedagang kaki lima bukannya malah habis tetapi malah bertambah karena orang-orang yang menjadi pedagang lebih memilih menjadi pedagang kaki lima dari pada pedagang stand dengan berbagai alasan seperti letaknya yang stategis, biayanya murah dan ramai pembeli. Inilah yang menyebabkan pedagang kaki lima bertahan walaupun keberadaanya sangatlah salah dan juga berisiko.
Daftar Pustaka
Bachtiar Wardi. 2010. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Kosdakarya
George Ritzer dan Dauglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media.
Margaret M. Poloma. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi teks pengantar dan terapan, Jakarta: kencana.
Nasrullah Nazsir. 2008. Teori-Teori Sosiologi.Bandung: Widya Padjadjaran.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengertian_pasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar