Selasa, 17 September 2013

Rini Astuti_KPI 1B_Tugas 2_Teori Sosiologi Durkheim

The Rules of Sociological Method

    Dalam buku The Rules of Sociological Method (1895/1982), Durkheim menyatakan bahwa tugas utama sosiologi adalah mengkaji apa yang disebut sebagai fakta sosial. Ia mengonsepkan fakta sosial sebagai kekuatan dan struktur yang ada diluar, namun memiliki daya paksa terhadap individu. Menurut Durkheim, masyarakat dibentuk oleh "fakta sosial" yang melampaui pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui observasi dan pengukuran. Ide tersebut adalah inti dari sosiologi yang menyebabkan Durkheim sering dianggap sebagai "bapak sosiologi".
    Secara singkat, fakta sosial terdiri dari strutur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada diluar dan memaksa aktor. Mahasiswa, misalnya, dipaksa oleh stuktur sosial seperti biroaksi universitas, serta oleh norma dan nilai masyarakat Amerika, yang mendapat tempat sangat penting dalam pendidikan akademis. Fakta sosial yang sama memaksa seseorang dalam seluruh area kehidupan sosial. Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal, atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individu. Durkheim memberikan dua definisi untuk fakta sosial agar sosiologi dapat dibedakan dari psikologi. Pertama, fakta sosial adalah pengalaman sebagai sebuah paksaan eksternal dan bukannya dorongan internal. Kedua, fakta sosial umum meliputi seluruh masyarakat dan tidak terikat pada individu partikular apa pun. Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun mesti dipelajari sebagai realitas mereka. Ia menyebut fakta sosial dengan istilah Latin sui generis, yang berarti unik. Durkheim menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual. Durkheim sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial, termasuk aturan legal, beban moral, dan kesepakatan sosial.
    Durkheim membedakan dua jenis fakta sosial yaitu material dan nonmaterial. Meskipun ia membahas keduanya disepanjang karyanya, fokus utamanya adalah fakta sosial nonmaterial (misalnya, biroaksi, hukum). Perhatian yang lebih ditujukan pada fakta sosial nonmaterial ini semakin kelihatan kalau yang dicermati adalah karya utamanya yang terdahulu, The Division of Labor in Society (1893/1964). Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial, material dan nonmaterial. Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, dan hukum dan perundang-undangan, relatif mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Jelas, misalnya, aturan berada diluar individu dan memaksa mereka. Lebih penting lagi, fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial. Studi Durkheim yang paling penting, dan inti dari sosiologinya, terletak dalam studi fakta sosial nonmaterial ini. Durkheim mengungkapkan "Tidak semua kesadaran sosial mencapai eksternalisasi dan materialisasi". Apa yang saat ini disebut norma dan nilai, atau budaya oleh sosiolog secara umum adalah contoh yang tepat untuk apa yang disebut Durkheim dengan fakta sosial nonmaterial. Pada level lain, fakta sosial material itu bisa berupa kompenen struktural (biroaksi, misal) yang bercampur dengan komponen morfologis (kepadatan penduduk dalam susunan perumahan dan jalur komunikasi mereka) dan fakta sosial nonmaterial (semisal norma biroaksi).
    Empat jenis fakta sosial nonmaterial yaitu, moralitas, kesadaran kolektif, representasi kolektif, dan aliran sosial. Moralitas. Durkheim sebagai sosiolog moralitas dalam pengertian terluas dari kata ini. Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada diluar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya pada kesehatan moral masyarakat modern. Sebagian besar sosiologi Durkheim bisa dianggap sebagai sebuah produk dari perhatiannya terhadap isu moral ini. Kesadaran kolektif. Durkheim mencoba mewujudkan perhatiannya pada moralitas dengan berbagai macam cara dan konsep. Usaha awalnya untuk menangani persoalan ini adalah dengan mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif. Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut, seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular. Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Representasi kolektif. Karena kesadaran kolektif merupakan sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak memiliki bentuk yang tetap, oleh karena itu tidak mungkin dipelajari secara langsung, akan tetapi mesti didekati melalui relasi fakta sosial material. Arus sosial. Sebagian besar fakta sosial yang dirujuk Durkheim sering kali diasosiasikan dengan organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan bahwa fakta sosial tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim menyebutnyan dengan arus sosial. Dia mencontohkan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang terbentuk dalam kumpulan publik.

Suicide

    Dalam buku Suicide (1897-1951), Durkheim beralasan bahwa jika saja ia dapat mengaitkan perilaku individu, semisal bunuh diri, dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial), itu berarti dia berhasil membuktikan betapa pentingnya disiplin bunuh diri, justru ia tertarik pada sebab-sebab perbedaan angka bunuh diri diantara beberapa kelompok, kawasan, negara, dan kategori orang yang berlainan (misalnya, menikah atau lajang). Durkheim memilih studi bunuh diri  karena persoalan ini relatif merupakan fenomena konkret dan spesifik dimana tersedia data yang bagus secara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin sosiologi.
    Bunuh diri secara umum merupakan salah satu tindakan pribadi dan personal. Durkheim menawarkan dua cara yang saling berhubungan untuk mengevaluasi angka bunuh diri. Cara pertama adalah dengan membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe lain. Cara kedua yaitu melihat perubahan angka bunuh diri dalam sebuah kelompok dalam suatu rentang waktu. Durkheim memulai Suicide dengan menguji dan menolak serangkaian pendapat alternatif tentang penyebab bunuh diri. Diantaranya adalah psikopatologi, individu, alkoholisme, ras, keturunan, dan iklim. Tidak semua argumen Durkheim meyakinkan, namun yang penting adalah metode empirisnya dalam menyisihkan faktor-faktor yang berada diluar dan tidak relevan agar bisa mendapatkan sesuatu yang ia anggap sebagai penyebab utama bunuh diri. Durkheim menyimpulkan bahwa faktor terpenting  dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial.     Kelompok yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga menciptakan arus sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah yang memengaruhi keputusan seorang individu untuk bunuh diri. Dengan kata lain, perubahan dalam sentimen kolektif membawa perubahan dalam arus sosial, sehingga membawa perubahan pada angka bunuh diri.
    Teori bunuh diri Durkheim bisa dilihat lebih jelas jika kita mencermati hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta sosial utamanya, integrasi dan regulasi. Integrasi merujuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat. Regulasi merujuk pada tingkat paksaan eksternal dirasakan individu. Oleh karena itu ada empat jenis bunuh diri yaitu, bunuh diri egoistis, bunuh diri altruistis, bunuh diri anomik, dan bunuh diri fatalisis. Bunuh diri egoistis. Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Durkheim percaya bahwa bagian paling baik dari manusia –moralitas, nilai, dan tujuan kita- berasal dari masyarakat. Bunuh diri altruistis. Tipe bunuh diri kedua yang dibahas Durkheim adalah bunuh diri altruistis. Kalau bunuh diri egoistis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika integrasi sosial sangat kuat. Secara harfiah, dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Bunuh diri anomik. Bentuk bunuh diri ketiga adalah bunuh diri anomik, yang terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Angka bunuh diri anomik bisa meningkat terlepas dari apakah gangguan itu (misal, peningkatan ekonomi) atau negatif (misal, penurunan ekonomi). Bunuh diri fatalistis. Persoalan yang tidak terlalu banyak dibahas Durkheim adalah tipe bunuh diri ini. Kalau bunuh diri anomik terjadi dalam situasi dimana regulasi melemah, maka bunuh diri fatalistis justru terjadi ketika regulasi meningkat.
    Durkheim berpendapat bahwa arus sosial dapat memengaruhi angka bunuh diri. Bunuh diri individual dilandasi oleh arus egoisme, altruisme, anomi, dan fatalisme ini. Bagi Durkheim, hal ini membuktikan bahwa arus-arus tersebut lebih dari sekadar kumpulan arus-arus individual, akan tetapi paksaan sui generis, karena menguasai keputusan individu. Tanpa asumsi ini, angka bunuh diri dalam suatu masyarakat tidak akan bisa dijelaskan. Durkheim mengakhiri studinya tentang bunuh diri dengan sebuah pembuktian apakah reformasi bisa diandalkan untuk menvegah bunuh diri. Usaha-usaha yang selama ini dilakukan untuk mencegah bunuh diri gagal karena ia dilihat sebagai problem individu. Durkheim mengakui bahwa ada beberapa jenis bunuh diri itu yang normal, akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat modern telah melihat meningkatnya patologi dalam bunuh diri egoistis dan bunuh diri anomik. Disini posisi pendapat Durkheim bisa dilacak kedalam The Division of Labor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini