Selasa, 25 September 2012

E.DURKHEIM_QORIBATUL CHOIRIYAH JUR 1B_TUGAS 2

EMILE DURKHEIM (Perancis, 1858-1917)

Oleh :

Qoribatul Choiriyah - Jurnalistik 1 B


B
AB 1

 FAKTA SOSIAL

Durkheim mengembangkan masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi empiris. Dalam The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (forces) (Takla dan pope,1985) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu.
Ia juga menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia juga membedakan antara dua fakta sosial :

1.      Material

2.      nonmaterial

Namun ia lebih tertuju pada fakta sosial nonmaterial (misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrsi, hukum).

Suatu fakta sosial adalah merupakan setiap cara berperilaku, baik yang tetap maupun tidak, yang mampu memberikan tekanan eksternal pada individu, atau setiap cara bertingkah laku yang umum dalam suatu masyarakat, pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada manifestasi individualnya. [1]

Dalam The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta sosial yaitu material dan nonmaterial. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial nonmaterial (misalnya kultur, institusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum).

Durkheim mengemukakan pernyataan yang lebih meyakinkan mengenai hakikat fakta-fakta sosial dan juga menetapkan kriteria metode analisisnya. Hasilnya adalah sebuah statemen terbaik untuk mengungkapkan metode positivistik yang diterapkan di zamannya. Data sosiologi dikatakan sebagai fakta-fakta sosial (social facts). Yaitu "cara bertindak" (ways of acting) apa saja yang mampu "menjalankan pembatas eksternal padd individu".  Masyarakat sacar paling sederhana dipandang oleh Durkheim sebagai kesatuan integral dari fakta-fakta sosial itu.[2]

 


B
AB 2

PEMBAGIAN KERJA (DIVISION OF LABOUR)

The Division of Labour in Society (1893/1964)
, sebenarnya merupakan pembelaan atas modernitas. Dalam buku ini, Durkheim tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai hal apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ikatan utama dalam masyarakat modern adalah pembagian yang ruwet, yang mengikat orang yang satu dengan orang lain dalam hubungan saling tergantung. Tetapi, menurut Durkheim, pembagian kerja dalam masyarakat modern menimbulkan beberapa patologi (pathologies). Dengan kata lain, divisi kerja bukan metode yang memadai yang dapat menyatukan masyarakat. Dalam masyarakat modern, moralitas bersama dapat diperkuat dan karena itu manusia akan dapat menanggulangi penyakit sosial yang mereka alami dengan cara yang lebih baik.

Durkheim berpendapat bahwa surutnya otoritas keyakinan-keyakinan moral tradisional bukanlah indikasi  adanya disintegrasi sosial melainkan perubahan sosial, pergeseran historis dari suatu bentuk tatanan sosial yang didasarkan pada keyakinan bersama dan kontrol komunal yang ketat (solidaritas mekanis) menuju tatanan yang berdasarkan ketergantungan mutual antar-individu yang relatif otonom (solidaritas organis).  Dalam kondisi solidaritas mekanis menurutnya   'individualitas tak berarti " sebab "kesadaran individual ...tergantung pada tipe kolektif dan mengikuti segala geraknya " (hal:130). Sedangkan "solidaritas organis" diciptakan oleh pembagian kerja, dan justru tergantung pada perbedaan individual-perbedaan yang berkembang seiring spesialisi   bidang kerja . Spesialisasi, menurut Durkheim merupakan syarat-syarat  bagi perkembangan perbedaan personal, dan menciptakan wilayah aksi yang tidak tunduk pada kontrol kolektif.  Akan tetapi pada saat yang sama, meningkat pula ketergantungan pada masyarakat, karena dengan adanya spesialisasi bidang keja maka pertukaran pelayanan menjadi masyarakat bagi kelangsungan hidup. [3]

 

 

BAB 3

AGAMA

Dalam bukunya yang berjudul 'Les Formes Elementaires De La Vie Religion' ( bentuk-bentuk awal kehidupan agama), yang diterbitkan dalam bahasa perancis pada tahun 1912. Emile Durkheim melihah bahwa semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sakral dan yang dianggap profan. Durkhein menawarkan definisi agama sebagai berikut 'suatu agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan hal-hal yang dianggap sakral, yaitu hal-hal yang dipisahkan dan dilarang―kepercayaan dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral, yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama yang disebut umat)'. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak ingin terpecah harus memerlukan agama untuk mempersatukan masyarakat tersebut. Walaupun Durkheim sendiri seorang atheis, dalam semua karyanya ia berulang kali menekankan sumbangan positif agama terhadap kesehatan (persatuan) masyarakat.

Durkheim juga mencerna perbedaan tajam antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut sosiologis, religi adalah kolektif sedangkan magi adalah individual (tidak ada umat magi). Ritual religi adalah berkaitan dengan sesuatu yang sakral, sedangkan ritual magi sering kali mengingkari, menolak, memprofankan, malahan meledek yang sakral (lihat Les Formes Elementaires, h.42-45). Dalam religi asal hukuman itu ada dua yaitu :
1. Tuhan atau kekuatan gaib yang diimani
2. Masyarakat
Dalam magi tidak ada konsep dosa, kalau larangan magi (misalnya pantangan) dilanggar, masyarakat tidak peduli, akibat buruk yang dipercayai adalah pribadi saja (Lukes, 1988)
.[4]

 

BAB 4

FUNGSIONALISME

Sebagai ahli waris tradisi pemikiran sosial Perancis, khususnya ajaran organisme yang dilancarkan oleh Comte, tidaklah terlalu mengherankan jika hasil-hasil karya awal Emile Durkheim terpengaruh terminologi organismik. Walaupun dalam bukunya The Division of Labour Durkheim melancarkan kritik terhadap Spencer, namun hasil-hasil karya sesudahnya sangat terpengaruh oleh aliran biologis dalam situasi intelektual abad ke-19. Kecuali itu, asumsi-asumsi dasar Durkheim mencerminkan pokok-pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran organisme. Asumsi dasar itu adalah :
Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian-bagiannya. Masyarakat juga tidak dapat dihabiskan ke dalam bagian-bagiannya. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu keseluruhan.
Bagian-bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi pokok, maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan
Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi, untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis
Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal

Durkheim mengakui analisa yang diperkenalkannya mengandung berbagai bahaya, namun dia memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi kelemahan itu.
Dengan demikian harus dibedakan antara sebab-sebab terjadinya suatu gejala dengan tujuan akhirnya, yaitu fungsinya
.[5]

 

BAB 5

ANOMALI (ANOMI)

Dalam karya Durkheim, Suicide (Bunuh Diri) (1987). Dia membagi bunuh diri menjadi tiga macam :

1.      Alturastik (diman kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok seperti  (misalnya seorang pahlawan perang).

2.      Egoistik (karena adanya kekurangan dalam organisasi sosial berupaya untuk menjauhkan diri dari kelompok tersebut).

3.      Anomanik, dimana penyesuaian diri  masyarakat terganggu (oleh perubahan-perubahan ekonomi, dan bangkit serta jatuhnya suatu kelas ).[6]

Ide tentang anomie itu diperkenalkan sebagai  suatu tandingan tepat atas ide tentang solidaritas sosial. Sementara solidaritas sosial adalah suatu bentuk integrasi ideologi kolektif, anomie adalah bentuk kebingungan, ketidak amanan, "kehampaan norma".

Apabils kondisi masyarakat sudah tidak mempunyai sistem pengaturan utama dan tidak berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya, maka hal demikian membawa kepada kondisi "anomi".  Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme. Fenomena dalam membentuk penyakit masyarakat :

1.      Anomi pada pembagian kerja, seperti kasus krisis industri dimana terjadi permusuhan antara buruh dan pengusaha, sehingga individu terisolasi.

2.      Tingginya intensitas pembagian kerja, sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannya.

3.      Bentuk patologis lainnya yaitu fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh pada sistem.[7]



[1] Soerjono soekanto, mengenal tujuh tokah sosiologi (jakarta : PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2011),  halm. 94

[2] Prof.Dr.Wardi Bachtiar,MA, sosiologi klasik, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006), halm.88-89

[3] Peter Beilharz, teori-teori sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), halm : 106-107

[4] J.DWI NARWOKO dan BAGONG SUYANTO, SOSIOLOGI TEKS PENGANTAR DAN TERAPAN (Jakarta : kencana, 2007), halm.392

[5] Soerjono soekanto, mengenal tujuh tokah sosiologi (jakarta : PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2011)

[6] Prof.Dr.Wardi Bachtiar,MA, sosiologi klasik, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006),  halm 89

[7] Dr. M. Munandar dan Soelaeman, ILMU SOSIAL DASAR Teori &Konsep Ilmu Sosial (Bandung : PT.Refika Aditama 2006), halm.35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini