Jumat, 21 Maret 2014

Qayumah_Tugas3_Teori KARL MARX

Nama     Qayumah

NIM       1113054100001

Jurusan   kesejahteraan sosial 2A

 

TEORI KARL MARX

Pertarungan kelas

menurut Marx dalam karya Manifesto Komunisnya, sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas, kelas yang ‘tinggi’ akan selalu menindas kelas yang ‘rendah’ dengan berbagai cara, dan akan selalu seperti itu. seluruh pelaku utama dari perilaku masyarakat adalah kelas-kelaas sosial. Maka, untuk membebaskan segala bentuk penindasan tersebut haruslah dilakukan melalui sebuah perjuangan kelas. Permasalahannya, Marx tidak pernah sekalipun menguraikan pemikirannya tentang teori ini melalui sebuah tulisan. Namun, teori perjuangan kelas ini termuat secara implisit dalam semua teorinya yang eksplisit.

kelas sosial adalah golongan dalam masyarakat, tentu dengan kriteria tertentu. Menurut Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. namun, menurut Marx sendiri, kelas sosial merupakan gelaja khas masyarakat feodal, dimana mereka menyadari diri sebagai kelas, suatu golongan khusus dalam masyarakat, dan memiliki kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.

 

Kelas Atas dan Kelas bawah

Menurut Karl Marx, pelaku utama perubahan sosial bukanlah individu, melainkan kelas-kelas sosial. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana struktur kekuasaan diantara mereka, dimana ada kelas-kelas yang berkuasa serta kelas-kelas yang dikuasai. Disinilah pengertian dari kelas atas dan kelas bawah menurut Marx.

Dari ke dua kelas diatas saling berkaitan : buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik modal membuka tempat kerja baginya, dan majikan hanya akan beruntung jika mesin-mesin dan pabrik-pabrik diproses oleh buruh. Namun, meskipun si majikan tidak mempunyai keuntungan kalau pabriknya tidak berjalan, ia masih dapat hidup dari modal yang dikumpulkannya. Dengan demikian, kelas majikan adalah kelas yang kuat dan buruh adalah kelas yang lemah.

Individu, Kepentingan Kelas, dan Revolusi

Pertentangan antara kelas buruh dan kelas majikan terletak pada kepentingan kedua kelas tersebut yang sama sekali berlainan. Pada kelas majikan, kepentingan mereka tidak lain adalah mengusahakan laba sebanyak mungkin agar dapat mempertahankan diri di pasar bebas. Dan dengan sendirinya para majikan akan memaksakan biaya serendah mungkin kepada para buruh. Begitu pula sebaliknya, buruh berkepentingan untuk memperoleh upah sebesar-besarnya, jam kerja minimum, menguasai kondisi pekerjaan, lalu pada akhirnya mengambil alih pabrik tempat mereka bekerja dari tangan pemilik.

 

Kondisi seperti ini sebenarnya tidak stabil. Kepentingan dua kelas yang tidak dapat diperdamaikan. Tetapi, ketika kekuasaan kelas atas berkurang dan kelas buruh makin kuat, maka buruh akan dapat memenangkan kepentingan mereka. Revolusi akan terjadi dan hak milik pribadi dihapuskan.

perubahan yang dilakukan dengan cara pertumpahan darah, karena disini jelas bahwa segi yang kuat adalah struktur ekonomi dan bukan tentang moralitas atau segi kesadaran. Perdamaian antar kelas dan perbaikan kedudukan kelas bawah melalui reformasi adalah tidak mungkin. Marxisme menentang segala usaha reformasi tersebut karena menurut paham marxis reformasi hanya akan menguntungkan kelas atas karena mengerem perjuangan kelas bawah untuk membebaskan diri.

 

Adannya Negara Kelas

Karl marx berpendapat bahwa system ekonomi dan system politik telah terkuasai oleh kelas atas, atau bisa disebut sebagai negara kelas, dimana sebuah negara dikuasai oleh golongan kelas atas. sampai pada satu kesimpulan bahwa negara hanyalah kepanjangan tangan dari kelas atas untuk mengamankan status quo mereka. Perspektif negara kelas mungkin dapat menjelaskan mengapa yang biasanya menjadi korban adalah rakyat kecil, meengapa pencuri kecil dihukum lebih berat dari koruptor, mengapa penjara lebih banyak disesaki oleh rakyat kecil, mengapa kelas atas terkesan kebal hukum.

 

Ideologi

Mengajukan sesuatu sebagai kepentingan umum yang sebenarnya merupakan kepentingan egois pihak yang berpamrih, itulah inti dari apa yang disebut Marx sebagai ideologi. Satu contoh mengenai argumen ini adalah ideologi kapitalisme/liberalisme.Memang, kapitalisme/liberalisme memberikan kesempatan yang sama pada semua orang, namun, ingat, kapitalisme/liberalisme tidaklah memberikan kekuatan yang sama pada setiap orang. Maka yang terjadi adalah kebebasan kelas atas untuk menindas kelas bawah dan kelas bawah pun ‘dengan bebas’ menerima apapun yang diperlakukan terhadapnya.

 

kritik Marx yang lebih luas tentang ideologi, yang sangat terkenal, adalah kritik Marx terhadap agama. Menurut Marx, agama adalah candu rakyat.hal itu memang memberikan kepuasan, namun tidak sama sekali merubah realita yang terjadi. Agama menjanjikan ganjaran yang nikmat diakhirat kelak jika orang menerima nasibnya dan bersabar. Maka yang terjadi, dengan agama tersebut kelas bawah bukannya memperjuangkan perbaikan nasib mereka malahan hanya bersabar dan menerima saja apa yang terjadi pada dirinya. Hal ini justru menguntungkan kelas atas.

 

Tanggapan yang diberikan karl marx

Pertama seorang filsuf besar dia adalah ahli dalam sosiologi dan ilmu ekonomi. Pemikirannya menjadi semacam spirit hingga tokoh macam Tan Malaka dan Sukarno menjadikannya sebagai guru spiritual. Namun, dia juga adalah seorang yang ‘seperti bukan manusia’. Tingkah laku nya berbeda dari kebanyakan orang. Dari sebuah buku tentang freemansory yang pernah saya baca, terlepas dari pemikirannya yang cemerlang, Marx adalah seorang yang sangat jarang ke kamar kecil, apalagi mandi. Juga adalah pribadi yang terasing dari lingkungannya dan gagal dalam membentuk sebuah keluarga. Saya pun akan sangat percaya bahwa Marx tidak akan menjadi Marx yang kita kenal sekarang jikalau tidak ada Engels, sobat karibnya yang terlampau baik yang menanggung seluruh biaya hidup Marx. Hal ini tentu membuat kita jangan terlalu mendewa-dewakan siapapun.

Mode Produksi

Dari teori Materialisme Historis, Marx mengemukakan mode produksi dalam masyarakat. Mode produksi adalah cara-cara berproduksi pada masyarakat yang mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut. Mode produksi tersebut adalah mode produksi komunis primitif/kuno dimana ciri menonjol dari mode produksi ini adalah bahwa manusia dimiliki sebagai kekayaan oleh sebagian orang yang lebih berkuasa, produksi ini berbasis perbudakan. Mode produksi feodal, dalam mode  produksi ini kelas dominan adalah tuan tanah yang mengontrol para pekerka pada bidang pertanian, dimana tenaga kerja menyewa tanah dari tuan tanah dan mereka diwajibkan untuk menyerahkan sebagian hasil produksi sebagai biaya sewa kepada tuan tanah.

Mode produksi kapitalis, mode produksi ini berkembang seiring dengan idustrialisasi dimana pabrik-pabrik berdiri, usaha pertanian berubah. Kelas penyewa pada mode produksi feodal berubah menjadi kelas pekerja buruh pada pabrik-pabrik yang kemudian disebut dengan kaum proletar yang tertindas dan nantinya akan melalukan revolusi dan mewujudkan masyarakay komunis. Mode produksi komunis, pada fase ini, kelas menjadi hilang setelah direbut dalam revolusi kaum proletar.

Teori kritis

Seiring  dengan bertambahnya wawasan berfikir serta keilmuan yang berkembang di benua biru maka dengan mudah segalanya akan mudah terjadi baik dengan cara evolusi maupun revolusi , perubahan secara cepat (revolusi) bisa dilihat dari beberapa kisah menakutkan di erofa dan bisa kita berikan contoh perancis dengan revolusinya atau jerman seperti yang kita ketahui bahwa terjadi perang kedudukan dan ideologi kaum proletar dan bourjuis yang sama sama ingin mempertahankan haknya masing masing

Bukan tak mungkin suatu yang dianggap relatif tak bisa di rekonstruksi lagi ataukah di perbaharui dengan metode baru , seperi keterangan ibnu khaldun kejayaan paling lama bertahan selama tiga abad tapi hal ini nampaknya tak berlaku di era moderm atau dengan revolsinya berubah menjadi post modern

Dalam tulisan singkat ini kita akan di hadapkan persoalan teori kritis karl marx , teori kritis merupakan metode baru yang lahir dari beberapa hal yang nampaknya bersumber dari faham marxisme dan beberapa determinisme yang berlaku pada saat itu , teori kritis sendiri berawal dari kegelisahan terhadap pengejawantahan marxisme yang pada awalnya memberikan jaminan penyelesaian namun mengalami kegagalan total yang berakibat runtuhnya faham marxisme.

Teori kritis pada marxian lebih pada determiniisme ekonomi yang juga jadi perhatian terhadap pemikir salah satunya habermas yang secara tegas mendukung marxian yang dinilai konservative dalam teori kritis ini mengklasivikasikan dalam beberapa pecahan dan pembahasan yang manuangkan teori kritisnya , bisa jadi ada saja kegamangan yang terjadi kita bisa lihat struktur pembangunan teori marxian yang yang dipandang oleh teori kritis amatlah kaku ketika dituangkan dalam bentuk realita , semula marxisme sangat menjajikan adanya tatanan sosial yang baru dalam kemanuisan yang dengan latar konflik ketidakadilan dalam pegangannya maxrxian berpedoman pada apa yang dinamakan rasionaliatas purposif (tujuan nyata) sehingga pola marx sebelum merumuskan tentang pandangannya lebih mengedepankan prospek kenyataan dilapangan apapun alasannya  kita bisa amendalami secara selik meliknya maka akan kita adapati bahwa rasionalitas bukanlah sebuah jaminan kita merubah dan membangun ruang gerak baru  kepada manusia belum tentu juga pula ketimpangan yang terjadi dilingkunagan sosial sendiri malah memberikan jalan penilaian akan hal tersebut . dari sinilah marx melihat dengan segala pemahamanya akan pertentangan kelasnya yan amat berpengaruh pada pilar faham marxisme bahwa memang tak akan bisa suatu bentuk pengejawantahaan rasionalitas akan bisa dengan cepat menusuk pada perubahan sejati

Teori kritis yang paling tepat ketika diajukan kepada marx itu sendri berpijak pada orientasi terhadap pemahamann marx pada perilaku kerja serta hubunganya dengan orientasi komunikatif dalam kerja

Marx tak hanya memusatkan perhatiannya pada kerja , tetapi menempatkan kerja dan kreatif yang merdeka dan kreativ sebagai basis analisis kritis kerja itu dalam berbagai epos sejarah , terutama dalam masa kapitalisme

Dalam pandangan lebih jauh lagi teori kritis juga tak tak menandai marx sebagai bahan kritik tapi juga terhadap sosiologi yang pada saat yang sama seperti yang kita ketahui bahwa dalam perannya sangat teguh dengan apa yang dinamakan fisika sosial damun dalam waktu yang sama teori kritis juga tak tak bisa mengindahkan sosiologi sebagai bahasa kritisnya, sosiologi dipandang terlalu ilmiah  yakni karena menjadikanhya metode ilmiah sebagai tujuan didalam dirinya sendiri selain dari itu sosiologi dituduh menerima status quo,

aliran kritis berpandangan bahwa sosiologi tak serius mengkritik masyarakat ,tak berupaya merombak sruktur sosial masa kini , menururt aliran kritis sosiologi telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat kecil yang tertindas oleh masyarakatmasa kini

sosiolog lebih memperhatikan masyarakat sebagai satu kesatuan ketimbang memperhatikan individu dalam masyarakat , walaupun sebagian besar perspektif sosiologi tidak bersalah ketika mengabaikan interaksi ini ,namun pandangan ini menjadi landasan serangan aliran kritis terhasap sosiologi , karena mengabaikan individu sisolog dianggap tak mampu mengatakan sesuatu yang bernakna tentang perubahan politik yang dapat mengarah ke sebuah masyarakat manusia yang adil

Dalam teori kritis nampaknya tak ada yang absolut bahkan yang vital sekalipun juga dapat dibantah akan kehujahannya, teori kritis bisa diarikan tindakan afirmatif yang bertujuan untuk meluruskan suatu ketidakcocokan terhadap berbagai hal diantaranya protes kaum maexian.

Implikasi karl marx dalam pendidikan

Pendidikan Anti Kapitalis

Dalam ”Metode Pendidikan Marxis- Sosialis” , Karl Marx bukan hanya pemikir ekonomi-politik, tapi juga seorang pemikir pendidikan kenamaan. menurut Nurani Soyomukti, penulis karya ini, Marx adalah plopor dan peletak teori pendidikan kritis dan pembebasan, bukan Paulo Freire sebagaimana diyakini banyak kalangan.

Dalam konteks pendidikan, Marx meramalkan “basis dari gerak sejarah sistem pendidikan dunia ditentukan oleh basis kapital (ekonomi)”. Teori ini disebut dengan “diteminisme ekonomi”. Tampaknya, ramalan Marx itu memiliki makna relevansi dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia. Buktinya, regulasi kebijakan pendidikan pemerintah, dalam hal ini Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), tidak lain merupakan penjelmaan penselingkuhan antara dunia pendidikan dengan kepentingan kapital. UU BHP membuka akses selebar-lebarnya atas bercokolnya praktek kapitalisme (komersialisasi) ditubuh pendidikan.

Lembaga pendidikan saat ini sudah tidak lagi menjadi media transformasi nilai dan instrumen memanusiakan manusia, melainkan menjadi lahan basah bagi para pengelola pendidikan untuk mengeruk keuntungan finansial sebanyak-sebanyaknya. Institusi pendidikan saat ini tidak jauh beda dengan pasar. Bedanya, kalau pasar menjual bahan sembako domistik dan kebutuhan rumah tangga yang lain, sementara perguruan tinggi menjual jasa pendidikan. Mulai dari tenaga pengajar (Dosen), mata kuliah (SKS), sampai fasilitas-fasilitas kampus yang serba glamur dan seper canggih. Kampus akan melakukan apa saja, termasuk memper-“solek” lingkungan demi merekrut peserta didik sebanyak-banyaknya. Karena, semakin banyak kuantitas peserta didik, semakin besar penghasilan kampus.

Dalam kondisi seperti ini, lembaga pendidikan layaknya korporasi yang hanya memikirkan profit oriented. Tidak heran, kalau makin hari biaya lembaga pendidikan kian melonjak. Di era modern, mustahil menemukan biaya pendidikan yang bisa dijangkau orang menengah kebawah. Semakin bagus fasilitas kampus, semakin besar uang yang mesti dikeluarkan peserta didik. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia barada dibawah garis kemiskinan. Inilah yang disebut “Pendidikan Rusak-Rusakan” dalam kacamata Darmaningtyas.

Secara historis, bibit kapiatalisme dan pragmatisme pendidikan di Indonesia sudah menyeruak pada zaman Soeharto (Orde Baru). Ketika itu, yang menjadi panglima pendidikan adalah “pembangunan”. Pertumbuhan pembangunan dikejar habis-habisan tanpa memedulikan aspek kemanusiaan. Tak pelak, Identitas lembaga pendidikan pun sebagai media memanusiakan manusia dan penjaga gawang terakhir atas munculnya kaum-kaum terdidik dan bermoral terpasung.

Munculnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik yang konsen di dunia mesin, listrik, arsitektur, administrasi perkantoran, akuntansi, kesekretariatan dan berbagai bidang lainnya merupakan pemenuhan atas nafsu kapitalisme dan pragmatisme itu. Kehadiran SMK diharapakan meluluskan peserta didik yang siap pakai dan sesuai dengan kebutuhan praktis di bidang kerja-kerja infrastruktur pembanguanan, baik sebagai pekerja industri maupun administrator pemerintah.

Sekolah kejuruan menjadi idaman dan pilihan orang tua yang ingin yang ingin melihat anaknya cepat mendapat kerja dan cepat kaya. Pendidikan yang menekankan pada keterampilan teknis sperti ini tentu saja mempunyai efek besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana nilai-niali pengabdian terhadap bangsa dan kemanusiaan menempati posisi diatas pragmatisme.

Pragmatisme pendidikan adalah malapetaka besar bagi masa depan kemanusiaan. Sekarang bagaimana anak didik cepat dapat gelar sarjana dan memperoleh profesi yang menjanjikan. Buku ini menggagas dan menjabarkan metode pendidikan berbasis Marxis-Sosialis yang menjadi counter part atas pendidikan “kapitalisme” yang selama ini menjadi ideologi sistem pendidikan internasional. Ideologi pendidikan yang digagas marx adalah bentuk gugatan atas merasuknya budaya kapitalisme dan pragmatisme dalam tubuh pendidikan. Hali ini bisa dipahami, karena Marx adalah satu-satunya pemikir besar yang mengidealkan tumbangya budaya kapitalisme dimuka bumi. Dalam kacamata pendidikan berbasis Marxis-Sosialis, tujuan (ideologi) pendidikan adalah membangun karakter manusia yang tercerahkan suatu kondisi mental yang dibutuhkan untuk membangun suatu masyarakat yang berkarakter progresif, egaliter, demokratis, berkeadilan dan berpihak terhadap kaum-kaum tertindas.

 

Menurut Marx, pendidikan bukan lahan basah untuk merenggut keuntungan kapital, melainkan sebagai instrumen membebaskan manusia dari belenggu dehumanisasi serta menempatkan manusia dalam esensi dan martabat kemanusiaanya yang sejati. pendidikan kritis, pendidikan radikal dan pendidikan revolusioner yang pada gilirannya mampu mencetak manusia yang betul-betul mau memperjuangkan kaum-kaum miskin  yang nota bene menjadi korban negara.

pendidikan bertujuan mencipatakan kesadaran kritis, bukan pengetahuan dan keterampilan teknis yang mendukung proyek kapitalisme. Pendidikan yang terjebak pada pragmatisme untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis yang merupakan langka adaptasi terhadap perkembangan kapitalisme merupakan eksploitasi atas esensi terbentuknya lembaga pendidikan.

Lebih dari itu, menurut pendidikan Marxis-sosialis, tujuan preneal dari proses manusia menuntut ilmu adalah untuk mengabdi bagi kemaslahatan kemanusian. “Ilmu tidak boleh menjadi kesenangan untuk diri sendiri. Orang yang memiliki nasib baik untuk terjun dalam pencarian ilmu pertama-tama harus menempatkan pengetahuannya demi kepentingan kemanusian” demikian fragmen statemen Marx dalam salah satu karyanya.

Apa yang diidealkan Marx itu sangat kontras dengan karakter objektif para pelajar bangsa ini. Tidak bisa dibantah, 75 % orentasi pelajar menuntut ilmu adalah untuk mendapatkan kerja bergengsi (profesi), menjadi tokoh populer, menjadi orang kaya, dan untuk mengangkat status sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Sedikit sekali pelajar yang betul-betul murni untuk memperjuangkan nasib kaum tertindas. Wajar, kalau keberadaan kaum terdidik di negara yang mayoritas muslim ini sudah tidak lagi menjadi aktor pemberdayaan kaum tertindas dari belenggu penindasan dan ketidak adilan. Sebaliknya, justru kaum terdidiklah yang menjadi biang dari sekian problem sosial yang berlangsung ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Alih-alih mau mencari penawar atas sekian krisis sosial, keberadaan kaum terdidik menjadi bagian dari krisis sosial itu sendiri. Mulai dari koruptor, penjilat, politikus busuk, sampai komprador atau agen dari kepentingan global.

della azizah_tugas3_karl marx

Teori Karl Marx
1. Teori modal produksi :
Meskipun karl marx memberi asumsi mengenai adanya pasar persaingan
sempurna dengan jumlah yang besar untuk perusahan-perusahan kecil
dalam tiap -tiap industry, namun karena ketatnya persaingan maka akan
mengarah pada jatuhnya industri-industri kecil sehingga akan
mengurangi persaingan.Untuk mengurangi adanya persaingan salah satunya
dengan pemusatan modal. Pemusatan modal ini terjadi melalui sebuah
redistribusi pada modal. Karl Marx menujukan bahwa perusahaan yang
besar lebih bisa mencapai skala ekonomi yang lebih baik ketimbang
perusahaan yang kecil, hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar
itu dapat memproduksi dengan biaya yang rendah. Persaingan diantara
perusahaan yang besar dan yang kecil menghasilkan pertumbuhan
monopoli. Penambahan modal secara lebih jauh dengan mengembangkan
sistem kredit dan kerja sama dalam bentuk organisasi bisnis.
Menurut Karl Marx ada pengaruh yang kuat para kapitalis untuk
menghimpun modal. Penghimpunan modal ini berarti bahwa akan ada lebih
banyak fariabel modal yang digunakan untuk menambah tenaga kerja,
sehingga akan menaikkan upah dan akan mengurangi tingkat pengangguran.
Tingkat surplus value akan mengalami penurunan sebagai akibat dari
naiknya upah, begitu juga tingkat laba juga akan turun. Para kapitalis
akan bereaksi dengan mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin
dengan menambah organic composition of capital. Jika tingkat surplus
value dipertahankan untuk tidak berubah maka kenaikan pada organic
composition of capital akan mendorong tingkat keuntungan pada level
yang lebih rendah. Teori modal produksi menurut karl marx dalam
produksi barang-barang material ada dua kelompok yang terlibat yaitu :
a. kelompok kapitalis, mereka adalah orang-orang yang mempunyai modal
(capital) dan menguasai sarana-sarana produksi. Kekhasan kelompokini
adalah bahwajumlah mereka sedikitdan mereka menjual hasil-hasil
produksi dengan harga-harga yang jauh lebih besar dari pada biaya
produksi sehingga mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya .
b. Kaum proletariat atau kelompok pekerja yang jumlahnya jauh lebih
banyak dari kelompok pertama tadi. Merekamenyerahkan tenaganya untuk
menjalankan alat-alat produksi dan sebgai imbalan nya mereka
mendapatkan upah dan bukan nya barang yangmereka hasilkan.


2. Teori pertarungan kelas
Salah satu pemikiran Marx yang memiliki pengaruh sangat luas adalah
teori kelas. Dilandasi oleh pemikiran dasarnya "materialisme
dialektika historis". Pernyataannya yang terkenal dalam manifesto
komunis, "The history of all hitherto existing society is the history
of class struggles." Baik itu pada masa purba, masa feodal, atau masa
kapitalis seperti yang sedang menggejala saat itu, Marx selalu melihat
terdapat pertarungan antara kelas yang berkuasa dengan kelas yang
dikuasai. Dalam masyarakat kapitalis, kelas-kelas tersebut adalah
kelas majikan (borjuis) dan kelas buruh (proletar).
Marx menyatakan karena ada kontradiksi dalam mode of production kapitalisme:
1. capitalist mode of production telah menimbulkan perbedaan
pemilikan. Kelas majikan memiliki alat-alat produksi (pabrik, mesin,
tanah, dsb.). sementara kelas buruh tidak memiliki tempat atau alat
produksi apapun. Satu-satunya yang mereka miliki adalah tenaga kerja,
yang itu pun terpaksa mereka jual untuk menyambung hidupnya.
2. capitalist mode of production juga menimbulkan alienasi pada kelas
buruh terhadap hasil kerjanya. Kaum buruh sama sekali tidak bisa
menikmati produk yang dihasilkannya. Mereka hanya berhak menerima upah
sebagai nilai tenaga kerja yang sudah mereka keluarkan. Produk
tersebut sepenuhnya menjadi milik kelas borjuis, kaum pemilik modal
yang menikmati keuntungan dari surplus value dari harga setiap produk
yang dijualnya.
3. akumulasi kapital dan persaingan di antara kelas kapitalis dalam
capitalist mode of production ini menyebabkan meningkatnya eksploitasi
terhadap kelas buruh.Karena persaingan ini, mereka akan berlomba-lomba
untuk menurunkan harga jual produk agar selalu laku dibeli konsumen.
Agar tetap bisa meraup keuntungan, cara yang dilakukan oleh kelas
pemilik modal adalah dengan terus menurunkan satu-satunya nilai
variabel dalam proses produksinya, yaitu upah buruh. Hubungan antara
dua kelas itu pada dasarnya adalah hubungan kekuasaan yang satu
berkuasa atas yang lain. Kekuasaan itu yang pada hakikatnya
berdasarkan kemampuan majikan untuk meniadakan kesempatan buruh untuk
bekerja dan memperoleh nafkah dipakai untuk menindas keinginan kaum
buruh untuk menguasai pekerjaan mereka sendiri, untuk tidak dihisap,
agar kaum buruh bekerja seluruhnya untuk mereka. Karena itu, kelas
pemilik modal pada hakikatnya merupakan kelas penindas.
Kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan produksi kapitalis di atas
diramalkan Marx akan berlanjut terus menerus. Pertentangan kepentingan
antar dua kelas ini akan semakin tajam. Apalagi persaingan antar
kapitalis di sisi lain juga mengakibatkan sebagian kaum kapitalis yang
tidak mampu bersaing bangkrut, dan jatuh menjadi kelas buruh yang
hanya mengandalkan tenaga kerja sebagai satu-satunya alat produksi.
Dengan jumlah yang terus membesar, di tengah himpitan yang semakin
kuat, akan menumbuhkan kesadaran kelas di antara kaum buruh sebagai
kaum tertindas untuk melakukan perjuangan kelas meruntuhkan formasi
kelas yang ada untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas.

3. Teori kritis
Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar
dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan
ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan
klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang
secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap
memertahankan penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat,
teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis penelitian
sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif
itu dalam konteks kekinian.

4. Implikasi mark (akademik dan pergerakan social)
Karl Marx meyakini bahwa identitas suatu kelas sosial akan ditentukan
oleh hubungannya dengan sarana-sarana produksi. Berdasarkan hal itu,
Karl Marx mendeskripsikan kelas-kelas sosial dalam masyarakat
Kapitalis, yang terdiri atas :
1) Kaum proletar (the proletariat), adalah mereka yang menjual tenaga
kerja mereka karena mereka tidak memiliki sarana produksi sendiri.
Menurut pandangan Karl Marx, mode produksi kapitalis membangun kondisi
dimana kaum borjuis mengeksploitasi kaum proletar, berdasarkan fakta
bahwa tenaga kerja menghasilkan nilai tambah (surplus value) yang
lebih besar daripada gaji yang mereka terima
2) Kaum borjuis (the bourgeoisie), adalah mereka yang memiliki sarana
produksi sendiri, dan membeli tenaga kerja dari kaum proletar dan
mengeksploitasi mereka. Kaum borjuis selanjutnya dibagi lagi menjadi
the very wealthy bourgeoisie dan the petit bourgeoisie yang walaupun
mempekerjakan orang lain, tapi masih perlu bekerja sendiri. Marx
memprediksikan bahwa petit bourgeoisie akan dihancurkan oleh penemuan
sarana-sarana produksi baru yang terus menerus, dan akan menggeser
kedudukan sebagian besar dari mereka menjadi kaum proletar.
Konsep pokok dalam analisis Marx adalah "alienasi" atau
"keterasingan", yang timbul dalam masyarakat kapitalis karena
eksploitasi terhadap kaum proletariat (buruh) oleh kaum borjuis.
Padahal semua nilai ekonomi berasal dari kaum proletar, tetapi mereka
tidak mendapatkan lebih dari upah subsisten, yaitu upah yang hanya
cukup untuk melanjutkan hidup dan melahirkan keturunan. Saldo (nilai
surplus) tetap digenggam oleh kaum borjuis, karena itu mereka menjadi
kuat dan memojokkan kaum proltar dalam suatu kondisi perbudakan abadi.
Proses ini akan "memerosotkan martabat" dan "memberlakukan
dehumanisasi" pada kaum proletar, sehingga menurunkan mereka menjadi
potongan manusia (alienasi). Mereka akhirnya tidak mampu mengembangkan
potensi kemanusiaannya secara penuh. Eksploitasi ini menyebabkan
pembagian masyarakat menjadi dua kelas antagonis dan meniupkan api
peperangan kelas yang membentuk inti proses sejarah umat manusia. Umat
manusia tidak bebas, mereka adalah bidak-bidak diatas papan catur
sejarah. Nasib mereka ditentukan oleh konflik kepentingan ekonomi yang
tidak dapat dihindari dalam berbagai kelas masyarakat manusia
(determinisme ekonomi).
Menurut argumen ini, kunci sejarah tidak terletak pada gagasan-gagasan
manusia, tetapi pada kondisi ekonomi kehidupan mereka. Agama dan
negara dalam suatu masyarakat borjuis adalah bagian integral dari
konflik ini dan dipakai oleh kaum borjuis untuk menindas kaum
proletar. Karena itu, mereka amat berperan dalam proses alienasi
manusia. Alienasi akan menghilang, bila terdapat suatu masyarakat yang
tak berkelas, dan negara akan punah setelah melewati berbagai
tingkatan proses sejarah. Karena itu, kewajiban yang pasti adalah
menghapuskan semua keadaan dimana umat manusia dilecehkan, diperbudak,
dan ditinggalkan sebagai makhluk terhina.
Satu-satunya cara untuk mengakhiri alienasi adalah menghapuskan
kepemilikan barang, yang merupakan sebab utama. Hal ini akan
menghapuskan hak-hak istimewa kaum borjuis dan juga akan memotong
kekuasaan eksploitatif dan politik mereka. Cara yang paling efektif
untuk mengakhiri ini adalah dengan melancarkan suatu revolusi yang
digerakkan oleh kaum proletar untuk meruntuhkan secara paksa sistem
kapitalis.
Marx menolak pendekatan kaum utopia sosial (yaitu
eksperimen-eksperimen humanitarian berskala kecil dalam masyarakat)
sebagai pembunuh perjuangan kelas. Usaha dari pihak pemerintah untuk
memodifikasi pola-pola distribusi tidak akan berhasil membawa
sosialisme. Untuk menciptakan suatu masyarakat yang benar-benar
harmonis, yang mencerminkan gagasan "dari tiap-tiap orang diambil
menurut kemampuannya dan kepada tiap orang diberikan menurut
kebutuhannya", maka sistem kapitalis harus mengalami suatu
transformasi revolusioner. Setelah masyarakat berhasil melikuidasi
kaum borjuis dan mengkolektifikasi sarana-sarana produksi yang
dimiliki swasta, maka saat itu telah berhasil mewujudkan suatu
masyarakat rasional progresif (yang bercirikan) tanpa upah, tanpa
uang, tak ada kelas-kelas, dan akhirnya tak ada negara, yaitu "suatu
asosiasi bebas para produsen dibawah kontol purposif dan kesadaran
mereka sendiri". Kejatuhan kaum borjuis dan kemenangan kaum proletar
sama-sama tidak dapat dielakkan.

vita renita_tugas3_karl marx

A. Karl Marx (1818-1883)
Marx bukanlah seorang sosiolog dan tidak pernah menganggap dirinya
sebagai sosiolog. Dia adalah seorang ahli ekonomi ketimbang seorang
ahli sosiolog. Marx tertarik kepada fenomena penindasan yang dilakukan
oleh kaum kapitalis terhadap kaum buruh. Dia ingin mengembangkan
sebuah teori yang menjelaskan fenomena itu dengan maksud untuk
menghilangkan sistem itu. Pokok perhatian Marx adalah terciptanya
revolusi dan hal itu sangat bertolak belakang dengan pandangan
Saint-Simon, Comte, ataupun Durkheim.

1. Modal Produksi
Bagaimana Marx menjelaskan bahwa cara produksi (mode of production)
barang-barang material bisa menyebabkan konflik sosial? Menurut Marx,
dalam proses produksi barang-barang material, ada dua kelompok yang
terlibat. Pertama adalah kelompok kapitalis. Mereka adalah orang-orang
yang mempunyai modal (capital) dan menguasai sarana-sarana produksi.
Kekhasan kelompok ini ialah bahwa jumlah mereka sedikit dan mereka
menjual hasil-hasil produksi dengan harga-harga yang jauh lebih besar
dari pada biaya produksi sehingga mereka mendapat keuntungan
sebesar-besarnya. Kedua adalah kaum proletariat atau kelompok pekerja
yang jumlahnya jauh lebih banyak dari kelompok pertama. Mereka ini
menyerahkan tenaganya untuk menjalankan alat-alat produsi dan sebagai
imbalannya mereka mendapatkan upah dan bukannya barang yang mereka
hasilkan. (Sumber: Buku "Teori Sosiologi Modern" - Bernard Raho, SVD)

2. Pertarungan Kelas (Class Strugle)
Salah satu pemikiran Marx yang memiliki pengaruh sangat luas adalah
teori kelas. Dilandasi oleh pemikiran dasarnya
"materialisme-dialektika historis", Marx memandang perjalanan sejarah
umat manusia sejak dulu hingga sekarang adalah sejarah perjuangan
kelas. Pernyataannya yang terkenal dalam manifesto komunis, "The
history of all hitherto existing society is the history of class
struggles". Baik itu pada masa purba, masa feodal, atau masa kapitalis
seperti yang sedang menggejala saat itu, Marx selalu melihat terdapat
pertarungan antara kelas yang berkuasa dengan kelas yang dikuasai.
Dalam masyarakat kapitalis, kelas-kelas tersebut adalah kelas majikan
(borjuis) dan kelas buruh (proletar).
Mengapa pertarungan itu bisa terjadi? Marx menyatakan karena ada
kontradiksi dalam mode of production kapitalisme. Pertama, capitalist
mode of production telah menimbulkan perbedaan pemilikan. Kelas
majikan memiliki alat-alat produksi (pabrik, mesin, tanah, dsb.).
sementara kelas buruh tidak memiliki tempat atau alat produksi apapun.
Satu-satunya yang mereka miliki adalah tenaga kerja, yang itu pun
terpaksa mereka jual untuk menyambung hidupnya.
Kedua, capitalist mode of production juga menimbulkan alienasi pada
kelas buruh terhadap hasil kerjanya. Kaum buruh sama sekali tidak bisa
menikmati produk yang dihasilkannya. Mereka hanya berhak menerima upah
sebagai nilai tenaga kerja yang sudah mereka keluarkan. Produk
tersebut sepenuhnya menjadi milik kelas borjuis, kaum pemilik modal
yang menikmati keuntungan dari surplus value dari harga setiap produk
yang dijualnya.
Ketiga, akumulasi kapital dan persaingan di antara kelas kapitalis
dalam capitalist mode of production ini menyebabkan meningkatnya
eksploitasi terhadap kelas buruh. Karena persaingan ini, mereka akan
berlomba-lomba untuk menurunkan harga jual produk agar selalu laku
dibeli konsumen. Agar tetap bisa meraup keuntungan, cara yang
dilakukan oleh kelas pemilik modal adalah dengan terus menurunkan
satu-satunya nilai variabel dalam proses produksinya, yaitu upah
buruh.
Singkatnya, hubungan antara dua kelas itu pada dasarnya adalah
hubungan kekuasaan: yang satu berkuasa atas yang lain. Kekuasaan itu
-yang pada hakikatnya berdasarkan kemampuan majikan untuk meniadakan
kesempatan buruh untuk bekerja dan memperoleh nafkah--dipakai untuk
menindas keinginan kaum buruh untuk menguasai pekerjaan mereka
sendiri, untuk tidak dihisap, agar kaum buruh bekerja seluruhnya untuk
mereka. Karena itu, kelas pemilik modal pada hakikatnya merupakan
kelas penindas. (Sumber:
http://sejarah.kompasiana.com/2013/09/05/kelas-dan-pertarungan-kelas-di-indonesia-588870.html
)

3. Teori Kritis
Teori kritis diawali Gagasan Karl Marx dalam Theses on Feuerbach.
Dalam tulisan tersebut Marx menyatakan bahwa para "filsuf memberi
banyak interpretasi yang berbeda terhadap dunia, namun yang terpenting
adalah bagaimana mengubah dunia". Dalam hal ini Teori Kritis menggugat
kembali rasionalitas dan positivisme karena bersifat ideologis.
Positivisme logis menyatakan bahwa ilmu pengetahuan atau sains modern
telah direduksi secara total menjadi sistem administrasi yang
semata-mata bersifat rasional dan teknologi murni. Menurut Marx Teori
Kritis lebih berfokus kepada suprastruktur dibandingkan basis ekonomi
dari masyarakat. Selain itu Teori Kritis juga menekankan pandangan
terhadap nilai-nilai moral, politik dan agama. Di sini dipahami bahwa
Teori Kritis memiliki klaim bahwa pengetahuan bersifat relatif
terhadap kepentingan manusia dan oleh sebab itu diperkenalkan suatu
rentang yang luas dari kritisisme budaya ke dalam teori sosial Marxis.
(Sumber: http://sendyakalaning.blogspot.com/2011/02/sedikit-menegenal-sosiologi-kritis.html
)

4. Implikasi Marx (Akademis & Pergerakan Sosial)
Karl Marx secara akademis yang pada mulanya berusaha mengungkap
penindasan yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap kaum pekerja
(buruh) dengan berbagai teori yang dikemukakan telah melahirkan
berbagai gerakan perlawanan terhadap kapitalisme. Gerakan sosial lama
(klasik) merupakan cerminan dari perjuangan kelas di sekitar proses
produksi, dan oleh karenanya gerakan sosial selalu dipelopori dan
berpusat pada kaum buruh. Paradigma dalam gerakan ini adalah
menggunakan teori perbedaan kelas Marx, sehingga gerakan ini selalu
melibatkan dirinya pada wacana idiologis yang meneriakkan 'anti
kapitalisme', 'revolusi kelas' dan 'perjuangan kelas'. Orientasi nya
juga selalu berkutat pada penggulingan pemerintahan yang digantikan
dengan pemerintahan baru.
Teori gerakan sosial baru lahir sebagai kritik terhadap teori lama
sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan
sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak
terlalu tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan
sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti
rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya.
Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat
ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari
mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem produksi
seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah, dan lain-lain.
Karena sistem kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di
luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial,
seperti berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara
serta berubahnya tatanan masyarakat kontemporer itu sendiri. (Sumber:
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/02/24/gerakan-mahasiswa-konsistensi-teori-dan-praktek-531675.html
)

tgas_mingguan_Adiatma_PMI8_Sosiologi_pedesaan

Kajian Undang-undang No. 6 tahun 2014
Tentang Desa
ADIATMA
1110054000035
Pengembangan Masyarakat Islam
A.    Desa dan Desa Adat
Desa atau yang di sebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berlaku umum untuk seluruh Indonesia, sedangkan desa adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berbeda dari desa pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap sistem pemerintahan lokal, pengelola sumber daya lokal, dan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa.
Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal. Desa adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul.
B.     Kelembagaan Desa
Kepala Desa/Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain merupakan kepala pemerintah Desa/Desa Adat yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa. Kepala Desa/Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang kepala Desa/Desa Adat adalah:
a.       Sebutan kepala Desa/Desa Adat disesuaikan dengan sebutan lokal;
b.      Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagian pemimpin masyarakat.
c.       Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi Desa Adat dapat menggunakan mekanisme lokal.
d.      Pencalonan kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
Mengingat kedudukan, kewenangan, dan keuangan Desa yang semakin kuat, penyelenggaraan Pemerintah Desa diharapkan lebih akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara pemerintah Desa dan lembaga Desa. Lembaga Desa, khususnya Badan Permusyawaratan Desa yang dalam kedudukannya mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintahan Desa bersama kepala Desa, harus mempunyai Visi dan Misi yang sama dengan Kepala Desa sehingga Badan Permusyawaratan Desa tidak dapat menjatuhkan kepala Desa yang dipilih secara demokrasi oleh masyarakat Desa.
 
C.     Badan Permusyawaratan Desa
Badan permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Musyawarah Desa atau yang disebut juga dengan nama lain adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kemudian dari hasil musyawarah tersebut di jadikan suatu kebijakan Pemerintahan Desa.
D.    Peraturan Desa
Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka bersama hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah Desa dan Pembangunan Desa.
Penetapan peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang imiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
a.       Terganggunya kerukunan antara warga masyarakat;
b.      Terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
c.       Terganggunya ketentuan dan ketertiban umum;
d.      Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan
e.       Diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.
Peraturan Desa yang mengatur kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul kewenangan berskala lokal Desa pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Hal itu dimaksudkan agar pelaksanaan peraturan desa senantiasa dapat diawasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat setempat.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan Desa yang telah di tetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang sudah di tetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa.
E.     Pemilihan Kepala Desa
Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut. Sedangkan pengisian jabatan dan masa jabatan kepala desa Adat berlaku ketentuan hukum adat di Desa Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan pemerintah.
F.      Sumber Pendapatan Desa
Desa mempunyai sumber pendapatan Desa yang terdiri atas pendapatan asli Desa, bagi hasil pajak daerah retribusi daerah Kabupaten/Kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota, alokasi anggaran dari anggaran pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
Bagian dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana alokasi khususnya disebut Alokasi Dana Desa.
G.    Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan
Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta, penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-Undang ini menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu: "Desa membangun" dan "membangun Desa" yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa.
Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
H.    Lembaga Kemasyarakatan Desa
Didesa dibentuk lembaga kemsyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna dan lembaga pemberdayaan masyarakat atua yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa.
Lembaga kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparasi ditingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
I.       Lembaga Adat Desa
Kesatuan masyarakat hukum adat masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pusat kehidupan masyarakat yang bersifat mandiri. Dalam kesatuan masyarakat hukum adat tersebut dikenal adanya lembaga adat yang telah tumbuh dan berkembang didalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eksistensinya, masyarakat hukum adat memiliki wilayah hukum adat tersebut serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat Desa berkaitan dengan adat istiadat dan hukum adat yang berlaku. Lembaga adat Desa merupakan mitra Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya dalam memberdayakan masyarakat Desa.

Deshinta Ria Liany_Tugas3_Teori Karl Marx

Nama: Deshinta Ria Liany
NIM : 1113054100024
Kelas/Jur: Kesejahteraan Sosial 2A

Teori Pertentangan Kelas

Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah pertentangan kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertentangan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:

a.      Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.

b.      Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.

Teori historis dari Karl Marx mencoba menerapkannya ke dalam masyarakat dengan meneliti antara kekuatan dan relasi produksi. Dimana nantinya akan terjadi sebuah kontradiksi, yang berakibat perubahan kekuatan produksi dari penggilingan tangan pada sistem feodal menjadi penggilingan uap pada sistem kapitalisme. Menurutnya satu-satunya biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh. Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat.

Karl Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasinagan (alienasi) manusia dari dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia-manusia dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendapat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi dan lain-lain. Fokus kritiknya terhadap  ekonomi klasik adalah tidak memeperimbangkan kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi.

Menurut pengamatan Marx, diseluruh dunia ini di sepanjang sejarah, kelas yang lebih bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan meningkatkan status kesejahteraan mereka. Marx juga beranggapan bahwa kaum proletar yang terdiri dari para buruh akan bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum pemilik modal dan akan menghancurkan kelas yang berkuasa. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penindasan tersebut adalah teori nilai lebih (theory surplus value), yang sebetulnya berasal dari kaum klasik sendiri.

Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dll. Oleh karena itu, Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek.

Marxisme bukan hanya merupakan teori tentang perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, tetapi juga tentang kemenangan gerakan sosialis. Aspek ini dikedepankan Marx saat menulis bahwa adanya kelas-kelas sosial serta pertentangan antar-kelas bukan penemuan baru.

 

Teori Kritis

Teori Kritis merupakan salah suatu perspektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran Aristoteles, Foucault, Gadamer, Hegel, Marx, Kant, Wittgenstein dan pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran-pemikiran berbeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoretis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.

Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.

Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris.Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.

Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dari atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang berbeda.

·         Pertama, pemikiran Kant mengenai keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial).

·         Kedua, pemikiran Hegel dan Marx bahwa teori dan pembentukan teori tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Ilmuwan harus melakukan refleksi terhadap teori atau proses pembentukan teori tersebut.

·         Ketiga, pemikiran Horkheimer yang membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional menganggap adanya pemisahan antara teoretisi dan obyek kajiannya. Artinya, teori tradisional berangkat dari asumsi mengenai keberadaan realitas yang berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisahan antara subyek-obyek dan berargumen bahwa teori selalu memiliki dan melayani tujuan atau fungsi tertentu.

 

Dalam hubungan internasional teori kritis tidak terbatas pada suatu pengujian negara dan sistem negara tetapi memfokuskan lebih luas pada kekuatan dan dominasi di dunia secara umum. Teori kritis mencari pengetahuan bagi tujuan politis: untuk membebaskan kemanusiaan dari struktur politik ekonomi dan dunia yang menekan dan dikendalikan oleh Amerika Serikat. Mereka berupaya untuk mendobrak dominasi global negara-negara kaya di belahan bumi Utara atas negara-negara miskin di belahan dunia Selatan.

Pada dasarnya, teori kritis dipengaruhi oleh dua pemikiran utama. Yang pertama adalah teori kritis Frankfurt School, yang sumber-sumber pemikirannya bisa dilacak dari pemikiran-pemikiran Habermas, Adorno, dan Max Horkheimer, serta didukung oleh pemikir-pemikir lain seperti Herbert Marcuse, Walter Benjamin, Eric Fromm, Albrecht Wellmer, Karl-Otto Apel, dan Axel Honneth. Pengaruh kedua berasal dari karya dan pemikiran Antonio Gramsci.

Walaupun membawa obsesi yang sama, yakni keinginan untuk meninjau kembali pemahaman mengenai masyarakat politik negara, kedua pengaruh ini mendorong perkembangan teori kritis dalam studi hubungan internasional yang bukan hanya membawa orientasi intelektual yang berbeda, akan tetapi cenderung eksklusif satu sama lain, dalam artian bahwa masing-masing tidak mengacu pada sumber-sumber intelektual teori kritis yang lain. Linklater, Jones dan Baynes, misalnya, memfokuskan perhatian terutama pada teori normatif dan politik, mendasarkan sepenuhnya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan dari teori kritis Frankfurt School dan hampir tidak memberikan pengakuan terhadap pengaruh Gramsci. Sebaliknya, teori kritis yang didasarkan pada pemikiran Gramsci, seperti ditemukan dalam pemikiran Cox, Harrod atau Gill, yang cenderung berorientasi pada ekonomi politik, juga tidak menunjukkan adanya pengaruh pemikiran kritis Frankfurt School.

 

Modal Produksi

Karl Marx yang terkenal dengan pemikirannya yang menekankan pada bidang sosial ekonomi mempunyai pandangan tersendiri mengenai manusia. Dalam pemikirannya, yaitu anggapan yang telah kita lihat yaitu emansipasi manusia seutuhnya akan dilaksanakan  oleh proletariat. Dari sinilah Karl Marx mulai memperhatikan perkembangan-perkembangan ilmu ekonomi. Dalam perkembangannya, struktur kelas di mulai dari dari masa berburu meramu yang memproduksi hasil buruan dan hasil tanaman, menghasikan sebuah suku yang tertua dalam struktur masyarakat. Cara produksi tanam dan domestikasi hewan menciptakan masyarakat hortikultural dan pastoral, yang menciptakan kelas tuan dan budak. Cara pertanian menetap menciptakan masyarakat agraris, yang menciptakan kelas tuan tanah dan penggarap. Cara memproduksi dengan menggunakan mesin dan buruh yang mengoperasikannya memunculkan masyarakat industri, yang menciptakan kelas borjuis (kapitalis) dan proletar. Cara produksi menggunakan komputer dalam mengolah informasi enciptakan masyarakat posindustrial, yang menciptakan kelas produsen dan konsumen. Ini adalah salah perkembangan struktur masyarakat dari awal mula berkesadaran dalam masyarakat. Akan tetapi, Karl Marx mencitakan teori yang lain. Karl Marx berpendapat bahwa struktur masyatrakat terbagi menjadi dua, yaitu infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur merupakan dasar suatu masyarakat dalam berproduksi di bidang ekonomi. Sedangkan suprastruktur terdiri atas lembaga sosial, gagasan dan nilai.  Infrastruktur adalah fundamental (dasar) untukmembentuk suprastruktur. Cara produksi ekonomi memunculkan aneka institusi sosial maupun politik, agam, keluarga, dan pedidikan. Lembaga-lembaga tersebut  lalu mengembangkan gagasan da nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, hal ini di lakukan agar lembaga tersebut mampu masuk dalam lingkup masyarakat dan diterima oleh masyarakat.

 Karl Marx pada masanya hidup di tengah-tengah masyarakat industrial yang telah berkembang. Selama pengamatannya, masyarakat pada waktu itu terdapat dua kelas, yakni kelas kapitalis (kelompok pemilik alat produksi) dan kaum proletar (kelompok yang tida punya alat produksi, atau buruh). Keadaan seperti ini di anggapnya tiada bedanya dengan zaman pertuanan dan perbudakan, zaman tuan tanah pada masa feodal dan para buruh. Situasi konfliktual di tandai pula dengan adanya uang. Menurutnya uang hanyalah simbol, yang menjauahkan manusia dengan alamiah. Sebelum adanya uang, apa yang dimiliki manusia riil (alamiah), ternak, kebun, dan gerobak. Apa yang dimiliki manusia sudah sangat jelas keadaannya, yang diwujudkan dengan kealamiahannya. Akan tetapi setelah adanya uang, kealamiahan itu hilang, semua milik manusia di konversi menjadi uang. Ternak dikonversii menjadi uang, kebun dikonversi menjadi uang, dan gerobak dikonversi menjadi uang, dan semua terkonversi menjadi uang. Inilah dampak dari adanya kaum kapitalis yang menjadikan hak milik seseorang dikonversi menjadi uang. Bahan manusi bekerja bukan untuk mendapatkan barang-barang pokok yang ia butuhkan, akan tetapi mereka bekerja dengan meguras tenaganya hanya sekedar untuk mendapatkan uang. Setelah keberadaan uang terakui, semua berbalik arah, uang di gunaka untuk membeli makanan pokok. Apa yang diwakili uang sudah tidak lagi tepat dalam melukiskan benda alamiah. Keadaan uang seperti inilah yang menyebabkan manusia mengalami keterasingan dalam kealamiahan terdahadap alam.

  Selain uang, sebagai penyebab keterasingan manusia, Karl Marx juga memperinci keterasingan (alienasi) lain dalam masyarakat, yaitu : 1. Alienasi dari tindakan bekerja, menurut Marx, dalam bekerja orang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, sekaligus bisa mengembangkan potensi individualitas. Akan tetapi dalam pola kerja pabrik, manusia tidak menghasilkan barang dan skill yang dibutuhkan untuk bekerja sehingga menyebabkan kemampuan kreatifitas menurun. Pola seperti ini menjadikan manusia bergerak dalam ruang lingkup yang sempit, karena apa yang dikerjakan berdasarkan instruksi, bukan menurut kehendak diri sendiri. 2. Alienasi dari hasil pekerjaan, produk yang dihasilkan pekerja bukan miliknya, akan tetapi produk itu milik si kapitalis, dan produk tersebut akan dijual oleh si kapitalis demi mendapatkan keuntungan. Marx berpendapat, bahwa semakin bayak pekerja yang menginvestasikan tenaganya utuk bekrja, sesungguhnya dia telah kehilangan penghasilan yag banyak.3. alienasi dari pekerja lain, sebenarnya denga melalui tindakan bekerja, dimaksudkan akan tercipta hubungan sosial dalam suatu institusi atau kelompok. Akan tetapi tindakan bekerja dalam konteks industrial mengarahkan poal kompetitif, sehingga kemungkinan tercipta suatu ikatan sosial sangat minim. 4. Alienasi dari potensi kemanusiaan, dalam masyarakat industri, manusia di ibaratka mesin, dan mereka akan merasakan diri yang sesungguhnya dikala ia istirahat. Keadaan seperti ini yang menurut Karl marx  adalah keadaan yang sebenarnya manusia dalam keterasingan.

 Menurut Karl Marx, pelaku-pelaku perubahhan sosial bukanlah individu-individu, melainkan kelas-kelas sosial. Individu tidak akan mampu membuat perubahan dalam lingkup yang luas, karena masih bersifat keegoisan. Akan tetapi kelas sosialah yang sesungguhnya dapat merubah keadaan sosial. Mengapa demikin, kita tahu bahwa kelas-kelas sosial dalam menghadapi masyarakat, sudah ada suatu bentuk kesiapan, salah satunya dengan dibentuknya struktur kekuasaan. Dengan ini masyarakat tahu, bahwa orang yang masuk dalam struktur kekuasaan itu pastinya bukan orang yang biasa, sehingga ada rasa keterkaitan, baik dalam cara menghormati ataupun dengan mematuhi. Pembahasan Marx adalah tentang kelas-kelas bawah dan kelas-kelas atas.  Menurut Karl Marx, masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas. Tiga kelas itu adalah kaum buruh (hidup dari uapah), kaum pemilik modal (hidup dengan laba), dan para tuan tanah (hidup dari rente tanah).

 Akan tetapi dari ketiga kelas tersebut yang terlibat dalam pekerjaan adalah dua kelas sosial, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas buruh adalah orang yang mengabdi kepada para majikan dengan menjalankan alat-alat kerja. Sedangkan kelas majikan adalah orang yang memiliki alat-alat kerja, seperti mesin, pabrik, dan tanah (untuk tuan tanah). Kelas buruh juga melakukan pekerjaan, namun berhubung kaum buruh tidak memiliki alat-alat kerja, maka mereka menjual tenaga kepada para pemilik modal/orang yang memilki alat-alat kerja (majikan). Dengan ini maka hasil kerja yang dihasilkan oleh para pekerja bukan milik para pekerja, akan tetapi hasil kerja tersebut menjadi milik para majikan. Dalam sistem produksi kapitalis, terdapat dua kelas yang selalu berhadapan, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Keduanya saling membutuhkan, pekerja membutuhkan lowongan dari para majika/pemilik pekerjaan, sedangkan pemilik pekerjaan juga membutuhkan tenaga untuk menjalankan produksi. Majikan akan mendapat keuntungan jikalau mesin-mesin yang dimiliki bisa berjalan. Akan tetapi keterkaitan antara kaum ruruh dan kaum majikan tidak menemui titk keseimbangan. Kaum buruh/pekerja tidak akan bisa hidup kalau tidak ada penghasilan. Mereka tidak dapat bekerja apabila para majikan tidak memberikan pekerjaan. Namun sebaliknya dengan kaum majikan, bahwa mereka masih bisa bertahan hidup lama meskipun masin-mesinnya tidak berjalan, karena mereka masih mempunyai beberapa persediaan untuk memenuhi hidupnya. Dengan kata lain, para pemilik modal masih bisa hidup dari hasil laba yang di dapat selama pabriknya berjalan.

 Dalam dunia perindustrian, kaum kapitalislah yang menempatkan diri pada keuntungan, sedangkan kaum buruh yang secara belum sadar dengan kerugian. Para kapitalis sangat leluasa dalam membuat persyaratan-persayaratan terhadap kaum buruh, akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi kaum buruh. Kaum buruh dengan cara mati-matian mencari pekerjaan, namun setelah diterima perlakuan itu tidak seimbang dengan apa yang diharapkan. Sehingga mereka terpaksa menerima upah dan syarat-syarat lain yag di sodorkan oleh pihak kapitalis. Ciri khusus dari kapitalis adalah adanya kaum bawah dan kaum atas. Kaum bawah yang ditempat oleh kaum buruh dan kaum atas yang ditempati oleh kaum borjuis (kaum yang memilki modal sekaligus alat-alat kerja). Kaum bawah selamanya akan tunduk terhadap persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh kaum kapitalis dalam hal industri. Buruh hanya diberi pekerjaan apabila ia bekerja demi keuntungang pemilik. Pekerjaan yang melebihi waktu yng diperlukan oleh buruh dalam memenuhi kebtuhannya merupakan keuntungan bagi pemilik kerja. Maka dari itu, hubungan yang terbentuk antara kaum buruh da kaum kapitalis adalah hubungan yag menghisap. Betapa tidak, dalam masyarakat industri kaum buruh sangat terhisap oleh kaum kapitalis, baik tenaga maupun waktunya.

 Dengan demikian dapat disimpulakan dengan jelas, bahwa ideologi  Marxisme sangat sesuai dengan realita yang ada sekarang. Pasalnya teori-teori yang telah dikemukakan oleh Karl Marx mengandung unsur kebenaran yang akhirnya dibenarkan dengan adanya bukti yang telah berkembag di masyarakat. Kenyataan semacam ini sampai sekarang masih berlanjut di kota-kota. Perkembangan buruh sangat melonjak, karena banyaknya jumlah baprik yang berdiri, otomatis kategori buruh diperlukan dalam jumlah besar. Ketergantungan terhadap industri (pabrik) masih sangat dominan, sehingga pihak pabrik memanfaatkan keadaan seperti ini demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi masyarakat belum sepenuhnya paham terhadap keadaan ini. Naasnya masyarakat lebih bangga dengan profesi yang di tekuni yakni buruh. Padahal kalau memang mau memaksimalkan dalam mengolah dan memutarkan kretifitasnya mungkin hasilnya tidak akan sama seperti ini. Pemahaman manusia tentang karyawan pabrik merupakan tingkatan yang tinggi. Mereka memandang bukan dari kelas sosial, akan tetapi mereka memandang dari penghasilan yang di dapat. Semakin besar pendapatan yang didapat dari bekerja, maka pandangan masyarakat terhadap dirinya akan semakin tinggi pula.

 Pemahaman masyarakat yang sudah berputar arah inilah gambaran kuarangnya masyarakat untuk memperbaiki hidup dari hisapan kapitalis. Memang untuk mengubah pemikiran yang sudah menjalar ini tidak gampang, karena masyarakat sekarang lebih suka mengambil hal yang praktis. Terutama masyarakat dari pedesaaan, mayoritas dari mereka setelah merantau ke kota yang menjadi pusat industri. Padahal tidak harus dengan pergi merantau mereka akan lebih berkreatifitas dan bisa berkembang dengan memanfaatkan tanah-tanah (sawah) yang ada di daerahnya. Dengan itu kebebasan dalam bekerja bisa sepenuhnya terlaksana tanapa adanya tuntutan-tuntutan yang meberatkan. Meskipun di desa yang identik dengan profesi tani tidak mengapa, karena seorang petanipun bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan lebih dari itu mereka bisa mendapatkan sesuatu dari hasil pertanian tersebut.

 

Implikasi Pemikiran Marx

1.      Terhadap Agama

Diakui atau tidak, filsafat Marx yang materialistis telah membawa dampak ateistik dalam perilaku masyarakat dunia. Dan Marx sendiri sejak awal kehadirannya dalam dunia filsafat mengaku sudah menjadi ateis. Dalam tesis doktornya di Universitas Jena sambil mengutip ucapan Promeatheus—dewa yang melakukan makar terhadap Zeus—bahwa ia tidak mau melepaskan sikap fasiknya dan tidak mau mengakui adanya Allah serta melakukan ibadah kepada ilah-ilah.

Dalam beberapa tulisannya, Marx mengkategorikan agama sebagai penunjang kepentingan kelas atas. Dari sinilah bermula segala kritik Marx, karena dilihatnya para pendeta dan pembesar gereja telah bersekutu dengan penguasa represif. Fungsi agama telah diubah citranya menjadi alat “meninabobokan” dengan janji penyelamatan di atas kelaparan dan penderitaan massa. Lembaga-lembaga agama dan pemimpin agama telah memainkan peranan di luar misi agama sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Agama bukannya mendukung perubahan sosial yang akan membahagiakan lapisan mayoritas, tapi sebaliknya menjadi alat legitimasi yang menguntungkan segelintir elite. Pada tempat inilah—di luar pembahasan yang yang bersifat teologis—Marx menyebut agama dan penganjur agama sebagai pendukung status quo, dan dari sana Marx mengumandangkan bahwa “agama adalah candu masyarakat”.

 

2.      Terhadap Komunisme

Masyarakat komunis merupakan tatanan masyarakat yang diramalkan Marx akan meruntuhkan tatanan masyarakat kapitalis. Meski prediksi itu tidak berbanding lurus dengan kenyataan, harus diakui bahwa komunisme saat ini telah menjelma sebagai salah satu ideologi dunia dengan pengikut separuh penduduk bumi. Ideologi ini menjelma sebagai universum symbolicum yang melegitimasi lahirnya Rusia, Cina dan yang lain. Mereka menyebut diri setia dengan beberapa tesis-tesis dasar Karl Marx, meski mereka juga tetap bertengkar memperebutkan kebenaran ideologi dan melontarkan tuduhan revisioner satu sama lain. Namun di tengah-tengah perkembangan dunia, kaum komunis tidak pernah melupakan cita-cita awalnya, yaitu merebut hegemoni dunia dalam rangka tercapainya masyarakat sosialis. Untuk maksud itu, tidak jarang revolusi diterjemahkan dengan mempersiapkan kekuatan militer dan senjata-senjata pemusnah peradaban. Semangat untuk mengeluarkan manusia dari segala bentuk eksploitasi dan mengembalikannya pada posisi yang semestinya, kenyataannya justru sering berbalik menjadi pemicu lahirnya genocide dan pelanaggaran HAM.

 

3.      Terhadap Perkemabangan Gerakan Buruh

Sampai saat ini, Marx adalah “tuhan” bagi gerakan politik kaum buruh. Pemikirannya yang tidak bermaksud sekedar memaparkan sebauah ajaran filosofis, tapi mengarah pada tindakan praksis, revolusi proletariat, telah menginisiasi lahirnya organisasi-organisasi kaum buruh.

 

 

4.      Terhadap Filsafat Modern dan Kontemporer

Seperti telah banyak diurai, pemikiran Marx yang diacukan untuk tujuan praksis adalah untuk membunuh filsafat. Namun, tujuan tidak itu ternyata tidak dapat menemui kenyataan. Yang terjadi justru pemikirannya menjadi motor yang sangat menentukan dalam filsafat modern. Sartre adalah sosok yang dapat diambil sebagai contoh. Filosof abad 20 ini menggeluti filsafat eksistensialisme lebih dari separuh usianya. Di akhir hayatnya, ia mengakui keunggulan Filsafat KarlMarx: I consider Marxisme the one philosohy of our time wich we caonnot go beyond.

Filsafat modern atau bahkan kontermporer kembali dipenuhi oleh premis-premis yang pernah dilontarkan Marx. Ini bisa dilihat dengan munculnya usaha-usaha kreaatif dari filosof yang tergabung dalam Neo-Marxisme dan Sekolah Frankfurt, seperti Max Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, dan Eric Fromm.

Di antara titik balik yang penting dari analisis Marx terhadap masyarakat kapitalis adalah tesis bahwa masayarakat Barat dewasa ini identik dengan masayarakat industri yang sakit karena menuju pada arah yang berdiemnsi tunggal (one dimension man), yaitu masyarakat yang represif dan totaliter. Pokok soal ini menjadi kritik Herbert Marcuse yang pisau analisisnya merupakan resonansi filosofis dari Karl Marx.

Cari Blog Ini