PEMIKIRAN AUGUST COMTE DAN EMILE DURKHEIM TENTANG AGAMA
OLEH : MUHAMMAD ARIF FATHURRAHMAN KPI KELAS 1E
A. Pemikiran August Comte
Sebelum mengetahui apa saja pemikiran comte, alangkah lebih baiknya kita mengetahui sedikit biografi tentang August Comte. August Comte lahir di Mountpelier, Perancis, 18 januari 1978 (Pickering, 1993:7). Orang tuanya berstatus kelas menengah dan ayahnya kemudian menjadi pejabat lokal kantor pajak.
August Comte adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi. Comte juga berjasa dalam menetapkan dasar-dasar sosiologi. Karya Comte dinilai terlalu anarki yang terlalu banyak mencela para pemikir Perancis sehingga terjadi revolusi. Pemikiran Comte cenderung memberantas filsafat-filsafat yang dinilainya negatif. Tetapi tidak pada dua landasan. Pertama, dia berpikir bahwa tidak ada kemungkinan untuk kembali ke masa pertengahan karena kemajuan ilmu dan teknologilah yang tidak memungkinkan untuk kembali ke masa tersebut. Kedua, dia telah mengembangkan sistem teori yang canggih dibandingkan para pendahulkunya sehingga teori tersebut memadai untuk membentuk kajian yang baik dari sosiologi awal.
Comte sama sekali tidak menginginkan perubahan revolusioner karena dia berpikir evolusi masyarakat secara alamiah akan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Revolusi hanya diperlukan untuk membantu proses. Teori yang dikemukakan Comte biasa disebut hukum tiga tingkatan. Menurut dia tidak hanya dunia yang akan mengalami proses perubahan, tetapi juga individu, suatu kelompok, ilmu pengetahuan adan bahkan pemikiran berkembang melalui tiga tahapan. Pertama, tahap teologis terjadi sebelum era 1300 yang dalam pemikirannya lebih menekankan bahwa dunia sosial dan alam keteladanan kemanusiaan menjadi dasar dari segala sesuatu yang ada. Atau pada tahap ini manusia cenderung lebih percaya kepada hal gaib dimana peran otak lebih sedikit daripada hal gaib.
Kedua, tahap metafisik yang terjadi kira-kira antara tahun 1300-1800. Pada tahun ini kemampuan manusia dalam berpikir sudah mulai lebih baik. Hal ini karena manusia sudah mulai berpikir bahwa kekuatan abstraklah yang menerangkan segala sesuatu yang ada, bukannya dewa-dewa personal atau hal gaib. Ketiga, tahap positivistik yang terjadi pada tahun 1800. Pada tahun ini manusia sudah mulai yakin akan ilmu pengetahuan. Manusia lebih banyak melakukan pengamatan terhadap alam fisik dan dunia sosial untuk mengetahui hukum apa saja yang mengaturnya.
Dalam pengembangan teorinya, Comte lebih tidak hanya berpusat pada individu melainkan pada suatu unit atau suatu kesatuan yang lebih besar, seperti misalnya keluarga. Comte terkenal mempunyai daya ingat luar biasa. Berkat daya ingatnya yang seperti fotografi itu dia mampu menceritakan kembali kata-kata yang tertulis di satu halaman buku yang hanya sekali saja dibaca. Kemampuan berkonsentrasinya sedemikian rupa sehingga dia mampu mengungkapkan keseluruhan isi sebuah buku yang akan ditulisnya tanpa harus menulisnya. Kuliahnya seluruhnya disajikan tanpa berbekal catatan. Bila dia duduk untuk menulis buku, dia menuliskan segalanya dari ingatannya (Schweber, 1991:134).
B. Pemikiran Emile Durkheim
Sebelum mengetahui apa saja pemikiran alangkah baiknya kita mengetahui sedikit bbiografi dari Emile Durkheim. Emile Durkheim lahir di Espinal, Perancis, 15 April 1958. Ia keturunban pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta. Tetapi, lketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis.
Hubungan Durkheim dengan pencerahan jauh lebih mendua ketimbang Conte. Dyrkheim dipandang sebagai pewaris tradisi pencerahan karena penekanannya pada sains dan reformasu sosial. Akan tetapi, Durkheim juga dipandang sebagai pewaris tradisi konservatif, khususnya seperti tercermin dalam karya Conte. Perbedaannya adalah Conte berada di luar dunia akademis sedangkan Durkheim mengembangkan basis akademis yang kokoh untuk kemajuan karirnya.
Durkheim membuat beberapa buku yang sangat penting pada saat itu. Diantaranya adalah buku yang berjudul The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim lenih menekankan pada tugas sosiologi yang mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta sosial. Dalam buku selanjutnya yang berjudul The Division of Labor in Society (1893/1964) Durkheim lebih memperhatikan segi analisis yang membuat manusia dikatakan sebagai keadaaan primitif atau modern.
Dan karya yang terakhir yang dibuat Durkheimrms adalah The Elementary Forms of Religious Life (1912/1965), ia memusatkan perhatiannya pada bentuk terakhir dari fakta sosial non material yaitu agama. Dalam karya ini Durkheim membahas masyarakat primitif dalam mencari sebuah agama. Dia beranggapan bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Durkheim yakin bahwa ia dapat lebih baik menemukan akar agama dengan cara membandingkan masyarakat primitif dengan masyarakat modern. Masyarakatlah yang menentukan sesuatu itu bersifat sakral atau profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme.
Dalam agama primitif (totemisme) ini benda-benda seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang dijadikan sebagai Tuhan. Akhirnya Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat dan agama adalah satu dan sama. Agama dalam pandangannya adlah suatu cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial nonmaterial. Durkheim dikenal sebagai seorang reformis yang mencari cara untuk nmeningkatkan fungsi masyarakat. Dalam hal ini, dan dalam hal yang lainnya, Durkheim sejalan dengan sosiolog konservatif Perancis. Fakta bahwa ia menghindari berbagai ekses sosiologi Perancis telah menjadikannya sebagai tokoh terpenting dalam sosiologi Perancis.
Sumber :
Teori Sosiologi Modern,George Ritzer&Douglas J.Goodman ( Jakarta:kencana)hlm.104-107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar