Rabu, 03 Oktober 2012

KARL MARX - QORIBATUL CHOIRIYAH JRN 1B - TUGAS KE 3

KARL MARX

Oleh  :

Qoribatul Choiriyah – Jurnalistik 1 B


PERTENTANGAN KELAS

Teori kelas Karl Marx merupakan teori sosiologi yang hingga kini masih tetap menjadi rujukan klasik dalam berbagai karya ilmiah tentang konflik. Kelas yang dimaksudkan oleh Marx adalah suatu kelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatu organisasi produksi. Marx menggambarkan hierarki masyarakat kedalam kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletas). Atas konsepnya itu, Marx kemudian mengatakan bahwa pada hakikatnya negara dalam sistem kapitalis merupakan negara kelas, artinya negara baik secara langsung maupun tidak langsung telah dikuasai oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi. Dalam sistem produksi kapitalis, kedua kelas ini tidak hanya saling ketergantungan, tetapi antara kelas pemilik yang menduduki posisi kelas atas dengan buruh yang termaginalkan itu kerap sekali terjadi konflik. Disini Marx menggambarkan bahwa kelas pemilik adalah kelas yang berkuasa dan pekerja bawah adalah kelas yang lemah.

Pada kondisi ini kelas pemilik dengan seenaknya menetapkan persyaratan kepada mereka yang hendak bekerja sebagai kelas tanpa kepemilikan. Hubungan mereka merupakan kekuasaan, dimana kelas atas berkuasa atas kelas bawah sebagai buruh yang senantiasa tertindas. Pola hubungang ini menyebabkan munculnya kesadaran kelas yang kelak melahirkan konflik kelas.[1]


IDEOLOGI

Marx tidak memiliki teori yang sistematik tentang ideologi. Sebaliknya, yang ada hanya analisis-analisis yang belum selesai namun sering kali berbobot dan tajam. Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai superstruktur masyarakat. Ideolgi ini dikondisikan oleh bingkai itu. Dengan demikian kaum borjouis yang semakin menanjak telah menentukan pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan dihadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde atau tatanan lama.Mereka ini cenderung memindahkan apa-apa yang menjadi nilai-nilai universal.

Marx juga memliki sebuah teori tentang ideologi sebagai semacam alienasi. Pengertian ini dipinjam filsuf Ludwig Feuerbach yang merupakan penulis L'Essence du Christianisme (Esensi Kristianisme) (1864). Menurut Karl Marx ideologi merupakan ajaran yang menjelaskan suatu keadaan terutama struktur kekuasaan yang sedemikian rupa, sehingga sekelompok orang menilainya sah, walaupun sesungguhnya tidaklah sah.
[2]

 

AGAMA

Dalam artikelnya yang berjudul "Economic and Philosophical Manuscript", khususnya mengenai naskah pertama tentang alienated labour, dan dalam kedua artikel yang sudah disebutkan di atas, Karl Marx membedakan alienasi diri manusia secara sakral dengan alienasi diri manusia secara sekuler. Yang pertama merupakan alienasi diri manusia dari agama, sedangkan yang kedua merupakan alienasi diri manusia dalam ekonomi dan politik. Menurut Marx agam merupakan gambaran ideal yang diciptakan oleh manusia dalam wujud tuhan. Gambaran ideal yang disebut tuhan itu kemudian disembah oleh manusia, sehingga akhirnya ciptaan manusia itu menjadi teralienasi dari manusia karena agama itu "menindas" manusia.

Alienasi diri manusia secara sakral terjadi, karena manusia tunduk pada tuhan yang merupakan ciptaannya, dan tuhan ciptaannya itu mendominasi manusia. Menurut Marx, manusialah yang menciptakan agama dan agama tidak menciptakan manusia. Marx mengikuti pendapat Feuerbach, berdasarkan kenyataan empirik tidak melihat manusia sebagai 'self-alienated Man' (alienasi diri manusia) atau tuhan sebagai hasil penyerahan diri manusia. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa Marx bukanlah anti 'spiritual' atau agama. Yang ditentangMarx adalah agama sebagai 'The Illusory Happiness of Man' atau agama sebagai 'self alienated man'. Yang ingin dilihat Marx adalah manusia sebagai 'self alienated god'. [3]

Orang bisa mempercayai eksistensi tuhan secara riil seperti yang ditemukannya. Marx mengambil kembali pemikiran ini (bahwa agama adalah "candu bagi masyarakat"). Selanjutnya ia akan mengusungnya kedalam analisi komditas.[4]

 

 

MODEL PRODUKSI

Cara produksi dari sebuah masyarakat berupa "tenaga kerja produksi" (manusia, mesin dan teknik) dan "hubungan produksi" (perbudakaan, sistem bagi hasil, sistem kerajinan tangan, bekeja upahan). Cara produksi ini membentuk 'kaki penopang' yang menyangga superstruktur politik, yuridis dan ideologis masyarakat. Selama kurun waktu berlangsungnya sejarah terjadi pergantian cara berproduksi dari yang model kuno, model Asia, feodalitas dan borjuis. Ketika sampai pada tingkat perkembangan tertentu, tenaga produksi mulai terlibat konflik dengan hubungan produksi. Itu sebabnya maka , "dimulailah era revolusi sosial".

Perubahan landasan ekonomi disertai dengan semacam kekacauan secara cepat atau lambat pada bangunan "bentuk yuridis , politik, relijius, artistik dan filosofis. Pendeknya bangunan ini adalah bentuk-bentuk ideologi yang didalamnya manusia memperoleh kesadaran akan konflik tersebut dan akan menekannya sampai ke ujung batas".  

Banyak penafsiran dalam memperdebatkan tenttang apa yang seharusnya dipahami dari "dasar material masyarakat", tentang cara-cara yang dijelaskan lewat "tenaga produksi" dan "hubungan produksi". Pada titik ini naskah Marx seringkali tidak tepat dalam menjelaskan, bersifat ambigudan memiliki begitu banyak variasi. Kadang-kadang ia mengakui adany determinisme ringkas dan suatu mekanikan hukum sejarah yang 'tidak kenal ampun'. Kadang kala ia juga mengajukan visi yang lebih terbuka dan kompleks menyangkut organisasi sosial.[5]

 

               



[1] Ambo Upe,s.sos.,M.Si, Tradisi Aliran dan Sosiologi, (Jakarta : PT RAJAGRFINDO PERSADA, 2010), halm. 141-143

[2] Anthony giddens, Deniel Bell, Michael Forse, Sosiologi (sejarah dan Berbagai Pemikirannya), (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2004) halm. 31

[3] Elly M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011) halm. 708-709

[4] Anthony giddens, Deniel Bell, Michael Forse, Sosiologi (sejarah dan Berbagai Pemikirannya), (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2004) halm. 31

[5] Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forse, Sosiologi (sejarah dan berbagai pemikirannya),  (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2004), halm. 23-24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini