Senin, 17 September 2012

PANDANGAN AGAMA MENURUT AUGUST COMTE & E. DURKHAIM, Siti Aisyah KPI 1E, TUGAS II

PEMIKIRAN AGAMA MENURUT  E.DURKHEIM
Semua keyakinan agma yang di ketahui baik sederhana maupun kompleks mempunyai satu ciri yang sama, semuanya berisikan suatu sistem penggolongan mengenai segala sesuatu yang baik yang nyata maupun ideal mengenai apa yang difikirkan manusia kedalam dua kelas yang berbeda menjadi profane dan sacred. Secara alamiah sacred dianggaplebih tinggi martabat dan kekuasaannya terhadap yang profane, anggapan yang amat dekat dengan kehidupan manusia yang nyata mengenai dirinya sendiri. Manusia menganggap dirinya menempati kedudukan yang lebih rendah dan terikat daripada sacred.
Dilain pihak kita tak boleh lupa bahwa ada hal-hal yang sacred dari sebuah tingkatan dan bisa terjadi bahwa manusia merasa dirinya sendiri relatif tentram. Jalan lain dalam membahas sacred dan hubungannya dengan profane kecuali keanekaragamannya.  Kriteria keanekaragamannya hanya mampu menggambarkan klasifikasi benda-benda dan membedakannya satu sama lain karena sifatnya yang sangat khusus yakni kemutlakkannya.
Tujuan memperkenalkan manusia muda kedalam kehidupan agama untuk pertama kali ia meninggalkan dunia yang sepenuhnya profane yang ia lalui ketika masih kecil dan memenuhi dunia yang sacral. sekarang perubahan keadaan ini tidak dianggap sebagai perkembangan benih pra-eksistensi yang sederhana dan teratur melainkan sebagai transformasi totius substansial.
Kepercayaan keagamaan adalah representasi yang mengatakan hakikat segala sesuatu yang sacred dan hubungan-hubungan yang diciptakan, baik satu sama lain maupun yang profane. Oleh karena itu kakuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, dalam hal ini agama akan berpadu dengan kahidupan material.
Semua agama bahkan yang paling bersahaja sekalipun adalah dalam konteks spiritualistik, karena semua kekuatan yang bekerja adalah spiritual dan juga objek utamanya bekerja terhadap kehidupan moral. Apapun yang dilakukan manusia atas nama agama tidaklah sia-sia, karena masyarakatlah yang melakukannya dan kemanusiaanlah yang mematangkan buahnya.


PEMIKIRAN AGAMA MENURUT  AUGUST COMTE
Wawasan comte terhadap konsekuensi-konsekuensi agama yang menguntungkan dan ramalannya mengenai tahap positif postreligius dalam evolusi manusia menghadapkan dia pada masalah rumit. Tidak seperti pemikiran-pemikiran radikal dan rvolusioner semasa dia. Comte menekankan perhatiannya pada keteraturan sosial, begitu dia malihat sejarah dia mengakui bahwa agama di masa lampau sudah menjadi satu tonggak keteraturan sosial yang utama.
Agama merupakan dasar untuk 'konsensus universal" dalam masyarakat, dan juga mendorong identifikasi emosional individu dan meningkatkan altruisme. Tetapi kalau dilihat dalam perspektif ilmiah (positif) agama didasarkan pada kekeliruan intelektual asasi yang mula-mula sudah berkembang disaat-saat awal perkembangan intelektual manusia. Peryatan rumit yang dihadapkan comte adalah bahwa bagaimana keteraturan sosial itu dapat dipertahankan dalam masyarakat positif dimasa yang akan datang,dengan suatu dasar tradisi pokok mengenai keteraturan sosial yang digali oleh positivisme.
Dengan sederhana comte mengemukakan gagasan untuk mengatasi masalah ini dalam tahap kedua dari karirnya, dengan mendirikan satu agama baru yakni agama Humanitas dan mengangkat dirinya sebagai imama agung. Ini aspek kedua dari perhatian comte mengenai keteraturan sosial. Aspek pertama meliputi suatu analisis obyektif mengenai sumber-sumber stabilitas dalam masyarakat. Face kedua ini meliputi usaha meningkatkan keteraturan sosial dengan agama humanitas sebagai cita-cita normatifnya. Ini merupakan permasalahan utama dalam bukunya yang berjudul System of Positive Politics.
Agama Humanitas comte merupakan satu gagasan utopis untuk merorganisasi masyarakat secara sempurna. Sosiologi akan menjadi rstu ilmu pengetahuan, hal itu memungkinkan satu penjelasan tentang kemajuan pengetahuan manusia secara komprehensif dan mengenai hukum-hukum keteraturan dan kemajuan sosial. Gagasan comte mengenai satu masyarakat positivis di bawah bimbingan moral agama humanitas makin lama makin terperinci. Misalnya dia menyusun satu kalender baru dengan heri-hari tertentu untuk menghormati ilmuan-ilmuan besar dan lain-lain yang sudah  bekerja demi kamajuan manusia.
Hal-hal yang terperinci ini memperliihatkan kepribadian comte yang suka memaksa dan otoriter. Tetapi ingatlah bahwa dia melihat suasana sosial dan intelektual dimasa hidupnya sebagai terancam anarki. Comte mengagumi kesatuan dan sintesa serta keharmonisan sosial dan intelektual yang diketahuinya ada di dunia abad pertengahan. Meskipun pandangan konservatif dalam sejarah aad pertengahan adalah tidak murni karena mencerminkan kerinduan nostalgik akan masa lampau yang harmonis yang berarti, yang sebetulnya belum pernah ada, gambaran seperti ini merupakan dasar perbandingan dengan kekacauan masa sekarang.
Masalah-masalah itu tentunya dapat dibicarakan menurut perspektif humanistik. Ahli ilmu sosial sekarang yang berpegang pada cita-cita suatu ilmu sosial yang bersifat obyektif, analitis, didasarkan pada data empiris, ditunjuk dan diilhami oleh nilai-nilai moral humanistik, setia pada impian "bapak sosiologi itu".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini