NAMA : IKRIMA NUR ALFI
NIM : 11140540000015
PRODI : PMI 3
KOTA SEBAGAI LADANG PERJUANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi "masalah" bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihahan hidup yang diinginkan oleh siapapun. melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu dengan observasi dan wawancara.
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
Teori Karl Marx: Kelas Sosial
Menurut Marx golongan sosial adalah gejala khas pada masyarakat pascafeodal, sedangkan golongan sosial dalam masyrakat feodal atau masyarakat kuno disebut dengan Kasta. Seperti contoh di Indonesia dalam masa kerajaan sudah mengenal tentang pembagian masyarakat (kasta) atau dalam masyarakat Bali disebut Catur Varna yaitu pembagian gelar menurut keahlianya. Dasar Anggapan Marx tentang kelas sosial bahwa sebuah kelas sosial baru di anggap kelas dalam arti yang sebenarnya, apabila dia bukan hanya secara(objektif) merupakan golongan dengan kepentingan sendiri, melainkan juga sebagai(subjektif) menyadari sebagai kelas, sebagai golongan khusus yang mau memperjuangkannya. Dari pernyataan tersebut belum sepenuhnya dapat mengartilkan tentang arti kelas sosial. Istilah "kelas" di artikan sebagai posisi atau kedudukan tertentu dalam proses produksi, tetapi disebut kelas sosial jika golongan tersebut menyadari sebagai kelas, sebagai golongan khusus yang mau memperjuangkannya. Kelas Atas dan Kelas Bawah Menurut Karl Marx Pelaku utama dalam perubahan sosial bukanlah individu tertentu, tetapi kelas-kelas sosial. Bukan hanya kelas sosial apa yang ditemukan, tetapi struktur kekuasaan yang ada dalam kelas sosial tersebut. Menurut Marx, dalam kelas-kelas ada yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas yang diantaranya adalah kelas buruh (mereka hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba) dan para tuan tanah ( hidup dari rente tanah) ( Franz Magnis-Suseno :113). Dengan adanya kelas-kelas itu terjadi adanya keterasingan pekerjaan karena orang-orang yang bekerja berbeda dalam kelas, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas para majikan memiliki alat-alat produksi, pabrik, mesin dan tanah. Sedangkan kaum buruh bekerja dan terpaksa menjual tenaganya mereka kepada para majikan karena tidak memiliki sarana dan prasarana. Oleh karena itu, hasil dari pekerjaan itu bukan lagi milik para pekerja tetapi juga milik para majikan. Jadi, dalam masyarakat kapitalis ada dua kelas yang saling membutuhkan dan saling bergantung, yaitu kelas buruh dan kelas kaum pemilik. Kaum buruh hanya dapat bekerja jika ada pemilik yang membuka lapangan pekerjaan. Dan para majikan hanya mendapat keuntungan jika para pekerja berkerja di tempatnya karena mereka yang beruntung mempunyai alat-alat produksi. Tetapi saling ketergantungan itu tidak terlalu adil khususnya bagi buruh karena kaum buruh tidak dapat hidup apabila tidak mendapat pekerjaan, sedangkan majikan walaupun tidak mendapat pendapatan karena tidak mempunyai para pekerja, tetapi mereka masih bisa hidup dari modal dan keuntungan yang dikumpulkan selama pabriknya berjalan dan ia pun masih bisa menjual pabriknya bila perlu. Dengan adanya anggapan seperti itu, bahwa kelas pemilik adalah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah. Keuntungan yang diperoleh dari kelas atas dari kedudukan itu adalah bahwa mereka tidak perlu bekerja sendiri, karena dapat hidup dari keuntungan yang didapat dari para buruh yang bekerja. Hubungan antara kelas atas dan kelas bawah adalah suatu hubungan kekuasaan dengan tujuan kaum buruh agar tetap bekerja untuk kepentingan para majikan dengan cara menggunakan tenaga dari buruh. Karena itu, kelas atas adalah kelas penindas bagi kelas bawah. Individu, Kepentingan Kelas dan Revolusi Menurut Marx, Pertentangan antara kelas atas dan kelas bawah bukan karena adanya perasaan iri atau egois, tetapi karena adanya kepentingan yang obyektif. Marx menulis : "Masalahnya bukan apa yang dibayangkan sebagai tujuan oleh seorang proletar atau pun seluruh proletariat. Masalahnya ialah proletariat itu apa dan apa yang akan, secara historis, terpaksa dilakukan berdasarkan hakekatnya itu"( Franz Magnis-Suseno : 116). Dari saling ketergantungan itu ada maksud-maksud tersembunyi dari kelas buruh. Kelas majikan yang menginginkan keuntungan sebanyak-banyak dalam sebuah persaingan bebas, sehingga kelas majikan ingin membiayai kelas buruh dengan serendah mungkin. Dan sebaliknya, buruh ingin mendapatkan upah sebanyak-banyaknya dan mengurangi jam kerja serta ingin mengusai pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Di saat kelas majikan melemah dalam arti sudah tidak mampu menguasai ekonominya dan di saat itu lah kelas buruh semakin mampu mengusai kepentingan mereka, sehingga terjadi revolusi dan hak milik pribadi dari kelas buruh dapat terhapuskan. Dalam teori Marx ini ada beberapa hal yang penting. Pertama, bahwa peran ekonomi dan peran kekuasaan yang penting karena kepentingan mereka sangat ditentukan oleh kekdudukan mereka masing-masing. Kedua, kelas atas tidak menginginkan adanya perubahan karena kelas atas sudah mantap dan mampan dengan dengan harta yang dimiliki, sehingga kelas atas secara langsung tetap mempertahankan statusnya sebagai kelas atas. Sebaliknya, kelas bawah sangat menginginklan perubahan karena meraka tertindas dan perubahan atau revolusi merupakan jalan satu-satunya agar mereka bisa lebih maju. Ketiga, kelas bawah yang sudah lama tertindas mempunyai keinginan untuk menaklukan kelas atas, sebaliknya kelas atas akan tetap mempertahankan peran kekuasaannya sebagai kelas atas. Karena itu, perubahan sosial akan hanya dapat tercapai dengan jalan revolusi. Maka itu lah, mengapa marxisme menententang semua usaha untuk perdamaian kelas atas dan kelas bawah yang saling bertentangan karena usaha perdamaian kelas atas dan kelas bawah hanya akan menguntungkan kelas atas dan memberhentikan usaha kelas bawah untuk membebaskan diri dari penindasan. Negara Kelas Salah satu pokok teori Karl Marx adalah bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara di kuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang mengusai bidang ekonomi (Franz Magnis-Suseno : 120). Menurut Marx, negara bukanlah lembaga yang mengatur kesejahteraan rakyatnya, tetapi sebagai alat untuk mengamankan orang-orang dari kelas atas. Jadi negara tidak netral, tetapi selalu berpihak kepada kelas atas, maka kebijakan yang dibuat oleh negara lebih menguntungkan kelas atas. Biasanya yang jadi korban adalah kelas bawah, sebagai contoh antara kasus pencurian yang dilakukan oleh rakyat kecil, mereka akan ditangkap dan mungkin akan dipukuli oleh massa, sedangkan kelas atas yang misalnya melakukan korupsi masih tetap terlidungi misalnya dipenjara pun penjara kelas vip. Negara bisa saja mensejahterakan kepentingan rakyat dengan cara membangun sarana dan prasarana umum, tetapi dengan cara seperti itu demi kepentingan kelas atas juga karena kelas atas tidak dapat mempertahakan diri, jika kehidupan rakyat tidak berjalan. Negara melakukan hal seperti hanya untuk menenangkan dan mengalihkan perhatian para kelas bawah agar tidak melakukan hal atau tuntutan dari kelas atas. Seharusnya rakyat tidak terlalu banyak menutut dari negara karena negara hanya memihak pada kelas atas dan mementingkan kepentingan-kepetingan mereka.
BAB III
HASIL OBSERVASI
Pengamen perkotaan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.
Indonesia merupakan negara berkembang 'identik dengan 'kemiskinan'. Jadi masih mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun di desa. Kita dapat melihat di setiap kota pasti ada daerah yang perumahannya berhimpitan satu dengan yang lain, banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan 'masyarakat miskin perkotaan'. Bahkan di malam hari banyak orang-orang tertentu yang tidur di emperan toko pinggir jalan. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan harus segera di atasi
Faktor-faktor yang membuat seseorang mengamen diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi
Anak pengamen harus mau melakukannya demi tuntutan ekonomi, dimana orang tua tidak mampu membiayai kebutuhan hidup dan kebutuhan sekolah. Untuk itu demi memenuhi kebutuhan tersebut maka seorang anak harus melakukannya. Bahkan kadangkala orang tua menyuruh anaknya mengamen untuk menambahi kebutuhan hidup atau orang tua yang malas bekerja hanya mengandalkan hasil pengamen anaknya,
2. Kurang Kasih Sayang
Anak yang kurang kasih sayang atau tidak menerima kasih sayang dari orang tua. Artinya hanya karena kesibukan orang tua sibuk untuk mencari harta atau kesenangan sehingga orang tua tidak memiliki waktu untuk mencurahkan perhatian, bertanya tentang apa masalah anak, bertukar pikiran, dan berbagi rasa dengan anak. Dengan tidak menerima kasih sayang dari orang tua maka anak pun mencari kesenangan dengan lain untuk menghibur dirinya walaupun dengan cara bagaimanapun. Cara mengamen adalah salah satu penghiburan diri bagi anak karena dengan bernyanyi sebagai pengamen dapat menghibur hati, menungkapkan isi hati, dan menghabiskan waktu,
3. Rasa ikut-ikutan
Anak dipengaruhi lingkungan atau teman sebaya untuk mencari hiburan, menghindari pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah atau merasa hebat akan dirinya. Padahal jika ditesuri, sebenarnya niat seorang anak, segi ekonomi, tidak membuat anak menjadi seorang pengamen, tetapi hanya karena ikut-ikutan atau dipengaruhi maka seorang anak pun melakukannya. Dengan melihat situasi ini meskipun anak pengamen harus mengalami panas terik, hujan, caci maki, pukulan, tetap memiliki jumlah yang banyak. Hampir ditiap persimpangan jalan dapat ditemui di pasar, di rumah makan, terminal, dan sebagainya.Akan tetapi hal yang sering muncul adalah bersifat negatif dari berbagai kalangan seperti akan menganggu kemacetan lalu lintas, kurangnya nilai estetika tata ruang kota, dan menganggu kenyamanan yang berkendaraan. Yang sudah diteliti bahwa psikologis anak pengamen ini tidak memiliki rasa malu, tidak peduli atau acuh tak acuh, dengan tujuan agar keberadaan mereka diterima masyarakat sebagai bentuk budaya baru. Agar keberadaan mereka tetap eksis anak pengamen juga berupaya untuk melawan berbagai pihak baik pihak hukum dan non hukum hanya untuk mempertahankan harga diri dan rasa solidaritas diantara mereka.
Fenomena sosial kehidupan anak pengamen memiliki dua arti yaitu pengaruh yang hanya bekerja di jalanan dan menunjukkan gaya kehidupan di jalanan. Bekerja di jalanan artinya mencari nafkah hanya mengandalkan pengamen untuk kebutuhan hidup sedangkan gaya hidup di jalanan hanya sekedar mewujudkan dapat hidup dijalanan dan tidak hanya mengandalkan hasil pengamen. Dari segi usia sebenarnya anak pengamen tidak wajar melakukannya dengan alasan orang tua harus memiliki tanggung jawab dan memberi kasih saysng kepada anaknya. Meskipun orang tua tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebaiknya anak tidak dibolehkan mengamen lebih baik menjual makanan atau kebutuhan kecil-kecil dengan cara berkeliling untuk menambah kebutuhan hidup walaupun keuntungan tidak besar.
Untuk itu sebagai orang tua harus mampu memberikan tanggung jawab dan kasih sayang kepada anak agar tidak terjadi anak pengamen di tengah kota. Disamping itu aparat hukum memiliki aturan yang tegas terhadap hukum, hukum harus ditegakkan demi masa depan anak bangsa. Apabila hal-hal ini dilakukan maka sangat tipis kemungkinan munculnya anak pengamen di jalanan yang saat ini telah menjamur. Selain itu juga jika anak pengamen tidak muncul di tengah kota maka nilai estetika kota pun ada, hal-hal yang tidak diinginkan pun tidak terjadi.
A. Macam & Jenis-Jenis Pengamen Jalanan
Seperti kita tahu bahwa salah satu rofesi yang paling favorit dijalankan oleh orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap adalah menjadi pengamen baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Mengamen tidak harus bernyanyi tetapi juga bisa hanya memainkan alat musik atau hanya bertugas menarik uang receh dari pendengar ngamenan.
Pengamen ada di mana-mana mulai di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah makan, di ruko, di perumahan, di kampung, di pasar, dan lain sebagainya. Penampilan pengamen pun macam-macam juga mulai dari tampilan yang biasa saja sampai penampilan banci / bencong, anak punk, preman, pakaian muslim, pakaian pengemis, pakaian seksi nan minim, dsb.
Pengamen terkadang sangat mengganggu ketenangan kita akan tetapi mau bagaimana lagi. Jika mereka tidak mengamen mereka mau makan apa dan daripada mereka melakukan kejahatan lebih baik mengamen secara baik-baik walawpun mengganggu.
Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis pengamen :
1. Pengamen Baik
Pengamen yang baik adalah pengamen profesional yang memiliki kemampuan musikalitas yang mampu menghibur sebagian besar pendengarnya. Para pendengar pun merasa terhibur dengan ngamenan pengamen yang baik sehingga mereka tidak sungkan untuk memberi uang receh maupun uang besar untuk pengamen jenis ini. Pengamen ini pun sopan dan tidak memaksa dalam meminta uang.
2. Pengamen Tidak Baik
Pengamen yang tidak baik yaitu merupakan pengamen yang permainan musiknya tidak enak di dengar oleh para pendengarnya namun pengamen ini umumnya sopan dan tidak memaksa para pendengar untuk memberikan sejumlah uang. Tetapi ada juga yang menyindir atau mengeluh langsung ke pendengarnya jika tidak mendapatkan uang seperti yang diharapkan.
3. Pengamen Pengemis
Pengamen ini tidak memiliki musikalitas sama sekali dan permainan musik maupun vokal pun ngawur seenak udel sendiri. Setelah mengamen mereka tetap menarik uang receh dari para pendengarnya. Dibanding mengamen mereka lebih mirip pengemis karena hanya bermodal dengakul dan nekat saja dalam mengamen serta hanya berbekal belas kasihan orang lain dalam mencari uang.
4. Pengamen Pemalak / Penebar Teror
Pengamen yang satu ini adalah pengamen yang lebih suka melakukan teror kepada para pendengarnya sehingga para pendengar merasa lebih memberikan uang receh daripada mereka diapa-apakan oleh pengamen tukang palak tersebut. Mereka tidak hanya menyanyi tetapi kadang hanya membacakan puisi-puisi yang menebar teror dengan pembawaan yang meneror kepada para pendengar. Pengamen jenis ini biasanya akan memaksa diberi uang dari tiap pendengar dengan modal teror. Pengamen ini layak dilaporkan ke polisi dengan perbuatan tidak menyenangkan di depan umum.
5. Pengamen Penjahat
Pengamen yang penjahat adalah pengamen yang tidak hanya mengamen tetapi juga melakukan tindakan kejahatan seperti sambil mencopet, sambil nodong, menganiaya orang lain, melecehkan orang lain, dan lain sebagainya. Kalau menemukan pengamen jenis ini jangan ragu untuk melaporkan mereka ke polisi agar modus mereka tidak ditiru orang lain.
6. Pengamen Cilik / Anak-Anak
Pengamen jenis ini ada yang bagus tetapi ada juga yang sangat tidak enak untuk didengar. Yang tidak enak didengar inilah yang lebih condong mengemis dari pada mengamen. Akan tetapi bagaimanapun juga mereka hanya anak-anak bocah cilik yang menjadi korban situasi dari orang-orang jahat dan tidak kreatif di sekitarnya. Pengamen anak ini ias dipaksa menjadi pengamen oleh orang tua, oleh preman, dsb namun juga ada yang atas kemauan sendiri dengan berbagai motif. Sebaiknya JANGAN DIBERI UANG agar tidak ada anak-anak yang menjadi pengamen. Mereka seharusnya tidak berada di jalanan
B. Dampak Negatif :
1) Membuat lingkungan menjadi kumuh
2) Menjadi masalah sosial.
3) Masa depan semakin suram
4) Bertambahnya angka anak putus sekolah
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Konsep tentang kemiskinan itu sendiri menurut Suparlan (1995: xi) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standard tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara tidak langsung berpengaruh pada tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang tergolong orang miskin.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1993: 3) juga menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ala dalam Setyawan (2001: 120) yang menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak. Ada lima ketidak beruntungan yang melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin menurut Chambers dalam Ala (1996: 18) yaitu:
1. Kemiskinan (poverty)
2. Fisik yang lemah (physical weakness)
3. Kerentanan (Vulnerability)
4. Keterisolasian (isolation)
5. Ketidak berdayaan (powerlessness)
Kelima hal diatas merupakan kondisi yang ada pada masyarakat miskin di negara berkembang seperti Indonesia. Penyebab kemiskinan itu sendiri bersifat dinamis, maka ia akan senantiasa berkembang mengikuti dinamika kehidupan sosial manusia. Kemiskinan yang dihadapi oleh setiap generasi manusia pasti berbeda. Semakin tinggi taraf kehidupan suatu masyarakat, maka semakin kompleks pula permasalahan kemiskinan yang mengelilingi mereka. Karena itu, pemaknaan kemiskinan mengalami perubahan di setiap saat dan setiap tempat.
Sebab-sebab kemiskinan itu sendiri menurut Sen dalam Ismawan (2003: 102) bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang terpaksa saat ini dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya manjadi terhambat. Itu semua bisa kita lihat bahwa semakin banyak jumlah para pengamen jalanan yang diorganisir oleh pihak tertentu yang memaksa mereka untuk bekerja seperti itu karena mereka juga tidak punya pilihan lain untuk mendapatkan uang. Penyebab lain menurut Kuncoro (2000: 107) mencakup tiga aspek, yaitu :
1. Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya yang rendah berarti produktivitasnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
3. Kemiskinan muncuk akibat perbedaan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan mempengaruhi rendahnya tabungan dan investasi yang berakibat pada keterbelakangan.
Fenomena pengamen di era globalisasi sebagian besar di latar belakangi oleh kemiskinan. Selain itu ada yang sengaja menjadi pengamen karena tidak mendapat pekerjaan, malas bekerja dan karena ingin melakukan bisnis pengamen. Respon masyarakat terhadap pengamen tidak begitu baik, sebagian besar masyarakat tidak menyukai pengamen, dan merasa terganggu dengan adanya pengamen. Fenomena ini semakin banyak dari waktu ke waktu. Dan penanganan pemerintah belum menunjukkan hasil yang di harapkan karena prospek pengamen semakin bertambah.
Menanggapi masalah pengamen sebaiknya pemerintah mengadakan survei tentang semua indikator yang membuat mereka mengamen. Setelah indikator tersebut sudah diketahui barulah pemerintah menentukan kebijakan sesuai dengan indikator di daerah tertentu. Jadi kebijakannya tidak disamaratakan antara daerah satu dengan daerah yang lain, karena indikatornya belum tentu sama. Pemerintah sebaiknya memberikan bimbingan atau pendidikan tentang keterampilan, dan memberikan bekal berwirausaha. Dengan begitu mereka mempunyai usaha yang tidak akan habis dan akan terus berlanjut dalam memenuhi kabutuhan dari pada hanya bantuan bahan pokok yang langsung habis tetapi tidak menghasilkan.
Begitu banyak orang yang menilai negatif terhadap anak jalanan tanpa mengetahui kondisi anak jalanan tersebut. Mengamen, meminta-minta memang dianggap hina oleh masyarakat sekitar, bahkan mahasiswa. Padahal mereka belum tentu mengetahui penyebab anak jalanan itu mengamen dan meminta-minta. Kebanyakan dari kita hanya berasumsi tanpa terjun secara langsung untuk mencari tahu penyebab mereka melakukan hal ini. Dengan menumbuhkan dan menunjukkan sedikit rasa kepedulian kita dengan cara mencari informasi mengenai kondisi anak jalanan itu dapat memberikan kontribusi dalam perubahan perilaku anak jalanan tersebut. Kesimpulannya, Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap kondisi anak-anak. Dan Kurangnya kemampuan atau skill yang dimiliki sehingga membuat banyaknya pengangguran dan menjadi pengamen.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, anak jalanan adalah anak yang berusia 5 – 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat – tempat umum. Munculnya anak jalanan disebabkan adanya beberapa faktor di antaranya kesulitan ekonomi,ketidakharmonisan keluarga, suasana lingkungan yang kurang mendukung, dan rayuan kenikmatan kebebasan mengatur hidup sendiri. Permasalahan anak jalananini dapat ditanggulangi dengan 3 jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base. Tindakan penanganan permasalahan anak jalanan ini dapatdilakukan melaui kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat. Berbeda dengan anak rumahan yang mendapatkan pendidikan dan kasih sayang orang tua serta ekonomi yang mencukupi.
Daftar Pustaka
Narwoko, J. Dwi, Bagong Suyanto.2006. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana
George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. TEORI SOSIOLOGI MODERN. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/02/karl-marx-dengan-segala-pemikirannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar