Senin, 18 Mei 2015

Misteri Alas Roban oleh Nida Ulyanah

Nama                : Nida Ulyanah
NIM                  : 1112052000020
Jurusan              : Bimbingan dan Penyuluhan Islam (6)

MISTERI ALAS ROBAN (JAWA TENGAH)
Narasumber         : Candradityaa
1.      Sejarah Misteri Alas Roban
Alas Roban, hutan kecil di sebuah Kecamatan Gringsing, kecamatan yang terletak paling timur di Kabupaten Batang - Jawa Tengah. Jalanan yang begitu menanjak dan berkelok di sebuah bukit dengan rindangnya pepohonan jati berukuran besar. Jalur yang dikenal angker karena banyak kejadian yang tak lazim dan banyaknya kecelakaan. Di jalur lama (tengah) terdapat tugu keselamatan. Tak jauh dari itu terdapat makam petilasan Syekh Jangkung yang dulu pernah berkuasa di daerah itu, namun nisan untuk memperingatinya tumbang di dekat salah satu pohon jati yang cukup besar.

Roban berasal dari kata 'rob' yang berarti air naik, kata ini sangat dikenal oleh masyarakat pesisiran. Kampung Roban sendiri ada di Kecamatan Subah. Roban berada di daerah pantai Laut Jawa. Suasana tempat ini hingga sekarang masih saja diselimuti hawa mistik yang kental. Perkampungan Roban dahulu dikenal dengan Roban Siluman. Konon pada waktu yang telah lampau, masyarakat Roban banyak yang memiliki ilmu tinggi hingga dapat merubah dirinya sebagai buaya. Dari sinilah dikenal siluman buaya yang menjadikan Roban sebagai Roban Siluman.
Namun demikian Alas Roban dan Roban memiliki peran penting jika dilihat dari sejarahnya. Kabupaten Batang dahulu dikenal sebagai kawasan Alas Roban yang masih sepi belum seramai pemukiman penduduk sekarang ini. Alas Roban dikenal dengan tempatnya para siluman, lelembut, dan garong (perampok). Kawasannya terhitung mulai Perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Batang saat ini hingga Kota Pekalongan. Pada jaman Pemerintahan Sultan Agung Mataram Islam sekitar tahun 1620an, terjadi penolakan paham antara VOC dan Mataram yang sebelumnya menjalin diplomasi dalam kawasan dan penyediaan persenjataan. Sultan Agung bermaksud menggempur VOC yang berada di Batavia. Pasukan yang terlibat dalam penyerangan berasal dari berbagai tempat di Jawa. Untuk dapat mendukung persediaan logistik maka dibangun pos-pos pendukung logistik di berbagai tempat yang salah satunya di Alas Roban. Dalam membangun pos di Alas Roban, Sultan Agung mengutus Ki Bahurekso untuk membuka Alas Roban. Pembukaan konon dimulai dari Kecamatan Subah ke arah barat. Hal ini dimaksudkan untuk membuka lahan yang akan digunakan untuk menanam berbagai macam sumber makanan untuk mendukung kebutuhan logistik. Pada saat berada di Kali Lojahan (Kramat), Bahurekso berencana membuat bendungan. Namun di tempat yang akan di bangun bendungan terdapat kayu besar yang melintang di sungai. Kemudian beliau bertapa pada Malam Jum'at Kliwon untuk mendapatkan bantuan kekuatan. Kemudian kayu dapat diangkat dan dihancurkan, peristiwa ini disebut Ngembat Watang (Mengangkat Kayu) yang kemudian dijadikan nama Batang. Peristiwa pertapaan Ki Bahurekso kemudian diperingati dengan acara Kliwonan yang dilaksanakan setiap Jum'at Kliwon di Alun-Alun Kota Batang.
Pos yang dibangun diperkirakan berada di daerah Balekambang, Gringsing. Di sini terdapat pesanggrahan yang diyakini peninggalan Sultan Mataram. Ditambah dengan adanya patung ular yang mirip dengan Hardowaliko yang dipamerkan di Kraton Mataram Jogjakarta namun tanpa mahkota. Balekambang adalah sebuah bangunan diatas sumber mata air yang muncul dari tanah. Di sekitarnya terdapat rawa yang cukup luas yang kini berubah menjadi persawahan. Dapat dilihat dengan jelas bahwa persawahan di sekitarnya adalah sawah yang berdiri diatas bekas rawa karena tekstur tanahnya. Balekambang kemudian dijadikan sumber irigasi untuk sawah yang luas.
Jalur Tengah (lama) Alas Roban dibangun oleh Belanda, tak jauh dari jalur lama itu terdapat Goa Jepang. Goa Jepang dibangun sekitar tahun 1942 oleh Jepang. Di Batang ditemukan 2 Goa Jepang yaitu di Alas Roban dan Pantai Roban. Goa Jepang di Alas Roban terdapat sekitar 13 mulut goa buatan saat romusha dan 1 goa alami. 1 goa berkedalaman 30 meter lebih, dan 12 lainnya antara 5-20 meter letaknya berjajar di dekat sungai kecil. 1 goa alami terletak di atas bukit. Untuk goa buatan yang berkedalaman 30 meter lebih konon dapat menampung 8 tank ukuran tank saat itu. Sungai kecil yang ada di dekat goa ternyata adalah bekas jalur tank yang menghubungkan jalur lama dengan jalur lingkar yang baru dibangun tahun-tahun lalu.
Goa Pantai Roban dibangun sekitar 1942 dan digunakan hingga tahun 1948 oleh Jepang. Goa Pantai Roban ini terletak didekat Kali Ngodek yang cukup lebar dan berkedalaman 20 meter. Menurut saksi mata dahulu ini dijadikan pelabuhan Jepang saat memperebutkan Indonesia dengan Belanda. Goa tersebut dijadikan persembunyian oleh jepang. Jepang pada tahun 1945 saat kemerdekaan RI belum pergi dari Indonesia, mereka baru pergi dari Indonesia setelah sekutu melepaskan bom atom ke kota Nagasaki dan Hirosima.
Ø  Misteri Alas Roban (RUTE PALING MENYERAMKAN)
Meski terkenal sebagai kawasan hutan jati 'spooky' di Jawa Tengah , tempat ini punya cerita tersendiri . Khususnya di 'zaman silam', ketika ruas baru Alas Roban yang dibangun Pemerintah Indonesia belum ada. Semua jenis kendaraan, mulai bus umum, truk sampai kendaraan pribadi harus melintasi rute ini.
Salah satu kebiasaan yang dilakukan orangtua saya ketika kami -putra-putrinya-masih kecil adalah berwisata dengan mobil pribadi dari Jawa Timur ke Jawa Tengah saat liburan sekolah anak-anak. Dan itu artinya melintasi rute sepanjang Pantura dari Surabaya sampai Semarang, ditambah Jogjakarta, Solo sampai Temanggung dan Parakan.
Salah satu rute favorit kami sebagai anak-anak di bawah limabelas tahun adalah Alas Roban, lengkap dengan segala kisah 'spooky' yang dimilikinya. Seperti kondisinya sebagai bagian dari Grote Postweg, jalanan licin tanpa penerangan di malam hari dengan lintasan berliku-liku alias meliuk-liuk yang bisa bikin perut mual, sampai begal atau rampok yang menunggu di tempat-tempat strategis. Termasuk juga 'wingitnya' atau seramnya si hutan sendiri dalam deskripsi visual. Sebelum masuk hutan dan sesudah keluar hutan, terdapat begitu banyak resto dan warung makanan. Termasuk sate kambing muda Subali di daerah Subah yang cukup terkenal itu. Tapi begitu masuk hutan sejauh 1 km, tak ada warung apapun yang bisa dijadikan tempat 'ngiras' atau mengudap makanan.
Ø  Jelajah Keangkeran Alas Roban, Batang, Jawa Tengah.
Adakah perjalanan yang lebih menyeramkan yang melebihi perjalanan melewati Alas Roban? Zaman dulu Alas Roban terkenal angker, gung liwang-liwung, gawat keliwat liwat menjadi momok menakutkan bagi masyarakat ataupun sopir ketika melewatinya. Bagaimana dengan sekarang? Misteri apa sebenarnya yang menyelimuti hutan angker ini.
Menuju Alas Roban dari Semarang, bisa ditempuh 2 jam perjalanan dengan mengendarai sepeda motor. Setelah perbatasan Kendal di sebelah barat, alas itu bisa dicapai kira-kira lima belas menit perjalanan. Ada dua jalur yang harus dipilih ketika sampai di Desa Kutosari. Kalau Anda melewati Alas Roban yang sebenarnya, maka ambil jalur kanan. Dari jalur sebelah kanan ini, jalur lurus yang ditempuh juga akan menemui muara 2 jalur lagi. Nah, jalur yang terkenal menyeramkan adalah jalur yang sebelah kiri.
Sebenarnya, saat ini jalur Alas Roban terbagi menjadi tiga. Jalur yang pertama melewati sisi selatan, dengan jalanan menanjak dengan beton putih. Jalur ini dimulai dari Desa Kutosari seperti yang disebutkan di atas. Jalan ini baru dibangun sekitar tahun 2000-an. Kemudian jalur yang kedua, ini dimulai dari Desa Plelen. Jalur dari Plelen ini bercabang dua. Jalur asli Alas Roban yang terletak di kiri. Sementara jalur yang kanan atau jalur yang ketiga, berada di sisi utara yang dibangun sekitar tahun 1990-an.
Keangkeran Alas Roban memang sudah terkenal sejak dulu. Utamanya ketika dua jalur di sisi selatan dan utara belum dibangun. Setiap pengendara pasti mengalami peristiwa yang berbeda-beda ketika melewatinya. Hal ini karena memang jalanan yang turun-naik, menikung tajam, dengan kiri kanan terdapat tebing atau jurang.
 Tetapi bukan itu sebenarnya yang menyeramkan. Dahulu, ketika akan lewat jalur ini akan melewati dua tantangan sekaligus. Tantangan pertama, tantangan yang kelihatan mata, yaitu adanya gerombolan penjahat dan bajing loncat yang siap menggasak barang bawaan apa saja. Dulu, karena rawannya, kendaraan yang melintas malam hari tidak berani. Untuk kendaraan yang datang dari arah timur atau Semarang berhenti di depan Pasar Plelen. Sementara dari arah barat atau Jakarta, istirahat di Banyuputih. Mereka baru berani melintasi jalan Alas Roban ketika pukul 05.00 WIB. Kalaupun ada yang berani melintas malam hari, harus menunggu kendaraan lainnya.
 Tantangan yang kedua, tantangan makhluk halus, yaitu gerombalan berbagai makhluk halus yang siap "menggoda" siapa saja. Godaan antara sopir yang satu dengan yang lain jelas berbeda. Dan godaan ini bisa berakibat fatal karena seringkali terjadi kecelakaan karena si sopir melihat sesuatu penampakan.
   Jika menengok ke belakang, jalan raya Alas Roban hanya ada satu, yaitu Jalan Raya Poncowati. Jalan itu dibuat pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36. Dia memerintah antara tahun 1808 hingga 1811. Dan untuk membangun jalan ini, ribuan orang Indonesia meninggal karena tak kuat. Orang-orang Indonesia dipaksa. Orang-orang yang meninggal tersebut kemudian dikubur begitu saja.
 Namun demikian, Alas Roban memiliki peran penting jika dilihat dari sejarahnya. Kabupaten Batang dahulu dikenal sebagai kawasan Alas Roban yang masih sepi belum seramai pemukiman penduduk sekarang ini. Alas Roban dikenal dengan tempat para siluman, lelembut, dan garong (perampok). Pada zaman Pemerintahan Sultan Agung Mataram Islam sekitar tahun 1620-an, terjadi penolakan paham antara VOC dan Mataram yang sebelumnya menjalin diplomasi dalam kawasan dan penyediaan persenjataan.

2.      Rasionalitas Cerita Misteri Alas Roban
Dulu, kawasan Alas Roban sangat gelap karena belum ada penerangan. Kendaraan-kendaraan biasanya tidak berani melintas pada malam hari. Bus, atau truk baru berani berjalan setelah subuh, dan kendaraan-kendaraan kecil bahkan menunggu hingga matahari terbit. Kebanyakan, kendaraan dari timur yang sampai ke Alas Roban menjelang malam hari, akan beristirahat dulu di pasar plelen.
      Sementara yang dari barat akan singgah di Banyuputih. Jika terpaksa berjalan dimalam hari, kendaraan-kendaraan ini selalu beriringan enam atau lima sekali jalan.
      Kondisi tersebut sangatlah wajar memunculkan mitos yang bermacam macam. Jalanan curam, berkelok-kelok dengan tikungan yang tajam sudah pasti akan sangat rawan bagi kendaraan, terutama yang berjalan ugal-ugalan atau melebihi batas kecepatan. Ditambah lagi dengan belum adanya lampu penerang, wajar jika bus atau truk memilih menunggu hingga pagi hari tiba.
      Jika menilik dari sejarah, jalan yang menembus Alas Roban adalah satu-satunya jalur yang dibangun oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daedels ditengah-tengah hutan jati itu. Sekitar tahun 1808-1811, jalan ini dibuat sebagai bagian dari proyek Anyer-Panarukan Daedels yang berusaha menghubungkan seluruh jawa dengan satu jalur di jalur Pantura.
      Namun sekarang, jalan yang menembus Alas Roban bukan satu-satunya jalur. Sekarang sudah dibangun dua jalan alternative bagi yang ingin menuju Semarang. Selain jalur lama ini, terdapat jalur beton yang khusus digunakan untuk bus dan truk, serta jalanan biasa dapat dilewati mobil pribadi atau sepeda motor.
      Cerita-cerita seram seputar Alas roban pun berangsur angsur menghilang dengan semakin banyaknya kendaraan yang melintasi jalur tersebut, baik bis, truk, mobil pribadi, maupun sepeda motor. Jika pengendara merasa lelah, bisa beristirahat sebentar dirumah-rumah makan atau warung yang sekarang sudah banyak berdiri di sepanjang jalan Alas Roban tersebut.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini