Minggu, 16 September 2012

Pemikiran August Comte dan Emil Durkheim Tentang Agama NIRMA SUGIARTI KPI 1E TUGAS 2

1.      Agama menurut August Comte
 
Pendobrakan  besar-besaran dilakukan Comte terhadap realitas sosial yang terus mencoba menghegemoni umat manusia pada zamannya melalui institusi gereja, hal yang kudus dan ketabuan yang dibuat oleh manusia (khususnya, pastur/pendeta/pemuka agama) mendapatkan kritik keras karena menjajakan doktrin, dogma dan  melakukan pembodohan yang berakibat, yang kaya tetap kaya lalu yang miskin akan tetap miskin.
Comte yang telah meyakini ilmu pengetahuan yang ditebarkannya mencoba mensinkronisasikan altruisma unsur kebudayaan teologis, dimana konsensus sosial dan disiplin merupakan landasannya atas aktivitas sehari-hari umat manusia. Begitupun kesatuan organis terkecil di masyarakat, amat mempengaruhi Comte sebagai institusi yang dapat meradiasi pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam pembentukan sosial orde pada masyarakat luas. Comte mulai merilis suatu pola dan bentuk penyebaran dari satu sosial orde yang sangat mempengaruhi umat idealisasinya berbentuk agama yang dapat dikatakan sekuler dan lengkap bersama ritus, hari rayanya, pemuka agama serta lambangnya, dilengkapi oleh Comte. Agama gaya baru ini dinamakan agama humanitas, dimaksudkan untuk memberikan cinta yang lebih terhadap manusia-manusia yang menghasilkan karya dalam sejarah perkembangan manusia. manusia, Comte menciptakan agama baru yang sesuai dengan idealismenya.
Menurut Comte manusianlah yang kudus dan sakral, bukanlah Allah karena banyak penjelasan dalam agama konvensional yang bersifat abstrak dan spekulatif, hanya memberi impian. Institusi agamapun hanya menjadi alat propaganda kepentingan politik dari kekuatan politik tertentu.
Permasalahan pemujaan Comte, terhadap perempuan diadopsi dari rentang sejarah ceritra bunda Maria, bukan karena adanya penolakan perasaan cintanya dari Clotilde de Vaux. Dalam hal ini Comte dapat juga dikatakan mengadakan sublimasi terhadap obsesinya, yaitu kebebasan berpikirnya atas idealismenya agar dapat menyiasati secara strategis. Menciptakan masyarakat positivis di masa depan, dalam kontekstual hubungan seks antara pria dan perempuan tidak perlu ada lagi dan "kelahiran manusia-manusia baru akan keluar dengan sendirinya dari kaum perempuan". Di era sekarang hal tersebut merupakan pemandangan umum, perkembangan reproduksi melalui tekhnologi kedokteran telah berhasil mengaktualisasikan ide tersebut.
Comte telah menciptakan suatu kristianitas yang baru berdasarkan dirinya sendiri. Ia membagi kedalam 3 agama:
       1. Agama yang pertama adalah penghormatan atas alam. Semua adalah Tuhan
2. Agama yang kedua adalah penyembahan terhadap kaidah moral sebagai kekuasaan.
3. Agama yang ketiga adalah kekuasaan yang tidak terbatas yang terungkap dalam alam yang merupakan sumber dan akhir dari cita moral. Moralitas adalah hakikat dari benda-benda
 
 
2.      Agama menurut E. Durkheim
Dalam bukunya yang berjudul Les Formes Elementaires  De La Vie Religion (bentuk-bentuk awal kehidupan agama), Emil Durkheim melihat bahwa semua agama membedakan antara hal-hal yang dianggap sacral dan yang diangkat profan. Yang sakral adalah hal-hal yang dipisahkan daripada yang lain dan yang dilarang. Sedangkan hal-hal yang tidak bersangkutan dengan religi atau agama yaitu yang bersifat profan. Durkheim menawarkan devinisi agama yang berbunyi: " Suatu agama adalah sebuah system kepercayaan dan tingkah laku yang dianggap sacral yaitu hal-hal yang terpisah dan dilarang, keyakinan-keyakinan yang mempersatukan semua penganutnya menjadi satu komunitas moral yaitu berdasarkan nilai-nilai bersama, yang disebut umat". Dengan kata lain , masyarakat yang tidak ingin terpisah memerlukan agama. Walaupun Durkheim seorang atheis, dalam semua karya nya ia berulang kali menekankan sumbangan positif agama terhadap kesehatan masyarakat.
Durkheim mencerna perbedaan antara religi dan magi. Namun letak perbedaan itu juga dapat dilihat dari sudut sosiologis; religi adalah korektif sedangkan magi adalah individual. Ritual religi adalah berkaitan dengan sesuatu yang sacral, sedangkan ritual magi sering kali mengingkari, menolak, malahan meledek yang sacral. Melanggar larangan religious maupun magi menyebabkan hukuman; Namun dalam hal magi hukuman itu menyusul otomatis dan tidak ditambah dengan hukuman dari masyarakat.Dalam religi ada dua macam hukuman yaitu oleh Tuhan atau kekuatan gaib yang diimani, dan oleh masyarakat. Dalam magi tidak ada konsepsi dosa ; kalau laragan magi ( misalnya pantangan ) dilanggar, masyarakat tidak peduli ; akibat buruk yang dipercayai adalah pribadi saja.

sumber : Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. J.Dwi Narwoko-Bagong Suyanto
                Sejarah Teori Antropologi 1. Koentjaraningrat
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini