Nama : Fevi Saleha
Kelas : PMI 3A
NIM : 11111054000024
Pelajaran : Sosiologi Perkotaan
Judul : Fungsionalisme Menurut Emile Durkheim
Fungsionalisme adalah sebuah sudut pandang yang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang sangat berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dan elemen konstitunya terutama norma, adat, tradisi dan institusi.[1]
Fungsionalisme yang berasal dari kata " fungsi". Fungsi biasanya digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, serta menunjukan kepada berbagai aktivitas manusia dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Menurut Michael J. jucius (dalam soesanto,1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oeh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang yang diinginkan.[2]
Emile Durkheim adalah tokoh yang sering disebut sebagai eksemplar dari lahirnya teori fungsionalisme. Ia anak seorang rabi Yahudi yang lahir di Epinal, Perancis timur, tahun 1858. Namun Durkheim tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi Katholik, namun kemudian memilih untuk tidak tahu menahu (agnostic) tentang Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif.
Durkheim terkenal sebagai sosiolog yang brilian dan memiliki latar belakang akademis dalam ilmu sosiologis. Dalam usia 21 tahun ia masuk pendidikan di Ecole Normale Superiure. Dalam waktu singkat ia membaca Renouvier, Neo Kantian yang sangat dipengaruhi pemikiran Saint Simon dan August Comte, dan bahkan melahap karya-karya Comte sendiri. Disertasinya The Division of Labor in Society yang diterbitkan tahun 1893 memaparkan konsep-konsep evolusi sejarah moral atau norma-norma tertib social, serta menempatkan krisis moral yang hebat dalam masyarakat modern. Itu sebabnya, disertasi itu menjadi karya klasik dalam tradisi sosiologi.
Durkheim dalam bidang metodologi menulis The Rule of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895. Tahun 1897 Durkheim menjadi guru besar di Bordeaux. Karya Durkheim lain yang berpengaruh dalam ilmu sosiologi adalah The Elementary Forms of Religious Life yang terbit tahun 1912. Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam bidang social keagamaan dan politik.
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat - suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat "patologis". Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologis menunjukan pada ketidak seimbangan atau perubahan sosial.[3]
Durkheim merekonstruksi tiga proposisi, yaitu:
- Proposisi tentang situasi, bahwa kekuasaan itu disebarkan ke segenap penjuru masyarakat, karena kekuasaan merupakan sebuah modalitas penting dalam menghasilkannya.
- Proposisi tentang spesifikasi, bahwa kekuasaan terikat pada efek-efek ditundukkannya representasi kolektif karena kekuasaan adalah produk kemunculannya.
- Proposisi tentang fungsi,bahwa kekuasaan meminjam mekanismenya yang paling efektif dari hal-hal religius, karena kekuasaan itu ikut berpartisipasi dari dasar mitos kepercayaan kita yang sudah lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar