PERAN KLINIK BELAJAR DALAM PENANGGULANGAN KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN MTS NURUL UMMAH DESA CIBUNTU LEBAK KECAMATAN CIAMPEA KOTA BOGOR
OLEH :
HAIDAR GHOZALI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Islam tidak hanya sekedar menciptakan seseorang yang siap memasuki dunia kerja. Lebih dari itu, pendidikan harus melahirkan seseorang yang memilki kedalaman iman, kepekaan nurani, ketajaman nalar, kecakapan berkarya, keluasan wawasan, kemandirian jiwa, kepedulian social hingga keaslian kreatifitas. Al-Qur'an bercerita bagaimana Luqman mendidik anaknya sebagaimana tertuang dalam surat Luqman ayat 13-27. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam tidak cuma tercermin dalam mata pelajaran agama, namun juga mengarah dan menjiwai seluruh pelajaran yang lain, terwujud dalam pola hubungan yang bersahabat di lingkungan sekolah, baik antar peserta didik, antara pendidik dan siswa serta dengan komunitas sekolah lainnya.
Pendidikan tidak akan membumi manakala terlepas dari persoalan kekinian yang dihadapi umat, baik kebodohan, kemiskinan, ketertinggalan dan sebagainya. Pendidikan Islam mestinya menjadi alat untuk membebaskan umat dari belenggu tradisi yang beku maupun aturan warisan penjajah yang terus memeras umat. Ketika pendidikan Islam lepas dari konteks kekinian, pendidikan ini tinggal ajaran dan seruan yang membosankan, yang tidak membantu peserta didik maupun masyarakat dalam mengatasi problematikanya.
Pada hakekatnya pendidikan merupakan persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kehidupan tersebut baik teori maupun konsep operasionalnya. Perubahan dan perkembangan tersebut dalam rangka mencapai tujuan kehidupan dunia dan akhirat yang telah difirmankan Allah Swt dalam Al-Qur'an surat ar-Ra'd: 11 yang artinya:
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ar-Ra'd: 11) "
Pendidikan merupakan sarana untuk perubahan dan pengembangan potensi yang ada pada setiap individu dan merupakan upaya pembinaan mental generasi muda, sehingga mereka menjadi orang-orang yang mampu memikul tanggung jawab, terlebih sebagai tujuan tertinggi pendidikan adalah Untuk menjadikan manusia menjadi 'abid (hamba Allah).
Atmosfer keintelektualan dalam pendidikan Islam dimulai sejak diturunkan wahyu pertama oleh Allah Swt. kepada rasulullah Saw. Sedangkan mengenai keutamaan membaca Al-Qur'an Rasulullah bersabda:
"Perumpamaan orang beriman yang membaca al-Qur'an itu seperti jeruk wangi. Baunya sedap dan rasanya pun enak. Orang beriman yang tidak membaca al-Qur'an bagaikan buah kurma. Tidak ada baunya, tetapi rasanya manis. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur'an seperti kemangi baunya wangi rasanya pahit dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-qur'an seperti bratawali rasanya pahit buruk dan baunya pahit". (HR. Bukhari)
Islam sebagai sebuah agama memberikan konsep ajaran yang komprehensif dan integral, tidak hanya pada persoalan ubudiyah seperti sholat, puasa dan lainnya, tetapi juga menyangkut kode etik sosial yang digunakan manusia itu sendiri, yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits.
Sebagai sumber bagi ilmu-ilmu islam, kredibilitas Al-Qur'an dan Hadits menurut Azyumardi Azra adalah;
Pertama, bisa dilihat dari Al-Qur'an sebagai sesuatu yang komprehesif, sehingga aspek pendidikan termasuk didalamnya, di sisi lain Al-Qur'an sebagai kitab suci juga tidak menutup kemungkinan adanya upaya penafsiran secara esoteris (ma'nawi), yang berarti masalah pendidikan dimungkinkan adanya pengungkapan misteri yang terkandung didalmnya, untuk membangun paradigma sebuah ilmu.
Kedua, Al-Qur'an dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu; pencarian ilmu dalam segi apapun berujung pada penegasan keesaan Tuhan. Karenanya seluruh metafisika dan kosmologi yang terbit dari kandungan Al-Qur'an dan Hadits merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam, kedua sumber pokok ini setingkatnya menciptakan atmosfer khusus yang mendorong aktifitas keintelektualan dam "baju" Islam.
Dalam perspektif Islam, pendidikan dianggap sebagai institusi yang amat penting peranannya di dalam mewarnai dan mengarahkan proses perubahan di dalam masyarakat, peran strategis ini tentunya tidak lepas dari institusi terkecil yaitu keluarga yang merupakan institusi pertama dan utama bagi pendidikan Lebih khusus pendidikan agama. Dengan demikian pendidikan agama Islam yang pada hakekatnya bertujuan untuk mengembangkan potensi keberagamaan manusia, dengan harapan mampu menyiapkan sumber daya manusia berkualitas yaitu beriman, berilmu dan bertaqwa agar mereka mampu mengolah, mengembangkan dan menyesuaikan perilaku keagamaan sesuai dengan tuntutan zaman.
Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dimulai dari mengubah sikap dan paradigma masyarakat melalui pendidikan nilai-nilai ilmiah yang bersifat rasional. Orientasi pendidikan Islam harus diletakkan sebagai dasar tumbuhnya kepribadian manusia (Indonesia) seutuhnya.
Sehingga keberadaannya selalu dibutuhkan dan memberikan kontribusi positif bagi lahirnya masyarakat intelektual. Merumuskan definisi belajar yang memadai bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, sebab banyaknya aktifitas-aktifitas oleh setiap orang hampir disetujui kalau disebut perbuatan belajar. Banyaknya definisi tentang belajar yang dikemukakan para ahli pendidikan, diantaranya adalah oleh Englewood
Clifes. Tokoh ini mendefinisikan belajar sebagai berikut;
Learning is a process of progressive behaviour adaptation (Belajar adalah suatu proses pemahaman terhadap prilaku diri)
Berpijak dari pengertian di atas, maka suatu kegiatan pendidikan yang baik dan ideal hendaknya mencakup tiga bidang dalam pendidikan sekolah. Diantara bidang tersebut adalah bidang pimpinan sekolah, bidang pengajaran dan bidang bimbingan. Ketiga bidang ini harus bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Al-Qur'an sebagai firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang diagungkan oleh umat Islam sebagai pegangan teguh dalam hidup senantiasa dibaca dan dihayati. Hal ini Lebih dikarenakan keistimewaan Al-Qur'an yang telah merangkum hukum-hukum illahi dan sebagai penguat serta pembenar dari apa yang dikandung oleh kitab Allah terdahulu yang berisi perintah untuk beribadah kepada-Nya semata. Oleh karena itulah, setiap umat Islam wajib berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan karenanya pula harus mengikuti petunjuk Al-Qur'an dan mengamalkannya.
Persoalan yang muncul kemudian adalah rendahnya kemampuan ummat Islam (non Arab) sendiri dalam membaca maupun menulis Al-Qur'an itu sendiri, lebib khusus siswa MTS (Madrasah Tsanawiyah), yang tidak menutup kemungkinan akan berimplikasi pada perilaku mereka. Pada dasarnya hal ini muncul karena beberapa faktor, antara lain adalah kurang memasyarakatnya tulisan dan bahasa Arab yang menjadi bahasa baku Al-Qur'an. Ketidak mampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an ini sebenarnya juga terjadi karena faktor keluarga dan lingkungan masyarakatnya. Selain itu, baca tulis Al-Qur'an sebagai bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) terbentur pada alokasi waktu yang sangat minim dan pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) itu sendiri sering dinomor duakan oleh para siswa itu sendiri.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut kiranya perlu adanya langkah-langkah preventif untuk meningkatkan kemampuan anak didik dalam baca dan tulis Al-Qur'an sehingga memungkinkan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai keagamaan yang diharapkan lebih kuat tertanam pada pribadi siswa. Seperti yang dilaksanakan di MTS Nurul Ummah Bogor, misalnya, dengan membuka Klinik Belajar bagi siswa dan siswi yang mengalami kesulitan dan permasalahan belajar untuk semua mata pelajaran secara umum dan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada khususnya. Sebagai program khusus yang diberikan guru sebagai program remidial untuk mencapai tujuan pedidikan yang ditetapkan sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kesulitan membaca Al-Qur'an para siswa di MTS Nurul Ummah Bogor?
2. Bagaimana peran klinik belajar dalam menanggulangi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur'an di MTS Nurul Ummah Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kesulitan membaca Al-Qur'an yang dihadapi oleh para siswa di MTS Nurul Ummah Bogor.
2. Untuk mengetahui peran klinik belajar dalam menanggulangi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur'an di MTS Nurul Ummah Bogor.
D. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian non exsperiman yang bentuk Expostfakto. Sugiono mengemukakan bahwa penelitian exspostfakto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.
2. Variabel Penelitian
Istilah variabel dapat diartikan bermacam-macam, menurut Suryadi Suryabrata variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel :
a. Program kegiatan membaca Al Qur'an sebagai variabel bebas.
E. Tinjauan Teoritis
Secara bahasa, Al Qur'an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang di kemukakan oleh Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan", asal kata dari qara'a. kata Al Qur'an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf'ul yaitu maqru' (dibaca). Adapun secara istilah atau definisi adalah: kalam Allah SWT yang merupakan mu'jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah. Allah telah menjadikan Al Qur'an itu benar-benar sebagai mukjizat dalam penjelasan, sehingga ia menjadi mukjizat yang kekal bagi Rasulullah SAW. Allah berfirman :
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir" (Q.S. Al baqarah: 23-24). Allah SWT menjadikan susunan huruf, kata-kata, dan bunyi huruf sesuai dengan susunan syaraf manusia, sehingga setiap bunyi huruf Al Qur'an yang terlontarkan akan direspon secara positif oleh urat syaraf. Tak seorang pun yang mampu membuat sastra yang keindahan dan keteraturan susunannya melebihi Al Qu'ran.
Al Qur'an adalah pembimbing menuju suatu kebahagiaan, di tengah kondisi yang terus berubah dangan cepat. Al Qur'an memberikan prinsip dasar yang dapat dijadikan pegangan untuk mencapai suatu keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir maupun batin. Al Qur'an memberikan peneguhan agar manusia memiliki kepercayaan diri yang sejati dan mampu memberikan motivasi yang kuat dan prinsip yang teguh.
1. Makna Al Qur'an
Kata membaca menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sedangkan perintah membaca di dalam Al Qur'an menggunakan tiga bentuk kata, yaitu iqra' atau faqra'u (qira'ah), utlu (tilawah), dan warattil (tartil). Tentunya masing-masing kata memiliki makna yang berbeda-beda.
a. Qira'ah
Kata qira'ah berarti menyatukan (jama'a) huruf atau kalimat dengan selainnya dalam suatu bacaan. Derivat (bentuk turunan) kata dasar ini memiliki makna-makna diantaranya:
a. Tafahhama (berusaha memahami) daarasa (terus mempelajari),
b. Tafaqqaha (berupaya mengerti secara mendalam),dan
c. Hafizha (menghafal) karena menghafal juga berarti jama'a (mengumpulkan) dan dhamma (menyatukan)
Arti asal kata ini menunjukkan bahwa kata iqra' yang diterjemahkan dengan "bacalah!", tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai obyek baca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus, Anda dapat menemukan beraneka ragam arti kata tersebut, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti "menghimpun". Selain itu, kata qira'ah, berikut bentuk-bentuk yang seakar dengannya, dalam Al-Qur'an dipakai untuk mengungkapkan aktifitas membaca yang umum, mencakup teks apa saja.
Fokus qira'ah adalah meraih makna atau pengertian dari apa yang dibaca tersebut. Jika dikaitkan dengan Al-Qur'an, yang mana Nama kitab suci ini sendiri juga berasal dari kata qara-a (membaca), maka membaca disini harus disertai tadabbur, tafakkur, dan tadzakkur. Tidak disebut qira'ah jika hanya menekankan pelafalan lisan dan mengeraskan suara. Qira'ah adalah aktifitas yang sistematis, terstruktur, disengaja, sadar dan memiliki tujuan jelas.
b. Tartil
Arti dasar tartil adalah sesuatu yang terpadu (ittisaq) dan tersistem(intizham) secara konsisten (istiqamah), yakni melepaskan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten. Titik tekannya ada pada pengucapan secara lisan, atau pembacaan verbal dan bersuara. Dalam Bahasa Inggris, padanan tepatnya adalah "to recite" (mengucapkan, melafalkan dengan lisan). Tepatnya, slow recitation, membaca secara dengan bersuara secara perlahan-lahan.
Secara teknis, tartil berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Dalam kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur'an karya Imam An-Nawawi, hal. 45-46 disebutkan bahwa para ulama' telah bersepakat tentang dianjurkannya tartil (membaca perlahan-lahan sesuai kaidah tajwid) karena Allah berfirman,"wa rattilil Qur'aana tartiila".
Ada sebuah hadits bersumber dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bahwa beliau menjelaskan sifat bacaan Al-Qur'an Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yakni qira'ah muffassirah (bacaan disertai menafsirkan), harfan harfan (huruf demi huruf). (Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Menurut At-Tirmidzi, hadits ini hasan-shahih).
Para ulama' menyatakan, bahwa tartil dianjurkan untuk proses tadabbur. Mereka juga mengatakan bahwa tartil sangat dianjurkan terutama bagi orang-orang non-Arab ('ajam), yang tidak memahami maknanya, karena hal lebih mendekatkan kepada sikap pengagungan serta penghormatan terhadap Al-Qur'an, serta lebih kuat pengaruhnya ke hati.
Oleh karenanya, dalam Surat Al-Muzzammil, tartil adalah membaca Al-Qur'an secara bersuara, perlahan dan dengan menerapkan hukum-hukum bacaan secara tepat. Secara khusus, aktifitas tartil ini dilakukan dalam shalat dan di malam hari, yakni qiyamul-lail. Dari sini, diharapkan lahir kesan ke dalam jiwa, sebagaimana dijelaskan dalam rangkaian ayat-ayat Al-Muzzammil itu sendiri.
c. Tilawah
Makna tilawah awalnya adalah mengikuti (tabi'a atau ittaba'a) secara langsung dengan tanpa pemisah, yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah, baik dengan Cara qira'ah (intelektual) atau menjalankan apa yang terkandung di dalamnya (ittiba'). Mengikuti ini bisa secara fisik dan bisa juga secara hukum.
Singkat kata, tilawah dapat diartikan sebagai membaca yang bersifat spiritual atau aktifitas membaca yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa yang dibaca dengan disertai sikap ketaatan dan pengagungan. Oleh karena itu, dalam Al-Qur'an kata tilawah lebih sering digunakan daripada kata qira'ah dalam konteks tugas para rasul 'alaihimussalam.
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitabnya Majalis Syahri Ramadlan menguraikan cakupan makna tilawah ke dalam dua macam:
a. Tilawah Hukmiyah, yaitu membenarkan segala informasi Al Qur'an danmenerapkan segala ketetapan hukumnya dengan cara menunaikanperintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
b. Tilawah Lafdziyah, yaitu membacanya. Inilah yang keutamaannya diterangkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam hadits Bukhari: خَيرُكُم مَنْ تعَلَّمَ القُرآنَ وعَلَّمَه (Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan yang mengajarkannya).
Dari sini dengan jelas kita dapat melihat bahwa kata tilawah ini mengungkapkan aspek praktis dari 'membaca', yakni sebuah tindakan yang terpadu, baik secara verbal, intelektual maupun fisik dalam mengikuti serta mengamalkan isi Kitabullah. Kata ini mengisyaratkan bahwa membaca Al-Qur'an itu bukan hanya sekedar melafalkan huruf-hurufnya secara lisan saja atau menyerap dan menganalisa informasi di dalamnya sebagai wacana intelektual yang bersifat kognitif belaka, akan tetapi juga harus diikuti dengan aplikasi secara nyata dengan iman dan amal.
Kata tilawah dengan berbagai derivasi dan variasi maknanya dalam Al-Qur'an terulang/disebutkan sebanyak 63 kali. Kata tilawah ini dalam beberapa kitab seperti dalam Al-Mishbah Al-Munir fi Gharib Asy-Syarh Al-Kabir, Al-Shahib Ibn 'Ibad dalam Al-Muhith fi Al-Lughah, Ibnu Mandhur dalam Lisanul-'Arab,dan dalam Mukhtar Al-Shihah, secara leksikal/harfiah mengandung makna "bukan sekedar" membaca (qira'ah).
Kalau kita cermati kata yatluu atau tilawah dalam Al-Qur'an, maka obyek bacaannya adalah ayat-ayat atau kitab suci Al-Qur'an yang pasti terjamin kebenarannya. Penasaran? Coba saja search kata yatluu dalam Al-Qur'an pasti akan Anda temukan maf'ul bih (obyek)-nya adalah "ayat-ayat Allah". Contohnya, adalah ayat-ayat berikut ini:
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Mu…"(Q.S. Al Baqarah: 129)
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu" (Q.S. Al Baqarah: 151)
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka" (Q.S. Al Jumuah: 2), dan ayat-ayat Al Qur'an yang semisal lainnya.
Jadi, implikasi aktifitas tilawah adalah mengikuti dan menerapkan apa yang terkandung dalam teks ayat yang dibaca adalah untuk dijadikan sebagai tuntunan, kode etik atau jalan hidup (way of life). Jika saja Allah mengizinkan manusia untuk mengikuti dan menerapkan jalan hidup dari selain Al-Qur'an, maka obyek kata tilawah dalam Al-Qur'an bukan hanya ayat-ayat Allah saja akan tetapi bisa bermacam-macam. Namun ternyata tidak demikian. Faktanya, justru hanya kata qira'ah yang di dalamAl-Qur'an dipakai untuk obyek baca yang beragam, bukan hanya ayat-ayat Al-Qur'an saja.
Kesimpulannya, bahwa qira'ah adalah proses intelektual yang bisa dilakukan dengan mempergunakan beragam sumber bacaan, baik yang berasal dari Allah maupun selain-Nya. Namun, untuk tartil dan tilawah tidak demikian. Hanya Al-Qur'an sajalah yang layak mendapat perlakuan spesial itu.
2. Metode Membaca Al-Qur'an
Sederhananya, kita tetap bisa menerjemahkan ketiga kosakata di atas dengan "membaca", sebagaimana yang biasa digunakan dalam bahasa Arab. Akan tetapi, dalam prakteknya, harus ada penekanan dan fokus yang jelas. Tujuannya, agar kita tidak terjebak pada salah satu aspek membaca kemudian merasa cukup.
Adapun dalam membaca Al-Qur'an kita tidak bisa lepas dari ketiga cara baca tersebut. Masing-masing merupakan metode membaca Al-Qur'an yang berbeda, namun memiliki korelasi satu sama lain, sehingga tidak bisa dilepaskan atau dipergunakan secara parsial tanpa melibatkan lainnya.
Ketiga macam metode membaca Al-Qur'an ini, yakni qira'ah, tartil, dan tilawah, masing-masing memiliki fungsi yang khas. Fungsi-fungsi tersebut harus diseimbangkan secara proporsional agar pengaruh ayat-ayat Al-Qur'an betul-betul meresap dan membekas dalam perilaku serta karakter seorang muslim.
Boleh jadi, sebagian orang telah berulang-ulang menyelesaikan tartil, namun ia melupakan qira'ah dan tilawah. Atau hanya mengintensifkan qira'ah, tanpa disertai tilawah dan tartil. Pun, bisa jadi ada yang telah menjalankan tilawah, namun kurang dalam aktifitas qira'ah dan tartil dalam kesehariannya. Dengan kata lain, dalam berinteraksi dengan Al-Qur'an, sebaiknya kita melibatkan ketiga metode tersebut sekaligus, yaitu: qira'ah, tartil, dan tilawah.
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini akan dilaksanakan di MTS Nurul Ummah.
2. Kegiatan penelitian ini dijadwalkan pada bulan November. Durasi waktu tersebut digunakan sejak mulai pra-research yang mencakup pembuatan proposal sampai dengan final research yaitu pembuatan laporan akhir.
3. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkap ada atau tidak adanya peran Klinik Belajar dalam penanggulangan kesulitan belajar membaca Al-Qur'an di MTS Nurul Ummah
BAB II
Gambaran Umum Subyek/Obyek Kajian
A. Profil Umum Subjek/Objek
1. Profil MTS Nurul Ummah
Madrasah Tsanawiyah Nurul Ummah merupakan Sekolah Pendidikan Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadits nabi Muhammad SAW dalam kegiatan belajar mengajar.
MTS Nurul Ummah terletak di Jl. Cikampak Km. 05 Nagrog, Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea. Kota Bogor. Selain ruang kelas, ada beberapa sarana penunjang kegiatan siswa yang meliputi gedung olah raga, ruang media, ruang musik, ruang PKS, ruang paskibra, ruang Pramuka, musholla, ruang komputer dan ruang UKS.
Selain bangunan-bangunan tersebut diatas, guna menunjang kelancaran pembelajaran serta pelayanan terhadap siswa, juga disediakan ruang tata usaha (TU), ruang BP, ruang Koperasi sekolah dan perpustakaan. Selain itu juga terdapat ruang laboratorium Kimia, Biologi, Fisika dan Bahasa.
2. Visi
Berkualitas dalam keimanan,berprestasi dalam keilmuan,pembiasaan dalam amalan dan berkarakter dengan kebaikan.
3. Misi
a. Madrasah mampu mengembangkan pendidikan yang Islami
b. Madrasah mampu mengembangkan kurikulum yang integral dan kompetitif
c. Madrasah mampu menghasilkan generasi muslim yang kuat dan berkualitas keimanannya
d. Madrasah mampu menghasilkan generasi muslim yang unggul dan berprestasi serta mampu bersaing secara kompetitif baik regional maupun nasional
e. Madrasah mampu menghasilkan generasi muslim yang beramal sholeh dan disiplin
f. Madrasah mampu mencetak generasi muslim yang berkarakter diri, berakhlak mulia, berbudaya, berwawasan lingkungan dan berjiwa nasionalis
B. Lokasi Kajian
Lokasi kajian ialah di desa Cibuntu Lebak, Kec. Ciampea, yaitu salah satu desa yang ada di kota bogor.
BAB III
ANALISIS HASIL
A. Analisis Kesulitan Membaca Al-Qur'an Para Siswa di MTS Nurul Ummah Kota Bogor Sebelum Mengikuti Klinik Belajar
Membaca merupakan salah satu cara untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pembentukan suatu keterampilan membaca merupakan bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu harus dilakukan upaya-upaya penanggulangannya secara terus menerus dan mengembangkan kemampuan membaca Al-Qur'an pada anak didik dapat dilakuakan dengan berbagai pendekatan pembelajaran yang dirangkum sebagai penggunaan kerja individual dan kerja kelompok serta memfokuskan pada suatu aspek khusus pembelajaran afektif, yakni soal bagaimana membangkitkan dan memelihara minat anak didik dengan meninjaunya secara khusus dalam konteks pengorganisasian dan pengelolaan.
Metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan guru dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu peranan metode mengajar adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode maka dapat diharapkan muncul berbagai kegiatan belajar, yang pada akhirnya terciptalah interaksi yang bersifat edukatif. Proses ini akan berjalan dengan baik jika guru dan peserta didik saling berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode belajar mengajar, yaitu (a) tujuan pembelajaran, (b) kompetensi guru, (c) kemampuan siswa, (d) materi dan sarana prasarana.[1]
Berkaitan dengan syarat tersebut diatas, maka dalam melihat sejauh mana kesulitan belajar yang dialami siswa, maka diperlukan diagnosa untuk melihat tingkat kesulitan yang dialami. Salah satu syarat untuk mendiagnosis kesulitan belajar membaca adalah anak mempunyai taraf intelegensi normal, dengan daya ingat atau memori pada umumnya cukup baik. Tidak mempunyai gangguan fungsi sensoris seperti penglihatan atau pendengaran. Pun tidak ada gangguan fungsi motorik. Anak dengan taraf kecerdasan kurang, tidak hanya mengalami ketidakmampuan membaca, tetapi juga mengalami ketidakmampuan di bidang lain seperti berhitung dan aspek-aspek akademik lainnya.
Patogenesis disleksia terletak pada gangguan fungsi otak. Sering pada belahan otak sebelah kiri, terkadang juga di belahan otak kanan. Bagian otak yang diduga berkaitan dengan terjadinya disleksia, antara lain (a) Corpus Callosum kiri, (b) Lobus parieto-temporal kiri, berperan dalam proses pencocokan antara fonem dan grafem (grapheme), (c) Lobus temporal kiri, berperan dalam proses fonologis dasar, (d) Lobus pre-frontal, pusat output dari semua kemampuan seseorang.
Berkaitan dengan persoalan kesulitan belajar membaca Al-Qur'an, siswa MTS Nurul Ummah kota Bogor memiliki keragaman tingkat kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari tabel mengenai distribusi frekuensi hasil tes kemampuan membaca Al-Qur'an siswa MTS Nurul Ummah kota Bogor sebelum mengikuti klinik belajar dimana dari tabel tersebut terlihat bahwa ada empat tingkat kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an yang dialami, yaitu sangat baik (13,3%), baik (3,3%), cukup (16,6%) dan kurang (66,6%). Dari angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa mayoritas siswa memiliki kemampuan membaca Al-Qur'an sangat rendah. Sedangkan mengenai ragam kesulitannya, dapat dilihat dari tabel daftar responden yang secara tegas memperlihatkan ada dua kesulitan yang dialami, yakni dalam hal tajwid dan dalam hal pembedaan huruf hijaiyah.
Untuk menanggulangi siswa dalam kesulitan membaca, khususnya membaca Al-Qur'an, tentunya diperlukan berbagai pendekatan dan pendekatan ini harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari masing-masing siswa yang bersangkutan.
Sebagaimana hasil temuan dari proses interview peneliti dengan pihak pengelola Klinik Belajar maupun dari data kuantitatif, ternyata terdapat dua kategori besar murid yang mengalami kesulitan membaca Al-Qur'an, yaitu (a) siswa yang mengalami kesulitan dalam hal tajwid dan (b) siswa yang mengalami kesulitan dalam hal pembedaan huruf-huruf arab.[2] Dengan mengelompokkan dua persoalan besar tersebut, maka kemudian Klinik Belajar dalam proses pembelajarannya pun membaginya dalam dua kelas dan ditangani oleh guru yang memiliki kompetensi dalam bidangnya masing-masing.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka dalam proses pembelajaran terkadang guru juga menggunakan alat peraga, baik berupa buku, kaset atau pun VCD. Dengan menggunakan alat bantu tersebut diharapkan masing-masing siswa akan secara mudah mengikuti. Metode ini diterapkan untuk siswa yang mengalami kesulitan dalam hal tajwid maupun siswa yang kesulitan membedakan huruf.
Selain itu juga sering dilakukan demonstrasi atau eksperimen untuk memperlihatkan proses atau cara kerja yang berkenaan dengan materi yang disampaikan. Demonstrasi atau eksperimen ini sering digunakan pada kelas siswa yang mengalami kesulitan membedakan huruf hijaiyah, sehingga dengan adanya demonstrasi tersebut siswa dapat memahami alat-alat keluarnya huruf (makharuj al-hurf).
Untuk kasus Klinik Belajar di MTS Nurul Ummah kota Bogor, ternyata metode yang digunakan lebih disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Hal ini terlihat ketika siswa sudah mulai menguasai huruf-huruf hijaiyah (bagi yang kesulitan membedakan huruf) maupun menguasai tajwid maka pengajar mengganti metodenya. Metode yang digunakan adalah metode drill dan resitasi, dengan harapan siswa mulai berusaha secara mandiri mengembangkan kemampuannya.
Dengan metode drill, pengajar memberikan latihan-latihan langsung kepada siswa. Dalam menerapkan metode ini, pengajar menuliskan huruf dan siswa satu persatu disuruh membaca secara bergantian dengan huruf yang berlainan. Metode ini sampai saat ini sangat efektif untuk diterapkan kepada siswa yang kesulitan membedakan huruf. Sedangkan untuk siswa yang kurang menguasai tajwid, pengajar akan mengucapkan kalimat yang kemudian siswa disuruh untuk mengikutinya dan hal ini dilakukan berulang-ulang.
Metode ini kemudian dikembangkan lagi dengan metode resitasi, dimana siswa diberi tugas tertentu yang harus dikerjakan secara kelompok maupun secara individu. Dengan resitasi ini sebenarnya juga dapat dijadikan tolak ukur kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang telah disampaikan, sebab dengan melihat hasil resitasi maka tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah diberikan dapat diukur dengan standard yang ditentukan sebelumnya.
Meskipun Klinik Belajar MTS Nurul Ummah memiliki peranan yang sangat penting dalam menanggulangi kesulitan membaca Al-Qur'an di kalangan siswa, bukan berarti tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Kekurangan ini dapat dilihat dari proses evaluasi terhadap program Klinik Belajar itu sendiri, sehingga tidak dapat dilihat hasil yang telah tercapai selama program ini berjalan. Selain itu, tidak adanya koordinasi antara guru dengan orang tua siswa, sehingga monitoring terhadap kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an tidak ada.
B. Analisis Kesulitan Membaca Al-Qur'an Para Siswa di MTS Nurul ummah Setelah Mengikuti Klinik Belajar
Melihat realitas bahwa kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an di MTS Nurul Ummah ternyata sangat heterogen, peneliti melihat bahwa hal ini lebih disebabkan latar belakang keagamaan dari para siswa juga sangat beragam. Bagi siswa yang memiliki latar belakang keagamaan cukup, maka kemampuan bacanya relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang hanya mengandalkan pengajaran agama di sekolah saja. Selain itu, tingkat kecerdasan juga sedikit banyak berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam mencerna pelajaran membaca Al-Qur'an.[3]
Mengenai penanggulangan siswa yang kesulitan belajar membaca Al-Qur'an, Klinik Belajar yang dimiliki oleh MTS Nurul Ummah kota Bogor dengan mencoba menerapkan management pendidikan secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari pandangan para pengurusnya, dimana dinyatakan bahwa Klinik Belajar diharapkan mampu menciptakan interaksi antara guru dan murid dalam rangka menghasilkan "produk" yang lebih berkualitas. Dan hal ini sesuai dengan misi MTS Nurul Ummah itu sendiri, yaitu diantaranya meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan serta meningkatkan budi pekerti luhur dan prilaku sopan santun.[4] Untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan, maka perlu dipenuhinya lima dimensi pokok penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, yaitu:
1. Keandalan (reliability). Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan secara tepat waktu, akurat dan memuaskan.
Contohnya : kepastian study lanjut tenaga kependidikan yang terencana dan terlaksana dengan baik, maka perlu adanya pendanaan penelitian tenaga kependidikan, dan kegiatan peserta didik dapat dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran, sesuai dengan yang dijanjikan.
2. Daya Tangkap (responsiviness), yaitu kemauan para tenaga kependidikan untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
Contohnya : jika ada komputer yang rusak di lab komputer, harus segera diambil tindak lanjut, yaitu menginformasikannya pada peserta didik dan segera memperbaikinya.
3. Jaminan mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap pelanggan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para tenaga kependidikan.
Sebagai contoh : seluruh tenaga kependidikan benar-benar berkompeten di bidangnya serta sikap dan perilaku seluruh tenaga kependidikan mencerminkan profesionalisme dan kesopanan.
4. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Misalnya : guru mengenal nama para peserta didik yang menempuh mata pelajaran yang diajar.
5. Bukti Langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, tenaga kependidikan, dan sarana komunikasi.
Misalnya : berupa gedung, fasilitas komputer, perpustakaan, dan lain-lain.[5]
Penyusunan manajemen strategi dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : diagnosis, perencanaan dan penyusunan dokumen rencana. Tahap diagnosis dimulai dengan pengumpulan berbagai informasi perencanaan sebagai bahan kajian. Kajian lingkungan internal bertujuan untuk memahami kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) dalam pengelolaan pendidikan, sedangkan kajian lingkungan eksternal bertujuan untuk mengungkap peluang (opportunities) dan tantangan (threaths).
Tahap perencanaan dimulai dengan menetapkan visi dan misi. Visi (vision) merupakan gambaran (wawasan) tentang keadaan yang diinginkan di masa depan. Sedangkan misi (mission) ditetapkan dengan mempertimbangkan rumusan penugasan (yang merupakan tuntutan tugas dari luar dan keinginan dari dalam) yang berkaitan dengan visi masa depan dan situasi yang dihadapi saat ini. Strategi pengembangan dirumuskan berdasarkan misi yang diemban dan dalam rangka menghadapi isu utama (isu strategis). Urutan strategis pengembangan harus disusun sesuai dengan isu-isu utama. Dalam perumusan strategi pengembangan dapat dibedakan menurut kelompok strategi, dengan rincian dapat terdiri atas tiga tingkat, seperti kelompok strategi, sub kelompok dan rincian strategi. Tahap yang ketiga penyusunan dokumen rencana strategis. Rumusannya tidak perlu terlalu tebal, supaya mudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh tim manajemen secara luwes.
Perumusan rencana strategi dapat dilakukan sejak saat pengkajian telah menghasilkan temuan, penyelesaian akhir perlu menunggu hingga semua keputusan atau rumusan telah ditetapkan. Pengajaran baca Al-Qur'an merupakan salah satu farian dari pengajaran bahasa asing, dimana peran sarana (khususnya alat peraga) sangat dominan dalam membantu siswa dalam pengenalan huruf dan memperkuat ingatan. Secara detail, fungsi alat peraga pada proses pembelajaran adalah;
· Sebagai alat bantu untuk menciptakan situasi mengajar yang efektif
· Sebagai bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar
· Alat peraga selalu berhubungan dengan tujuan pelajaran dan isi pelajaran.
· Penggunaan alat peraga diutamakan untuk mempercepat proses
· pembelajaran dan membantu siswa dalam menangkap pengertian guru
· Penggunaan alat peraga dapat membuat hasil belajar yang dicapai akan
· selalu diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.[6]
Dengan memanfaatkan alat peraga yang bersifat audio visual (VCD), maka Klinik Belajar MTS Nurul Ummah dalam membimbing siswa berkesulitan belajar membaca al-Qur'an lebih efektif. Namun demikian, penggunaan alat peraga ini tidak bersifat terus menerus. Artinya, alat peraga hanya digunakan dalam materi-materi tertentu, yang menurut pengajar materi tersebut memang dirasakan oleh peserta didik sangat sulit.
Keberhasilan Klinik Belajar dalam membantu mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, selain karena penerapan management pendidikan yang konsisten juga adanya penerapan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kondisi riel siswa. Pengajar dalam menerapkan metode menyesuaikan tingkat kemajuan siswa dalam belajar membaca Al-Qur'an. Keberhasilan Klinik Belajar dalam menanggulangi siswa kesulitan belajar juga dapat dilihat dari angka statistik. Dalam angka tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kemampuan membaca Al-Qur'an responden sebesar 48,46 dan ini sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata setelah mengikuti Klinik Belajar, yakni sebesar 80,16.
Keberhasilan sebuah pembelajaran yang ideal pada dasarnya tidak hanya dilihat dari kemampuan siswa di sekolah, namun siswa juga harus dituntut untuk menerapkannya di lingkungan luar sekolah. Mengenai hal ini, Klinik Belajar mengalami kesulitan untuk melakukan monitoring terhadap siswanya, sedangkan mekanisme monitoring belum bisa dilakukan karena tidak adanya koordinasi antara pihak sekolah dengan orang tua. Dengan melakukan koordinasi dengan orang tua siswa, maka tugas pemantauan terhadap kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an di luar Klinik Belajar dapat dilakukan oleh orang tua atau pihak keluarga. Selain itu, kurang maksimalnya keberhasilan yang dicapai oleh Klinik Belajar dalam menanggulangi siswa kesulitan belajar membaca Al-Qur'an juga dikarenakan tidak adanya standarisasi materi dalam proses belajar mengajar dan ironisnya, hal ini sepertinya kurang disadari oleh guru.
C. Solusi Terhadap Problem Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur'an
MTS Nurul Ummah kota Bogor pada dasarnya memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan dalam proses belajar membaca Al-Qur'an. Hal ini ditambah dengan diterapkannya konsep otonomi dalam dunia pendidikan, sehingga sekolah memiliki otoritas sendiri dalam menentukan masa depannya.
Untuk melihat kekurangan dan kelemahan yang dimiliki, Klinik Belajar menerapkan model SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity and Treath) dalam evaluasinya. Dengan model ini, dapat diambil langkah-langkah yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berdasarkan pada kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Usaha yang dapat dilakukan Klinik Belajar adalah:
1. Kompetensi Guru
Tugas guru adalah menjabarkan isi kurikulum pengajaran secara lebih terinci dan operasional ke dalam program tahunan, semester dan bulanan. Dalam hal ini, kompetensi yang dibutuhkan oleh pengajar membaca Al-Qur'an diantaranya adalah (a) fasih membaca Al-Qur'an, (b) berijazah tashih membaca Al-Qur'an, (c) memahami tingkat kesulitan belajar siswa, (d) menguasai metode mengajar membaca Al-Qur'an.
2. Penambahan Alokasi Waktu
Untuk memberikan keluasaan pada guru yang mengajar dan siswa yang belajar, alokasi belajar membaca Al-Qur'an sebaiknya ditambah. Waktu yang disediakan untuk belajar membaca Al-Qur'an selama ini adalah 45 menit adalah waktu yang sempit, sehingga hal ini mempengaruhi penerapan beberapa metode dan penggunaan alat-alat peraga.
3. Standarisasi Penilaian
Untuk mencapai hasil (out put) yang maksimal, diperlukan adanya standarisasi penilaian terhadap perkembangan siswa dalam membaca Al-Qur'an. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kartu prestasi.
4. Membuka Ruang Komunikasi dengan Orang Tua Murid
Karena tidak adanya sistem monitoring yang jelas terhadap siswa yang berkesulitan dalam belajar membaca Al-Qur'an, maka diperlukan mekanisme yang jelas. Hal ini dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan orang tua siswa sehingga pemantauan terhadap perkembangan siswa dalam membaca Al-Qur'an di luar sekolah dapat dilakukan oleh orang tua.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian panjang dan analisis yang telah penulis sampaikan dalam penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesulitan membaca Al-Qur'an yang dialami oleh siswa MTS Nurul Ummah Bogor dapat dikatagorikan dalam dua kelompok, yaitu (a) kesulitan membaca karena siswa kurang menguasai tajwid dan (b) kesulitan membaca karena siswa kesulitan menghafal huruf Arab (hijaiyah). Untuk menanggulangi siswa kesulitan membaca Al-Qur'an, Klinik Belajar menerapkan beberapa metode yang disesuaikan dengan perkembangan siswa. Metode tersebut adalah (a) Metode Audio Visual, (b) Metode demonstrasi dan eksperimen, (c) Metode Drill, (d) Metode Resitasi, (e) Metode Ceramah dan (f) Metode Tanya Jawab.
2. Keberhasilan Klinik Belajar dalam menanggulangi siswa kesulitan belajar membaca Al-Qur'an dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini dapat terlihat dari tingkat kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an setelah ikut program Klinik Belajar semakin bertambah baik. Keberhasilan ini juga dapat dilihat dari data statistic yang telah peneliti kumpulkan, dimana rata-rata kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur'an sebelum mengikuti Klinik Belajar adalah sebesar 48,46. Setelah siswa Klinik Belajar, rata-rata tersebut bertambah, yaitu 80,16. Keberhasilan tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor metode pengajaran yang digunakan, kompetensi guru yang mengajar dan adanya sarana yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyatuzzulfa, (2011). Korelasi Antara Kebiasaan Membaca Al-Qur'an dan Akhlak Siswa Kelas VII MTs. Hasan Kafawi Pancur Mayong Jepara Tahun 2010/2011. Semarang: skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Abdurrahman, Mulyono. (1999). Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Afroni, (2001). Pengaruh Pembinaan Keagamaan di Luar Sekolah Terhadap Perilaku Kehidupan Sosial Remaja di Kelurahan Tambakaji Semarang. Semarang: skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Ahmadi, (1992). Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.
Arikunto, Suharsimi. (2002) Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi V.
Nasution, Harun. (1995). Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Koentjaraningrat. (1990). Metodologi Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Utama.
Sudjana, Nana. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
E. Mulyasa. (2003). "Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK". Bandung : Remaja Rosda Karya.
Azyumardi Azra. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet. Ke-1.
Lampiran 1 : Angket
ANGKET PENELITIAN
PERAN KLINIK BELAJAR DALAM PENANGGULANGAN KESULITAN BELAJAR MEMBACA AL-QUR'AN MTS NURUL UMMAH DESA CIBUNTU LEBAK KECAMATAN CIAMPEA KOTA BOGOR
Berilah tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang anda anggap benar dari jawaban yang tersedia!
I. Tingkat Kemampuan!
1. Apakah anda bisa membaca Al Qur'an ?
a. Bisa
b. tidak bisa
c. sedikit-sedikit
d. sama sekali tidak bisa
2. Apakah anda sudah membaca Al Qur'an dengan lancar?
a. Sudah
b. Belum
c. kadang-kadang
d. sama sekali belum
3. Dari usia berapa anda sudah membaca Al Qur'an dengan lancar?
a. 6 tahun
b. 9 tahun
c. 10 tahun
d. 12 tahun
4. Apakah anda sudah lama belajar membaca Al-Qur'an?
a. Sudah
b. Belum
c. kadang-kadang
d. sama sekali belum
5. Usia berapa anda mulai belajar membaca Al-Qur'an?
a. 6 tahun
b. 9 tahun
c. 10 tahun
d. 12 tahun
II. Tingkat Keaktifan Siswa MTS Nurul Ummah Dalam Membaca Al-Qur'an !
6. Dari mana anda mulai belajar membaca Al Qur'an ?
a. ustadz/ guru
b. ustadz/ guru/ orang tua
c. guru/ orang tua
d. sendiri
7. Apakah anda setiap hari membaca Al Qur'an ?
a. Selalu
b. tidak pernah
c. kadang-kadang
d. malas
8. Bagaimana perhatian anda waktu baca Al Qur'an ?
a. selalu memperhatikan
b. tidak pernah
c. kadang-kadang
d. tidak tahu
9. Apakah ada yang memberi bimbingan dalam membaca Al Qur'an ?
a. Selalu
b. tidak pernah
c. kadang-kadang
d. malas
10. Sudahkah anda belajar membaca Al-Qur'an sesuai dengan tajwid ?
a. Sudah
b. Belum
c. kadang-kadang
d. sama sekali belum
11. Pernahkah diadakan lomba tilawatil Qur'an di sekolah anda?
a. pernah diadakan
b. sering diadakan
c. tidak pernah
d. sama sekali tidak pernah
12. Bagaimana sikap anda bila mendengar bacaan Al Qur'an ?
a. Senang
b. senang sekali
c. tidak senang
d. masa bodoh
13. Apakah ada yang mengadakan evaluasi tentang membaca Al Qur'an ?
a. sudah
b. belum
c. kadang-kadang
d. sama sekali belum
14. Apakah anda merasa kesulitan dalam mempelajari bacaaan Al Qur'an?
a. tidak kesulitan
b. kesulitan
c. kadang-kadang
d. kesulitan sekali
15. Bagaimana pemahaman anda terhadap pelajaran membaca Al Qur'an ?
a. mudah
b. mudah sekali
c. sulit
d. sulit sekali
Lampiran 2 : Interview
A. Bagian I
1. Bagaimana menurut bapak, apakah dalam membaca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan?
2. Apakah ada kendala-kendala dalam membaca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya kendala-kendala itu?
4. Bagaimana menurut ibu, cara mengatasi kendala-kendala itu?
5. Apakah harapan kedepan untuk mengoptimalkan upaya meningkatkan kemampuan baca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah?
B. Bagian II
1. Menurut bapak/ Ibu, bagaimanakah hasil yang dicapai dari upaya dalam meningkatkan kemampuan baca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah?
2. Upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan baca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah?
3. Apakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan upaya meningkatkan kemampuan baca Al-Qur'an siswa-siswa MTS Nurul Ummah dan cara mengatasinya?
Lampiran 3 : Tabel I
Tabel 1.
DAFTAR RESPONDEN
No.
|
N a m a
|
L / P
|
Jenis Kesulitan
| |
Tajwid
|
Pembedaan Huruf
| |||
1.
|
Abraham Satria Muhammad T.
|
L
|
X
| |
2.
|
Afhita Dia Rukmawati
|
P
|
X
| |
3.
|
Afif Harfandi
|
L
|
X
| |
4.
|
Agustina Pradita Marhaeni
|
P
|
X
| |
5.
|
Ai Adi Buana
|
L
|
X
| |
6.
|
Alwin Wahyu FR.
|
L
|
X
|
X
|
7.
|
Anisa Setya A.
|
P
|
X
|
X
|
8.
|
Ariesta Aprilia
|
P
|
X
| |
9.
|
Army Putra SP.
|
L
|
X
|
X
|
10.
|
Astutik Marganingsih
|
P
|
X
| |
11.
|
Atina Arlia Wardani
|
P
|
X
| |
12.
|
Cristian Hendriawan
|
L
|
X
| |
13.
|
Dani Marsa AP.
|
L
|
X
|
X
|
14.
|
Destiani Wulandari
|
P
|
X
| |
15.
|
Dickta Aris Octavianto
|
L
|
X
|
X
|
16.
|
Evi Arsiani
|
P
|
X
| |
17.
|
Fazlur Rahman
|
L
|
X
| |
18.
|
Ficka Andria Pratama
|
L
|
X
| |
19.
|
Hanantya Aryana WD.
|
L
|
X
| |
20.
|
Iin Kartika Sari
|
P
|
X
|
X
|
21.
|
Indrasukma Permanadwewi
|
P
|
X
| |
22.
|
Koyuimirsa
|
P
|
X
|
X
|
23.
|
Leshein Searsa
|
P
|
X
|
X
|
24.
|
M. Rifki Bakhtiar
|
L
|
X
| |
25.
|
Meta Ning Tria
|
P
|
X
| |
26.
|
Miftakul Anwar
|
L
|
X
|
X
|
27.
|
M. Syafi'il Anam
|
L
|
X
| |
28.
|
Nograito WT.
|
L
|
X
|
X
|
29.
|
Puguh DP.
|
L
|
X
| |
30.
|
Verly Ageng P.
|
L
|
X
|
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai kecenderungan kesulitan belajar membaca Al-Qur'an yang dialami oleh siswa di MTS Nurul Ummah Bogor, berikut ini peneliti paparkan dalam bentuk tabel. Data ini diperoleh dari hasil tes kemampuan membaca yang dilakukan oleh Klinik Belajar itu sendiri.
[1] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2002), hlm. 76
[2] Mengenai dua kelompok kesulitan yang dialami oleh para siswa ini juga diakui oleh
Abuddin, Guru PAI MTS Nurul Ummah Bogor, Wawancara, 12 November 2016
[3] Kesimpulan ini peneliti memperoleh dari hasil interview dengan beberapa responden
[4] Edi Haryanto, Koordinator Klinik Belajar MTS Nurul Ummah Bogor, Wawancara, 12 November 2016
[5] E. Mulyasa, "Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Dalam Konteks Menyukseskan MBS
dan KBK", (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 227-228
[6] Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 99-100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar