Senin, 17 Desember 2012

Arie Permana_Lap6_PengusuranPedagangStasiunKA

Pertentangan sosial : Studi kasus penggusuran pedagang stasiun
Nama              : Arie Permana (1112051100012)
Jurusan          : Jurnalistik 1A
 
1.      Latar belakang
Masyarakat majemuk adalah kondisi alamiah yang eksis dalam setiap konteks wilayah negara bangsa di dunia walaupun tidak setiap negara bangsa memiliki kemajemukan, dan tingkat kemajemukan yang berbeda. Masyarakat majemuk disusun oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial dan berbagai kelompok sosial yang mendefinisikan diri secara unik dan berbeda dari kelompok lain. Hal penting yang muncul dalam pemikiran sosiologis terhadap adanya masyarakat majemuk adalah konsekuensi-konsekuensi terhadap beberapa hal penting kehidupan sosial. Secara umum dari semua konsekuensi tersebut, konsekuensi masyarakat majemuk adalah konflik sosial.
Sebelum dan setelah berdirinya negara modern Indonesia, masyarakat majemuk Indonesia tidak pernah kosong dari peristiwa-peristiwa konflik, baik konflik kekuasaan, konflik antarkelompok kepentingan, dan kelompok identitas etnis keagamaan. Sebut saja konflik etnis keagamaan di Ambon Maluku pada tahun 1999-2003 dan Poso pada tahun 2000-an, konflik antar-etnis di Papua, dan konflik politik pada berbagai pilkada di tanah air. Tidak ketinggalan, konflik kepentingan pada penggusuran puluhan pedagang stasuin KA di Jabotabek belum lama ini.
 
2.      Pertanyaan pokok
-          Kepentingan apakah yang melatarbelakangi penggusuran pedagang ini ?
 
3.      Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, guna mendapatkan informasi secara mendalam tentang penggusuran pedagang ini.
Waktu              : Sabtu & Minggu
Pukul                : 09.00-10.00 WIB
Tempat             : Kantor KS Stasiun Depok Lama & Kp. Belimbing sawah RT 05/03 No.16, Depok.
 
4.      Gambaran tokoh
Penulis mewawacarai dua orang narasumber dalam penelitian kali ini. Salah satu perwakilan dari pihak yang terlibat konflik ini yaitu kepala stasiun KA Depok lama yang baru bernama Pak Dwi serta dari pihak yang lain ada Pak Kemi selaku perwakilan pedagang stasiun.
 
5.      Analisis
Belum lama ini di media televisi tersiar kabar bahwa para pedagang di stasiun-stasiun di daerah Jabodetabek digusur dari tempat mereka mencari nafkah. Terlebih, aksi ricuh pun mewarnai aksi penggusuran pedagang yang dilakukan oleh pihak PT KAI tersebut, seperti saat penggusuran di stasiun Depok Baru. Belum lagi aksi demo para mahasiswa Universitas Indonesia yang menolak penggusuran pedagang di stasiun UI. Sementara, untuk saat ini para pedagang di 3 stasiun KA saja yang baru berhasil digusur.
Stasiun KA Depok Lama pun tak luput dari kegiatan tersebut. Belakangan, diketahui para pedagang yang berjualan di atas stasiun saat ini dilarang melakukan kegiatan jual beli yang sudah biasa mereka lakukan. Menurut penuturan kepala stasiun KA Depok lama yaitu Pak Dwi, penggusuran yang berlaku di setiap stasiun tersebut dilakukan untuk memberikan kenyamanan pelayanan bagi pengguna kereta api. Menurut beliau para pedagang tersebut sangat menggangu para penumpang KA yang sedang menunggu kereta karena para pedagang tersebut membuka lapak di dekat tempat duduk penumpang.
Selain hal tersebut, beliau menambahkan bahwa dengan adanya pedagang tersebut, stasiun KA jadi terlihat kumuh dan tidak indah. Karena jumlah pengguna kereta api semakin banyak setiap harinya maka perlu adanya peningkatan pelayanan kepada publik, salah satunya dengan penggusuran para pedagang ini.
Lain hal dengan Pak Dwi, seorang pedagang bernama Pak Kemi manjelaskan bahwa, penggusuran pedagang tersebut adalah hal yang tidak adil. Karena menurut beliau, kalau para pedagang di lingkungan stasiun digusur, seharusnya toko waralaba yang berdiri di setiap stasiun pun juga harus ikut digusur. Tetapi untuk saat ini, toko waralaba masih tetap berdiri di setiap stasiun yang sudah bersih dari pedagang. Hal ini menyebabkan kecemburuan sosial, yang berdampak pada persepsi bahwa penggusuran para pedagang tersebut akibat kepentingan ekonomi kapitalis toko waralaba tersebut.
Jika dianggap menggangu para penumpang, lain hal dengan pandangan para pedagang. Pak Kemi beranggapan bahwa para pedagang sangatlah bermanfaat bagi para penumpang. Contohnya, kalau ada panumpang yang pulang kerja tidak sempat belanja, jadi lebih praktis mencari barang kebutuhan di para pedagang stasiun setelah turun dari kereta. Karena hampir setiap barang ada di pedagang stasiun, sebut saja, aksesoris selular, makanan dan minuman, kaset musik dan video, parfum, pakaian, dan lain sebagainya.
Pak Kemi juga menambahkan kalupun tidak boleh berjualan di lingkungan stasiun, beliau meminta pengaturan para pedagang tersebut dengan cara damai bukan dengan cara premanisme yang sudah terlanjur terjadi di tiga stasiun KA. Jadi, para pedagang bisa tetap berjualan dan kegiatan toko waralaba tetap berjalan sehingga terjadi kestabilan sosial bukan mementingkan kepentingan kapitalis yang bisa berdampak pada kerusuhan. Beliau menambahkan lagi, dengan adanya para pedagang di stasiun, tindak kejahatan dan tawuran pelajar yang kerap kali beraksi di kereta dan stasiun dapat dikurangi.
 
6.      Daftar pustaka
Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana Media Grup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini