Kamis, 29 Desember 2016

Haidar Ghozali & Salman Hidayatullah_Pandangan dan Pengaruh Idealis Dalam Memilih Pemimpin Daerah: Sebuah Studi Kasus Pilkada DKI Jakarta_PMI3


PANDANGAN DAN PENGARUH IDEALIS DALAM MEMILIH PEMIMPIN DAERAH : SEBUAH STUDI KASUS PILKADA DKI JAKARTA
OLEH :
SALMAN HIDAYATULLAH dan HAIDAR GHOZALI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pasca reformasi terjadi berbagai perubahan di Indonesia, terutama pada tatanan sosial dan politik. Setelah UUD 1945 di amandemen terjadi beberapa perubahan yang cukup signifikan seperti penguatan fungsi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berdampak pada terjadinya beberapa perubahan, yaitu sistem pemerintahan yang sebelumnya sentralisasi dirubah menjadi desentralisasi atau daerah mempunyai kewenangan sepenuhnya untuk mengatur daerahnya sendiri, selanjutnya perubahan lainnya yang sangat berdampak adalah dengan diadakannya pemilihan umum secara langsung mulai dari Presiden dan wakil Presiden, kepala daerah hingga anggota legislatif.

Pada masa orde baru bangsa Indonesia telah mengalami demokrasi semu, dimana seluruh kegiatan atau pergerakan masyarakat sangat dibatasi termasuk dalam berorganisasi. Hal tersebut membuat gerakan civil society menjadi stagnan. Padahal untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) membutuhkan keseimbangan antara Negara dan civil society. Perubahan segera terjadi pada masa reformasi, dimana kebebasan dan hak-hak setiap warga Negara Indonesia dikembalikan. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik juga sudah bukan lagi partisipasi yang dimobilisasi, melainkan partisipasi murni atas kesadaran masyarakat sendiri. Proses demokratisasi juga terlihat dengan tumbuhnya civil society dalam bentuk organisasi-organisasi seperti LSM, Ormas, Komunitas,dan lain sebagainya. Ormas sebagai salah satu organisasi civil society terlihat sangat tumbuh subur di era reformasi, terbukti dengan munculnya ormas dengan berbagai latar belakang di berbagai daerah di Indonesia. Pasca reformasi juga terlihat perubahan dalam tatanan politik di berebagai daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung telah merubah pola partisipasi masyarakat dalam politik.
Pemilihan langsung kepala daerah nyatanya dapat menumbuhkan partisipasi politik masyarakat lokal di tiap daerahnya masing-masing, dimana semua elemen yang ada di daerah tersebut dimaksimalkan oleh calon pemimpin daerah maupun partai politik yang berkepentingan, mulai dari tokoh masyarakat, pemuka agama, hingga organisasi massa. Perubahan signifikan yang terlihat pada peran organisasi massa, terutama dalam dinamika politik lokal menampilkan perkembangan kekuatan massa pada era ini. Sebelum era reformasi, ruang gerak organisasi massa yang sangat sempit dan dibatasi hingga membuat organisasi massa menjadi sebuah wadah yang pasif bagi masyarakat, sudah tidak terlihat lagi. Saat ini peran dan pengaruh organisasi massa menjadi cukup diperhitungkan, terutama dalam momen-momen politik seperti pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
Sesungguhnya ada elemen-elemen lain yang mempunyai peran penting dalam mempengaruhi dinamika politik lokal di tiap daerah, seperti tokoh masyarakat dan tokoh agama, namun yang menjadi kelebihan dari organisasi massa ini adalah bahwa organisasi massa mempunyai basis massa yang jelas, dan cenderung mudah diarahkan karena mempunyai struktur yang jelas sehingga dapat berkoordinasi dengan baik. Sehingga dalam setiap momen politik yaitu pemilihan kepala daerah, organisasi massa kerap dijadikan sebagai komoditi politik. Hampir di setiap momen-momen politik, organisasi massa ini dimanfaatkan oleh calon pemimpin dan partai politik yang berkepentingan untuk menghimpun massa, dalam masa kampanye, pengamanan, hingga masa pencoblosan. Hal ini adalah salah satu faktor yang membuat di era reformasi ini, organisasi massa sangat mempengaruhi dinamika politik lokal di tiap-tiap daerah.
Hal ini juga berlaku di DKI Jakarta, yang paling mencolok adalah ketika momen pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012. Seperti yang kita ketahui, DKI Jakarta merupakan Ibukota negara, sehingga tentu menjadi Gubernur ibukota merupakan prestise tersendiri bagi setiap calon maupun partai politik. Pertarungan untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta merupakan salah satu tolak ukur penting bagi sebuah partai politik untuk bertarung dalam pemilihan umum. Partai politik yang bertarung akan berlomba-lomba memaksimalkan strategi pemenangan masing-masing. Mulai dari mesin politik, marketing politik, komunikasi politik, dan persiapan-persiapan lainnya akan dimaksimalkan. Dalam hal ini, elemen-elemen pendukung eksternal pun akan dimanfaatkan tentunya.
Elemen-elemen di luar partai politik tersebut salah satunya adalah organisasi massa yang di DKI Jakarta. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan kota yang masyarakatnya heterogen, dari berbagai macam daerah berkumpul di ibukota dengan berbagai kepentingan, terlebih lagi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian. Tidak sedikit pula orang-orang yang datang untuk mengadu nasib. Ditengah masyarakat yang heterogen tersebut, muncul pula organisasi massa dengan berbagai latar belakang. Organisasi massa yang mempunyai basis massa yang cukup banyak biasanya yang menjadi target dari partai-partai politik yang akan bertarung di dalam pemilihan. Seperti organisasi yang berbasis kedaerahan dan organisasi yang berbasis agama.
Dalam studi penelitian ini, Peneliti tertarik kepada organisasi massa yaitu HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Jika melihat pada fenomena pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2016 ini, ternyata bisa kita saksikan betapa ramainya lika-liku yang terjadi, mulai dari permasalahan isu SARA hingga memicunya aksi demo yang dijuluki "Aksi Demo 411'. Fenomena 411(4 November) menggambarkan kemarahan umat Muslim dari seluruh Indonesia (yang tergabung dalam beberapa ormas, HTI salah satunya). Apa sebenarnya yang melatar belakangi terjadinya demo tersebut? Demo ini rupanya merupakan sebuah bentuk protes atas isu SARA yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), selaku salah satu Calon Gubernur DKI Jakarta. Ahok, diduga telah melakukan sebuah penistaan agama, tepatnya melakukan penistaan pada agama Islam, dengan mempertanyakan salah satu ayat, pada Surat "Al-Ma'idah".
Dibalik peristiwa ini, tentu sudah dapat dipastikan ada ormas Islam yang turut ikut andil dalam permasalahan pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Salah satu dari ormas tersebut, adalah HTI. HTI mempunyai ideologi, bahwa suatu saat akan ada Khilafah yang akan memimpin didunia ini (yang mana pemimpin tersebut sudah tentu adalah seorang Muslim). Dalam hal ini tentu saja HTI pun akan kontra dengan pemilihan Pilkada DKI Jakarta, bila pemilihan jatuh pada Ahok. Karena tentunya dari ideologi HTI, dapat disimpulkan bahwa pemimpin haruslah seorang Muslim, sedangkan Ahok adalah seorang Non Muslim.
Dan tentunya berkaitan dengan HTI pun, pembahasan akan menjadi semakin kompleks. Karena Bhinneka Tunggal Ika memiliki konsep "Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu" yang memiliki makna membebaskan siapapun, untuk bisa memimpin dalam jabatan apapun (termasuk Gubernur DKI Jakarta), tanpa memandang suku, agama, ras, dan lain-lain.

B.     Hipotesis
Ada pengaruh idealisme dan pemikiran keislaman dalam memilih pemimpin daerah.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pandangan HTI mengenai proses politik?

D.    Metode Penelitian
1.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian non exsperiman yang bentuk Expostfakto. Sugiono mengemukakan bahwa penelitian exspostfakto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.
2.      Penelitian Kualitatif
Pada penelitian ini kami memakai metode penelitian kualitatif. Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).

E.     Pertanyaan Penelitian
1.      Bagaimana pandangan anda mengenai ormas-ormas Islam lainnya mengenai ideologi keislaman?
2.      Bagaimana mempertahankan ideologi keislaman ditengah isu SARA dalam pilkada DKI Jakarta?
3.      Bagaimana pandangan anda terhadap isu SARA yang terjadi ditengah ramainya pilkada DKI Jakarta?

F.     Tinjauan Teori
Dalam landasan teori, peneliti mengambil teori konflik, yang mana dasar dari teori tersebut adalah pemikiran Karl Marx (pada tahun 1950an – 1960an). Bunyi dari teori konflik tersebut adalah "Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula."

G.    Tahap Penelitian
1.      Tahapan pertama yang peneliti lakukan adalah mencari responden.
2.      Setelah itu melakukan sebuah wawancara.
3.      Tahapan yang terakhir yaitu melakukan analisis.


BAB II
GAMBARAN UMUM SUBYEK / OBYEK KAJIAN

A.    Profil Umum Subyek / Obyek
1.      Sejarah Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini dipelopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Al-Azhar Mesir, dan pernah menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina.
Hizbut Tahrir kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di Timur Tengah, termasuk di Afrika seperti Mesir, Libya, Sudan dan Aljazair. Juga ke Turki, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, Belanda, dan negara-negara Eropah lainnya hingga ke Amerika Serikat, Rusia, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Pakistan, Malaysia, Indonesia, dan Australia.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.
2.      Pandangan Politik
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.
3.      Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah Swt : " (Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah Swt dapat diberlakukan kembali.
4.      Tujuan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara'. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai'at oleh kaum muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Dan negara Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia sebagaimana yang terjadi pada masa silam yakni memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hizbut Tahrir bertujuan pula untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari'at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.
5.      Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir telah melakukan pengkajian, penelitian dan studi terhadap kondisi umat, termasuk kemerosotan yang dideritanya. Kemudian membandingkannya dengan kondisi yang ada pada masa Rasulullah saw, masa Khulafa ar-Rasyidin, dan masa generasi Tabi'in. Selain itu juga merujuk kembali sirah Rasulullah saw, dan tata cara mengemban dakwah yang beliau lakukan sejak permulaan dakwahnya, hingga beliau berhasil mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah. Dipelajari juga perjalanan hidup beliau di Madinah. Tentu saja, dengan tetap merujuk kepada Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi, yaitu Ijma Shahabat dan Qiyas. Selain juga tetap berpedoman pada ungkapan-ungkapan maupun pendapat-pendapat para Shahabat, Tabi'in, Imam-imam dari kalangan Mujtahidin.
Setelah melakukan kajian secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan thariqah. Semua ide, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan Hizbut Tahrir hanya berasal dari Islam. Tidak ada satupun yang bukan dari Islam. Bahkan tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum tersebut sesuai dengan perkara-perkara yang diperlukan dalam perjuangannya yaitu untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan mendirikan Daulah Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum tersebut telah dihimpun dalam berbagai buku, booklet maupun selebaran., yang diterbitkan dan disebarluaskan kepada umat. Buku-buku itu, antara lain:
1.      Nizhamul Islam (Peraturan Hidup dalam Islam)
2.      Nizhamul Hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan dalam Islam)
3.      Nizhamul Iqtishadi fil Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam)
4.      Nizhamul Ijtima'iy fil islam (Sistem Pergaulan dalam islam)
5.      At-Takattul al-Hizbiy (Pembentukan Partai Politik)
6.      Mafahim Hizbut Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Hizbut Tahrir)
7.      Daulatul Islamiyah (Negara Islam)
8.      Al-Khilafah (Sistem Khilafah)
9.      Syakhshiyah Islamiyah – 3 jilid (Membentuk Kepribadian Islam)
10.  Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Politik Hizbut Tahrir)
11.  Nadharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir (beberapa Pandangan Politik Hizbut Tahrir)
12.  Kaifa Hudimatil Khilafah (Persekongkolan Meruntuhkan Khilafah)
13.  Siyasatu al-Iqtishadiyah al-Mutsla (Politik Ekonomi yang Agung)
14.  Al-Amwal fi Daulatil Khilafah (Sistem Keuangan Negara Khilafah)
15.  Nizhamul 'Uqubat fil Islam (Sistem Sanksi Peradilan dalam Islam)
16.  Ahkamul Bayyinat (Hukum-hukum Pembuktian)
17.  Muqaddimatu ad-Dustur (Pengantar Undang-undang Dasar Negara Islam)
Dan banyak lagi buku-buku, booklet, maupun selebaran yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir, baik yang menyangkut ide maupun politik.

B.     Lokasi Kajian
Jl. Ir. H. Djuanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia 15412







BAB III
ANALISIS HASIL

A.    Analisis Data Hasil Wawancara Dari Beberapa Responden Ormas HTI Mengenai Memilih Pemimpin Daerah Khususnya di Jakarta
Politik merupakan seni kemungkinan dan seni meyakinkan kawan atau lawan. Politik bisa menjadi mengasyikkan, mengejutkan dan penuh misteri.
Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta merupakan peristiwa politik lima tahunan untuk memilih pemimpin yang tepat yang dapat mengakomodasi keinginan konstituen untuk membangun peradaban politik yang modern dan bermartabat bagi Indonesia.
Dari data yang peneliti temukan di lapangan melalui wawancara dengan orang HTI mengenai Ideologi keislaman bahwa batas-batas islam itu sudah sangat jelas, lebih khusus ketika bagaimana umat memandang harakah (gerakan). Tidak ada masalah dengan pandangan syari'ah Ormas lain, yang terpenting adalah misinya dalam berdakwah.
Dalam mempertahankan ideologi keislaman ditengah isu SARA dalam pilkada DKI, Ormas HTI tetap memandang segala sesuatu dengan ideologi Islam dan selalu berpegang teguh dengan syariat islam.
Pandangan sebagian orang HTI mengenai isu SARA yang terjadi di masyarakat adalah tentang pilkada itu dipandang seperti pilpres, padahal ini merupakan Ibukota yang memegang peranan penting. Akhir-akhir ini ramai pemberitaan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Secara kebijakan yang sebenarnya adalah dzalim, dimana kebijakan Pro kapital namun dzalim kepada rakyat kecil seperti pelanggaran teluk Jakarta.
Menurut data wawancara dari responden lain yaitu dari orang HTI juga, mengenai Ideologi keislaman, yaitu selama ormas berpegang pada As-sunnah (dan tentunya memiliki argumentasinya). Maka partner (pasangan) dalam berdakwah tidaklah memandang ormas tetapi didalam islam itu sendiri kelompok dakwah tidaklah hanya satu melainkan banyak.
Sebagaimana ide-ide dakwah Hizbut tahrir yang telah merambah ke masyarakat melalui berbagai aktivitas dakwah kampus, perkantoran Pabrik, dan perumahan.
Penyebaran ide-ide Hizbut Tahrir semakin aktif setelah dideklarasikannya Hizbut tahrir Indonesia (HTI) yakni pada tahun 1993. Dengan ini gerak para pengemban dakwah Hizbut Tahrir termasuk di Jakarta semakin menemukan jalan terang untuk menyampaikan kepada masyarakat luas. Kemudian aktivitas dakwah tersebut menjadi semakin gencar setelah HTI muncul di publik Indonesia setelah diadakannya Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah pada tahun 2000 di Senayan, Jakarta.
Berbicara pandangan islam tentang syariat harus memilih pemimpin muslim, itu sama halnya ketika islam menetapkan khamr itu haram, ini adalah semata-mata murni bentuk perwujudan keta'atan kepada Allah dan ini tidak termasuk SARA.
Isu SARA yang terjadi di masyarakat, banyak orang yang memandang hal ini berkaitan dengan SARA, padahal yang terpenting apakah ini sesuai dengan Syari'at Islam atau tidak.

B.     Analisis Data Hasil Wawancara Dari Responden yang Netral Mengenai Memilih Pemimpin Daerah Khususnya di Jakarta
Weber menggambarkan tipe birokrasi yang ideal dalam nada positif yang membuat birokrasi lebih berbentuk organisasi rasional dan efisien. Ia memandang adanya penyimpangan wewenang dalam sebuah birokrasi ketika para birokrat tidak dapat memisahkan kepentingan pribadi, golongan keluarga dan kepentingan Negara. Dengan kata lain Weber menyatakan bahwa birokrasi haruslah netral dengan tidak mencampuri urusan administrasi dengan politik karena telah memiliki bentuk yang pasti dimana kedua hal tersebut dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Berbeda dengan apa yang menjadi pemikiran Karl Marx mengenai birokrasi, Marx mengkritik pemikiran dari Weber menyoal birokrasi yang ideal. Karl Marx dalam pemikirannya menyatakan bahwa birokrasi merupakan instrument yang digunakan untuk melaksanakan kekuasaan dominannya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain keberadaan birokrasi pemerintah memihak pada kekuatan politik yang memerintah.
Mengenai pilkada jakarta, pandangan netral dari ideologi ormas-ormas islam. Ormas-ormas islam di Indonesia sangat banyak dan beragam antar ormas punya ideologi dan pandangannya sendiri, mulai dari yang liberal sampai yang cenderung extream, ini yang sering terjadi dan menimbulkan gesekan karena beda ideologi.
Dalam memilih tentunya yang seiman, tetapi tidak serta membenci atau menjatuhkan yang tidak seiman. Cara mempertahankannya adalah kembali ke Al-Qur'an dan tuntunan petunjuk-petunjuk yang ada dalam agama.
Pandangan responden yang netral terhadap isu SARA bahwa tidak bisa dipungkiri, isu SARA yang sudah ada memang sungguh mengkhawatirkan, karena sudah memicu banyak reaksi gesekan secara tidak langsung seperti saling menghina dan hujat di beberapa sosial media.

C.    Analisis Data Hasil Wawancara Dari Responden yang Pro terhadap (Ahok) Mengenai Pemimpin Daerah Khususnya di Jakarta
Dari data yang peneliti dapat, bahwa pendapat terhadap ormas-ormas islam ini sesungguhnya bagus, akan tetapi banyak sekali oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan di luar ormas ini yang hanya ikut-ikutan saja, dan terkesan menjadi ricuh, bahkan ada pula oknum agama lain yang ingin menghancurkan islam di mata masyarakat, terutama kaum missionaris dari agama-agama lain.
Dan memang dalam islam, memilih kepala (ketua) dalam bagan masyarakat yang beragama non islam haram hukumnya, dan ini sudah menjadi landasan umat beragama dan tidak bisa diganggu gugat.
Untuk ideologi responden tidak memiliki pandangan pasti dalam hal ini. Tetapi mengartikan bahwa Indonesia masa kini (Masa yang Pro dan Kontra CaGub DKI masa kini) seperti di yerussalem pada masa dahulu, ketika kota yerussalem dibawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi, masyarakat non islam diberikan perlindungan penuh selama mereka membayar fidyah, begitu juga sebaliknya ketika bagian dari non islam yang memimpin, masyarakat islam diharuskan membayar pajak perlindungan kepada pemimpin non islam. saat itu pemimpin non muslim adalah Richard The Lion. Akan tetapi kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia, dimana politik dikeruhkan dengan kepentingan-kepentingan golongan tertentu.
Selanjutnya, pandangan terhadap isu SARA dalam hal ini responden berpendapat bahwa isu SARA di Indonesia ini sangat sulit untuk dihindari, karena Indonesia terdiri dari berbagai macam Agama, Suku, hingga Ras. Banyak masyarakat yang lupa dengan sila ke tiga pancasila yaitu: "Persatuan Indonesia", karena banyaknya orang yang mempunyai kepentingan inilah perwujudan sila ke tiga menjadi susah untuk dibuktikan.




















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian panjang dan analisis yang telah penulis sampaikan dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pandangan Hizbut Tahrir terhadap proses politik adalah memandang  segala prosesnya harus berlandasan Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.












DAFTAR PUSTAKA

Asfar, M. (2006). Mendesain Managemen Pilkada. Surabaya: PusDeHAM dan Pustaka Eureka.
Moleong, Lexy J. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Husaini dan Purnomo. (2004). Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.
Wibawanto, Agung. (2005). Menangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan.
Prihatmoko, Joko j. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Semarang : Pustaka Pelajar.
Firmanzah. (2007). Marketing Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.












Lampiran 1: Wawancara
1.      Bagaimana pandangan anda mengenai ormas-ormas Islam lainnya mengenai ideologi keislaman?
2.      Bagaimana mempertahankan ideologi keislaman ditengah isu SARA dalam pilkada DKI Jakarta?
3.      Bagaimana pandangan anda terhadap isu SARA yang terjadi ditengah ramainya pilkada DKI Jakarta?
Jawaban Hasil Wawancara dari beberapa Responden
a.       Nama: M Gustar Umam
Jurusan: Syariah
Semester: dua
Universitas: LIPIA
Ormas: HTI
1.      batas-batas islam itu sudah sangat jelas, lebih khusus ketika bagaimana umat memandang harakah (gerakan). Tidak ada masalah dengan pandangan syari'ah Ormas lain, yang terpenting adalah misinya dalam berdakwah (Tentunya dengan hal ini, antar gerakan akan sama-sama berlomba dalam kebaikan)
2.      Dengan memandang segala sesuatu dengan ideologi Islam dan selalu berpegang teguh dengan syariat islam.
3.      pilkada sekarang dipandang seperti pilpres, padahal ini merupakan Ibukota yang memegang peranan penting. Akhir-akhir ini ramai pemberitaan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Secara kebijakan yang sebenarnya adalah dzalim, dimana kebijakan Pro kapital namun dzalim kepada rakyat kecil seperti pelanggaran teluk Jakarta.

b.      Nama: Ahmad
Jabatan: Pernah menjabat sebagai dosen SAINTEK sampai 2015
Ormas: HTI
1.      Selama ormas berpegang pada As-sunnah (dan tentunya memiliki argumentasinya). Maka partner (pasangan) dalam berdakwah tidaklah memandang ormas tetapi didalam islam itu sendiri kelompok dakwah tidaklah hanya satu melainkan banyak.
2.      Berbicara pandangan islam tentang syariat harus memilih pemimpin muslim, itu sama halnya ketika islam menetapkan khamr itu haram, ini adalah semata-mata murni bentuk perwujudan keta'atan kepada Allah dan ini tidak termasuk SARA.
3.      Orang-orang ramai memandang hal ini berkaitan dengan SARA, padahal yang terpenting apakah ini sesuai dengan Syari'at Islam atau tidak.

c.       Nama: Irman Supriadi Adistya
Fakultas: FST
Jurusan: Fisika
Status: Sudah Lulus
Pandangan: Netral
1.      Ormas-ormas islam di Indonesia sangat banyak dan beragam antar ormas punya ideologi dan pandangannya sendiri, mulai dari yang liberal sampai yang cenderung extream, ini yang sering terjadi dan menimbulkan gesekan karena beda ideologi.
2.      Dalam memilih tentunya yang seiman, tetapi tidak serta membenci atau menjatuhkan yang tidak seiman. Cara mempertahankannya adalah kembali ke Al-Qur'an dan tuntunan petunjuk-petunjuk yang ada dalam agama.
3.      Tidak bisa dipungkiri, isu SARA yang sudah ada memang sungguh mengkhawatirkan, karena sudah memicu banyak reaksi gesekan secara tidak langsung seperti saling menghina dan hujat di beberapa sosial media.

d.      Nama: Muhammad Azka Rabbani
Universitas: STBA LIA Jakarta
Jurusan: Bahasa Jepang
Semester: lima
Pandangan: Pro Ahok
1.      Pandangan saya terhadap ormas-ormas islam ini sesungguhnya bagus, akan tetapi banyak sekali oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan di luar ormas ini yang hanya ikut-ikutan saja, dan terkesan menjadi ricuh, bahkan ada pula oknum agama lain yang ingin menghancurkan islam di mata masyarakat, terutama kaum missionaris dari agama-agama lain.
Dan memang dalam islam, memilih kepala (ketua) dalam bagan masyarakat yang beragama non islam haram hukumnya, dan ini sudah menjadi landasan umat beragama dan tidak bisa diganggu gugat.
2.      Untuk ideologi saya tidak memiliki pandangan pasti dalam hal ini. Malahan saya mengartikan bahwa Indonesia masa kini (Masa yang Pro dan Kontra CaGub DKI masa kini) seperti di yerussalem pada masa dahulu, ketika kota yerussalem dibawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi, masyarakat non islam diberikan perlindungan penuh selama mereka membayar fidyah, begitu juga sebaliknya ketika bagian dari non islam yang memimpin, masyarakat islam diharuskan membayar pajak perlindungan kepada pemimpin non islam. saat itu pemimpin non muslim adalah Richard The Lion. Akan tetapi kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia, dimana politik dikeruhkan dengan kepentingan-kepentingan golongan tertentu.
3.      Sebenarnya isu SARA di Indonesia ini sangat sulit untuk dihindari, karena Indonesia terdiri dari berbagai macam Agama, Suku, hingga Ras. Banyak masyarakat yang lupa dengan sila ke tiga pancasila yaitu: "Persatuan Indonesia", karena banyaknya orang yang mempunyai kepentingan inilah perwujudan sila ke tiga menjadi susah untuk dibuktikan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini