Sabtu, 25 Oktober 2014

Tugas 5/ Etika dalam komunikasi dan kebudayaan/ Apik Sopankatanya/ 1112051000162/ KPI 5E

Tugas 5/ Etika dalam komunikasi dan kebudayaan/ Apik Sopankatanya/ 1112051000162/ KPI 5E

 

ETIKA DALAM KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN :

Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan

 

            Burhanudin Salam (1987:1) menyebutkan bahwa etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan nilai dan norma moral tersebut.

            Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Oleh karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya yang pertama yaitu gagasan atau ide. Budaya dimaksud adalah budaya seperti yang dikemukan oleh Koentjaraningrat yaitu komplek gagasan, perilaku dan hasil karya manusia yang dijadikan milik dari dan dipergunakan untuk memenuhi hidup yang didapat dengan belajar secara terus-menerus.

            Semua masyarakat di dunia memiliki kebudayaan. Salah satu komponen kebudayaan adalah nilai. Nilai merupakan suatu referensi atau rujukan yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu.

            Beberapa pakar menganjurkan pengembangan metaetika yang serba mencakup, transenden, untuk memandu komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya. Dean Barnlund menegaskan, " Sampai suatu metaetika… dapat diartikulasikan dalam cara-cara yang memperoleh dukungan luas, atau hingga suatu metaetika yang sama muncul dari ribuan konfrontasi harian, kita akan terus menjalankan hubungan antarbudaya dalam kekosongan moral." Metaetika seperti itu ia percaya harus diciptakan, atau disentetis dari kode etik dalam budaya-budaya yang ada, untuk memperoleh konsesus minimum yang diperlukan untuk menghindari bentuk-bentuk interaksi destruktif paling besar sewaktu meningkatkan keanekaragaman perilaku dalam budaya-budaya itu.[1]

            Filsuf S. Jack Odell menyatakan sebuah masyarakat tanpa etika sebenarnya adalah masyarakat yang menjelang kehancuran. Dia mengatakan bahwa konsep dan teori dasar etika memberikan kerangka yang dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral. Dan prinsip-prinsip etika adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial. Tanpa prinsip etika mustahil manusia bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan ( Richard L. Johannesen, 1996, hlm.6)[2]

            Manusia dalam memahami etika tentu saja melalui proses yang disebut enkulturasi. Enkulturasi adalah proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Seringkali individu belajar dan meniru berbagai macam tindakan, setalag perasaan dan nilai budaya yang member motivasi akan tindakan itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu  pola yang mantap dan normma yang mengatur tindakannya "dibudayakan".

            Mempelajari komunikasi antarbudaya berarti kita mempelajari (termasuk membandingkan) kebudayaan oranglain, mempelajari satu atau lebih nilai kebudayaan lain, sekurang-kurangnya yang ditunjukkan oleh tampilan perilaku mereka. Jika perilaku antarbudaya merupakan wujud nilai yang di dalamnya mengandung etika suatu masyarakat maupun komunitas, maka perkenalan terhadap nilai budaya orang lain juga sangat perlu. Kita berusaha membentuk suatu masyarakat bersama yang beretika, yakni masyarakat yang bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan.

           

 

 

 



[1] Richard L.Johannesen, Etika Komunikasi,Judul Asli :  Ethics in Human Communication (Third Edition), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996),hlm.229

[2] Dr, Alo Liliweri, M.S, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ( Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2007) hlm.35-37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini