Senin, 08 September 2014

teori analisis sosiologi perkotaan

Rizky Arif Santoso_Tugas 1_Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan

Nama : Rizky Arif Santoso

Kelas  : PMI 3

NIM    : 1113054000001


Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.

A.    Karl Marx

Kesadaran yakni falsafah dalam masyarakat (kesadaran supra struktur) ditentukan oleh infra struktur/aktivitas ekonomi (basis material).  Kesadaran yang diungkapkan oleh Marx,  dinamakan kesadaran material. Kesadaran tersebut yang menjadi landasan analisisnya terhadap masyarakat, masyarakat bergerak berdasarkan material dalam menentukan supra struktur seperti falsafah dan ideologi yang menentukan pandangan manusia. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi. 

Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia  dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi  yang berbasis eksploitasi kelas.  Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas sosial tertentu.  Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi.  Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)

Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri.  Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut,  apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin.  Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.

 

 

 

 

 

 

B.     Emile Durkheim

Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak  dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosialevolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. (David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com)

 

 

 

 

 

 

C.     Max Weber

Menurut Weber manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Sedangkan struktur sosial adalah hasil dari tindakan yang dilakukan bersama. (Pip Jones, 2009; 114). Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu juga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, 2002; 87).

Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya;  pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini  karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan.  Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).

Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism  tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi.  Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.

Misalkan dalam pandangan Marx bahwa kesejahteraan itu dimiliki oleh kelas borjuis dimana memiliki modal produksi yang menggerakan sistem ekonomi. Sedangkan untuk kaum ploletar mereka kurang sejahtera dikarenakan adanya eksploitasi kaum buruh dengan alasan efiensi dan menambah modal investasi. Kesejateraan dapat dilakukan oleh kaum ploletar dengan mengadakan revolusi terhadap kaum pemodal atau merebut aset-aset produksi ekonomi agar bermanfaat bagi buruh.

Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan  dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.

Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo'a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.

D.    Pembangunan Dunia Saat ini

Pembangunan adalah plant to change (direncanakan). Pembangunan muncul setelah terjadinya perang dunia dan bangsa-bangsa di dunia menyadari tentang rusaknya dunia maka merencanakan pembangunan untuk memperbaiki tatanan dunia agar memberikan kemanfaatan pada manusia sebagai penduduk dunia. Development yang dilakukan oleh teknokrat dengan menggunakan prinsip efektifitas (orientasi pembanguan dengan menerapkan pada hasil)  dan efisiensi (oreintasi pembangunan pencapaian hasil secepat mungkin dan menggunakan anggran dana yang minimal). Akibat yang terjadi pada pembangunan yang berparadigma tersebut partisipasi masyarakat berkurang dengan orientasi growth dengan menggunakan kuantitatif yakni dengan menggunakan angka sebagai data sehingga data kualitatif terabaikan yakni yang ditekankan groush pole (pusat-pusat pertumbuhan), seperti yang dibangun  mengutamakan konglongmerat, daerah-daerah pertumbuhan misalkan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan supermarket dan mall, potensi pertambangan dan kelalutan.

Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;

1.      Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.

2.      Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.

Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.

 

 

Kemiskinan terbagi menjadi;

1.      Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.

2.      Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin

3.      Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.

4.      Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.

Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;

1.      Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.

2.      Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan  di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.

3.      Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.

 

Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;

1.      GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah

2.      Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah

3.      Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi

4.      Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.

5.      Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat maka kemakmuran tercapai.

6.      Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.

Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.

 

Sumber :

1.      Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS

2.      Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia

3.      David C. Korten, 2002,  Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

4.      David C. Korten.  Émile Durkheim , dalam wikipedia.com

5.      Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga

6.      Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus

7.      Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com

8.      Maximilian Weber, dalam wikipedia.com

9.      Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

10.  Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang

11.  Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada

12.  Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute

13.  Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat

14.  http://halimsani.wordpress.com/2010/04/09/marx-weber-dan-durkheim-dalam-kesejahteraan-sosial/

 

Rizky Arif Santoso_Tugas 1_Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.

Pandangan Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber Mengenai Perkotaan.

A.    Karl Marx

Kesadaran yakni falsafah dalam masyarakat (kesadaran supra struktur) ditentukan oleh infra struktur/aktivitas ekonomi (basis material).  Kesadaran yang diungkapkan oleh Marx,  dinamakan kesadaran material. Kesadaran tersebut yang menjadi landasan analisisnya terhadap masyarakat, masyarakat bergerak berdasarkan material dalam menentukan supra struktur seperti falsafah dan ideologi yang menentukan pandangan manusia. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi. 

Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia  dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi  yang berbasis eksploitasi kelas.  Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas sosial tertentu.  Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi.  Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)

Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri.  Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut,  apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin.  Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.

 

 

 

 

 

 

B.     Emile Durkheim

Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak  dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosialevolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. (David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com)

 

 

 

 

 

 

C.     Max Weber

Menurut Weber manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Sedangkan struktur sosial adalah hasil dari tindakan yang dilakukan bersama. (Pip Jones, 2009; 114). Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu juga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, 2002; 87).

Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya;  pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini  karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan.  Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).

Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism  tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi.  Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.

Misalkan dalam pandangan Marx bahwa kesejahteraan itu dimiliki oleh kelas borjuis dimana memiliki modal produksi yang menggerakan sistem ekonomi. Sedangkan untuk kaum ploletar mereka kurang sejahtera dikarenakan adanya eksploitasi kaum buruh dengan alasan efiensi dan menambah modal investasi. Kesejateraan dapat dilakukan oleh kaum ploletar dengan mengadakan revolusi terhadap kaum pemodal atau merebut aset-aset produksi ekonomi agar bermanfaat bagi buruh.

Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan  dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.

Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo'a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.

D.    Pembangunan Dunia Saat ini

Pembangunan adalah plant to change (direncanakan). Pembangunan muncul setelah terjadinya perang dunia dan bangsa-bangsa di dunia menyadari tentang rusaknya dunia maka merencanakan pembangunan untuk memperbaiki tatanan dunia agar memberikan kemanfaatan pada manusia sebagai penduduk dunia. Development yang dilakukan oleh teknokrat dengan menggunakan prinsip efektifitas (orientasi pembanguan dengan menerapkan pada hasil)  dan efisiensi (oreintasi pembangunan pencapaian hasil secepat mungkin dan menggunakan anggran dana yang minimal). Akibat yang terjadi pada pembangunan yang berparadigma tersebut partisipasi masyarakat berkurang dengan orientasi growth dengan menggunakan kuantitatif yakni dengan menggunakan angka sebagai data sehingga data kualitatif terabaikan yakni yang ditekankan groush pole (pusat-pusat pertumbuhan), seperti yang dibangun  mengutamakan konglongmerat, daerah-daerah pertumbuhan misalkan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan supermarket dan mall, potensi pertambangan dan kelalutan.

Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;

1.      Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.

2.      Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.

Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.

 

 

Kemiskinan terbagi menjadi;

1.      Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.

2.      Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin

3.      Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.

4.      Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.

Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;

1.      Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.

2.      Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan  di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.

3.      Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.

 

Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;

1.      GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah

2.      Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah

3.      Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi

4.      Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.

5.      Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat maka kemakmuran tercapai.

6.      Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.

Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.

 

Sumber :

1.      Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS

2.      Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia

3.      David C. Korten, 2002,  Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

4.      David C. Korten.  Émile Durkheim , dalam wikipedia.com

5.      Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga

6.      Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus

7.      Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com

8.      Maximilian Weber, dalam wikipedia.com

9.      Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

10.  Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang

11.  Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada

12.  Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute

13.  Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat

14.  http://halimsani.wordpress.com/2010/04/09/marx-weber-dan-durkheim-dalam-kesejahteraan-sosial/

 

Dauatus Saidah_PMI3_Tugas 1_Teori Sosiologi Perkotaan Menurut Durkheim, Weber dan Karl Max

Teori Sosiologi Perkotaan Menurut Durkheim, Weber dan Karl Max
·         Durkheim
Durkheim menjelaskan tentang teori fungsionalisme structural. Fungsionalisme structural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai salah satu system yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Jadi bisa diartikan bahwa fungsionalisme itu sendiri adalah suatu struktur dimana satu masyarakat bisa saling bergantung dan timbal balik dengan lingkungannya, sehingga jika hal tersebut tidak terjadi maka tidak dapat disebut fungsionalisme structural yang sempurna.
            Secara garis besarnya teori ini mengatakan bahwa segala sesuatu di dalam masyarakat ada fungsinya, termasuk hal-hal seperti kematian, kemiskinan, dan peperangan. Contohnya adalah kemiskinan. Jika semua manusia itu kaya raya maka mereka tidak akan saling membutuhkan dan hal tersebut tidak fungsionalisme. Maka si kaya membutuhkan si miskin dan si miskin membutuhkan si kaya. Itu bagaikan sirkulasi ketergantungan yang akhirnya berfungsi baik sebagaimana dalam artian fungsionalisme structural sehingga Durkheim juga mengatakan perubahan dari masyarakat yang mekanik kepada masyarakat yang semakin organic oleh adanya kemajuan dan pembagian kerja.
Karya klasik Suicide Durkheim merupakan contoh yang paling tepat dari teori taraf menengah Merton. Guna menunjukkan pendekatan Durkheim dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan teori taraf menengah maka Merton merumuskan kembali argumentasi Durkheim seperti berikut ini:
·         Kohesi sosial (atau solidaritas) memberikan bantuan atau dukungan bagi anggota kelompok yang mengalami tekanan dan kecemasan yang hebat.
·         Bunuh diri berfungsi untuk membebaskan seseorang dari perasaan tertekan dan kecemasan.
·         Orang – orang Katolik mempunyai solidaritas yang lebih kuat dari orang-orang Protestan.
·         Karena itu tingkat bunuh diri pada orang Katolik seharusnya jauh lebih rendah dari pada orang – orang Protestan.
Hipotesanya adalah bahwa masyarakat yang ditandai oleh telalu banyak atau terlalu sedikit peraturan atau integrasi akan memperoleh tingkat bunuh diri yang agak tinggi.
 
 
 
·         Max Weber
Kemudian pengertian kota menurut para ahli adalah sebagai contoh, Max Weber berpendapat kota adalah suatu tempat apabila penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan dari penduduk dari pedalaman dan diperjualbelikan di pasar itu. Jadi ciri kota menurut Max Weber yang paling utama adalah adanya pasar sebagai benteng, yang mempunyai sistem hukum dan lain-lain yang bersifat kosmopolitan.
Cristaller dengan "Central Place Theory"nya menyatakan kota berfungsi menyelenggarakan penyediaan jasa-jasa bagi daerah lingkungannya. Bisa disimpulkan dari teori ini kota sebagai pusat pelayanan. Sebagai pusat tergantung kepada seberapa jauh daerah sekitar kota memanfaatkan penyediaan jasa-jasa kota itu. Dari pandangan ini kota-kota tersusun dalam hirarki berbagai jenis.
·         Karl Marx
      Teori Karl Marx menjelaskan tentang teori struktural fungsional. Menurut Karl Marx, stratifikasi yang berbeda-beda itu mempunyai fungsi tersendiri. Karl Marx melahirkan suatu aliran, yaitu aliran komunisme. Agama adalah candu yang terdapat didalam masyarakat. Dalam prakteknya seperti orang katolik. Fungsi tersebut didalamnya terdapat suatu konflik. Adanya pembagian masyarakat itu memicu terjadinya suatu konflik. Mark juga menjelaskan tentang suatu revolusi karena menurutnya kita sebagai masyarakat haruslah mengambil alih secara cepat dalam berbagai bidang apapun. masyarakat juga tidak mempunyai stratifikasi kelas karena memiliki suatu alat, dalam artian sama rata. Karl Marx mempunyai semboyan yang sangat khas, yaitu "sama rata sama rasa". Menurut Karl Marx, agama itu tidak boleh karena menimbulkan suatu konflik. Tetapi jika agama dilarang, maka kita tidak akan mempunyai suatu pedoman untuk hidup didalam dunia ini. Karl Marx juga menjelaskan tentang konsep kapitalisme. Paradigma yang dianut oleh Karl Marx adalah paradigma fakta sosial. Jadi semakin miskin seseorang sebagai rakyat maka semakin miskin juga seseorang dalam hal apapun. Tetapi semakin kaya seseorang maka semakin kaya juga seseorang tersebut dalam hal apapun. Marx juga berpendapat bahwa kolektifitas selalu menimbulkan suatu perbedaan. Sedangkan yang mendorong adanya suatu kesadaran itu adalah setiap materi-materi yang diberikan dan dipahami. Dalam teorinya Marx ini terdapat pemaksaan terhadap kelas bawah dan bukan karena konsensus. Pemaksaan disini berarti stabilitas dalam teori konflik. Konflik dalam teori ini merupakan konflik vertikal karena tentang suatu alat reproduksi.
Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bias menjalankan fungsinya dengan baik. Namun demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dari masa-masa kemudian. Karl Marx melahirkan sebuah aliran, yaitu aliran komunisme. Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.

Tugas Sosiologi Perkotaan ke-1

Sosiologi pekotaan Menurut Teori Max Webber, Karl Max, dan Emile Durkheim
 
Ø  Menurut max weber
 
Max Weber berpendapar bahwa "suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman dan dijualbelikan di pasar itu. Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.
 
Ø  Menurut Karl Marx
 
                   Karl Marx dan F.Engels memandang kota sebagai "persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat mempertahankan diri". Perbedaan antara kota dan pedesaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.
 
Ø  Menurut Durkhaim
Ilmuwan Sosial berikutnya dalam paradigma ini adalah Emile Durkheim (1858 – 1917). Menurut Durkheim, transisi sosial sebagaimana yang diperlihatkan oleh Tonnies di atas akan mempengaruhi kohesi sosial atau yang oleh Durkheim sendiri disebutnya sebagai solidaritas sosial. Dalam pemikiran Durkheim, masyarakat sederhana (kurang lebih gemeinschaft, dalam pemikiran Tonnies) membangun kohesifitas mereka atas dasar kesamaan-kesamaan diantara anggota-anggotanya. Setiap orang di wilayah tersebut bersaudara atau setidaknya mengenal dengan baik satu dengan yang lain. Hampir semua orang mempraktekkan nilai-nilai religius dan pandangan (worldview) yang sama. Dalam masyarakat seperti itu pula, latar belakang etnik, nilai-nilai sosial-kultural, dan distribusi pekerjaan sangat tidak bervariasi. Durkheim menyebut masyarakat yang memiliki kohesivitas sosial semacam itu sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas sosial mekanis. Dalam masyarakat yang lebih kompleks, modern, perkotaan, menurut Durkheim, orang-orang yang ada di dalamnya berbeda satu dengan yang lainnya. Mereka meyakini agama, berafiliasi politik, etnik, dan latar belakang keluarga yang beragam. Solidaritas sosial di perkotaan modern, menurut Durkheim, tidak didasarkan atas kesamaan-kesamaan melainkan oleh ketergantungan pada posisi sosial dan okupasional masing-masing. Kohesivitas sosial semacam ini, oleh Durkheim, disebut sebagai solidaritas sosial organis, seperti halnya hubungan antar bagian dalam sebuah organisme.
Pemikiran Tonnies dan Durkheim melihat perkembangan dan perubahan kelembagaan dan kultur sosial masyarakat dalam scope makrososial. Berbeda dengan keduanya, Georg Simmel (1858 – 1918), melihat dalam scope yang lebih mikrososial. Simmel tidak berupaya memperbandingkan antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Ia lebih memfokuskan perhatiannya kepada perkembangan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang hidsup di perkotaan. Menurut pengamatan Simmel, orang yang hidup di perkotaan seringkali harus berhubungan dengan orang-orang lain yang tidak dikenalnya (stranger). Dalam interaksi semacam itu, setiap orang yang hidup di kota harus menarik diri secara mental sebagai strategi untuk mempertahankan jati dirinya (self-preservation). Oleh sebab itu, menurut Simmel, privasi orang-orang yang hidup di perkotaan lebih terjaga. Dalam pandangan Simmel, interaksi sosial di perkotaan cenderung lebih dingin, kalkulatif, serta didasarkan kepada rasionalitas dan obyektivikasi terhadap orang lain (setiap orang menjadikan orang lain sebagai obyek/instrumen untuk meraih kepentingan masing-masing).
Dalam paradigma Ekologi Urban ini juga dikenal pemikiran beberapa ahli yang tergabung dalam the Chicago School. Tokoh utama dalam aliran ini adalah Robert Park (1864 – 1944). Meski sangat kental dipengaruhi oleh pemikiran Tonnies, Durkheim, dan Simmel, sebagai seorang yang pernah bekerja di surat kabar, Park lebih menitikberatkan perhatiannya kepada observasi empiris terhadap kehidupan perkotaan yang luput dari pandangan para ahli. Studi-studi yang dilakukan Park, antara lain, ditujukan kepada tempat-tempat berdansa dan pemukiman kumuh yang bernuansa etnik (ghetto) Park menyatakan bahwa kehidupan perkotaan persis sebagaimana sebuah organisme hidup dimana di dalmnya terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan dan berkaitan satu dengan yang lain secara interdependen. Untuk itu, tugas sosiologi adalah, menurut Park, memahami bagaimana tiap bagian tersebut berhubungan dengan struktur perkotaan secara menyeluruh dan saling berkait dengan bagian-bagian yang lain. Park menggambarkan kehidupan perkotaan semacam itu sebagai Jaringan Kehidupan (the web of life).
Salah seorang mahasiswa Park yang melakukan studi empiris kehidupan perkotaan adalah Ernest W. Burgess. Atas dasar studinya, Burgess menyatakan bahwa di pusat kota umumnya dihuni oleh mereka yang mampu membeli tanah dengan harga yang mahal. Oleh sebab itu, pusat kota berisi pusat-pusat perdagangan dan hiburan yang dengan itu pemiliknya mampu memperoleh keuntungan finansial. Pemukiman penduduk yang ada di sekitar pusat tersebut, justru dihuni oleh kelas menengah dan pekerja yang menjadi buruh dan atau bekerja pada level-level pekerjaan menengah-bawah di pusat perdagangan dan hiburan tersebut. Namun demikian, dalam perkembangannya kemudian, menurut Burgess, pemukiman ini akan tergusur dan menjadi pusat-pusat perdagangan dan hiburan yang baru. Sementara itu, menurut pengamatan Burgess, para pemilik pusat-pusat tersebut tinggal di pinggiran kota dalam lingkungan pemukiman yang berharga mahal. Pemikiran Burgess ini kemudian dikenal dengan istilah Aliran Ekonomi Neoklasik (neoclassical school of economics).

Cari Blog Ini