A. Latar Belakang
Kasus aborsi di Indonesia diperkirakan semakin meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa dari 5 juta kelahiran pertahun. Bahkan, 1-1,5 juta diantaranya adalah kalangan remaja. Data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan dalam kurun waktu tiga tahun (2008-2010) kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta jiwa anak korban Aborsi, tahun berikutnya (2009) naik 300.000 menjadi 2,3 juta janin yang dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010 naik dari 200.000 menjadi 2,5 juta jiwa. 62,6 persen pelaku diantaranya adalah anak berusia dibawah 18 tahun. Metode aborsi 37 persen dilakukan melalui kuret, 25 persen melalui oral dan pijatan, 13 persen melalui cara suntik, 8 persen memasukkan benda asing ke dalam rahim dan selebihnya melalui jamu dan akupunktur.
Angka aborsi di Indonesia ditaksir mancapai 390 – 100.00 kasus. Angka ini adalah angka yang tercatat resmi di pemerintah, sedangkan kita belum mengetahui angka aborsi yang dilakukan secara sembunyi-bunyi baik melalui perantara dukun atau orang-orang yang hanya memiliki keterbatasan ilmu dalam dunia kedokteran. Angka-angka yang disebutkan diatas sungguh sangat mencengangkan, tingkat aborsi di Indonesia ternyata menempati urutan tertinggi se-Asia Tenggara
Hasil penelitian Organisasi Kesehatan Internasional (WHO), separo dari jumlah kematian bayi di Indonesia adalah akibat aborsi tak aman. Angka kematian itu menempatkan Indonesia di urutan pertama jumlah kematian ibu dan anak di Asia Tenggara. Setiap tahun, diperkirakan 19.000 perempuan Indonesia meninggal dunia akibat komplikasi saat kehamilan, persalinan, dan setelah melahirkan. Yang mengkhawatirkan, berdasarkan penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten, dari dua juta kasus aborsi, 70% di antaranya dilakukan diam-diam oleh tenaga medis yang tidak memiliki izin.
B. Teori
Dalam masalah ini peneliti menggunakan teori Marxis yang di pelopori oleh Karl Marx dan Friederich Engels ketika Malthus meninggal dunia di Inggris pada tahun 1834. Pada waktu itu teori Malthus sangat berperan di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engel tidak sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak ada pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Menurut Marx, kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.
C. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif yaitu
Wawancara dan observasi.
1. Wawancara
Mengumpulkan data mengenai sikap dan kelakuan, pengalaman, cita-cita dan harapan manusia. Mengumpulkan data mengenai jumlah data aborsi yang berakibat kematian ( mortalitas) terutama pada remaja.
2. Observasi
Adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang sedang di selidiki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar