Senin, 17 September 2012

Emile Durkheim

Nama : Reza Armanda
            jurnalistik 1A
NIM    : 1112051100005

A.      Kehidupan dan Karya

Emile Durkheim lahir di Lorraine, Prancis, 1858 dan meninggal di Paris 1917. Selamanya hidupnya Emile Durkheim menghasilkan beberapa karya :

·         The Devision of Labour in Society (1893)

·         Rules of Sociology Method (1895)

·         Sucide (1897)

·         The Elementary Forms of Religious Life (1912)

B.       Konsep Dasar Tentang Moderenitas

Respon Durkheim terhadap modernitas terdiri atas dua, yakni :

Durkheim menegaskan bahwa masyarakat modern itu harmonis dan tertib

Durkheim ingin menciptakan suatu ilmu pengetahuan untuk menghasilkan pengetahuan yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita membangun masyarakat yang tertib dan harmonis itu.

C.      Struktur Sosial

Emile Durkheim berpandangan bahwa struktur sosial itu terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai dan melalui sosialisasi kita mempelajari defenisi-defenisi normatif ini, hanya melalui proses ini yang membuat anggota-anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosial mereka.

Bagi Durkheim walaupun kita mungkin menganggap dapat memilih perilaku tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam realitasnya pilihan sebenarnya sudah disediakan oleh sistem nilai dan sistem norma untuk kita.

Durkheim mengungkapkan bahwa pencapaian kehidupan sosial manusia dan eksistensi keteraturan sosial dalam masyarakat yang disebut Solidaritas Sosial, dimantapkan oleh sosialisasi, yang melalui proses tersebut manusia secara kolektif belajar standar-standar atau aturan-aturan perilaku. Hal ini kemudian disebut oleh Durkheim dengan Fakta Sosial.

Fakta Sosial menurut Durkheim berada eksternal (diluar) dan mengendalikan individu-individu. Meski tidak dapat dilihat, struktur aturan-aturan itu nyata bagi individu yang perilakunya ditentukan oleh fakta sosial tersebut. Ini kemudian membuat Durkheim berpendapat bahwa masyarakat memiliki eksistensinya sendiri.

Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :

Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.

Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini.

Secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yakni struktur sosial dan pranata sosial. Sifat dan hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai keluarga, pemerintah, dsb

D.      Bentuk-bentuk Solidaritas

Menurut Durkheim bahwa masalah sentral dari eksistensi sosial adalah masalah keteraturan (bagaimana mencapai solidaritas sosial dalam masyarakat). Masyarakat dengan tipe yang berbeda-beda mencapai solidaritas sosial dengan cara berbeda pula.

Pada masyarakat pra modern (tradisional) dimana manusia hidup dengan cara yang hampir sama satu sama lain, solidaritas dicapai secara kurang lebih otomatis yang kemudian disebut oleh Durkheim dengan Solidaritas Mekanik.

Solidaritas Mekanik adalah hasil dari pembagian kerja yang sederhana. Sangat sedikit peranan untuk dimainkan atau cara hidup pun kurang bervariasi karena kebutuhan para anggota masyarakat dalam memandang dunia juga kurang lebih sama. Mereka memiliki aturan-aturan kolektif yang mengatur bagaimana berperilaku yang harus dipenuhi tanpa kesulitan yang berarti karena kesederhanaanya.

Sementara dalam masyarakat modern memiliki pembagian kerja yang kompleks. Ada beragam peranan dan cara untuk hidup sehingga solidaritas sosial menjadi jauh lebih sulit untuk dicapai. Bagi Durkheim ini adalah bahaya utama dalam moderenitas. Kekuatan yang memisahkan masyarakat begitu besar, sehingga dapat menimbulkan desintegrasi sosial.

Pada masyarakat modern, sifat individualisme cukup tinggi yang disebut oleh Durkheim sebagai Anomi. Kondisi anomi inilah yang selalu mengancam masyarakat modern yang memiliki permasalahan kompleks kecuali potensi anomi tersebut diimbangi oleh kekuatan struktur sosial yang mendorong kohesi dan integrasi, maka solidaritas sosial dan keteraturan sosial dapat diwujudkan.

Akan tetapi dengan dalam kondisi anomi yang selalu mengancam masyarakat modern, Durkheim melihat bahwa masyarakat modern memainkan peranan yang berbeda satu sama lainnya dalam pembagian kerja. Perbedaan peranan inilah yang membuat masing-masing peranan saling membutuhkan dan saling berketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Durkheim menyebut kondisi ini sebagai metafor bagi eksistensi modern.

Agar tetap hidup, kita membutuhkan orang lain, eksistensi kita dan masa depan kita tergantung pada saling ketergantungan kita. Maka menurut Durkheim, masyarakat modern membutuhkan Solidaritas Organis. Dan untuk ini masyarakat harus diajar untuk berpikir dan berperilaku menurut cara-cara yang menjamin saling ketergantungan  ini, baik untuk kebaikannya sendiri dan bagi kebaikan masyarakatnya.

E.       Ilmu Tentang Masyarakat

Perhatiannya terhadap struktur sosial mendorong Durkheim menggunakan ilmu pengetahuan (sains) untuk menjelaskan kehidupan sosial. Metode ilmiah yang dikembangkan kemudian dikenal dengan positivisme. Bagi Durkheim, struktur sosial sama obyektifnya dengan alam itu sendiri.

Menurut Durkheim, sifat struktur diberikan kepada warga masyarakat sejak mereka lahir, sama seperti yang diberikan alam kepada fenomena alam. Masyarakat terdiri dari realitas fakta sosial yang sama bersifat eksternal dan menghambat individu. Kita tidak memilih untuk meyakini sesuatu yang kita yakini kini atau memilih tindakan yang kita ambil sekarang. Aturan-aturan kebudayaan yang sudah ada yang menentukan gagasan dan perilaku kita melalui sosialisasi individu dalam masyarakat.

Jadi sama dengan karakteristik gejala alam yang merupakan produk dari aturan-aturan alam, demikian pula gagasan dan tindakan manusia adalah produk kekuatan sosial eksternal yang membentuk struktur sosial. Sehingga Durkheim mengungkapkan bahwa sosiologi dapat dan harus objektif karena berhubungan dengan realitas yang pasti dan substansil sebagaimana halnya yang dilakukan oleh ahli biologi.

Bagi kaum positivis metode ini meliputi pengamatan empiris, maka dalam sosiologi harus menyandarkan diri pada bukti empiris. Oleh karena perilaku ditentukan oleh oleh struktur sosial eksternal, ketika kita mengkuantifikasi jumlah (insidens) tindakan atau pikiran orang, yang kita dapatkan adalah bukti empiris dari kekuatan sejauh yang memproduksi perilaku dan keyakinan itu. Dengan demikian kita akan membangun ilmu tentang masyarakat yang dapat dijadikan pedoman untuk memahami bagaimana masyarakat diorganisasi, dalam konteks pengetahuan mengenai hukum yang mengatur perilaku sosial.

Dalam masyarakat yang kuat dan tertib, kebebasan individual hanya dapat terjadi apabila keyakinan dan perilaku diatur dengan sebaik-baiknya melalui sosialisasi. Individu patuh kepada masyarakat dan kepatuhan ini adalah kondisi bagi kebebasannya. Bagi manusia, kebebasan berarti terbebas dari pemaksaan fisik yang membabi-buta, kondisi ini dicapai dengan mematuhi kekuatan besar dan cerdas, yakni masyarakat yang dibawah pengaturannya individi berlindung.

F.       Peraturan Metode Sosiologi

Ada lima aturan fundamental dalam metode Durkheim, yakni :

Ø  Mendefenisikan objek yang dikaji secara objektif

Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar kesadaran individu. Defenisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.

Ø  Memilih satu atau beberapa kriteria

Ini dicontohkan oleh Durkheim dalam pembahasan tentang solidaritas sosial yang berbeda-beda atau mencari penyebab bunuh diri dengan menggunakan angka kematian akibat bunuh diri. Akan tetapi harus banyak kriteria yang harus diperhatikan dalam mengajukan analisis tersebut.

Ø  Menjelaskan Kenormalan patologi

Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Jadi kita harus membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis.

Ø  Menjelaskan masalah sosial secara "Sosial"

Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namum juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyais atu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode fungsional.

Ø  Mempergunakan metode komparatif secara sistematis

Hanya komparatif terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan semua studi berakhir menjadi ilmu atau yang biasa disebut oleh Durkheim dengan demonstrasi sosiologis.

G.      Bunuh Diri

Emile Durkheim dalam salah satu studinya mengungkakan pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan individu untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Karena studi ini tidak bisa dilakukan di laboratorium, maka Durkheim mempergunakan berbagai variasi situasi sosial untuk melakukan perbandingan. Durkheim berpedoman pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama (korelasi-korelasi) dengan membangun rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi, Durkheim memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya dalam agama, tingkat pendidikan yang kemudian dibadingkan dengan angka kematian.

Durkheim menemukan bahwa angka bunuh diri laki-laki yang menduda lebih parah dibandingkan status menjanda perempuan. Durkheim juga membantah teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras dan hereditas. Durkheim mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi., yakni :

§  Bunuh diri egoistis

Agama, keluarga dan masyarakat politik merupakan kelompok sosial yang mendefenisikan identitas individu. Ketika semua itu melemah terhadao individu, maka individu kehilangan tempat bernaung dan mundur kearah dirinya sendiri yaitu kepada egonya.

§  Bunuh diri altruistis

Jika integrasi sosial terlalu kuat dan individu terlalu terkungkung, maka bisa saja menghasilkan altruisme intens yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.

§  Bunuh diri anomik

Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi sosial bisa menunjukan adanya defisiensi lewat ekses atau kekurangannya, maka hal yang sama juga terjadi pada peraturan sosial, yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan anomie yaitu desosialisasi ini kemudian memicu bunuh diri anomik.

H.      Sifat dasar religius individu dan masyarakat

Dalam usaha memahami esensi fenomena keagamaan, Durkheim menyimpulkan bahwa agama sesungguhnya adalah masalah sosial. Agama adalah hal paling primitif dari segala fenomena sosial. Semua manifestasi lain dari aktivitas kolektif berasal dari agama dan melalui berbagai transformasi secara berturut-turut, antara lain menyangkut hukum, moral, seni, bentuk politik, dsb.

Dengan menganalisis sistem totem bangsa primitif di Australia, Durkheim menyimpulkan bahwa totem merupakan simbol klan sekaligus simbol ketuhanan. Dengan demikian bukankah Tuhan dan masyarakat itu satu. Apa yang dianggap sakral itu adalah produk dari kelompok. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial nonmaterial.

Bagi Durkheim perilaku masyarakat yang menganggap Tuhan atau menciptakan Dewa sama sekali tidak terlihat lagi kecuali tahun-tahun pertama berkecamuknya revolusi prancis. Agama sendiri cenderung berkembang jika memiliki dogma, simbol, altar dan perayaan-perayaan. Dengan demikian bentuk Tuhan atau dewa tidak terlalu penting, yang penting adalah representasi religius adalah representasi kolektif yang mengungkapkan realitas kolektif, ritus-ritus yang ada didalamnya adalah cara untuk bertindak yang hanya muncul ditengah-tengah kelompok saat berkumpul dan bertujuan untuk membangkitkan, mempertahankan atau membangun kembali berbagai kondisi mental kelompok itu (kesadaran kolektif).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini