Senin, 17 September 2012

Tugas ke-2 / Pemikiran Agama menurut Auguste Comte dan Emil Durkeim / Dewi Utari, KPI - 1E

Pemikiran Agama Menurut  Auguste Comte dan Emil Durkeim
Oleh :
Dewi Utari (1112051000134)
 
1.      Auguste Comte
Auguste Comte, beliau lahir di Montpellier, Prancis, tahun 1798. Keluarganya beragama Katolik dan berdarah bangsawan, tetapi Comte tidak memperlihatkan loyalitasnya. Dia juga mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama tinggal disana. Beliau merupakan "Bapak Sosiologi", yang percaya bahwa sifat dasar suatu organisasi social suatu masyarakat sangat tergantung pada pola-pola berfikir yang dominan serta gaya intelektual masyarakat itu. Dalam perspektif Comte, struktur sosial sangat mencerminkan epistemology yang dominan. Sejalan dengan kondisi ini, Comte percaya bahwa begitu intelek kita bertumbuh dan pengetahuan kita bertambah, masyarakat itu sendiri maju.  .
Pada tahun 1842, beliau membuat enam jilid karya buku besar yang berjudul "Course of Positive Philosophy" yang berisikan tentang strategi pelaksanaan praktis pemikirannya mengenai filsafat politik, serta kepercayaan akan kemajuan yang mantap dari pikiran manusia, dengan janji untuk suatu masyarakat yang lebih cerah dimasa yang akan datang. Kenalan-kenalannya juga berpendapat bahwa usul-usulnya untuk mengatur seluas mungkin segi-segi kehidupan yang tak terbilang jumlahnya terasa memuakkan dan menjijikan.
Namun demikian, gagasan-gagasan pengaturannya yang demikian itu terus dikemukakanya. Pun proyek-proyek penelitian ilmiah harus tunduk pada pengujian apakah menyumbang pada tuuan meningkatnya kebahagian manusia dan cinta atau tidak. Comte menjadikan sedemikian otoriternya, sehingga kelihatannya dia tidak dapat membayangkan suatu masyrakatan"positivitis" yang cerah akan muncul tanpa dia. Ia menyatakan dirinya sebagai "Pendiri Agama Universal, Imam Agung Humanitas", dengan menujukan jalan-jalannya secara sangat terperinci. Beliau sangat mengaharapkan bahwa ahli-ahli sosiologi lainnya dapat mengikuti bimbingan-bimbingannya.
Tetapi kepercayaan ahli-ahli filsafat Pencerahan ini pada kemampuan akal budi manusia untuk mengubah masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah tidak terbatas. Optimisme ini diungkapkan dalam tulisan-tulisan pemikr-pemikir Prancis seperti Condorcet dan Turgot. Sint Simon, pembimbing Comte, memperlihatkan optimism pencerahaan ini, dan Comte sendiri menimba banyak ilmu darinya. Kelompok rasionalis itu memiliki pandangan kedepan tentang suatu masyarakat dimana aristokrasi turun-temurun akan diganti oleh persaman, takhayul dan ketakutan oleh akal budi dan percaya diri, paksaan oleh kerja sama sukarela, dominasi agama.
Meskipun memang tidak mudah peralihan itu terjadi tetapi pintu masuk yang dibuka oleh akal budi manusia serta kemajian ilmu member jaminan bahwa suatu masyarakat ynag baru, yang cerah da lebih manusiawi yang dibangun atas dasar perasamaan  dan kebebasan dapat dicapai. Tradisi-tradisi kuno yang tidak dapat bertahan lagi terhadap ujian-ujian penalaran serta kegunaan akan dicampakkan. Serta hasilnya akan berupa suatu masyarakat yang penalaran akal budinya akan mengahsilkan kerja sama dan dimana takhayul,ketakutan,kebodohan,paksaan,dan konflik akan dilenyapkan. Titik pandangan ini sangat mendasar dalam gagasan-gagasan Comte mengenai kemajuan yang mantap dari positivisme.
 
2.      Emile Durkheim
Emile Durkheim lahir di Alsace, Perancis, Beliau adalah seorang sosiologi teoretis dan praktisi pendidikan. Durkheim adalah orang pertama yang mendapat gelar profesor dibidang pendidikan dan sosiologi. Beliau hanya focus terhadap kesatuan masyarakat. Menurutnya, masyarakat-masyarakat tradisional bersifat kohesif karena setiap orang pada dasarnya sama saja.
Seperti Marx, Durkheim juga disibukkan dengan berbagai perubahan industrial yang menjamah seluruh Eropa. Dia secara khusus focus kepada tedensi industrialism yang memproduksi anomie-suatu kondisi social dimana norma-norma masyarakat berada dalam konflik atau secara keseluruhan hilang. Menurut Durkheim, anomie adalah ancaman khusus yang serius terhadap moralitas. Dia mencatat bahwa di masa lalu agama telah menjadi kekuatan penting yang mengajarkan orang untuk menahan hasrat mereka dan berusaha mencari pahala untuk pencapaian-pencapaian spiritual. Namun demikian industrialisasi telah memerdekakan nafsu tanpa membangun pencegahannya. Tanpa adanya petunjuk social yang kuat bagi perilaku manusia.
Durkheim berpendapat bahwa manusia akan terkatung-katung di masyarakat tanpa mengetahui hakikat sebenarnya mereka. Pendek kata, mereka menjadi anomik.
Durkheim yakin bahwa anomie ini dalah penyebab dari banyak masalah social, dan inilah objek penelitian yang melahirkan bukunya yang terkenal berjudul Suicide. Dalam meneliti isu ini, Durkheim menganalisa bunuh diri dalam ragam kondisi dan diberbagai Negara. Teori ini terbukti pada penelitian Durkheim di Perancis, Italia, Prussia, dan beberapa Negara Eropa yang lain. Menurut Durkheim, alasannya adalah bahwa orang-orang dalam masyarakat agraris dilindungi dari efek-efek desjruktif anomie. Mereka aktivitas di komunitas tradisionalnya dan diikat oleh moral yang telah tertanam dari generasi ke generasi.
 
 
Daftar Pustaka:
 
Razak, Yusron. 2008. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam. Jakarta: Labolatorium Sosiologi Utama.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini