Selasa, 01 Desember 2015

TUGAS OBSERVASI LAPANGAN_Firda Nur Fildzah KPI 1A_Agustin Putri Anggraeny Jurnalistik 1B

PEMBAGIAN KEKUASAAN MENURUT TEORI MARXISME

A.       PENDAHULUAN

Pengambilan objek pengamatan ini didasarkan pada Teori Marxian yang mengatakan bahwa terdapat teori pembagian kelas atau pembagian kekuasaan. Masyarakat kapital di pasar menunjukkan kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan dan pola organisasi sosial.

Kami mengambil objek pengamatan di pasar kaget jalan kertamukti, Pisangan Ciputat. Letak pasar kaget yang digelar tiap minggu pagi ini berada di seberang kampus 2 Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang merupakan kawasan cukup padat. Jalanan sempit yang juga menjadi alternatif pintas transportasi menjadikan macet di pagi hari. Lingkungan mahasiswa dari berbagai kampus lainnya yang berdekatan menjadikan pasar ini ramai dibanjiri pembeli dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sekitar. Selain itu, mereka juga dapat menikmati udara pagi di kali Situgintung untuk jalan-jalan atau bersepeda mengitari kali tersebut.

Di pasar kaget ini kami sengaja mengadakan observasi kepada ibu penjual pakaian yang posisinya sebagai distributor, untuk lebih rincinya membuktikan pembagian kerja seperti apa yang diungkapkan dalam teori Marxisme. Selain itu, kami juga meneliti seorang produsen yang berdagang cilok. Kemudian kami juga mengambil objek pengamatan di pasar Ciputat. Di pasar Ciputat ini kami mengamati seorang distributor ketiga penjual tas yang sudah empat tahun berdagang di pasar tersebut.

Metode yang kami lakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yakni dengan observasi dan wawancara. Kami memerlukan waktu delapan hari untuk pengamatan ini, dikarenakan pasar kaget yang hanya digelar tiap minggu saja. Kami mulai melakukan pengamatan dimulai pada hari Minggu, 22 November 2015 di pasar kaget jalan kerta mukti, dan dilanjutkan wawancara pada tanggal 29 November 2015. Kemudian wawacara di pasar Ciputat kami lakukan pada  hari Senin, 30 November 2015. Sengaja kami melakukan wawancara di hari Senin menghindari ramainya para konsumen, karena kami juga tidak ingin mengganggu para pedagang yang sedang berjualan dan para pembeli yang akan berbelanja.

 

B.       TINJAUAN TEORITIK

Marx membagi lingkup kehidupan manusia menjadi dua, yaitu infrastruktur (basis/dasar) dan superstruktur tau bangunan atas. Infrastruktur adalah bidang produksi kehidupan material, sedangkan superstruktur terdiri atas tatanan institusional dan tatanan kesadaran kolektif. Terdapat tiga unsur penting dalam teori Marx. Pertama besarnya peran structural dibandingkan dengan segi kesadaran dan moralitas. Kedua perbedaan kepentingan antara kelas atas dan kelas bawah yang menyebabkan perbedaan sikap terhadap perubahan sosial. Dan ketiga setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi.

Teori neo-Marxian pertama secara historis adalah determinisme ekonomi kurang penting pada masa sekarang, khususnya bagi pemikir yang berorientasi sosiologis. Teori yang berdasarkan determinisme ekonomi ini  ditentang oleh berbagai jenis teori Marxian lain yang berkembang kemudian. Marxisme-Hegelian, terutama yang mewakili karya Georg Lukacs, adalah contoh yang menentang. Pada dasarnya, teori Karl Marx membahas tentang sesuatu yang terstruktur, teori Ralf Dahrendorf tentang kebudayaan, Antonio Gramsci tentang teori hegemoni yang memperdaya dan memaksa untuk pemanifestasian mengambil hak surplus seseorang. Kemudian teori Van Dijk adalah teori untuk membedakan dengan anggota lainnya, untuk mengatur elit dan kasta dengan teori Rutherford.

Kemudian dikemukakan dua aliran pemikiran dalam sosiologi ekonomi neo-Marxian. Pertama yang menerangkan hubungan antara modal dan tenaga kerja, terutama dalam karya Baran-Sweezey dan Braverman. Kedua yang menerangkan transisi dari Fordisme ke post-Fordisme. Ketiga kumpulan pemikiran ini mencerminkan upaya untuk kembali ke beberapa pemikiran ekonomi tradisional sosiologi Marxian. Pemikiran ini penting karena upayanya untuk memperbarui sosiologi ekonomi Marxian dengan memperhatikan realitas yang muncul dalam masyarakat kapitalisme masa kini.

 

 

Pemikiran lain adalah Marxise berorientasi sejarah, khususnya pemikiran Immanuel Wallerstein dan pendukungnya mengenai sistem dunia modern. Termasuk ke dalam teori post-Marxisme ini adalah beberapa jenis Marxisme analitis dan teori Marxian post-modernisme. Di bagian ini termasuk juga pendirian yang diambil oleh Marxis yang terpaksa menghentikan proyek Marxian dilihat dari sudut perkembangan dunia.

Teori marxisme mengarah kepada teori pembagian kelas. Dimana teori Marxisme dan neo-Marxisme milik Antonio Gramsci adalah teori hegemoni yakni sesuatu hal yang terjadi baik sosial maupun perangkat politik dan sosial itu digunakan untuk menguasai dan untuk memutus status sosial lainnya. Dalam teori hegemoni milik Antonio Gramsci, meskipun memperdaya dan memaksa seseorang dengan mengubah perilakunya dan harus taat pada peraturan yang bukan berasal darinya, untuk pemanifestasian mengambil nilai surplus. Teori ini dapat menyatukan berbagai aliran atau ideologi dalam hal mempertahankan sesuatu. Namun, kebanyakan teori ini digunakan untuk mendominasi atau merendahkan satu sisi lainnya, memutus kerangka sosial atau batas sosial seseorang.

Nilai surplus atau teori nilai lebih yaitu pertukaran yang tidak proporsional antara nilai pakai dan nilai tukar. Dalam hal ini, keuntungan yang lebih besar dimiliki oleh para kapitalis, dan buruh tidak berkuasa atas nilai lebih yang telah dihasilkannya sebagai tenaga kerja. Nilai surplus untuk konsumen adalah nilai kerelaan pembeli untuk membayar suatu barang dikuragi harga barang tersebut yang sebenarnya. Sementara nilai surplus untuk produsen adalah harga jual suatu barang dikurangi biaya produksinya.

Dalam nilai surplus ini, muncullah tiga kurva. Pertama yakni kurva ketidakadilan, ketidakadilan disini ditujukan kepada pemilik modal dan distributor atau seorang bos perusahaan yang berposisi sebagai pemilik modal dengan pegawainya. Yang dimaksud ketidakadilan disini seorang atasan atau pemilik modal bergaji tinggi namun dengan pekerjaan yang ringan, berbanding terbalik dengan pegawai yang dituntut bekerja tiap harinya namun dengan penghasilan jauh lebih rendah. Kurva kedua yakni kurva kesetaraan, dimana seorang pemilik modal dan distributor berpenghasilan sesuai dengan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Sesuai disini berarti pemilik modal sebagai atasan yang berpenghasilan tinggi namun juga dengan banyak pekerjaan. Seorang distributor dan pegawai yang berpenghasilan lebih rendah karena pekerjaan mereka juga tidak sebanyak dan seberat yang dilakukan pemilik modal. Yang ketiga yakni kurva equality bahwa tidak ada distributor disini, pedagang menjadi produsen dari barangnya sendiri.

 

C.       HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN

Dalam pengamatan ini kami mengambil objek pengamatan pasar kaget dan pasar tradisional di daerah Ciputat. Untuk objek pengamatan pasar, terdapat kapital modal yang menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan pola dan hubungan organisasi sosial. Marx berpendapat bahwa terdapat pembagian kekuasaan atau pembagian kelas.

Dalam teori Marxisme terdapat golongan borjuis, yakni sebagai produsen atau pemilik modal  dan golongan proletar atau buruh (pegawai) yang keduanya memiliki peran yang berbeda. Borjuis memiliki dan menguasai alat-alat produksi serta menguasai seluruh rangkaian sistem produksi, sedangkan proletar dijadikan sebagai tenaga kerja yang bekerja untuk borjuis dalam rangkaian proses produksi. Terkadang proletar memperoleh gaji yang jauh lebih rendah dari borjuis. Marx menyebutkan bahwa sejarah manusia adalah sejarah pertentangan antara kelas yang menindas dan tertindas. Marx mengatakan bahwa pertentangan tersebut kadang kala dapat dilihat secara tersembunyi, tetapi terkadang juga dapat berlaku dan dilihat secara terbuka.

Dapat dilihat sistem perdagangan di pasar dimana pedagang di pasar meraih  keuntungan dari para pembeli dengan cara menaikkan harga beberapa persen harga belinya, tidak hanya menaikkan beberapa persen harga saja namun tinjauan dengan pedagang-pedagang yang lain juga diperlukan. 

Pengamatan pertama kami adalah di pasar kaget pada Ibu Salamah seorang pedagang pakaian yang menjadi satu dari bagian proletar dari borjuis yang merupakan kakak iparnya sendiri, Ibu Salamah merasa sama sekali tidak ada yang rugi dan dirugikan dan tidak ada kerugian dalam sistem perdagangan yang dijalaninya. Ibu salamah mendapat gaji yang seimbang dari kakak iparnya. Meskipun Ibu Salamah perlu membayar pajak tempat dagangannya sebanyak Rp. 500.000,- tiap tahunnya dan Rp.15.000,- tiap minggunya. Setaun beliau berdagang di pasar kaget ini belum pernah ada kerugian besar pada dagangannya.

Beliau mendapatkan keuntungan 20% dari harga pakaian yang diambil dari kakak iparnya tersebut. Kakak iparnya sendiri selain menjadi borjuis, juga merupakan pedagang di toko rumahnya. Selain pakaian kakak iparnya ini juga menyediakan jasa penjahit. Jadi dapat disimpulkan bahwa kurva untuk Ibu Salamah sebagai proletar dan kakak ipar beliau sebagai borjuis adalah kurva kesetaraan, dimana pekerjaan Ibu Salamah yang hanya menjualkan barang milik kakak iparnya, gaji beliau juga lebih kecil. Berbeda dengan kakak ipar beliau yang menjadi borjuis dan juga banyak usaha lain yang dijalaninya seperti penjahit dan mendagangkan barangnya, gaji yang didapat beliau pun lebih banyak.

Pengamatan kedua kami pada pedagang cilok Bapak Warsito di pasar kaget yang lokasi jualannya tak jauh dari Ibu Salamah. Bapak Warsito 2 tahun terkhir ini menjadi pedagang cilok keliling, beliau sebenarya hanya iseng saja mengisi kekosongan waktu setelah beliau bekerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penjaga ruang anatomi mayat. Bulan pertama beliau berjualan cilok mengeluarkan modal Rp.300.000,-. Dari modal itu beliau meraih keuntungan sampai dengan 40%, jajan ini cukup diminati oleh konsumen khususnya anak anak dan para mahasisiwa. Sistem perdagangannya, Bapak Warsito saat ini menjadi pedagang mandiri, yang modal asli hanya dari dirinya sendiri, pasang surut ketika perdagang pasti ada, apabila dihiitung hitung gaji yang beliau dapat itu tergantung cuaca dan musim, apabila cuaca sangat panas bahan makanan akan kembali beliau bawa pulang, jika musim hujan tiba dalam waktu 3 jam saja sudah habis terjual. Setiap harinya bapak warsito menjual 8 kg cilok yang terjual habis.

 

Pengamatan ketiga kami lakukan di pasar Ciputat yang kawasannya cukup padat namun kenacetan sudah sedikit terkurangi walaupun masih ada kemacetan didepan pasar. Hal itu dikarnakan ramainya para pengunjung pasar dan juga karena ulah para pedagang yang berjualan di pinggir jalan atau bus dan angkutan umum yang parkir dan menaik turunkan penumpang sembarangan. Adanya fly over seolah menjadi obat dari kekesalan yang terjadi. Harapan besar yang resirat dengan adanya fly over adalah untuk mengurangi kemacetan. Lintasan fly over dimulai tepat dari depan Ciputat Mega Mall dan berakhir didepan swalayan Ramayana.

Dengan kepadatan yang akhirnya menimbulkan kemacetan seperti itu sebenarnya menjadikan pelanggan sedikit malas untuk berbelanja. Namun lokasi pasar Ciputat yang cukup berdekatan dengan kawasan mahasiswa, lingkungan masyarakat yang padat penduduk, plaza, dan Ramayana serta tempat umum lainnya tetap menjadikan pasar Ciputat sarana berbelanja yang praktis. Selama pengamatan yang kami lakukan, kami melihat pasar tradisional belum tersaing jauh dengan jual beli online sekarang ini. Karena harga yang lebih miring, atau masih dapat melakukan tawar menawar, pelanggan dapat memilah dan memilih barang yang akan dibeli, menjadikan alasan masih banyaknya pembeli yang tetap setia berbelanja di pasar tradisional.

Kami mengamati seorang wanita penjual tas dengan harga yang sangat miring. Wanita ini bernama Rolla berumur 21 tahun. Rolla menjual berbagai model tas dan mematok harga Rp.15.000,- saja. Harga yang sangat terjangkau untuk para masyarakat menengah kebawah. Setiap harinya Rolla berdagang tas dari pukul 07.30 WIB sampai 18.30 WIB. Seharian dia berjualan dia dapat menghabiskan rata-rata 60 buah tas, namun tak jarang Rolla kekurangan pelanggan, dan akhirnya hanya 10 buah tas terjual. Rolla disini berposisi sebagai distributor dari dagangan orangtuanya, yang sekarang sudah menjalankan bisnis penghasil souvenir.

Dari 60 buah tas yang terjual, Rolla mendapatkan untung hampir 70% setiap harinya. Empat tahun ia sudah melanjutkan bisnis dagang orangtuanya yang sudah 15 tahun berjualan sebelumnya, Rolla sudah meraih keuntungan dengan membeli sebuah motor untuk transportasi rumah ke pasar. Namun ia tak lupa membayar pajak tempat sebesar Rp. 500.000,- tiap bulannya kepada pemilik toko tempat ia menumpang di emperan toko tersebut. Kendala yang dialaminya, banyak dari pembeli mengkhawatirkan tas dagangan Rolla yang berharga sangat terjangkau tersebut. Ia cukup membalasnya dengan senyuman dan menjawab bahwa kualitas barang selaras dengan harganya. Meski begitu masih banyak orang berdatangan memburu tas yang Rolla jual.

Kegiatan jual beli yang dilakoni Rolla juga menunjukkan kurva kesetaraan, dimana orangtua Rolla sebagai produsen tas juga mempunyai usaha lain yakni sebagai pengrajin souvenir yang jelas gaji yang didapat pun jua lebih banyak dari Rolla. Pada kegiatan wawancara kami, Rolla mengaku mendapat untung hampir 70% setiap harinya jika 60 buah tas terjual.

 

D.      KESIMPULAN DAN DAFTAR PUSTAKA

Teori Marxis membahas tentang teori pembagian kelas, dimana apabila pengamatan dilakukan di pasar akan muncul dua golongan, yakni borjuis dan proletar. Dalam golongan borjuis dan proletar akan saling berinteraksi dan muncul tiga kurva, yakni kesetaraan, ketidakadilan dan equality. Kebanyakan para pebisnis sekarang ini mereka berkurva ketidakadilan, dimana kaum kapitalis dengan sedikit pekerjaan dapat meraih keuntugan yang jauh lebih besar dibandingkan kaum proletar yang hanya sebagai distributor dari kaum kapitalis.

Namun berdasar pada pengamatan yang kami lakukan, kepada  penjual pakaian dan jajanan cilok di  pasar kaget, serta penjual tas dengan harga miring di pasar ciputat dapat disimpulkan bahwa disini terdapat pembagian kekuasaan sebagaimana teori Marxisme. Namun kami tidak menemukan kurva ketidakadilan disini. Ibu Salamah menerima upah yang sesuai yang lebih kecil dari kakak iparnya yang memang Ibu Salamah hanya sebagai distributor tanpa memproduksi. Bapak Warsito yang menunjukkan kurva equality bahwa beliau sebagai produsen dan distributor, tanpa pihak lain untuk menjajakan dagangannya. Dan Rolla yang bernasib sama dengan Ibu Salamah.

Daftar Pustaka:

Soyomukti Nurani. 2010. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Ar-Ruzz Media

Ritzer George dan Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kapital_sosial

http://m.kompasiana.com/imamfr/flyover-pasar-ciputat-obat-kekesalan-atas-kemacetan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini