Selasa, 25 September 2012

E.Durkheim_Rahma Sari JNR 1B_Tugas ke 2

FAKTA SOSIAL

            Durkheim mengembangkan konsep
masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diujinya melalui studi
empiris.DalamThe Rule of sociological
Method (1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah
mempelajari apa yang ia sebut  sebagai
fakta-fakta sosial.Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan(forces) (Takla dan Pope,1985)Dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu.
Dalam bukunya yang bejudul Suicide (1897/1951) Durkheim berpendapat  bahwa ia dapat menghubungkan perilaku
individu seperti bunuh diri itu dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial) maka
ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin
sosiologi.Tetapi,Durkheim tak sampai menguji mengapa individu A atau B melakukan
bunuh diri.Ia  lebih tertarik terhadap
penyebab yang berbeda-beda dalam rata-rata perilaku bunuh diri di kalangan
kelompok,wilayah,Negara,dan di kalangan golongan individu yg berbeda
(misalnya,antara orang yang kawin dan lajang) argumen dasarnya adalah bahwa
sifat dan perubahan fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan rata-rata bunuh
diri.Misalnya,perang atau depresi ekonomi dapat menciptakan perasaan depresi
kolektif yang selanjutnya dapat meningkatkan angka bunuh diri.[1]
Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga macam: (1)
altruistic (di mana kasus bunuh diri terjadi demi kepentingan kelompok
seperti,misalnya,seorang pahlawan perang); (2) egoistic (karena adanya
kekurangan dalam organisasi social dan berupaya untuk menjauhkan diri dari
kelompok itu );dan (3) anomik,di mana penyesuaian diri masyarakat terganggu
(oleh perubahan-perubahan ekonomi,seperti kemakmuran tiba-tiba,depresi
ekonomi,dan bangkit serta jatuhnya suatu kelas sosial).[2]
                Dalam
The Rule of Sociological Method ia membedakan antara dua tipe fakta social:material
(birokrasi,hukum) dan nonmateri (misalnya kultur,institusi sosial).[1]

[1] George
Ritzer & Douglas J.Goodman,Teori
Sosiologi Modern,(Jakarta:Kencana,2010),h.21
[2]
Prof.Dr.Wardi Bachtiar,M.A.,Sosiologi
Klasik,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,cet.1,2006),h.89

PEMBAGIAN KERJA
                Pembagian
kerja semakin berkembang maka individu-individu tidak akan selamanya sama,sebab
pekerjaan mereka mengikuti fungsi spesialis.Tetapi perasaan solidaritas
mengikat sesuai dengan pembagian kerja,yang membawa kepada posisi saling
melengkapi"tidak sama tetapi mirip" yang akan menyebabkan kegiatan
bersama,sumber perasaan solidaritas dari macam-macam perbedaan tertentu.
 Dalam buku Durkheim
yang pertama,The Division of Labour in
Society,ia menjadikan fakta solidaritas sosial sebagai unsur dasar dalam
masyarakat,maka dia membagi masyarakat ke daam dua tipe utama dengan cara
pembagian yang mirip dengan yang dilakukan Tonnies,masyarakat dimana
solidaritas sosialnya bersifat mekanik,berkaitan
dengan pertumbuhan pembagian tenaga,dimana semakin meningkat pembagian
kerja,maka terjadi perubahan struktur sosial dari solidaritas mekanik ke
solidaritas organik.Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran
kolektif bersama,yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan-kepercayaan dan
sentimen-sentimen yang rata-rata ada pada warga masyarakat.
Dan masyarakat dimana solidaritasnya bersifat organik,atau dikarakterisir dengan
spesialisasi,divisi buruh,dan saling ketergantungan.Saling melengkapi satu
dengan lainnya,sehingga pembagian kerja menetapkan bentuk kontrak moral baru
antara individu.Pembagian kerja yang semakin besar,maka saling ketergantungan
semakin besar,karena semakin bertambah spesialisasi kerja.Indikator solidaritas
organik ini adalah ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan
(restitutif).[1,2]
Kedua jenis masyarakat hasil rumusannya itu dianalisis oleh
Durkheim untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana caranya suatu
transformasi solidaritas sosial dapat terjadi serta bagaimana caranya
menentukan keadaan proses transformasi itu.Dia percaya bahwa bila penduduk
berkembang lebih banyak ,maka masyarakat akan lebih kompleks.Pembagian kerja
akan sebanding dengan volume dan kepadatan masyarakat.Lebih dari
itu,pertumbuhan sosial terjadi pula dengan adanya kondensasi
masyarakat.Formasi-formasi demikian menuntut adanya pembagian kerja yang lebih
besar.[1]
Namun,tesis Durkheim yang
menyebutkan bahwa meningkatnya solidaritas berkaitan dengan pembagian kerja,tak
dapat ditemukan kenyataannya dalam masyarakat industrial manapun yang ada.Dalam
hal ini,yang bisa dianggap sebagai kegagalan yang mencolok untuk tetap
konsisten dengan preskripsi metodologisnya sendiri,ia menyatakan bahwa
prakonsepsinya mengenai solidaritas adalah hal yang seharusnya"terwujud oleh
adanya pembagian kerja,dan ia mengklarifikasikan konsekuensi-konsekuensi
aktualnya disini sebagai sesuatu yang "abnormal".[3]

[1]
Prof.Dr.Wardi Bachtiar,M.A,Sosiologi
Klasik,(Bandung;PT.Remaja Rosdakarya,cet.1,2006),hal.87
[2]Dr.M.Munandar-Soelaeman,ILMU SOSIAL DASAR Teori &Konsep Ilmu
Sosial,(Bandung;PT.Refika Aditama,cet.12,2006),hal.34
[3]Peter
Beilharz(Ed.),Teori-Teori Sosial,(Yogyakarta;Pustaka
Pelajar,cet.3,2005),hal.107

AGAMA
            Dalam bukunya yang berjudul Les forms Elementaires De La Vie Religion (bentuk-bentuk
awal kehidupan agama),yang di terbitkan dalam bahasa Perancis  pada tahun 1912,Dalam karya ini  Durkheim membahas masyarakat primitif untuk
menemukan akar agama.Durkheim yakin akan dapat menemukan akar agama dengan
membandingkan masyarakat primitive yang sederhana ketimbang di dalam masyarakat
modern yang kompleks.temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu
sendiri.Masyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan
yang lainnya bersifat profane,khususnya dalam kasus yang disebut totemisme.Dalam
agama primitive (totemisme) ini benda-benda seperti tumbuh-tumbuhan dan
binatang didewakan.Selanjutnya totemisme dilhat sebagai tipe khusus fakta
social nonmaterial,sebagai sebentuk kesadaran kolektif.[1]
Yang sakral adalah hal-hal yang dipisahkan  daripada yang lain dan yang dilarang.Terdapat
benda sakral,tempat sakral,waktu sakral,kata sakral.Sakral bisa mempunyai
konotasi "suci",bisa juga berarti "berbahaya,terlarang".
Durkheim menawarkan definisi agama sebagai berikut : "Suatu
agama adalah sebuah system kepercayaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan
hal-hal yang dianggap sakral,yaitu hal-hal yang dipisahkan dan dilarang-kepercayaan
dan perilaku yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral,yaitu
berdasarkan nilai-nilai bersama,yang disebut umat".Dengan kata lain,masyarakat
yang tidak ingin terpecah memerlukan agama.
Durkheim juga mencerna perbedaan
tajam antara religi dan magi.Namun letak perbedaan itu juga dilihat dari sudut
sosiologis;religi adalah kolektif sedangkan magi individual (tidak ada umat
magi).Ritual religi adalah berkaitan dengan sesuatu yang sakral,sedangkan
ritual magi seringkali mengingkari,menolak,memprofonkan,malahan meledek yang
sakral (Les Formes Elementaires,h.42-45). [2]

[1] ] George
Ritzer & Douglas J.Goodman,Teori
Sosiologi Modern,(Jakarta:Kencana,2010),h.22
[2] J.Dwi
Narwoko-Bagong Suyanto (ed),SOSIOLOGI TEKS
PENGANTAR DAN TERAPAN,(Jakarta;Kencana,2007),hal.246

 
FUNGSIONALISME
            Asumsi asumsi dasar Durkheim mencerminkan
mencerminkan pokok-pokok pikiran mereka yang sangat terpengaruh oleh aliran
organism.Asumsi dasr itu adalah :
A.Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang
berdiri sendiri yang dapat dibedakan dari bagian-bagiannya.masyarakat juga tidak
dapat dihabiskan ke dalam bagian-bagiannya.Masyarakat harus dilihat sebagai
suatu keseluruhan.
B.Bagian-bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi
pokok,maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
C.Kebutuhan pokok suatu sistem social harus dipenuhi,untuk
mencegah terjadinya keadaan abnormal atau patologis.
D.Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu
yang segala sesuatunya akan berfungsi secara normal.
                Durkheim
mengakui analisa yang diperkenalkannya mengandung berbagai bahaya;namun dia
memberikan beberapa alternatif untuk mengatasi kelemahan itu.Pertama-tama dia
menyadari kelemahan analisa teleologis,yakni bahwa berbagai konsekuensi yang
terjadi di masa mendatang  suatu gejala
menjadi penyebab terjadinya gejala tersebut.Dengan demikian harus dibedakan
antara sebab-sebab terjadinya suatu gejala dengan tujuan akhirnya,yaitu
fungsinaya.
                Walaupun
Durkheim memberikan peringatan mengenai kelemahan atau bahayanya mempergunakan
pemikiran teleologis,namun dia mempergunakannya dalam karya-karyanya yang
penting.Dalam karyanya mengenai pembagian kerja,Durkheim senantiasa mengadakan
pembedaan antara sebab dengan fungsinya.Walaupun Durkheim memberikan tekanan
pada keseluruahan sistem social,namun dengan memasukkan asumsi-asumsi
organismik seperti fungsi,kebutuhan,keadaan normal,patologi,dan lain
sebagainya,dia memasukkan konsep-konsep tersebut ke dalam teori-teori sosiologi
selama hamper tiga-perempat abad lamanya.Namun perlu diakui bahwa analisanya
terhadap topik-topik substantive,menyebabkan analisa secara fungsional menjadi
suatu cara yang sangat di sukai para sosiolog selama beberapa generasi.[1]

[1] Soerjono
Soekanto,Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi,(Jakarta:PT.Rajagrafindo
Persada,cet.3,2011),hal.389
 

ANOMI
                Apabila
kondisi masyarakat sudah tidak mempunai sistem pengaturan utama dan tidak
berfungsi lagi dalam membentuk keteraturan dan hubungan harmonisnya,maka hal
demikian membawa kepada kondisi"anomi".Secara subyektif individu mengalami
keadaan tidak pasti,tidak aman,dimana keinginan dan ambisi pribadinya tidak
mungkin untuk dipenuhinya secara realistik,ada perasaan tidak punya arti yang
merasa curiga bahwa hidup ini benar-benar tidak punya tujuan dan tidak punya
arti.Ada tekanan budaya yang kuat pada individualisme.Fenomenanya dalam bentuk penyakit
masyarakat :
1.Anomi pada pembagian
kerja,seperti kasus krisis industry di mana terjadi permusuhan antara buruh
dengan pengusaha,sehingga individu terisolasi.
2.Tingginya intensitas pembagian
kerja,sehingga penempatan individu tidak berdasarkan kemampuannya.
3.Bentuk patologis lainnya yaitu
fungsi tugas tidak dikerjakan secara penuh pada sistem.[1]


Untuk mengatasi krisis
moral,Durkheim sendiri yakin bahwa orang harus membentuk
pengelompokan-pengelompokan professional baru,korporasi baru yang mempertautkan
seluruh pekerjaan yang berkolaborasi dalam sektor kehidupan ekonomi :"Jika
anomie itu sebuah kejahatan,itu semata-mata karena masyarakat memang menderita
dan mereka tidak dapat hidup tanpa kohesi dan keteraturan.Agar anomie bisa
diakhiri,maka harus ada atau harus dibentuk satu kelompok,yang bisa berbentuk
sistem peraturan yang faktanya memang masih kurang memadai.Masyarakat politik
secara keseluruhan ataupun Negara sebenarnya tidak bisa dibangun dari fungsi
ini;kehidupan ekonomi,karena bersifat sangat khusus dan setiap hari mengalami
spesialisasi,mulai terlepas dari kompetensi dan tindakannya.Aktivitas sebuah
profesi hanya bisa diatur secara efektif oleh sebuah kelompok yang cukup dekat
dengan profesi itu,baik untuk mengenali fungsinya,untuk merasakan segala
kebutuhan dan kemampuan untuk mengikuti seluruh variasinya."
Orang boleh saja  meragukan penyelesaiaan ini,yang jadi masalah
hanya:tidak ada perturan ekonomi yang bisa mengarah pada perang sosial dan
kesengsaraan moral,sama seperti tidak adanya peraturan internasional  yang telah memicu perang perang dunia.[2]

            [1] Dr.m.Munandar-soelaeman,Ilmu Sosial Dasar Teori &Konsep Ilmu Sosial,(Bandung:PT.Refika
Aditama,cet.12,2006),hal.35
               [2]Antony Giddens,Daniel
Bell,Michael forse,etc,Sosiologi sejarah
dan Berbagai Pemikirannya,(Perum SBI:Kreasi Wacana,cet.4,2009),hal.52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini