Minggu, 22 September 2013

Arianne Sarah PMI3_Tugas3_Teori Konsumtivisme

Teori Konsumtivisme menurut pandangan Sosiolog
Oleh: Arianne Sarah
1112054000014
Pengembangan Masyarakat Islam 3

Menurut Max Weber:
Berawal dari pemikiran Weber akan perbedaan agama yang terjadi antara budaya Barat dan Timur dan mengaitkannya dalam hubungan ekonomi. Mengapa budaya Barat dan Timur dapat berkembang dengan jalur yang berbeda. Dari sini, Weber kemudian menjelaskan temuannya terhadap dampak pemikiran agama puritan (Agama Protestan) yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sistem ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat, yang tentunya ditopang dengan rasionalitas terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika dan lain-lain.
Dari salah satu bukunya yang berjudul "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" inilah  pemikiran Weber dituangkan. Dalam buku ini ia mengemukakan bahwa keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme sangatlah baik. Buktinya bahwa Etika protestan ini tumbuh subur di Eropa dan dikembangkan oleh seseorang yang bernama Calvin. Ajaran Calvin dari pemikiran Weber ini memuncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka. Untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia. Jika seseorang berhasil dalam kerjanya (sukses) maka hampir dapat dipastikan bahwa ia ditakdirkan menjadi penghuni surga, namun jika sebaliknya kalau di dunia ini selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka. Ajaran Calvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur (sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras, etos kerja, dan semangat). Karena umat Calvinis bekerja keras, maka mereka berharap bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapkan dapat menuntun mereka ke arah Surga. Doktrin Protestan karya Weber ini telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan. Etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak boleh digunakan untuk berfoya – foya atau bentuk konsumsi berlebihan, karena ajaran Calvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya – foya. Hasil dari kerja keras mereka, ditanamkan kembali dalam usaha mereka sehingga menjadi makmur. Melalui cara inilah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat menjadi berkembang.

Menurut Peter L. Berger:
Konstruksi sosial adalah Pemikiran Berger dan Luckmann yang lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dan realitas sosialnya. Bagi mereka, kenyataan kehidupan sehari-hari dianggap menampilkan diri sebagai kenyataan yang baik sehingga disebutnya sebagai kenyataan yang utama. Maksudnya, gambaran kehidupan yang sesuai kenyataan adalah realitas, tidak ditambah-tambahkan. Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, artinya individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objeketif melalui tiga momen:yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
1.      Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia. Seperti dalam hal gaya berpakaian dan berbicara.
2.      Objektifikasi, adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu berupa realitas objektif. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjketif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi (proses berjalan dan terujinya sebuah kebiasaan dalam masyarakat menjadi institusi pranata, yang akhirnya menjadi Patokan).
3.      Internalisasi, lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah tiga dialektis yang simultan dalam proses (re)produksi. Secara berkesinambungan adalah agen sosial yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses eksternalisasi dan objektifasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, tiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya. Saat ini, masyarakat kota adalah masyarakat modern. Modernitas ini merupakan fenomena sosial sehingga tidak dapat terelakan. Bagi Berger, modernitas dipengaruhi oleh kapitalisme yang tumbuh dalam waktu yang lama. Kapitalisme selalu dikombinasikan dengan industrialisme untuk menciptakan apa yang sekarang disebut dunia modern. Modernitas berkaitan dengan pengalaman modern, seperti pengalaman kehidupan di kota dan pengalaman komunikasi massa modern. Kota lah yang telah menciptakan gaya hidup (termasuk gaya pikir, gaya rasa, dan pada umumnya gaya mengalami realitas), yang sekarang menjadi standar untuk masyarakat luas. Modernitas lebih dipahami sebagai "cara hidup yang lebih modern dan bercorak kekinian". Apa yang disebut modernitas adalah sebagai pengaruh kapitalisme. Paradigma modernisasi memandang kapitalisme sebagai satu penyebab yang penting, sebab kapitalisme yang menyebabkan terjadinya serangkaian proses besar. Dampaknya, ditandai dengan cara hidup modern, befoya-foya yang digerakkan oleh industri dan teknologi modern. Kehidupan modern ditandai dengan kecepatan dan percepatan, produksi yang besar, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Modernitas dibentuk oleh rasionalitas, birokrasi (institusi), industrialisasi (teknologi), kapitalisme, dan pluralitas. Modernitas, lebih dipahami sebagai upaya manusia yang senantiasa mengusahakan kehidupan terus-menerus agar sesuai dengan apa yang seharusnya dalam kehidupan kekinian sebagai dunia kehidupan sehari-hari. Sehingga secara tidak langsung masyarakat modern selalu memperbaharui penampilan kehidupannya agar sesuai dengan kehidupan masyarakat kota saat ini.

Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini