Senin, 17 November 2014

Ridho Falah Adli_1112051000143_Tugas 7

Nama   : Ridho Falah Adli (1112051000143)

Kelas   : KPI 5/E

Etika dalam Lembaga Komunikasi

Kode Etik dalam suatu organisasi berfungsi untuk mengatur bagaimana suatu lembaga bisa sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan dan disepakati bersama dalam lembaga tersebut untuk mencapai visi dan misinya. Dalam sebuah kode etik terdapat tiga unsur di dalamnya yaitu, ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ontologi adalah membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh suatu perwujudan tertentu. Epistimologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan bagaimana memperoleh pengetahuan yang benar. Aksiologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Pada artikel ini saya meneliti Kode Etik Konsil LSM Indonesia.

Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang sistematis dan berkelanjutan. Kode Etik Konsil LSM Indonesia merupakan seperangkat nilainilai/prinsip, norma dan ketentuan sebagai landasan perilaku seluruh anggota dan aktivis Konsil LSM Indonesia. Kode Etik yang telah disahkan dalam Kongres Konsil LSM telah memuat sejumlah prinsip akuntabilitas yang dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator prilaku yang mengatur organisasi dan aktivisnya. Pengaturan secara mandiri melalui internalisasi dan Penegakan Kode Etik LSM adalah pendekatan yang dipilih oleh Konsil LSM Indonesia dalam meningkatkan akuntabilitas LSM anggotanya.

Karena itu, mereka yang berhimpun dalam dan mewakili berbagai organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan ini mengikatkan diri dalam suatu Kode Etik Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia yang telah dirumuskan dan disepakati bersama sebagai suatu perwujudan tanggungjawab kepada masyarakat, mitra dan diri sendiri. Selanjutnya saya akan membagi ketiga unsur yang ada di Kode Etik Konsil LSM Indonesia ini, yaitu dilihat dari unsur ontologi, epistimologi dan aksiologinya.

Dilihat dari segi ontologinya Konsil LSM Indonesia adalah perkumpulan sejumlah LSM dan jaringan LSM yang mempunyai organ Kongres Nasional, Komite Pengarah Nasional, Dewan Etik, Direktur Eksekutif dan Sekretariat. Kongres Nasional adalah wadah pengambilan keputusan tertinggi yang diselenggarakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali. Komite Pengarah Nasional adalah pelaksana keputusan kongres nasional, penanggungjawab Konsil LSM Indonesia dan pembuat kebijakan operasional. Dewan Etik adalah organ Konsil yang memiliki tugas penegakan Kode Etik. Sedangkan Kode Etik adalah landasan perilaku yang terdiri dari seperangkat nilai-nilai, norma, prinsip dan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota KonsilLSM Indonesia. Dan yang terakhir Direktur Eksekutif yaitu organ Konsil yang diangkat oleh Komite Pengarah Nasional dan diberi kewenangan melaksanakan kebijakan sehari-hari dengan memimpin Sekretariat Konsil LSM Indonesia. Ini semua sudah tertulis dalam BAB I PENGERTIAN Kode Etik Konsil LSM Indonesia.

Dalam Kode Etik Konsil LSM Indonesia pada BAB II PRINSIP-PRINSIP terdapat pasal-pasal yang menjelaskan ontologinya yaitu, pada pasal 1-2, pasal 6, pasal 10-12 dan pasal 14-16. Contohnya pada pasal 11 tentang Partisipasi yang berbunyi:

 "Yang dimaksud dengan partisipasi adalah Konsil LSM Indonesia melibatkan semua unsur organisasi, komunitas dan pemangku kepentingan secara bermakna dalam proses pengambilan keputusan dan proses pemantauan organisasi".

Lalu dari unsur epistimologi yaitu sejarah dari Kode Etik Konsil LSM Indonesia. Konsil LSM Indonesia atau Indonesian NGO Council merupakan organisasi yang didirikan oleh 93 LSM dan tersebar di 13 provinsi di Indonesia. Konsil berdiri tanggal 28 Juli 2010 dalam suatu Kongres Nasional LSM Indonesia di Jakarta pada 27-28 Juli 2010, yang dihadiri oleh 54 utusan LSM anggota. Kongres LSM juga berhasil menyusun dan mengesahkan Anggaran Dasar Konsil yang berisikan antara lain visi, misi dan kegiatan Konsil, Kode Etik LSM Indonesia serta memilih 9 orang Komite Pengarah Nasional dan 3 Dewan Etik.

Melalui pembenahan akuntabilitas diharapkan terbangunnya suatu komunitas LSM yang kuat dan berintegritas yang akan berdampak kepada:

1.      Meningkatnya kepercayaan publik kepada institusi LSM sebagai organisasi non-pemerintah yang mempunyai komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan demokrasi, melindungi dan memperjuangkan HAM, lingkungan hidup, kesetaraan dan keadilan gender, dan sebagainya.

2.      Meningkatnya kepercayaan publik bahwa kalangan LSM memang mempunyai standar moral yang tinggi yang harus dihargai dan dihormati sebagai organisasi yang profesional dan akuntabel.

3.      Meningkatnya posisi tawar terhadap pihak luar seperti pemerintah, lembaga donor, dan lain-lain

4.      Terbangunnya lingkungan hukum dan politik yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya peran masyarakat sipil

Yang terakhir unsur aksiologi yang terkandung dalam BAB II PRINSIP-PRINSIP Kode Etik Konsil LSM Indonesia adalah pada pasal 3-5, pasal 7-9 dan pasal 13. Contohnya pada pasal 5 tentang Keberpihakan pada Masyarakat Marginal yang berbunyi:

"Yang dimaksud dengan keberpihakan kepada masyarakat marginal adalah suatu sikap dan tindakan yang diambil oleh LSM, baik secara kelembagaan maupun perilaku para aktivisnya, untuk mengutamakan pembelaan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang mengalami marginalisasi baik secara ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, hukum, gender serta orientasi seksual".

Sumber : http://konsillsm.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini