Nama : Siti Nuraini – 1111054000013
Kelas : PMI 3A
Study : Sosiologi Perkotaan
Materi : Teori Konflik – Tugas Kedua
TEORI KONFLIK
Teori
konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme structural
yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Namun
demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori
sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang
berasal dari masa-masa kemudian. Sebelum membahas tokoh-tokoh di balik
teori konflik terlebih dahulu kita akan mengurangi tentang apa itu
teori konflik.
Teori
konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang
masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian
atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda
dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain
guna memnuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan
sebesar-besarnya.
· Teori konflik Karl Marx
Hakekat Kenyataan Sosial
Menurut
Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. Konflik adalah
satu kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana. Bagi Karl Marx,
konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat
untuk memperebutkan asset-aset yang bernilai. Teori yang menonjol dari
Marx adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang
material.
Cara Produksi Barang-Barang Material
Menurut Marx, dalam proses produksi barang-barang material, ada dua kelompok yang terlibat. Pertama adalah
kelompok kapitalis. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai modal dan
menguasai sarana-sarana produksi. Kekhasan kelompok ini ialah bahwa
jumlah mereka sedikit dan mereka menjual hasil-hasil produksi dengan
harga-harga yang jauh lebih besar daripada biaya produksi sehingga
mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Kedua adalah kaum
proletariat atau kelompok pertama. Mereka ini menyerahkan tenaganya
untuk menjalankan alat-alat produksi dan sebagai imbalannya mereka
mendapatkan upah dan bukannya barang yang mereka hasilkan.
Konflik dan Aliensi
Proses produksi yang demikian menyebabkan dua hal. Pertama,
kaum proletariat mengalami alienasi dari pekerjaannya karena mereka
diperlakukan sebagai bagian alat produksi yang bersifat mekanik,
alienasi dari hasil pekerjaannya karena mereka tidak mendapatkan apa
yang mereka hasilkan melainkan upah, alienasi dari pekerja lainnya
karena terasing dan bersaing dengan pekerja lain, dan alienasi dari
kemampuan mereka terasing dari kemampuan manusiawi mereka dan tunduk
karena mesin. Kedua, kaum kapitalis dan kaum proletariat terlibat dalam
konflik yang tal terelakkan. Alasannya ialah karena guna mendapat
keuntungan sebesar-besarnya, para kapitalis berusaha guna mendapatkan
keuntungan besar, para pekerja juga berusaha untuk mendapatkan upah
setinggi-tingginya.
Materialisme Marx
Pandangan
Marx ini sering kali disebut juga materialism. Artinya, cara produksi
barang-barang mempengaruhi masyarakat khususnya institusi-institusi
lain di dalam masyarakat yang menganggap ekonomi sebagai infrastruktur
atau landasan bagi institusi-institutsi lainnya seperti politik, hukum,
pendidikan, media, dan lain-lain.
Pertama,
institusi-institusi supra-struktur berdiri sendiri dalam arti sistem
ekonomi tidak terlalu mendominasi institusi-institusi itu. Kedua, institusi ekonomi sebagai infra-struktur, seperti agama, hukum, atau polotik.
Kesadaran Palsu
Menurut
Marx, kebanyakan anggota masyarakat kapasitalis tidak memandang sistem
perundingan sebagai bagian dari sebab konflik yang sedang berlangsung.
Marx menyebut konsep atau pemikiran ini sebagai kesadaran palsu.
Kesadaran palsu ini seolah-olah membenarkan anggapan bahwa
problem-problem sosial disebabkan oleh kesalahan-kesalahan individual
dan bukannya karena struktur ekonomi makro yang menguntungkan kaum
pemilik modal.
Revolusi Sebagai Jalan Keluar
Menurut
Marx, satu-satunya cara yang ditempuh untuk keluar dari sistem
kapitalis yang tidak adil itu ialah dengan melakukan revolusi. Pertama, kaum proletariat harus menyadari diri sebagai orang-orang yang tertindas. Kedua,
mereka harus mengelompokkan diri dalam suatu wadah yakni organisasi
buruh. Marx menyadari betapa sulitnya memperoleh tingkat kesadaran yang
diinginkannya.
· Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik yang dikemukakakn oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik.
Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan
consensus. Lewat teori itu, ia ingin menerjemahkan pikiran-pikiran Marx
kedalah suatu teori sosiologi. Dia memulai teorinya dengan kembali
bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia mengatakan bahwa dalam
fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan
karena kerjasama yang suka rela atau karena consensus yang bersifat
umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik, kestabilan atau keseimbangan
terjadi karena paksaan.
Kenyataan ini membawa Dahrendorf kepada tesis penting yang dikemukakannya yakni bahwa distribusi
otoritas atau kekuasaan yang berbeda-bedda merupakan factor yang
menentukan bagi terciptanya konflik sosial yang sistematis.
Menurutnya, berbagai posisi yang ada di dalam masyarakat memilih
otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Kekuasaan
atau otoritas selalu mengandung dua unsure, yakni penguasa dan orang yng
dikuasai. Menurutnya juga, otoritas di dalam suatu perkumpulan
bersifat dialetik.
· Teori Konflik Jonathan Turner
Jonathan Turner berusaha merumuskan kembali teori konflik. Dia mengemukakan bahwa ada tiga soal utama dalam teori konflik. Pertama, tidak ada definisi yang jelas tentang apa itu konflik, yakni apa yang termasuk kedalam konflik dan apa yang bukan konflik. Kedua,
teori konflik kelihatannya mengembang karena ia tidak menjelaskan unit
analisa yang entahkah konflik antara individu, kelompok, organisasi,
kelas-kelas, atau konflik antara bangsa-bangsa. Ketiga, oleh karena ia merupakan reaksi atas fungsionalisme struktural, maka sulit melepas diri dari teori itu.
· Teori Konflik Lewis Coser
Teori
konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali disebut teori
fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem
sosial atau masyarakat. Salah satu hal yang membedakan Coser dari
pendukung teori konflik lainnya ialah bahwa ia menekankan pentingnya
konflik untuk mempertahankan keutuhan kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar