Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Senin, 08 September 2014
Rizky Arif Santoso_Tugas 1_Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan
Nama : Rizky Arif Santoso
Kelas : PMI 3
NIM : 1113054000001
Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.
A. Karl Marx
Kesadaran yakni falsafah dalam masyarakat (kesadaran supra struktur) ditentukan oleh infra struktur/aktivitas ekonomi (basis material). Kesadaran yang diungkapkan oleh Marx, dinamakan kesadaran material. Kesadaran tersebut yang menjadi landasan analisisnya terhadap masyarakat, masyarakat bergerak berdasarkan material dalam menentukan supra struktur seperti falsafah dan ideologi yang menentukan pandangan manusia. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi.
Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi yang berbasis eksploitasi kelas. Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas sosial tertentu. Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi. Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)
Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri. Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut, apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin. Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.
B. Emile Durkheim
Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. (David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com)
C. Max Weber
Menurut Weber manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Sedangkan struktur sosial adalah hasil dari tindakan yang dilakukan bersama. (Pip Jones, 2009; 114). Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu juga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, 2002; 87).
Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya; pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan. Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).
Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi. Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.
Misalkan dalam pandangan Marx bahwa kesejahteraan itu dimiliki oleh kelas borjuis dimana memiliki modal produksi yang menggerakan sistem ekonomi. Sedangkan untuk kaum ploletar mereka kurang sejahtera dikarenakan adanya eksploitasi kaum buruh dengan alasan efiensi dan menambah modal investasi. Kesejateraan dapat dilakukan oleh kaum ploletar dengan mengadakan revolusi terhadap kaum pemodal atau merebut aset-aset produksi ekonomi agar bermanfaat bagi buruh.
Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.
Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo'a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.
D. Pembangunan Dunia Saat ini
Pembangunan adalah plant to change (direncanakan). Pembangunan muncul setelah terjadinya perang dunia dan bangsa-bangsa di dunia menyadari tentang rusaknya dunia maka merencanakan pembangunan untuk memperbaiki tatanan dunia agar memberikan kemanfaatan pada manusia sebagai penduduk dunia. Development yang dilakukan oleh teknokrat dengan menggunakan prinsip efektifitas (orientasi pembanguan dengan menerapkan pada hasil) dan efisiensi (oreintasi pembangunan pencapaian hasil secepat mungkin dan menggunakan anggran dana yang minimal). Akibat yang terjadi pada pembangunan yang berparadigma tersebut partisipasi masyarakat berkurang dengan orientasi growth dengan menggunakan kuantitatif yakni dengan menggunakan angka sebagai data sehingga data kualitatif terabaikan yakni yang ditekankan groush pole (pusat-pusat pertumbuhan), seperti yang dibangun mengutamakan konglongmerat, daerah-daerah pertumbuhan misalkan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan supermarket dan mall, potensi pertambangan dan kelalutan.
Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;
1. Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.
2. Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.
Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.
Kemiskinan terbagi menjadi;
1. Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.
2. Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin
3. Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.
4. Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.
Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;
1. Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.
2. Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.
3. Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;
1. GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah
2. Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah
3. Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi
4. Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.
5. Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat maka kemakmuran tercapai.
6. Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.
Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.
Sumber :
1. Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS
2. Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
3. David C. Korten, 2002, Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
4. David C. Korten. Émile Durkheim , dalam wikipedia.com
5. Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga
6. Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus
7. Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com
8. Maximilian Weber, dalam wikipedia.com
9. Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
10. Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang
11. Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
12. Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute
13. Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat
14. http://halimsani.wordpress.com/2010/04/09/marx-weber-dan-durkheim-dalam-kesejahteraan-sosial/
Rizky Arif Santoso_Tugas 1_Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.
Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.
A. Karl Marx
Kesadaran yakni falsafah dalam masyarakat (kesadaran supra struktur) ditentukan oleh infra struktur/aktivitas ekonomi (basis material). Kesadaran yang diungkapkan oleh Marx, dinamakan kesadaran material. Kesadaran tersebut yang menjadi landasan analisisnya terhadap masyarakat, masyarakat bergerak berdasarkan material dalam menentukan supra struktur seperti falsafah dan ideologi yang menentukan pandangan manusia. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi.
Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi yang berbasis eksploitasi kelas. Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas sosial tertentu. Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi. Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)
Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri. Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut, apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin. Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.
B. Emile Durkheim
Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. (David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com)
C. Max Weber
Menurut Weber manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Sedangkan struktur sosial adalah hasil dari tindakan yang dilakukan bersama. (Pip Jones, 2009; 114). Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu juga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, 2002; 87).
Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya; pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan. Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).
Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi. Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.
Misalkan dalam pandangan Marx bahwa kesejahteraan itu dimiliki oleh kelas borjuis dimana memiliki modal produksi yang menggerakan sistem ekonomi. Sedangkan untuk kaum ploletar mereka kurang sejahtera dikarenakan adanya eksploitasi kaum buruh dengan alasan efiensi dan menambah modal investasi. Kesejateraan dapat dilakukan oleh kaum ploletar dengan mengadakan revolusi terhadap kaum pemodal atau merebut aset-aset produksi ekonomi agar bermanfaat bagi buruh.
Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.
Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo'a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.
D. Pembangunan Dunia Saat ini
Pembangunan adalah plant to change (direncanakan). Pembangunan muncul setelah terjadinya perang dunia dan bangsa-bangsa di dunia menyadari tentang rusaknya dunia maka merencanakan pembangunan untuk memperbaiki tatanan dunia agar memberikan kemanfaatan pada manusia sebagai penduduk dunia. Development yang dilakukan oleh teknokrat dengan menggunakan prinsip efektifitas (orientasi pembanguan dengan menerapkan pada hasil) dan efisiensi (oreintasi pembangunan pencapaian hasil secepat mungkin dan menggunakan anggran dana yang minimal). Akibat yang terjadi pada pembangunan yang berparadigma tersebut partisipasi masyarakat berkurang dengan orientasi growth dengan menggunakan kuantitatif yakni dengan menggunakan angka sebagai data sehingga data kualitatif terabaikan yakni yang ditekankan groush pole (pusat-pusat pertumbuhan), seperti yang dibangun mengutamakan konglongmerat, daerah-daerah pertumbuhan misalkan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan supermarket dan mall, potensi pertambangan dan kelalutan.
Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;
1. Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.
2. Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.
Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.
Kemiskinan terbagi menjadi;
1. Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.
2. Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin
3. Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.
4. Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.
Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;
1. Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.
2. Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.
3. Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;
1. GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah
2. Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah
3. Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi
4. Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.
5. Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat maka kemakmuran tercapai.
6. Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.
Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.
Sumber :
1. Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS
2. Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
3. David C. Korten, 2002, Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
4. David C. Korten. Émile Durkheim , dalam wikipedia.com
5. Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga
6. Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus
7. Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com
8. Maximilian Weber, dalam wikipedia.com
9. Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
10. Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang
11. Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
12. Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute
13. Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat
14. http://halimsani.wordpress.com/2010/04/09/marx-weber-dan-durkheim-dalam-kesejahteraan-sosial/
Dauatus Saidah_PMI3_Tugas 1_Teori Sosiologi Perkotaan Menurut Durkheim, Weber dan Karl Max
Cristaller dengan "Central Place Theory"nya menyatakan kota berfungsi menyelenggarakan penyediaan jasa-jasa bagi daerah lingkungannya. Bisa disimpulkan dari teori ini kota sebagai pusat pelayanan. Sebagai pusat tergantung kepada seberapa jauh daerah sekitar kota memanfaatkan penyediaan jasa-jasa kota itu. Dari pandangan ini kota-kota tersusun dalam hirarki berbagai jenis.
Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bias menjalankan fungsinya dengan baik. Namun demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dari masa-masa kemudian. Karl Marx melahirkan sebuah aliran, yaitu aliran komunisme. Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.