Senin, 24 September 2012

TEORI KONFLIK

TEORI KONFLIK MENURUT KARL MARX
Oleh : Nur halimah (PMI3)
Tugas II
Dalam paradigma fakta sosial salah satu varian teorinya adalah Teori Konflik. Teori konflik dengan tokoh utamanya adalah Rapl Dahrendorf dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung terhadap teori fungsionalisme. Teori ini  muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalme struktural yang kurang memeperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Namun teori yang akan dipaparkan lebih lanjut mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dai masa-masa kemudian.
Menurut Karl Marx Teori konflik adalah salah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian dan komponen-komponen yang mempunyai kepantingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya masing-masing.
Pada dasarnya pandangan teori konflik tentang  masyarakat tidak jauh berbeda dengan teori fungsionalisme karena keduanya sama-sama memandang mayarakat adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian. Perbedaannya terletak pada asumsi mereka tentang elemen-elemen pembentuk masyarakat itu sendiri, dimana menurut teori fungsionalisme elemen-elemen tersebut akan selalu fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan akan dapat berjalan secara normal tanpa ada konflik. Sedangkan menurut teori konflik sendiri adalah elemen-elemen itu mempunyai kepentingan  yang berebeda-beda sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna memperolah kepentingan sebesar-besarnya.
Dalam teori  konflik masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya, teori ini juga melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Dengan demikian teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah di sebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.
Konflik sosial dalam kamus sosiologi (soerjono,1993 : 100) diartikan sebagai:
1)      Pertentangan sosial yang bertujuan untuk menguasai atau menghancurkan pihak lain.
2)      Kegiatan dari suatu kelompok yang menghalangi atau menghancurkan kelompok lain, walaupun hal itu bukan menjadi tujuan utama.
Menurut Karl Marx hakekat kenyataan sosial adalah konflik dan kenyataan sosial itu sendiri bisa ditemukan dimana-mana. Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, seperti kebencian dan permusuhan. Konflik juga dapat terjadi di lingkungan kecil seperti individu ataupun lingkungan luas seperti masyarakat. Pada tarap individu konflik timbul lebih kepada pertentangan, ketidakpastian atau emosi dan dorongan yang antagonistik di dalam dirinya. sedangkan pada tarap masyarakat konflik bersumber pada perbedaan antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok satu dengan yang lainnya. Bagi Marx konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Biasanya konflik terjadi karena perebutan sumber daya, baik sumber daya politik, sosial, ekonimi, atau simbolik. Dengan demikian Karl Marx membagi kelas masyarakat menjadi tiga, diantaranya:
1)      Kelas elit (Bourjois)
2)      Kelas menengah
3)      Kelas bawah (proletar)
Kelas bourjois biasanya ditempati oleh elit-elit bisnis dan politik yang selalu berpikir untuk mempertahankan kekuasaannya. Sedangkan kelas menengah biasanya ditempati oleh kaum-kaum propesional yang dikenal dengan julukan anti konflik. Sedangkan kelas proletar itu sendiri biasanya ditempati oleh para buruh, kariawan, dan petani yang mana mereka selalu berpikir untuk bersaing  lawan yang di sampingnya dan mengalahkan orang-orang yang ada di atasnya. Sebagai contoh misalnya, masyarakat modern berpikir bahwa orang-orang yang tinggal di wilayah-wilayah kumuh disebabkan oleh ketidak mampuan mereka untuk membeli  atau menyewa rumah yang lebih layak. Menurut mereka itu semua salah mereka sendiri. Orang lain tidak mungkin membangun rumah untuk orang-orang seperti itu, kecuali hal tersebut akan mendatangkan keuntungan untuk mereka. Demikian pula orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan di anggap mereka tidak mempunyai keahlian sehingga ia tidak dapat dipekerjakan, itu salah mereka sendiri. Namun menurut Marx, pola pikir seperti itu sangat dipengaruhi oleh paham kapitalisme. Padahal menurutnya kebenaran atas argumen tersebut bisa dipertanyakan. Kehidupan kumuh atau tidak mempunyai pekerjaaan bukan semata-mata disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri melaikan karena sistem ekonimi yang menguntungkan para meilik modal atau kaum bourjois. Marx menyebut konsep atau pemikiran ini sebagai kesadaran palsu. Kesadaran palsu ini seolah-olah membenarkan anggapan bahwa problem-problem sosial disebabkan oleh kesalahan individual  bukan karena sistem ekonomi yang lebih mencari keuntungan untuk para memilik modal. Pada kenyataannya kebanyakan masyarakat hidup dalam kesadaran palsu ini. Oleh karena itu mereka tidak bisa keluar dari problem-problem sosial yang mereka alami.
            Menurut Marx satu-satunya cara yang ditempuh untuk mengatasi hal tersebut atau membuat masyarakat keluar dari sistem kapitalis yang tidak adil adalah dengan melakukan revolusi. Namun revolusi bisa terjadi jika dua hal. Yaitu pertama, kaum proletar harus menyadari dirinya adalah orang yang tertindas. Karena kesadaran menjadi sangat penting untuk menciptakan perubahan. Kedua adalah mereka harus mengelompokkan diri dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi buruh. Secara individual, buruh sulit memperjuangkan perbaikan nasibnya.tetapi melalui organisasi mereka bisa memperjuangkan tuntutannya. Marx menyadari bahwa betapa sulitnya memperoleh tingkat kesadaran yang diinginkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini