Selasa, 09 Oktober 2012

PERJUANGAN PEDAGANG KAKI LIMA PASAR SERPONG DALAM MENGHADAPI PETUGAS KETERTIBAN


PROPOSAL
PERJUANGAN PEDAGANG KAKI LIMA PASAR SERPONG  DALAM MENGHADAPI PETUGAS KETERTIBAN

 Nur halimah (111105400005) Kaki Lima

 BAB I
PENDAHULIAN
A.    Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar adalah sentral dari perekonomian di Indonesia, semua kegiatan ekonomi banyak dilakukan di pasar. Dalam kondisi saat ini pula pasar menjadi  salah satu tempat yang dicari orang untuk mencari nafkah. Namun kegiatan ekonomi di pasar tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama pasar, yaitu menciptakan suasana yang aman serta nyaman dalam proses jual beli, sehingga proses jual beli yang di lakukan sesuai dengan peraturan negara ataupun agama. Tidak hanya itu diharapkan antara penjual dan pembeli merasa nyaman dengan  tempat dan kondisi ketika melakukan trasaksi jual beli.

Dalam berbagai segi salah satu aspek pembangunan yang kurang memperoleh perhatian dari pemerintah, yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pemerataan dan dalam skala mikro untuk masyarakat pedesaan dan kalangan rakyat miskin lainnya. Salah satunya adalah dengan konsen terhadap pembangunan ekonomi komunitas pekerja informal, dalam hal ini  Pedangan Kaki Lima (PKL) sebagai komunitas yang termarginalkan secara ekonomi, sosial dan politik bahkan secara spiritual keagamaan.
 Sebagai bagian dari faktor pendorong daya beli masyarakat, sektor informal seprti PKL merupakan jembatan bagi kebutuhan  masyarakat menengah ke bawah. Model transaksi yang cair, keberagaman barang yang dijual dengan harga semiring mungkin dapat dinikmati di pasar dan menjadi daya tarik masyarakat untuk membeli. Namun anggapan bahwa  adanya PKL sebagai faktor kemacetan dan kekumuhan kota, seakan-akan melupakan bahwa sektor informal seprti PKL adalah salah satu pilar pertahanan ekonomi rakyat pada saat krisis moneter menimpa Indonesia pada tahun 1997.
Hingga saat ini sektor informal seperti PKL faktanya telah menyerap ribuan bahkan jutaan tenaga kerja mandiri secara modal maupun kelembagaan. Melihat dari peranannya tersebut seyogyanya-lah PKL perlu diperhatikan. Dimana keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pasar Serpong menghadapi berbagai kendala, diantaranya belum adanya kebijakan yang memihak kepada mereka, dalam hal ini belum adanya peraturan daerah yang mengatur secara tegas dan propesional tentang keberadaan serta pengelolaan PKL di pasar Serpong. Selain itu stigma negatif pada PKL bahwa merekalah penyebab kemacetan dan kekumuhan. Serta tidak adanya jaminan terhadap PKL ketika mereka terancam oleh adanya ketertiban petugas yang sangat merugikan bagi PKL tersebut. Yang menjadi permasalahan bagi PKL adalah kurangnya modal serta pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Namun disisi lain PKL mempunyai potensi yang harus diperhitungakan diantaranya mengurangi jumlah pengangguran, serta memberikan manfaat kepada masyarakat berupa kemudahan dalam transaksi jual beli dengan beragam pilihan yang banyak. Tidak hanya itu persoalan mencari nafkah yang menjadi proritas utama bagi  PKL adalah berdagang dengan rasa aman.
Dari berbagai permasalahan, potensi, dan manfaat dari seorang PKL sudah jelas bahwa disinilah sumbangsih seorang pengembang masyarakat (Development) dalam mengapresiasikan kepada rilnya kehidupan di sekitarnya  dengan apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Urgensi dari sosiologi perkotaan itu sendiri, bagaimana kita mengalokasikan kesetaraan masyarakat yang tidak hanya berpusat pada sentral kota saja. Dimana orang-orang desa  berbondong- bondong pergi ke kota demi memenuhi kebutuhan ekonominya tanpa memperhatikan pengetahuan serta skil yang memadai sehingga mereka terjerumus pada sektor wilayah perekonomian informal, yaitu salah satunya  Pedagang Kaki lima (PKL).
B.     Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul yang telah diajukan di atas berikut dengan latar belakang pengambilannya, maka dalam penelitian ini penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pasar?
2.      Apa faktor utama yang membuat pedagang kaki lima yang  bersikukuh mempertahankan keberadaannya, dengan stigma negatif yang melekat pada mereka tentang anggapan bahwa merekalah yang menyebabkan kemacetan dan kekumuhan kota?
3.      Bagaimana seorang development menilai dan menangani masalah tersebut?
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan mengenalkan sejauh mana kita mengetahui sektor pasar yang sesungguhnya.
2.      Mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan para pedagang kaki lima sanggup bertahan meskipun sudah berulang kali mendapat peringatan bahkan sampai mendapatkan banyak kerugian akibat pemerataan ketertiban pasar oleh petugas.
3.      Mengaktualisasikan sebuah teori yang sudah di pelajari pada realita yang ada di masyarakat, salah satunya pedagang kaki lima ini.
D.    Metodologi Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang penulis pilih untuk penelitian adalah pasar tradisional Serpong Tangerang selatan yang semakin hari tingkat kepadatan pedagang kaki limanya selalu meningkat.
2.      Waktu Penelitian
Sesuai dengan waktu yang sudah disepakati bersama dosen bahwa penelitian akan dilaksanakan setelah Ujian Tengah Semester (UTS) Sosiologi Perkotaan.
3.      Teknik Pengambilan Data
a.       Pengambilan data
Metode pengambilan data berguna untuk menginventarisir semua data yang diperlukan. Dalam pengambilan data yang dibutuhkan penulis menggunakan librari research.
b.      Obserpasi dan wawancara
Bertujuan untuk lebih mengetahui secara mendalam objek penelitian.
E.     Tinjauan Teoritis
1.         Teori Fungsional
Menurut Emiel Durkheim Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Dalam hal ini dapat direalisasikan dalam pola pikir para pedagang kaki lima yang berpikir bahwasanya bagaimana mereka dapat bertahan hidup dengan keberadaan mereka sebagai pedagang kaki lima, yang sebenarnya tidak menjamin kesejahteraan untuk mereka, apalagi ditambah dengan masalah tempat dan pasilitas yang tidak memadai dan kurang diperhatikan oleh pemerintah setempat.
Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Mengapa penulis menggunakan teori fungsional,  Durkheim berpikir bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Setiap orang melakukan sebuah perubahan tentunya untuk mencapai tujuan yang utama diantaranya mendapatkan suatu kesejahteraan serta keteraturan dalam kehidupan sosialnya dengan sebaik mungkin.
 Namun, bagaimana seseorang melakukan sebuah perubahan atau modernisasi? teori ini lebih dominan pada cara mempertahankan kebudayaan yang sudah melekat untuk menjadi senjata atau alat modernisasi. Begitu juga pedagang kaki lima bahwasanya berdagang merupakan tonggak dari sejarah perjalanan Rasulullah secara agama, dan secara pandangan umum berdagang merupakan tolak ukur seseorang mencapai keuntungan sebesar-besarnya demi mencapai suatu kesejahteraan ekonomi.
Perjuangan seorang pedagang kaki lima tidaklah mudah, berdagang kadang dalam keadaan terancan, tidak nyaman dengan adanya pentertiban petugas. Bukan ingin mereka berdagang di kaki lima pinggir jalan, namun tidak adanya kebijakan yang menyediakan tempat yang sesuai dengan kantong mereka, dengan penghasilan mereka. Sering kali dikeluhkan para pedagang kaki lima adalah membayar sewa tempat yang tidak sesuai dengan pengahasilan yang mereka dapatkan, karena itu mengapa mereka tetap bersikukuh tetap berada di tempat yang tidak menjamin kemanaannya. Karena itu adalah sikap pertahanan mereka untuk dapat menyambung hidup dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan demikian ketika seorang melakukan sebuah perubahan tidak salahnya selalu mencoba dari hal kecil.
F.     Penutup
Bahwasanya dari uraian di atas dapat penulis simpulkan, penelitian mengenai pedagang kaki lima mempunyai banyak makna, yaitu:
1.      Bagaimana selama ini kita memaknai seorang pegadang?
Dan ternyata bukan hanya tujuan ekonomi mereka berdagang, tetapi bagaimana mereka memaknai berdagang sebagai suatu kegiatan pertahanan untuk mencapai modernisasi yang d inginkan melalui teknik berdagang  yang sesuai dengan agama dan negara.
2.      Konsentrasi pemerintah terhadap kebijakan pedagang kaki lima sangatlah kurang efisien.
3.      Teori Emile Durkheim dapat menberi pencerahan terhadap perubahan sosial yang kurang berkembang.
Dengan demikian apa yang penulis tulis merupakan hasil pemikiran sendiri dan data-data yang bersangkutan tentunya. pastinya  akan banyak terdapat kesalahan,  mudah-mudahan bisa diperbaiki kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini