Nama : Nely Lailatul Maghfiroh
NIM : 1112052000013
Kelas : BPI 6
Life Histori Dr. Anis Masykur, MA
Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi kisah tentang sosok yang sangat menginspirasi saya. Karena perjuangan dan tekad kuatnya yang menghantarkannya pada kesuksesan yang sekarang telah tercapai. Nama lengkapnya adalah Anis Masykur. Beliau lahir di Temangung Jawa Tengah pada tanggal 26 Juli 1977 dari pasangan ibu Siti dan bapak Moh. Thobroni. Beliau adalah anak kelima dari enam bersaudara.
Pak Anis menempuh pendidikan SD di MI Gondosuli Temanggung Jawa Tengah. Kemudian melanjutkan pendidikan selanjutnya di MTsN Model Parakan Temanggung. Selanjutnya beliau melanjutkan studinya di MA PK Solo Jawa Tengah dengan mengambil jurusan agama karena sekolah tersebut berfokus pada bidang agama. Seteleh beliau meyelesaikan studinya di MA PK Solo, beliau bertekad melanjutkan studinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada saat itu masih IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau belajar di Fakultas Hukum dan Syar'ah dan memilih prodi Ilmu Hukum. Beliau memasuki jenjang perguruan tinggi pada tahun 1995.
Kisah perjuangan beliau ini dimulai pada saat beliau menempuh pendidikan S1. Saya melakukan wawancara kepada beliau ketika beliau sarapan pagi dikarenakan beliau sangat sibuk. Jadi hanya bisa diwawancarai pada saat sarapan. Awalnya, saya mau wawancara di rumah beliau pada malam hari. Tetapi suasana tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara. Dikarenakan anak-anak beliau sudah menunggu waktu bersama beliau untuk bersantai, bercanda tawa, dan tidur. Dan pada akhirnya saya berkesempatan untuk melakukan wawancara hanya pada saat sarapan pagi. Saya mengawali wawancara saya dengan menanyakan tanggal lahir dan keluarga. Kemudian dilanjutkan pertanyaan perjuangan beliau menuju kesuksesan yang sekarang sudah beliau capai. Saya mendapatkan kesempatan untuk wawancara Cuma 10 menit kemudian saya melanjutkan wawancara kepada istrinya mengenai tempat tinggal beliau setelah menikah.
Pada awal kehidupan perkuliahan setelah diterima di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pak Anis berangkat ke Jakarta hanya bermodal uang yang sangat sedikit, yaitu sebesar Rp.300.000 untuk kelangsungan hidup di Jakarta. Beliau berpikir biaya tersebut tidak akan cukup untuk menanggung biaya sewa kamar kost dan keperluan lainnya. Dan pada akhirnya beliau memutuskan untuk tinggal di suatu masjid, yaitu masjid Alkabadiah yang terletak di Pisangan Barat, Ciputat Timur di daerah kampus 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemilihan masjid sebagai tempat tinggal beliau selain karena alasan ekonomi adalah agar beliau bisa belajar bermasyarakat. Karena beliau lihat pada waktu itu masyarakat di tempat tersebut butuh binaan.
Pak Anis adalah orang yang sangat tekun, ulet, pekerja keras, dan pantang menyerah. Ketika kuliah beliau juga pernah berjualan pakaian untuk menunjang hidup dan studinya agar selesai dan untuk membeli buku-buku penunjang kuliahnya. Beliau mempunyai prinsip bahwa setiap bulan harus bisa beli buku, minimal satu buku bacaan. Jadi, koleksi buku yang beliau miliki hingga saat ini sangat banyak.
Cita-cita pak Anis sangat tinggi dan sangat mulia, yaitu ingin menjadi intelektual muslim. Gagasan atau ide cita-cita ini mulai beliau bangun semenjak tahun ketiga beliau menjadi seorang mahasiswa, yaitu tahun 1997. Pada tahun 1997 beliau merancang desain cita-cita dan desain hidup beliau. Startegi yang beliau laksanakan untuk mencapai kesuksesan yang sekarang beliau capai adalah: yang pertama, seorang yang ingin sukses itu harus tekun, rajin. Pak Anis berkata bahwa beliau itu bukan orang yang pintar, tetapi tekun. Apabila seseorang itu bisa telaten, bisa tekun, itu bisa menggapai apa yang diharapkan. Kedua, hidup itu harus punya visi. Bahwa ternyata hidup itu bisa didesain. Kita ke depan ingin jadi apa. Baru kemudian kita membuat langkah-langkahnya. Ternyata itu kita bisa penuhi dari stage satu ke stage selanjutnya itu bisa terkejar. Mempunyai visi atau punya cita-cita, tujuan itu harus digambarkan. Oleh karena itu beliau mencoba membuat desain atau gambaran rancangan hidup mulai dari tahun 1995. Hampir sebagian desain hidup beliau sudah tercapai pada tahun 1997. Kemudian baru tahun 2002 apa yang sudah didesain sudah terlihat sebagian apa yang didesain. Ketiga, untuk menjaga agar selalu telaten, selalu tekun dan selalu yaitu semua yang dilakukan diniatkan untuk ibadah.
Ketiga strategi tersebut harus ditempuh terus. Tahap demi tahap. Maka beliau membuat cita-cita yang tinggi. Cita-cita beliau bukan bekerja pada suatu instansi, tetapi menjadi intelektual muslim. Dan ternyata tahap-tahapnya sudah tercapai semua. Beliau mengambil definisi intelektual atau cendekiawan muslim dari Bj Habibi yang mendefinisikan cendekiawan adalah orang yang Care terhadap lingkungan. Dari definisi tersebut, beliau mendefinisikannya ke dalam tiga ranah. Pertama, Ranah akademik. Pada ranah akademik ini ditempuh melalui jalur pendidikan. Apa yang dilakukan di akademik adalah belajar terus, rajin, tekun, ulet sesuai dengan misinya. Kedua, ranah pemberdayaan masyarakat dengan cara terjun di masyarakat, belajar bermasyarakat, mengajari masyarakat dan jua melalui LSM. Ketiga, ranah pencitraan melalui media. Pencitraan dilakukan dengan melakukan artikulasi gagasan dalam tulisan
Ketika menerapkan ketiga strategi di atas, terdapat juga hambatan-hambatan yang di alami oleh bapak Anis, seperti hambatan keuangan. Tetapi keuangan tidak menjadi masalah kalau kita bisa mengaturnya, apakah dengan meminjam ke teman atau kepada siapa. Dan meminjam tidak harus menjadi sebuah kebiasaan. Hidup masalah uang itu sering teratasi karena beliau sering menulis di surat kabar dan media tulis lainnya. Karena setiap tulisan dimuat pada waktu itu mendapat honor Rp. 250.000,-. Sepanjang hidupnya nyaris tidak pernah kelaparan atau tidak makan, kecuali kalau sedang berpuasa. Beliau selalu rutin berpuasa sunah senin dan amis.
Bapak Anis juga mempunyai jargon bahwa salah jurusan bukan berarti salah masa depan. Pemilihan rodi pada saat memasuki perguruan tinggi bukan termasuk rancangan dari desain hidup beliau. Karena pada saat itu belum memikirkan hal tersebut dan belum membuat desain hidup. Intinya, jurusan tidak menentukan masa depan. Tetapi masa depan ditentukan oleh ketekunan dan keuletan dalam hidup dan dalam belajar. Beliau menyelesaikan studi S1 dan diwisuda oleh rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2000.
Pada tahun 1997 bapak Anis mulai menulis dan mengirimkannya ke media surat kabar. Setelah diwisuda, beliau langsung bekerja di LSM di lembaga advokasi masyarakat. Pada saat itu juga beliau masih tinggal di masjid Alkabadiah sampai beliau dipercaya menjadi asisten dosen. Beliau belajar mengendalikan, mempengaruhi, dan belajar dengan masyarakat. Bahkan pernah konflik dengan masyarakat tetapi itu bisa diselesaikan. Itu adalah bagian dari pengalaman besar dalam hidup bapak Anis.
Pada tahun 2000 itu juga merupakan puncak pencitraan dari intelektual muslim, yaitu beliau bisa menulis buku dan diterbitkan secara nasional dan itu bisa menghasilkan royalti dan kemapanan hidup. Pada tahun 2004 ternyata aktualisasi intelektual muslim itu terjawab ketika menjadi dosen di perguruan tinggi mulai tahun 2002 menjadi dosen di UIN Jakarta. Itu sebagian rancangan hidup sudah tercapai. Beliau menjadi dosen di UIN selama tiga semester. Dosen di Fakultas Hukum dan Syari'ah untuk mata politik pemikiran islam. Kemudian ketika di tengah-tengah mengajar, beliau menjadi dosen negeri. Kemudian beliau ditugaskan untuk mengajar di Samarinda karena status dosen negeri. Ketika di Samarinda kendalanya mengembangkan potensi menulis karena keterbatasan sarana. Beliau berangkat ke Samarinda pada tahun 2004.
Saya juga menanyakan, kenapa tiba-tiba bapak Anis bekerja di Kementrian Agama pusat? sedangkan beliau pada waktu itu masih mengajar di Samarinda. Beliau berkata bahwasanya ketika saya masih mengajar, orang-orang atau pejabat Kementrian Agama pusat melihat prestasi yang sudah dicapai saya dan juga kompetensi saya. Dan mereka meminta saya untuk bergabung di Kementrian Agama pusat. sehingga status tugas saya di Samarinda di cabut dan saya langsung ke Jakarta untuk bergabung di Kementrian Agama pusat pada tahun 2011. Hal ini tidak masuk dalam desain hidup saya, tetapi mengalir apa adanya.
Saat ini beliau sudah menikah dengan seorang wanita yang bernama Ela Latifah, yang juga alumi UIN Jakarta program studi Manajemen Dakwah (MD). Beliau dipertemukan oleh istrinya ketika beliau dpercaya menjadi kepala sekolah dan pengelola TPA Alkabadiah dan istrinya menjadi salah satu pengajar di TPA tersebut. Dan sekarang beliau dikaruniai empat orang anak. Tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan. Beliau tinggal di kelurahan Bojongsari Baru kecamatan Sawangan Depok.
Karir beliau saat ini menjabat sebagai Kasi Pembinaan Kelembagaan di Kementrian Agama RI bagian Direktorat Pendidikan Tinggi Islam. Dan juga sebagai dosen di STAI ALHIKMAH Cilandak Jakarta Selatan. Aktivitas beliau setiap hari Senin sampai Jum'at di kantor Kementrian Agama RI dan setiap hari Sabtu dan Minggu mengajar di STAI Alhikmah. Salah satu karya tulisan beliau adalah buku "Doa Ajaran Ilahi Kumpulan Doa dalam Al-Quran beserta Tafsirnya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar