Etika dalam Profesi Komunikasi: Jurnalis (Kode Etik Jurnalistik)
Setiap wartawan atau jurnalis dalam menjalankan tugasnya tentunya diperlukan pedoman atau aturan-aturan yang diterapkan dalan bentuk pasal-pasal, di sini penulis akan mencoba menjelaskan tentang Kode Etik Jurnalistik dalam Perspektif Filsafat. Adapun perspektif filsafat sendiri dibagi menjadi tiga yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Ontologi
Ontologi merupakan cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau hakikat keberadaan. Dalam hal ini, Pemahaman dalam bahasan ontologis berfokus pada keberadaan Kode Etik Jurnalistik. Secara ontologis, pertanyaan yang ingin dijawab adalah apakah Kode Etik Jurnalistik? Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi. Adapun Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh wartawan indonesia terdiri dari 17 pasal, yang inti dari isi Kode Etik Jurnalistik adalah Wartawan Indonesia dituntut untuk bersikap independen, profesional, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, faktual dan tidak beritikad buruk.
Epistimologi
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode. Dalam hal ini, epistemologi berusaha menjawab pertanyaan, apa yang menjadi alasan keberadaan Kode Etik Jurnalistik? untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar. Sehingga diperlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakan integritas serta profesionalisme. Maka wartawan indonesia menetapkan dan menaati Kode etik Jurnalistik. Hal ini tercantum pada pembukaan Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi "Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila. Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan terutama anggota PWI".
Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai serta kegunaan. yang menjadi fokus dalam kajian aksiologi ini adalah apa tujuan dan manfaat dari ditetapkannya Kode Etik Jurnalistik? Kode Etik Jurnalistik berisi aturan-aturan dalam kegiatan jurnalis. Tujuan dari ditetapkannya kode etik jurnalistik, yakni sebagai pedoman bagi seorang jurnalis dalam melaksanakan kegiatan jurnalistiknya. Sehingga, berita yang disampaikan kepada khalayak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, dan tidak memuat berita yang dapat meresahkan dan/atau merugikan orang lain. Selanjutnya, Dengan ditaatinya kode etik jurnalistik oleh seorang wartawan, maka akan membawa manfaat bagi diri seorang wartawan maupun kepada orang lain, khalayak atau obyek pemberitaan. Berita yang disiarkan oleh wartawan sesuai fakta, akurat, berimbang, tidak memuat berita bohong, fitnah, dan tidak bertikad buruk akan menjadi informasi yang baik, sehingga hal ini akan bermanfaat kepada dirinya serta tidak merugikan orang lain. Hal ini seperti tercantum pada Kode Etik Jurnalistik Bab II Pasal Pasal 5 yang berbunyi "Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Penyiaran karya jurnalistik rekaulang dilengkapi dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan".
Analisis
kita tahu bahwa dalam ilmu filsafat terdapat 3 cabang, yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Pertama, ontologi menjelaskan tentang hakikat dari sesuatu, di sini saya mengambil tentang hakikat Kode Etik Jurnlistik sebagai code of conduct bagi seorang jurnalis. Kedua, epistimologi menjelaskan bagaimana seorang subjek atau jurnalis melakukan hal-hal yang sesuai dengan pedoman tersebut. Ketiga, aksiologi yang menjelaskan tentang manfaat dari code of conduct tersebut.
Dalam Kode Etik Jurnalistik, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kode etik ini berlaku untuk para jurnalis sebagai pedoman dalam menjalankan tugasnya yaitu mencari, menemukan, mengolah, menyebarluaskan informasi kepada khalayaknya yang dilakukan secara normatif (seharusnya) berdasarkan kesepakatan para jurnalis atau wartawan.
Di satu sisi, kode etik ini berfungsi sebagai pedoman bagi jurnalis untuk mengetahui mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan. Akan tetapi di sisi lain, fakta telah membuktikan bahwa pada praktiknya seorang jurnalis sering melanggar pedoman atau aturan tersebut. Ini terbukti dari banyaknya berita yang disampaikan oleh para wartawan telah menyebarluaskan berita atau informasi yang tidak objektif, tidak netral atau ia lebih berpihak pada satu golongan, dengan cara berita yang disebarluaskannya itu dikonstruksi oleh suatu media tertentu dan wartawan pun menyepakatinya dengan menulis berita, sehingga dari berita yang disampaikan kepada khalayak itu seolah-olah benar, padahal berita yang disampaikan belum teruji kebenarannya.
Wartawan menyadari bahwa hal tersebut telah melanggar Kode Etik Jurnalistik, akan tetapi ia tetap melakukan hal-hal tersebut, alasannya adalah karena ia telah masuk ke dalam sistem perusahaan media yang secara tidak langsung telah mengikatnya, sehingga suka tidak suka ia pun akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh pemilik peusahaan tersebut. Toh, pemilik perusahaan adalah pemilik modal ia tentunya akan berusaha untuk menaikan citranya di depan khalayak. ia akan mengubah citra yang negatif dengan citra yang positif.
Selain itu media massa saat ini baik cetak, elektronik maupun online dijadikan sebagai ajang bisnis. Ini akan berdampak pada sistem kerja media massa. Ini akan menimbulkan pragmatisme sehingga media akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan dan idealisme pun mulai diragukan. Selain itu, tentunya akan berdampak pada sistem kerja media massa, terutama praktik jurnalistik. Meskipun prinsip-prinsip yang berkaitan dengan etika dasar tetap dipertahankan sesuai dengan nilai universal: akurat, objektif, fair, seimbang, dan tidak memihak, namun dalam praktiknya, kehadiran jurnalisme media massa banyak mereduksi teknik-teknik jurnalisme konvensional yang selama ini berlaku. Perubahan itu tampak dari peran jurnalis, fungsi gatekeeper, karakteristik medium, hingga perilaku audiensnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar