Minggu, 12 Oktober 2014

Thabitha Dhiraja/1112051000141/KPI5E/UTS Etika dan Filsafat Komunikasi

Nama : Thabitha N Dhiraja

NIM : 1112051000141

Kelas : KPI 5E

UTS Etika dan Filsafat Komunikasi  

Meninjau Persoalan Etika pada Lembaga Komunikasi

 

       I.            Latar Belakang

Secara etimologi (bahasa) "etika" berasal dari kata bahasa Yunani "ethos". Dalam bentuk tunggal, "ethos" berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Maka etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama dalam hidupnya. Etika membahas baik buruk atau benar atau tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana seharusnya manusia berbuat atau bertindak.

Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom. Etika  menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma, dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan.

Dalam hal ini maka, penulis akan membahas persoalan nilai etika yang terdapat di sebuah lembaga PAUD yang terletak di daerah Depok. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non-formal, dan informal.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan lima perkembangan, yaitu : perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan/kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009.

Sebuah PAUD yang terletak di daerah Citayam, Depok merupakan PAUD yang menekankan pembelajaran nilai-nilai Islami sejak usia dini. Dalam rangka mengikuti ajaran-ajaran Islam yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan mengikuti sunnah dari Rasulullah SAW, maka pada bulan Juni tahun 2007 beberapa orang pengurus DKM Al-Ikhlas bersepakat untuk mendirikan TPA mengingat banyak anak-anak berusia dini di lingkungan Gg. Bhakti Jl. Raya Citayam Kelurahan Depok ini. Selain itu, mulai menjamurnya kontrakan baru yang sangat diminati oleh pasangan keluarga muda yang berusia produktif dan sebagian besar adalah warga pindahan dari kota Jakarta sehingga akan lahir tunas-tunas baru sebagai generasi penerus di era globalisasi. Maka merupakan suatu kewajiban bagi para pendidik untuk bersama melatih dan mengisi perkembangan jiwa dan pikiran mereka agar terisi dengan konsep-konsep keagamaan, budi pekerti, dan pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya di masa mendatang.

Pada bulan Agustus 2008, beberapa orang pengurus DKM Al-Ikhlas beserta beberapa orang lainnya yang mempunyai tujuan dan visi yang sama membentuk suatu kepengurusan dan dikumpulkanlah anak-anak di lingkungan mesjid Al-Ikhlas untuk diberikan pengajaran dan bimbingan mengenai keagamaan dengan tidak dipungut biaya, sehingga mereka ditangani oleh adanya beberapa orang guru yang bersifat sukarelawan. Baru setelah pertengahan tahun, beberapa orang sukarelawan tersebut diberikan uang sebagai rasa terima kasih dari hasil infak para pengurus.

Berasal dari rasa solidaritas dan kepribadian tersebut terhadap masalah pendidikan anak usia dini di lingkungan, dengan keterbatasan biaya (ekonomi) dari keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya untuk masuk ke dalam dunia pendidikan pra-dasar (kelompok bermain atau TK) yang formal dengan biaya yang cukup besar, maka timbul keinginan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu juga sebagai tuntutan kewajiban untuk memberikan suatu kebutuhan yang mereka harapkan karena pendidikan anak usia dini merupakan awal dari masa pembelajaran untuk bekal mereka di kemudian hari menuju jenjang pendidikan dasar selanjutnya.

Sehingga kasus yang akan diangkat dan diteliti dari sebuah lembaga tersebut adalah mengukur nilai baik buruknya dari akibat timbal balik sebuah PAUD Islam yang didirikan di daerah kecil yang minim akan pendidikan anak usia dini. Dan juga untuk mengukur sebanyak mungkin manfaat yang diperoleh banyak orang/ masyarakat sekitar, sehingga dlembaga ini dapat dikatakan melakuka tindakan yang baik dan bermanfaat, yang juga disebut utility.

 

    II.            Teori Etika

Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Utilitarianisme. Utilitarianisme berasal dari kata latin Utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat atau dengan istilah yang terkenal "The Greatest Happiness of The Greatest Number". Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :

1.      Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).

2.      Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

3.      Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Dalam hal ini penulis akan mengukur nilai etika pada keberadaan PAUD An-Nahl yang berdiri ditengah lingkungan yang masih mini dengan pendidikan anak usia dini. Dengan paham teori utilitarianisme penulis mengukur kebergunaan, kebermanfaatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar.

 III.            Metedologi

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskripsi dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berahir pada penerimaan  atau penolakan terhadap teori yang digunakan. Sedangkan, dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari dat, memanfaatkan teori yang adasebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu teori.

Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sikap dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam.

 IV.            Kesimpulan

PAUD An-Nahl yang di dirikan di sebuah lingkungan yang masih dapat dibilang minim akan kesadaran untuk pendidikan usia dini merupakan sebuah jalan yang sangat baik untuk msyarakat sekitarnya. Alasan-alasan PAUD ini di dirikan ialah karena masih banyaknya anak-anak usia dini di lingkungan Gg. Bhakti dan masjid Al-ikhlas yang kurang mengenal akan pendidikan di seusia mereka. Pada lingkungan sekitar mulai banyak terdapat keluarga-keluarga pendatang baru yang juga tidak sedikit dari mereka yang mempunyai kendala dalam kebutuhan ekonomi. Salah satu alasannya lagi ialah timbul rasa kewajiban dan keinginan dalam membantu serta memberikan pendidikan agama dan pengetahuan yang sesuai untuk generasi mendatang.

Menurut salah seorang wali murid mengatakan bahwa adanya PAUD Islam yang lebih menekankan tentang ajaran-ajaran di agama Islam masih tergolong baru, dan memang belum banyak terdapat di sekitar wilayah Depok khususnya. Tapi dengan adanya PAUD yang mempunyai tujuan khusus keIslaman ini, akan semakin memberikan kepercayaan kepada warga sekitar khususnya orantua/wali murid yanng akan menyekolahkan anaknya, agar anaknya tidak hanya ditanamkan nilai-nilai mengenai pokok yang umum saja tapi juga dari segi keagamaan yang justru memiliki kewajiban yang sama untuk diketahui.

Sama dengan penuturan orangtua/wali murid sebelumnya, salah seorang pengajar PAUD An-Nahl juga mengatakan hal sedemikian rupa bahwa kewajiban dalam mendidik bukan hanya dalam pengetahuan secara umum saja, tetapi juga pengetahuan secara agama. Karena itu, sebuah keharusan bagi pendidik untuk mengajarkan pengetahuan dari sudut pandang agama, itulah yang sedang dibangun dan dipertahankan dalam lembaga PAUD An-Nahl .

Tidak semua tanggapan yang datang bersifat positif dan baik, tetapi ada juga sedikitnya tanggapan negatif yang datang kepada PAUD ini. Meskipun dibangun dengan landasan niat yang baik, tidak menutup kemungkinan tidak adanya komentar yang kadang negatif seperti lokasi yang kurang luas dan kurang menyiratkan keberadaannya sebagai salah suatu lembaga pendidikan, fasilitas dan area permainan yang kurang memadai dan sebagainya.

Maka dari itu teori utilitarianisme berlaku dalam kasus ini, bahwa kaidah moral yang baik lebih besar dibanding dengan nilai buruknya. Semua hal hal tersebut di ukur dari segi akibat, hasil dan manfaat yang terjadi. Jelas sudah bahwa keberadaan PAUD ini sangat bermanfaat bagi warga sekitar, karena dapat membantu warga-warga kurang mampu dan memberikan pendidkan keagamaan yang lebih dibandinkan lembaga PAUD lainnya. Hasil yang didapat setelah berjalannya PAUD An-Nahl sekarang tersedia tempat pendidikan anak usia dini yang berlokasi lebih dekat dengan rumah anak-anak tersebut, dan juga anak-anak yang dididik di lingkungan sekitar menjadi lebih terarah. Dengan adanya lembaga yang menampung anak-anak, mereka dapat mengeksplor kreatifitasnya dalam bermain dan belajar.

 

 

 

 

 

 

 

Fitri Permata Sari / KPI 5E / Tugas UTS

Nama   : Fitri Permata Sari
NIM    : 1112051000151
Kelas   : KPI 5E
Tugas   : UTS
Tema   : Meninjau persoalan-persoalan etika didalam lembaga komunikasi
 
I.                   Latar Belakang
Setiap komunikasi merupakan kegiatan yang selalu menghasilkan informasi. Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya, yang pada gilirannya akan membantu orang mendapatkan keuntungan. Komunikasi berperan besar dalam pembentukan etika. Etika seseorang timbul di akibatkan karena seseorang merasa dirinya peka terhadap informasi yang diterima, baik informasi yang positif atau informasi yang negatif sekalipun.
Pentingnya etika juga sangat memperngaruhi moral seseorang. Setiap orang wajib memiliki  prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip etika merupakan prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah lembaga. Tanpa adanya prinsip etika mustahil manusia bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan, kecemasan, keputusasaan, kekecewaan, pengertian dan ketidakpastian.
Seiring dengan perkembangannya, manusia cenderung mengambil pola tindakan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu. Kecenderungan ini, ketika ditinjau secara kolektif, kadang-kadang disebut karakter, karena karakter dibentuk oleh tindakan-tindakan sadar, pada umumnya orang bertanggung jawab secara moral atas karakter serta tindakannya sendiri.
Untuk bisa bertahan hidup, prinsip pengorganisasian kerja harus menekankan pada tepat waktu, ringkas dan menguntungkan karena sistem kerja yang diberlakukan yaitu sistem semi-militer. Prinsip itulah yang membuat etika para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran membuat aturan yang begitu disiplin. Kedudukannya sebagai pemimpin membuatnya memiliki kewenangan penuh atas lembaga pendidikan tersebut. Pentingnya pencitraan juga menjadikan mereka agar terlihat gagah dan merasa sudah benar dalam pembuatan peraturan yang ditetapkan di lembaga pendidikan itu.
Namun semua aturan dan tata cara yang mereka torehkan kepada setiap taruna/taruni, membuat para taruna/taruni gerah dan janggal terhadap aturan tersebut. Hal itu terlihat dari para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran yang seenaknya membuat peraturan atau sanksi-sanksi yang membuat ketidaknyamanan taruna/taruni. Peraturan-peraturan tersebut antara lain adalah bangun pagi jam 4 subuh, sedikit-sedikit apel, setiap kegiatan harus diawali dengan apel, ada simulasi jaga/piket, jalan dari satu tempat ke tempat lain harus berbaris, harus selalu hormat ke atasan, tidak ada toleransi, kemana-mana harus memakai sepatu, dan jika ingin keluar asrama harus berpakaian rapi dan pakai pakaian dinas.
Yang merugikan taruna/taruni adalah sanksi dari perbuatan indisipliner diluar batas wajar seperti harus gulang-guling, berendam di tempat penampungan limbah tinja pada tengah malam, memakan rokok untuk yang ketahuan merokok, setiap makanan harus habis karena kalau tidak habis, makanan tersebut harus dikumur-kumur dan harus dibagikan keteman-temannya untuk dimakan, mungkin positifnya kita harus menghargai makanan.
Ketidakwajaran sanksi yang diberikan oleh para pengajar tersebut menimbulkan etika yang dianggap negative oleh para taruna/taruni. Meski demikian,  sanksi-sanksi tersebut mau tidak mau harus tetap di ikuti dan di jalani oleh setiap taruna/taruni.
 
Bisa diambil kesimpulan bahwa positifnya yaitu mungkin untuk melatih taruna dan taruni, namun jika dilihat dari sisi negative nya yaitu sanksi-sanksi yang diterima bisa saja membuat tekanan dalam diri taruna dan taruni.
 
II.                Teori
Teori yang digunakan adalah teori etika egoisme etis. Ini menjelaskan bahwa setiap orang wajib memilih tindakan yang paling menguntungkan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, tindakan yang baik dan dengan demikian wajib diambil adalah tindakan yang menguntungkan bagi diri sendiri. Satu-satunya kewajiban manusia adalah mengusahakan agar kepentingannya sendiri dapat terjamin.
Ini tidak berarti bahwa kepentingan orang lain harus senantiasa diabaikan. Karena, bisa jadi demi pencapaian hasil yang paling menguntungkan untuk diri sendiri, orang justru perlu mengindahkan kepentingan orang lain. Yang membuat tindakan itu benar adalah fakta bahwa tindakan itu menunjang usaha untuk memperoleh apa yang paling menguntungkan bagi dirinya.
Egoisme etis melarang pencarian nikmat pribadi, karena hal itu dalam jangka panjang justru tidak menguntungkan. Yang dianjurkan oleh egoisme etis adalah agar setiap orang melakukan apa yang sesungguhnya dalam jangka panjang akan menguntungkan untuk dirinya.
Dalam kasus diatas, telah jelas bahwa etika dari para pengajar tersebut memiliki tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan memberlakukan setiap sanksi-sanksi indisipliner kepada para taruna dan taruni, tetapi tidak lepas dari tujuan untuk membuat para taruna dan taruni agar selalu disiplin disetiap aktivitasnya.
 
III.             Metodologi
 
A.    Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan etika yang diangkat diatas, sudah cukup jelas bahwa metode dan focus penelitian yang diambil adalah penelitian kualitatif deskriptif. Mengapa kualitatif deksriptif? Karena metode penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.
Karena melalui penelitian kualitatif, peneliti dengan mudah mendapatkan informasi secara mendalam dan secara lengkap dengan cara melakukan pengamatan secara mendalam dan mewawancarai salah satu sumber yang terlibat langsung. Dan selanjutnya mampu melihat fenomena secara lebih luas dan mendalam sesuai dengan apa yang terjadi dan berkembang pada situasi sosial di lingkungan yang akan di teliti.
B.     Analisis
Sesuai dengan data yang diterima, sebuah etika terjadi pada saat seseorang melakukan tindakan yang dilandasi oleh kepentingan dirinya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran yang membuat sanksi-sanksi kepada taruna/taruni atas perbuatan indisipliner diluar batas wajar. Meski tujuan dari para pegajar ini awalnya dinilai hanya untuk mendapatkan pencitraan ataupun sebagainya dengan memberikan sanksi-sanksi yang tidak wajar, tetapi semua sanksi-sanksi yang diberikan memberikan dampak yang positif untuk para taruna dan taruni di jangka panjang atau di masa yang akan datang. Hal tersebut bisa saja semata-mata untuk mencari citra baik di hadapan kepala lembaga pendidikan itu agar para pengajar dianggap telah benar mendidik para taruna dan taruni. Para pengajar tersebut menganggap dirinya yaitu pemimpin dari para taruna dan taruni, jadi merasa dirinya mempunyai wewenang penuh atas segala peraturan didalam lembaga pendidikan tersebut.
 

Sarah Meida Pratiwi / KPI 5E / Tugas UTS

Nama  : Sarah Meida Pratiwi
Kelas   : KPI 5 E
NIM    : 1112051000160
Tugas  : Meninjau Persoalan Etika Pada Lembaga atau Institusi Komunikasi
 
I.                   Latar Belakang
Pengertian lembaga lebih menunjuk pada sesuatu bentuk, sekaligus mengandung makna yang abstrak. Karena dalam pengertian lembaga juga mengandung tentang seperangkat norma-norma, peraturan-peraturan yang menjadi ciri lembaga tersebut. Menurut Macmillan, lembaga merupakan seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata, yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan social dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang. Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berati watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Biasanya etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Dari dua pengertian diatas antara lembaga dan etika memiliki ikatan, karena lembaga memiliki nilai-nilai didalamnya. Nilai-nilai inilah yang termasuk etika didalamnya yang harus dipatuhi oleh setiap anggota lembaga. Dalam setiap suatu lembaga dipastikan memiliki etika yang berbeda-beda sesuai yang disepakati. Namun seringkali kita temui sebuah lembaga yang memiliki etika yang tidak dapat kita terima begitu saja atau tidak masuk. Masalah etika-etika inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Merokok sudah merupakan hal yang biasa bagi sebagian kalangan. Walaupun merokok tidak baik bagi kesehatan penggunanya maupun orang-orang disekitarnya namun para pengguna rokok ini tetap menikmatinya tanpa memperdulikan orang lain. Banyak pelanggaran etika yang dilakukan bagi perokok yang entah di sadari atau tidak. Seperti larang merokok ditempat umum namun terkadang mereka tetap melakukannya. Bahkan ada juga larangan merokok bagi anak dibawah umur dan lagi-lagi penjual tetap menjual bebas pada siapa saja sehingga anak dibawah umur pun dapat menikmatinya. Dan yang sering terjadi di sekolah-sekolah adalah banyak siswa yang tertangkap basah merokok di wilayah sekolah. Contoh pelanggaran-pelanggaran etika inilah yang sering dijumpai dan mungkin tidak akan pernah ada penyelesaiannya.
Dalam sebuah keluarga terdapat peraturan untuk tidak merokok bagi anak-anaknya. Dan juga hampir di semua lembaga yang ada melarang keras untuk merokok dalam area lembaga tersebut seperti, gereja, majid, sekolah, dan sebagainya. Peraturan tentang etika merokok ini cukup tegas ditegakkan dimasyarakat. Namun masih banyak pula masyarakat yang tidak memperdulikannya dengan alasan yang bermacam-macam.
Dalam penelitian ini akan dibahas tentang masalah etika yang terjadi di sebuah lembaga. Dimana etika ini sudah jelas merupakan tindakan yang tidak baik namun tetap dibiarkan. Masalah yang terjadi pada lembaga juga memiliki alasan tertentu, maka dari itu penelitian ini akan mengungkap alasan dibalik permasalahan etika yang terjadi.
Ada sebuah lembaga yang dibangun khusus untuk para anak-anak jalanan dan pengamen. Lembaga ini bernama Sanggar Kreatif Anak Bangsa. Sanggar ini didirikan oleh Haris seorang mahasiswa FISIP UIN jurusan ilmu politik angkatan 2008 pada sekitar tahun 2010 dan terletak di Jalan Taruma Negara Kel.Pisangan, Ciputat Timur-Kota Tanggerang Selatan. Sanggar Kreatif Anak Bangsa didirikan atas dasar keprihatian Haris karena banyak anak-anak Indonesia yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Maka dari itu ia memutuskan untuk membangun sanggar ini dan mengajarkan pendidikan pada anak-anak yang putus sekolah terutama bagi anak jalanan dan juga pengamen secara gratis.  Ia membangun sanggar ini atas bantuan seorang donator yang memberikan lahan tanahnya untuk dijadikan sebuah sanggar sekolah. Dan hingga saat ini Sanggar Kreatif Anak Bangsa dapat banyak bantuan dari donator lainnya.
Sistem pengajaran Sanggar Kreatif Anak Bangsa ini hampir sama dengan sekolah formal lainnya. Disini mereka diajarkan layaknya di sekolah formal hanya saja yang mengajar adalah mahasiswa/i yang secara sukarela meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu. Mereka belajar sekitar 1-2 jam perhari. Dan sore harinya mereka melanjutkan aktivitasnya kembali seperti mengamen. Di sanggar ini selain mendapatkan pelajaran-pelajaran umum, mereka juga diajarkan berbagai hal seperti berkebun, membuat kerjinan tangan dari barang-barang bekas, membuat puisi atau gambar juga yang hasilnya akan di pamerkan pada acara-acara tertentu.
Prinsip yang ditanamkan oleh ketua Sanggar Kreatif Anak Bangsa ini adalah tidak memberikan mereka uang jajan. Hal ini bertujuan agar mereka dapat mandiri dengan mencari uang sendiri tanpa mengandalkan orang lain. Maka dari itu mereka akan tetap mengamen dan itu sudah tidak bisa dihilangkan juga dari kebiasaan mereka.
Sanggar Kreatif Anak Bangsa memang sudah terbilang baik dalam hal menanamkan ilmu pelajaran bagi anak-anak yang berekonomi rendah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan. Prinsip yang ditanamkan untuk belajar mandiri sebenarnya perbuatan baik, mereka tidak mengandalkan orang lain dan mengamen untuk mendapatkan uang sendiri. Tapi dari hal itulah timbul permasalahetika yang perlu dibahas dalam penelitian ini. Uang yang mereka hasilkan dari mengamen semata-mata tidak hanya untuk makan tetapi uang hasil kerja itu dibelikan untuk merokok. Seperti yang sudah diketahui bahwa merokok sangat tidak dianjurkan bagi siapapun terutama anak-anak karena banyak pennyakit yang ditimbulkan dari masalah merokok ini. Tetapi di Sanggar Kreatif Anak Bangsa ini hampir semua anak-anak murid anggota sanggar ini merokok, dan yang yang anehnya hal ini tidak dilarang oleh siapapun, entah orangtua maupun para pengajar disana.
Sebenarnya para pengajar sudah mencoba untuk melarang anak-anak ini untuk berenti merokok. Tetapi para anak-anak menolaknya dengan alasan ini sudah merupakan kebiasaan yang sulit untuk dilepaskan. Sekeras apapun para pengajar mencoba untuk menghentikannya tidak akan ada yang berubah. Maka dari itu para pengajar lebih memilih untuk membiarkan mereka merorok dan menerima alasan tersebut. Peran orang tua disini tidak cukup berpengaruh, mungkin karena faktor lingkungan yang kurang baik yang menjadikan para orang tua tidak memperdulikan anaknya dan hal-hal disekitar. Mungkin juga sebagian dari anak jalan dan pengamen ini tidak memiliki orang tua sehingga mereka hidup dengan bebasnya. Jadi, etika terbentuk karena faktor lingkungan sekitar dan apa yang sudah dilakukan sejak dini sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.
 
II.                Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori egoisme. Egoism adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang paling baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu yang diperlukan atau waktu tertentu. Dalam praktek sehari-hari egoism etis mempunyai bentuk dalam pemikiran hedonism dan eudaenisme. Tema pokok dalam hedonism adalah perolehan kesenangan. Epicurus pernah menyatakan bahwa hal yang aik adalah hal yang memuaskan keinginan manusia, teristimewa keinginan akan kesenangan. Hal ini lebih nyata bahwa manusia menggunakan waktu dan kesempatan untuk bersenang-senang. Tesis utama eudaenisme adalah kebahagiaan. Timbulnya rasa bahagia adalah akibat adanya suatu yang bersifat rohaniah, sehimbang dengan dirinya, social, alam lingkungannya. Pada asarnya, kebahagian adalah tujuan yang dicarioleh kodrat manusia. Kebahagiaan etis berangkatdari kemampuan manusia untuk merealisasikan bakal dan kesanangan diri.
Dalam kasus ini bila dikaitkan dengan teori yaitu, permasalah merokok anak-anak jalanan dan pengamen yang masih dibawah umur yang mereka anggap sudah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan termasuk dalam egoisme. Seperti yang sudah dijelaskan egoisme adalah tindakan atau perbuatan yang paling baik yang memberikan manfaat bagi diri sendiri. Egoisme cenderung mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Anak-anak perokok ini menganggap rokok sudah termasuk dalam kehidupan mereka dan tidak memperdulikan lagi dampak yang ditimbulkan untuk dirinya dan orang lain. Mereka bahkan tidak mendengarkan perkataan orang lain untuk hal-hal baik yang mesti dilakukan untuk berenti dari merokok. Mereka berfikir apa yang sudah dilakukannya dengan kerja keras mengamen dan menghasilkan uang mereka gunakan untuk merokok sebagai kesenangan untuk memuaskan dirinya sendiri. Orang lain tidak berhak untuk mengatur kehidupan yang sudah mereka jalani selama ini.
 
III.             Metodologi
Tempat penelitian terletak di Jalan Taruma Negara Kel.Pisangan, Ciputat Timur-Kota Tanggerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada hari Kamis, 9 Oktober 2014. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif karena mendeskripsikan mengenai proses pada analisa datanya. Teknik penelitian yang digunakan yaitu teknik wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu informan, dengan melakukan wawancara secara intens.
 

Tugas UTS: Meninjau Persoalan Etika

Nama                                      : Syifa Maulidina

NIM                                        : 1112051000150

Semester/ Prodi/ Kelas          : 5/ KPI/ E

       I.            Latar Belakang

Masjid Dzarratul Muthmainnah terletak di tengah Komplek Batan Indah. Pembangunan Masjid Dzarratul Muthmainnah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut diakui oleh Ketua YBW - MDM (Yayasan Badan Wakaf Masjid Dzarratul Muthmainnah), Asep Saepuloh, saat ditemui pada Sabtu (11/10).

Menurut Bapak Asep, Komplek Batan Indah berdiri sejak tahun 1987 hingga sekarang, dihuni oleh 950 kepala keluarga yang awalnya diperuntukkan bagi karyawan BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) yang bertugas sebagian besar di BATAN Serpong, selebihnya ada yang bertugas di BATAN pusat Jakarta, BATAN Pasar jum'at, serta instansi lain. Masjid Dzarratul Muthmainnah satu-satunya masjid yang berdiri di tengah-tengah komplek sejak tahun 1991 yang di sekitarnya terdapat sarana lapangan olah raga, SD, TK dan Gedung Pertemuan RW04. Komplek kami berdekatan dengan kota mandiri BSD, saat ini di depan Komplek Batan Indah telah berdiri kantor DPRD Tangsel, kantor kecamatan Setu, kantor Dinas Perhubungan, kawasan Tekno Park BSD serta sarana lainnya.

Lebih lanjut, beliau menuturkan, masjid dalam perkembangannya, diawali dari DKM (Dewan Keluarga Masjid) Masjid Dzarratul Muthmainnah yang kemudian berkembang menjadi sebuah Yayasan dengan nama Badan Wakaf Masjid Dzarratul Muthmainnah sejak tahun 2000. Di mana Yayasan tersebut mempunyai Susunan Organisasi dengan kegiatan-kegiatannya sbb:

1.    Dewan Syari'ah; membuat keputusan dan pertimbangan berkenaan hukum/ fatwa,

2.    Dewan Pengawas; mengawasi dan memberikan pertimbangan pada kinerja Yayasan,

3.    Dewan Pengurus (Ketua Yayasan), membawahi Lembaga dan Bidang sbb;

-    Lembaga Ta'mir Masjid; Bertugas dalam pema'muran dan pembinaan masyarakat di sekitar masjid dengan mengelola pengajian umum setiap ba'da Magrib,  pengajian umum ba'da Subuh, pengajian umum Bulanan, pengajian Bulanan muslimah, ibadah Jum'at, peringatan Hari Besar Islam, diskusi Ilmiah, dll.

-    Lembaga Pengelolaan Sarana; Bertugas dalam pengembangan dan pengelolaan yang   mencakup sarana fisik masjid, perlengkapan, marbot masjid, dll.

-    Lembaga Pendidikan Islam; Bertugas mengelola RA, play group, TPQ dan TPA.

-    Lembaga Pengembangan Ekonomi Umat; Bertugas mengelola dan mengembangkan potensi umat, Koperasi Amanah, jasa telepon/ listrik/ air, pedagang kecil, dll.

  Lembaga ZIS; Bertugas menggalang zakat/ infaq/ shodaqoh dari masyarakat/ umat.   

-    Lembaga Sosial dan kemasyarakatan; Bertugas mengadakan Bakti sosial, Donor darah, Santunan anak yatim, Khitanan masal, membantu pendidikan, dll.

-    Lembaga Pembinaan Pemuda; Bertugas mengelola kegiatan Remaja Masjid, Karang Taruna dan kegiatan keputrian.  

Yayasan juga mengadakan kegiatan insidentil yang besar seperti; Sholat Ied, Kegiatan Semarak Ramadhan, Pelaksanaan Kegiatan Qurban dan Zakat fitrah, kegiatan perlombaan yang melibatkan masyarakat umum  pada saat peringatan hari-hari besar Islam. Persoalan yang akan dikaji adalah tentang pelaksanaan kegiatan qurban, fokusnya terhadap pembagian daging qurban.

Persoalan yang dikaji ialah tentang suatu yayasan badan masjid membagikan daging qurban kepada masjid-masjid sekitar dan kepada non muslim. Etika dalam melakukan suatu tindakan yang baik yang dapat memberi manfaat kepada orang banyak.

Alasannya, karena membagikan daging qurban kepada mustahik (orang yang membutuhkan) merupakan keharusan bagi yang mampu berqurban atau menjadi shohibul qurban, dan umum dilakukan. Tetapi turut membagikan daging qurban ke masjid-masjid sekitar sekali pun kepada non muslim adalah hal yang cukup menarik.  

    II.            Teori

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti "bermanfaat". Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, berfaedah atau berguna, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akibat terburuknya. Setiap tindakan manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat. Utilitarisme mempunyai tanggung jawab kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar).

Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleoligis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Dalam perdebatan antara para etikawan, teori utilitarisme menemui banyak kritik. Keberatan utama yang dikemukakan adalah bahwa utilitarisme tidak berhasil menampung dalam teorinya dua paham etis yang amat penting, yaitu keadilan dan hak. Jika suatu perbuatan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk jumlah orang terbesar, maka menurut utilitarisme perbuatan itu harus dianggap baik. Jika mereka mau konsisten, para pendukung utilitarisme mesti mengatakan bahwa dalam hal itu perbuatannya harus dinilai baik. Jadi, kalau mau konsisten, mereka harus mengorbankan keadilan dan hak kepada manfaat. Namun kesimpulan itu sulit diterima oleh kebanyakan etikawan. Sebagai contoh bisa disebut kewajiban untuk menepati janji. Dasarnya adalah kewajiban dan hak.

Tokoh-tokoh aliran ini adalah Jeremi Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Bentham merumuskan prinsip utilitarisme sebagai the greatest happiness fot the greatest number (kebahagiaan yang sebesar mungkin bagi jumlah yang sebesar mungkin). Prinsip ini menurut Bentham harus mendasari kehidupan politik dan perundangan. Menurut Bentham kehidupan manusia ditentukan oleh dua ketentuan dasar:  

1.                  Nikmat (pleasure) dan

2.                  Perasaan sakit (pain).

Oleh karena itu, tujuan moral tindakan manusia adalah memaksimalkan perasaan nikmat dan meminimalkan rasa sakit.

Prinsip dasar utilitarisme adalah tindakan atau peraturan yang secara moral betul adalah yang paling menunjang kebahagiaan semua yang bersangkutan atau bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat tindakannmu menguntungkan bagi semua yang bersangkutan.

Pembagian Utilitarisme.

1.      Utilitarisme perbuatan (act utililitarianism)

Menyatakan bahwa kita harus memperhitungkan, kemudian memutuskan, akibat-akibat yang dimungkinkan dari setiap tindakan aktual ataupun yang direncanakan.

2.      Utilitarisme aturan (rule utilitarianism)

Menyatakan bahwa kita harus mengira-ngira, lalu memutuskan, hasil-hasil dari peraturan dan hukum-hukum.

Kelemahan Utilitarisme.

1.      Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.

2.      Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.

3.      Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.

4.      Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.

5.      Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas diantara ketiganya.

6.      Etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas .

Paham utilitarisme dapat diringkas sebagai berikut:

1.      Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).

2.      Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

3.      Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

 III.            Metodelogi

Bapak Asep menuturkan, jumlah warga di Komplek Batan Indah yang muslim mencapai sekitar 84% dengan latar belakang warga yang heterogen terdiri dari suku Sunda, Jawa, Sumatra, dll. Pemahaman dan golongan yang beraneka ragam maka memicu dan memacu pengurus masjid untuk mencerdaskan umat agar tetap menjaga ukhuwah.

Dalam pelaksanaan kegiatan qurban kemarin, pun begitu dengan qurban tahun-tahun sebelumnya, Masjid Dzarratul Muthmainnah memotong hewan qurban, terlihat hal yang cukup membuat saya berpikir bahwa ada makna qurban yang lain. "Daging yang dibagi ke orang-orang yang kurang mampu, berbagi terhadap sesama itu hal yang harus tapi umum dilakukan, sedang berbagi ke orang yang non muslim itu tindakan yang mesti dilakukan untuk mengaplikasikan makna dari qurban", ungkap Bapak Asep.

Lebih lanjut, Bapak Asep menuturkan, alasannya untuk syiar, dengan warga yang heterogen dan banyaknya hewan qurban, warga kita tidak akan kekurangan daging qurban, juga menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan membagikan kepada masjid-masjid sekitar yang sedang kekurangan dan kepada warga non muslim, malah kita akan mendapat pahala. Selain itu, hal ini termasuk ke dalam etika dalam berqurban, yakni untuk memupuk rasa saling mengasihi antar umat beragama.

Hal tersebut masuk dalam pembagian utilitarisme perbuatan, dimana para panitia qurban Masjid Dzarratul Muthmainnah sudah memperhitungkan banyak hewan qurban dengan banyak warga Batan Indah. Kemudian memutuskan untuk membagikannya selain kepada mustahik, kepada masjid-masjid kecil lainnya yang di sekitar serta kepada warga non muslim. Dengan begitu tindakan tersebut membawa manfaat tidak hanya untuk satu atau dua orang saja, tetapi menyangkut warga sebagai keseluruhan. Karena parameter suatu tindakan dikatakan baik jika perbuatan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk jumlah orang terbesar.

Cari Blog Ini