Teori Pertentangan Kelas
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah pertentangan kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertentangan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
a. Kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
b. Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.
Teori historis dari Karl Marx mencoba menerapkannya ke dalam masyarakat dengan meneliti antara kekuatan dan relasi produksi. Dimana nantinya akan terjadi sebuah kontradiksi, yang berakibat perubahan kekuatan produksi dari penggilingan tangan pada sistem feodal menjadi penggilingan uap pada sistem kapitalisme. Menurutnya satu-satunya biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh. Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat.
Karl Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasinagan (alienasi) manusia dari dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia-manusia dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendapat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi dan lain-lain. Fokus kritiknya terhadap ekonomi klasik adalah tidak memeperimbangkan kekuatan produksi akan meruntuhkan hubungan produksi.
Menurut pengamatan Marx, diseluruh dunia ini di sepanjang sejarah, kelas yang lebih bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan meningkatkan status kesejahteraan mereka. Marx juga beranggapan bahwa kaum proletar yang terdiri dari para buruh akan bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum pemilik modal dan akan menghancurkan kelas yang berkuasa. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penindasan tersebut adalah teori nilai lebih (theory surplus value), yang sebetulnya berasal dari kaum klasik sendiri.
Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dll. Oleh karena itu, Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek.
Marxisme bukan hanya merupakan teori tentang perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, tetapi juga tentang kemenangan gerakan sosialis. Aspek ini dikedepankan Marx saat menulis bahwa adanya kelas-kelas sosial serta pertentangan antar-kelas bukan penemuan baru.
Teori Kritis
Teori Kritis merupakan salah suatu perspektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran Aristoteles, Foucault, Gadamer, Hegel, Marx, Kant, Wittgenstein dan pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran-pemikiran berbeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoretis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris.Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dari atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang berbeda.
· Pertama, pemikiran Kant mengenai keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial).
· Kedua, pemikiran Hegel dan Marx bahwa teori dan pembentukan teori tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Ilmuwan harus melakukan refleksi terhadap teori atau proses pembentukan teori tersebut.
· Ketiga, pemikiran Horkheimer yang membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional menganggap adanya pemisahan antara teoretisi dan obyek kajiannya. Artinya, teori tradisional berangkat dari asumsi mengenai keberadaan realitas yang berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisahan antara subyek-obyek dan berargumen bahwa teori selalu memiliki dan melayani tujuan atau fungsi tertentu.
Dalam hubungan internasional teori kritis tidak terbatas pada suatu pengujian negara dan sistem negara tetapi memfokuskan lebih luas pada kekuatan dan dominasi di dunia secara umum. Teori kritis mencari pengetahuan bagi tujuan politis: untuk membebaskan kemanusiaan dari struktur politik ekonomi dan dunia yang menekan dan dikendalikan oleh Amerika Serikat. Mereka berupaya untuk mendobrak dominasi global negara-negara kaya di belahan bumi Utara atas negara-negara miskin di belahan dunia Selatan.
Pada dasarnya, teori kritis dipengaruhi oleh dua pemikiran utama. Yang pertama adalah teori kritis Frankfurt School, yang sumber-sumber pemikirannya bisa dilacak dari pemikiran-pemikiran Habermas, Adorno, dan Max Horkheimer, serta didukung oleh pemikir-pemikir lain seperti Herbert Marcuse, Walter Benjamin, Eric Fromm, Albrecht Wellmer, Karl-Otto Apel, dan Axel Honneth. Pengaruh kedua berasal dari karya dan pemikiran Antonio Gramsci.
Walaupun membawa obsesi yang sama, yakni keinginan untuk meninjau kembali pemahaman mengenai masyarakat politik negara, kedua pengaruh ini mendorong perkembangan teori kritis dalam studi hubungan internasional yang bukan hanya membawa orientasi intelektual yang berbeda, akan tetapi cenderung eksklusif satu sama lain, dalam artian bahwa masing-masing tidak mengacu pada sumber-sumber intelektual teori kritis yang lain. Linklater, Jones dan Baynes, misalnya, memfokuskan perhatian terutama pada teori normatif dan politik, mendasarkan sepenuhnya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan dari teori kritis Frankfurt School dan hampir tidak memberikan pengakuan terhadap pengaruh Gramsci. Sebaliknya, teori kritis yang didasarkan pada pemikiran Gramsci, seperti ditemukan dalam pemikiran Cox, Harrod atau Gill, yang cenderung berorientasi pada ekonomi politik, juga tidak menunjukkan adanya pengaruh pemikiran kritis Frankfurt School.
Modal Produksi
Karl Marx yang terkenal dengan pemikirannya yang menekankan pada bidang sosial ekonomi mempunyai pandangan tersendiri mengenai manusia. Dalam pemikirannya, yaitu anggapan yang telah kita lihat yaitu emansipasi manusia seutuhnya akan dilaksanakan oleh proletariat. Dari sinilah Karl Marx mulai memperhatikan perkembangan-perkembangan ilmu ekonomi. Dalam perkembangannya, struktur kelas di mulai dari dari masa berburu meramu yang memproduksi hasil buruan dan hasil tanaman, menghasikan sebuah suku yang tertua dalam struktur masyarakat. Cara produksi tanam dan domestikasi hewan menciptakan masyarakat hortikultural dan pastoral, yang menciptakan kelas tuan dan budak. Cara pertanian menetap menciptakan masyarakat agraris, yang menciptakan kelas tuan tanah dan penggarap. Cara memproduksi dengan menggunakan mesin dan buruh yang mengoperasikannya memunculkan masyarakat industri, yang menciptakan kelas borjuis (kapitalis) dan proletar. Cara produksi menggunakan komputer dalam mengolah informasi enciptakan masyarakat posindustrial, yang menciptakan kelas produsen dan konsumen. Ini adalah salah perkembangan struktur masyarakat dari awal mula berkesadaran dalam masyarakat. Akan tetapi, Karl Marx mencitakan teori yang lain. Karl Marx berpendapat bahwa struktur masyatrakat terbagi menjadi dua, yaitu infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur merupakan dasar suatu masyarakat dalam berproduksi di bidang ekonomi. Sedangkan suprastruktur terdiri atas lembaga sosial, gagasan dan nilai. Infrastruktur adalah fundamental (dasar) untukmembentuk suprastruktur. Cara produksi ekonomi memunculkan aneka institusi sosial maupun politik, agam, keluarga, dan pedidikan. Lembaga-lembaga tersebut lalu mengembangkan gagasan da nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, hal ini di lakukan agar lembaga tersebut mampu masuk dalam lingkup masyarakat dan diterima oleh masyarakat.
Karl Marx pada masanya hidup di tengah-tengah masyarakat industrial yang telah berkembang. Selama pengamatannya, masyarakat pada waktu itu terdapat dua kelas, yakni kelas kapitalis (kelompok pemilik alat produksi) dan kaum proletar (kelompok yang tida punya alat produksi, atau buruh). Keadaan seperti ini di anggapnya tiada bedanya dengan zaman pertuanan dan perbudakan, zaman tuan tanah pada masa feodal dan para buruh. Situasi konfliktual di tandai pula dengan adanya uang. Menurutnya uang hanyalah simbol, yang menjauahkan manusia dengan alamiah. Sebelum adanya uang, apa yang dimiliki manusia riil (alamiah), ternak, kebun, dan gerobak. Apa yang dimiliki manusia sudah sangat jelas keadaannya, yang diwujudkan dengan kealamiahannya. Akan tetapi setelah adanya uang, kealamiahan itu hilang, semua milik manusia di konversi menjadi uang. Ternak dikonversii menjadi uang, kebun dikonversi menjadi uang, dan gerobak dikonversi menjadi uang, dan semua terkonversi menjadi uang. Inilah dampak dari adanya kaum kapitalis yang menjadikan hak milik seseorang dikonversi menjadi uang. Bahan manusi bekerja bukan untuk mendapatkan barang-barang pokok yang ia butuhkan, akan tetapi mereka bekerja dengan meguras tenaganya hanya sekedar untuk mendapatkan uang. Setelah keberadaan uang terakui, semua berbalik arah, uang di gunaka untuk membeli makanan pokok. Apa yang diwakili uang sudah tidak lagi tepat dalam melukiskan benda alamiah. Keadaan uang seperti inilah yang menyebabkan manusia mengalami keterasingan dalam kealamiahan terdahadap alam.
Selain uang, sebagai penyebab keterasingan manusia, Karl Marx juga memperinci keterasingan (alienasi) lain dalam masyarakat, yaitu : 1. Alienasi dari tindakan bekerja, menurut Marx, dalam bekerja orang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, sekaligus bisa mengembangkan potensi individualitas. Akan tetapi dalam pola kerja pabrik, manusia tidak menghasilkan barang dan skill yang dibutuhkan untuk bekerja sehingga menyebabkan kemampuan kreatifitas menurun. Pola seperti ini menjadikan manusia bergerak dalam ruang lingkup yang sempit, karena apa yang dikerjakan berdasarkan instruksi, bukan menurut kehendak diri sendiri. 2. Alienasi dari hasil pekerjaan, produk yang dihasilkan pekerja bukan miliknya, akan tetapi produk itu milik si kapitalis, dan produk tersebut akan dijual oleh si kapitalis demi mendapatkan keuntungan. Marx berpendapat, bahwa semakin bayak pekerja yang menginvestasikan tenaganya utuk bekrja, sesungguhnya dia telah kehilangan penghasilan yag banyak.3. alienasi dari pekerja lain, sebenarnya denga melalui tindakan bekerja, dimaksudkan akan tercipta hubungan sosial dalam suatu institusi atau kelompok. Akan tetapi tindakan bekerja dalam konteks industrial mengarahkan poal kompetitif, sehingga kemungkinan tercipta suatu ikatan sosial sangat minim. 4. Alienasi dari potensi kemanusiaan, dalam masyarakat industri, manusia di ibaratka mesin, dan mereka akan merasakan diri yang sesungguhnya dikala ia istirahat. Keadaan seperti ini yang menurut Karl marx adalah keadaan yang sebenarnya manusia dalam keterasingan.
Menurut Karl Marx, pelaku-pelaku perubahhan sosial bukanlah individu-individu, melainkan kelas-kelas sosial. Individu tidak akan mampu membuat perubahan dalam lingkup yang luas, karena masih bersifat keegoisan. Akan tetapi kelas sosialah yang sesungguhnya dapat merubah keadaan sosial. Mengapa demikin, kita tahu bahwa kelas-kelas sosial dalam menghadapi masyarakat, sudah ada suatu bentuk kesiapan, salah satunya dengan dibentuknya struktur kekuasaan. Dengan ini masyarakat tahu, bahwa orang yang masuk dalam struktur kekuasaan itu pastinya bukan orang yang biasa, sehingga ada rasa keterkaitan, baik dalam cara menghormati ataupun dengan mematuhi. Pembahasan Marx adalah tentang kelas-kelas bawah dan kelas-kelas atas. Menurut Karl Marx, masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas. Tiga kelas itu adalah kaum buruh (hidup dari uapah), kaum pemilik modal (hidup dengan laba), dan para tuan tanah (hidup dari rente tanah).
Akan tetapi dari ketiga kelas tersebut yang terlibat dalam pekerjaan adalah dua kelas sosial, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas buruh adalah orang yang mengabdi kepada para majikan dengan menjalankan alat-alat kerja. Sedangkan kelas majikan adalah orang yang memiliki alat-alat kerja, seperti mesin, pabrik, dan tanah (untuk tuan tanah). Kelas buruh juga melakukan pekerjaan, namun berhubung kaum buruh tidak memiliki alat-alat kerja, maka mereka menjual tenaga kepada para pemilik modal/orang yang memilki alat-alat kerja (majikan). Dengan ini maka hasil kerja yang dihasilkan oleh para pekerja bukan milik para pekerja, akan tetapi hasil kerja tersebut menjadi milik para majikan. Dalam sistem produksi kapitalis, terdapat dua kelas yang selalu berhadapan, yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Keduanya saling membutuhkan, pekerja membutuhkan lowongan dari para majika/pemilik pekerjaan, sedangkan pemilik pekerjaan juga membutuhkan tenaga untuk menjalankan produksi. Majikan akan mendapat keuntungan jikalau mesin-mesin yang dimiliki bisa berjalan. Akan tetapi keterkaitan antara kaum ruruh dan kaum majikan tidak menemui titk keseimbangan. Kaum buruh/pekerja tidak akan bisa hidup kalau tidak ada penghasilan. Mereka tidak dapat bekerja apabila para majikan tidak memberikan pekerjaan. Namun sebaliknya dengan kaum majikan, bahwa mereka masih bisa bertahan hidup lama meskipun masin-mesinnya tidak berjalan, karena mereka masih mempunyai beberapa persediaan untuk memenuhi hidupnya. Dengan kata lain, para pemilik modal masih bisa hidup dari hasil laba yang di dapat selama pabriknya berjalan.
Dalam dunia perindustrian, kaum kapitalislah yang menempatkan diri pada keuntungan, sedangkan kaum buruh yang secara belum sadar dengan kerugian. Para kapitalis sangat leluasa dalam membuat persyaratan-persayaratan terhadap kaum buruh, akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi kaum buruh. Kaum buruh dengan cara mati-matian mencari pekerjaan, namun setelah diterima perlakuan itu tidak seimbang dengan apa yang diharapkan. Sehingga mereka terpaksa menerima upah dan syarat-syarat lain yag di sodorkan oleh pihak kapitalis. Ciri khusus dari kapitalis adalah adanya kaum bawah dan kaum atas. Kaum bawah yang ditempat oleh kaum buruh dan kaum atas yang ditempati oleh kaum borjuis (kaum yang memilki modal sekaligus alat-alat kerja). Kaum bawah selamanya akan tunduk terhadap persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh kaum kapitalis dalam hal industri. Buruh hanya diberi pekerjaan apabila ia bekerja demi keuntungang pemilik. Pekerjaan yang melebihi waktu yng diperlukan oleh buruh dalam memenuhi kebtuhannya merupakan keuntungan bagi pemilik kerja. Maka dari itu, hubungan yang terbentuk antara kaum buruh da kaum kapitalis adalah hubungan yag menghisap. Betapa tidak, dalam masyarakat industri kaum buruh sangat terhisap oleh kaum kapitalis, baik tenaga maupun waktunya.
Dengan demikian dapat disimpulakan dengan jelas, bahwa ideologi Marxisme sangat sesuai dengan realita yang ada sekarang. Pasalnya teori-teori yang telah dikemukakan oleh Karl Marx mengandung unsur kebenaran yang akhirnya dibenarkan dengan adanya bukti yang telah berkembag di masyarakat. Kenyataan semacam ini sampai sekarang masih berlanjut di kota-kota. Perkembangan buruh sangat melonjak, karena banyaknya jumlah baprik yang berdiri, otomatis kategori buruh diperlukan dalam jumlah besar. Ketergantungan terhadap industri (pabrik) masih sangat dominan, sehingga pihak pabrik memanfaatkan keadaan seperti ini demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi masyarakat belum sepenuhnya paham terhadap keadaan ini. Naasnya masyarakat lebih bangga dengan profesi yang di tekuni yakni buruh. Padahal kalau memang mau memaksimalkan dalam mengolah dan memutarkan kretifitasnya mungkin hasilnya tidak akan sama seperti ini. Pemahaman manusia tentang karyawan pabrik merupakan tingkatan yang tinggi. Mereka memandang bukan dari kelas sosial, akan tetapi mereka memandang dari penghasilan yang di dapat. Semakin besar pendapatan yang didapat dari bekerja, maka pandangan masyarakat terhadap dirinya akan semakin tinggi pula.
Pemahaman masyarakat yang sudah berputar arah inilah gambaran kuarangnya masyarakat untuk memperbaiki hidup dari hisapan kapitalis. Memang untuk mengubah pemikiran yang sudah menjalar ini tidak gampang, karena masyarakat sekarang lebih suka mengambil hal yang praktis. Terutama masyarakat dari pedesaaan, mayoritas dari mereka setelah merantau ke kota yang menjadi pusat industri. Padahal tidak harus dengan pergi merantau mereka akan lebih berkreatifitas dan bisa berkembang dengan memanfaatkan tanah-tanah (sawah) yang ada di daerahnya. Dengan itu kebebasan dalam bekerja bisa sepenuhnya terlaksana tanapa adanya tuntutan-tuntutan yang meberatkan. Meskipun di desa yang identik dengan profesi tani tidak mengapa, karena seorang petanipun bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan lebih dari itu mereka bisa mendapatkan sesuatu dari hasil pertanian tersebut.
Implikasi Pemikiran Marx
1. Terhadap Agama
Diakui atau tidak, filsafat Marx yang materialistis telah membawa dampak ateistik dalam perilaku masyarakat dunia. Dan Marx sendiri sejak awal kehadirannya dalam dunia filsafat mengaku sudah menjadi ateis. Dalam tesis doktornya di Universitas Jena sambil mengutip ucapan Promeatheus—dewa yang melakukan makar terhadap Zeus—bahwa ia tidak mau melepaskan sikap fasiknya dan tidak mau mengakui adanya Allah serta melakukan ibadah kepada ilah-ilah.
Dalam beberapa tulisannya, Marx mengkategorikan agama sebagai penunjang kepentingan kelas atas. Dari sinilah bermula segala kritik Marx, karena dilihatnya para pendeta dan pembesar gereja telah bersekutu dengan penguasa represif. Fungsi agama telah diubah citranya menjadi alat “meninabobokan” dengan janji penyelamatan di atas kelaparan dan penderitaan massa. Lembaga-lembaga agama dan pemimpin agama telah memainkan peranan di luar misi agama sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Agama bukannya mendukung perubahan sosial yang akan membahagiakan lapisan mayoritas, tapi sebaliknya menjadi alat legitimasi yang menguntungkan segelintir elite. Pada tempat inilah—di luar pembahasan yang yang bersifat teologis—Marx menyebut agama dan penganjur agama sebagai pendukung status quo, dan dari sana Marx mengumandangkan bahwa “agama adalah candu masyarakat”.
2. Terhadap Komunisme
Masyarakat komunis merupakan tatanan masyarakat yang diramalkan Marx akan meruntuhkan tatanan masyarakat kapitalis. Meski prediksi itu tidak berbanding lurus dengan kenyataan, harus diakui bahwa komunisme saat ini telah menjelma sebagai salah satu ideologi dunia dengan pengikut separuh penduduk bumi. Ideologi ini menjelma sebagai universum symbolicum yang melegitimasi lahirnya Rusia, Cina dan yang lain. Mereka menyebut diri setia dengan beberapa tesis-tesis dasar Karl Marx, meski mereka juga tetap bertengkar memperebutkan kebenaran ideologi dan melontarkan tuduhan revisioner satu sama lain. Namun di tengah-tengah perkembangan dunia, kaum komunis tidak pernah melupakan cita-cita awalnya, yaitu merebut hegemoni dunia dalam rangka tercapainya masyarakat sosialis. Untuk maksud itu, tidak jarang revolusi diterjemahkan dengan mempersiapkan kekuatan militer dan senjata-senjata pemusnah peradaban. Semangat untuk mengeluarkan manusia dari segala bentuk eksploitasi dan mengembalikannya pada posisi yang semestinya, kenyataannya justru sering berbalik menjadi pemicu lahirnya genocide dan pelanaggaran HAM.
3. Terhadap Perkemabangan Gerakan Buruh
Sampai saat ini, Marx adalah “tuhan” bagi gerakan politik kaum buruh. Pemikirannya yang tidak bermaksud sekedar memaparkan sebauah ajaran filosofis, tapi mengarah pada tindakan praksis, revolusi proletariat, telah menginisiasi lahirnya organisasi-organisasi kaum buruh.
4. Terhadap Filsafat Modern dan Kontemporer
Seperti telah banyak diurai, pemikiran Marx yang diacukan untuk tujuan praksis adalah untuk membunuh filsafat. Namun, tujuan tidak itu ternyata tidak dapat menemui kenyataan. Yang terjadi justru pemikirannya menjadi motor yang sangat menentukan dalam filsafat modern. Sartre adalah sosok yang dapat diambil sebagai contoh. Filosof abad 20 ini menggeluti filsafat eksistensialisme lebih dari separuh usianya. Di akhir hayatnya, ia mengakui keunggulan Filsafat KarlMarx: I consider Marxisme the one philosohy of our time wich we caonnot go beyond.
Filsafat modern atau bahkan kontermporer kembali dipenuhi oleh premis-premis yang pernah dilontarkan Marx. Ini bisa dilihat dengan munculnya usaha-usaha kreaatif dari filosof yang tergabung dalam Neo-Marxisme dan Sekolah Frankfurt, seperti Max Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, dan Eric Fromm.
Di antara titik balik yang penting dari analisis Marx terhadap masyarakat kapitalis adalah tesis bahwa masayarakat Barat dewasa ini identik dengan masayarakat industri yang sakit karena menuju pada arah yang berdiemnsi tunggal (one dimension man), yaitu masyarakat yang represif dan totaliter. Pokok soal ini menjadi kritik Herbert Marcuse yang pisau analisisnya merupakan resonansi filosofis dari Karl Marx.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar