Sabtu, 22 September 2012

Teori Konflik - Tugas Kedua

Nama               : Siti Nuraini – 1111054000013
Kelas               : PMI 3A
Study               :  Sosiologi Perkotaan
Materi              : Teori Konflik – Tugas Kedua

TEORI KONFLIK
Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme structural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Namun demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dari masa-masa kemudian. Sebelum membahas tokoh-tokoh di balik teori konflik terlebih dahulu kita akan mengurangi tentang apa itu teori konflik.
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memnuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
·       Teori konflik Karl Marx
Hakekat Kenyataan Sosial
Menurut Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. Konflik adalah satu kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana. Bagi Karl Marx, konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan asset-aset yang bernilai. Teori yang menonjol dari Marx adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang material.
Cara Produksi Barang-Barang Material
Menurut Marx, dalam proses produksi barang-barang material, ada dua kelompok yang terlibat. Pertama adalah kelompok kapitalis. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai modal dan menguasai sarana-sarana produksi. Kekhasan kelompok ini ialah bahwa jumlah mereka sedikit dan mereka menjual hasil-hasil produksi dengan harga-harga yang jauh lebih besar daripada biaya produksi sehingga mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Kedua adalah kaum proletariat atau kelompok pertama. Mereka ini menyerahkan tenaganya untuk menjalankan alat-alat produksi dan sebagai imbalannya mereka mendapatkan upah dan bukannya barang yang mereka hasilkan.
Konflik dan Aliensi
Proses produksi yang demikian menyebabkan dua hal. Pertama, kaum proletariat mengalami alienasi dari pekerjaannya karena mereka diperlakukan sebagai bagian alat produksi yang bersifat mekanik, alienasi dari hasil pekerjaannya karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka hasilkan melainkan upah, alienasi dari pekerja lainnya karena terasing dan bersaing dengan pekerja lain, dan alienasi dari kemampuan mereka terasing dari kemampuan manusiawi mereka dan tunduk karena mesin. Kedua, kaum kapitalis dan kaum proletariat terlibat dalam konflik yang tal terelakkan. Alasannya ialah karena guna mendapat keuntungan sebesar-besarnya, para kapitalis berusaha guna mendapatkan keuntungan besar, para pekerja juga berusaha untuk mendapatkan upah setinggi-tingginya.
Materialisme Marx
Pandangan Marx ini sering kali disebut juga materialism. Artinya, cara produksi barang-barang mempengaruhi masyarakat khususnya institusi-institusi lain di dalam masyarakat yang menganggap ekonomi sebagai infrastruktur atau landasan bagi institusi-institutsi lainnya seperti politik, hukum, pendidikan, media, dan lain-lain.
Pertama, institusi-institusi supra-struktur berdiri sendiri dalam arti sistem ekonomi tidak terlalu mendominasi institusi-institusi itu. Kedua, institusi ekonomi sebagai infra-struktur, seperti agama, hukum, atau polotik.
Kesadaran Palsu
Menurut Marx, kebanyakan anggota masyarakat kapasitalis tidak memandang sistem perundingan sebagai bagian dari sebab konflik yang sedang berlangsung. Marx menyebut konsep atau pemikiran ini sebagai kesadaran palsu. Kesadaran palsu ini seolah-olah membenarkan anggapan bahwa problem-problem sosial disebabkan oleh kesalahan-kesalahan individual dan bukannya karena struktur ekonomi makro yang menguntungkan kaum pemilik modal.
Revolusi Sebagai Jalan Keluar
Menurut Marx, satu-satunya cara yang ditempuh untuk keluar dari sistem kapitalis yang tidak adil itu ialah dengan melakukan revolusi. Pertama, kaum proletariat harus menyadari diri sebagai orang-orang yang tertindas. Kedua, mereka harus mengelompokkan diri dalam suatu wadah yakni organisasi buruh. Marx menyadari betapa sulitnya memperoleh tingkat kesadaran yang diinginkannya.
·       Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik yang dikemukakakn oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan consensus. Lewat teori itu, ia ingin menerjemahkan pikiran-pikiran Marx kedalah suatu teori sosiologi. Dia memulai teorinya dengan kembali bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia mengatakan bahwa dalam fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang suka rela atau karena consensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik, kestabilan atau keseimbangan terjadi karena paksaan.
Kenyataan ini membawa Dahrendorf kepada tesis penting yang dikemukakannya yakni bahwa distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-bedda merupakan factor yang menentukan bagi terciptanya konflik sosial yang sistematis. Menurutnya, berbagai posisi yang ada di dalam masyarakat memilih otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Kekuasaan atau otoritas selalu mengandung dua unsure, yakni penguasa dan orang yng dikuasai. Menurutnya juga, otoritas di dalam suatu perkumpulan bersifat dialetik.
·       Teori Konflik Jonathan Turner
Jonathan Turner berusaha merumuskan kembali teori konflik. Dia mengemukakan bahwa ada tiga soal utama dalam teori konflik. Pertama, tidak ada definisi yang jelas tentang apa itu konflik, yakni apa yang termasuk kedalam konflik dan apa yang bukan konflik. Kedua, teori konflik kelihatannya mengembang karena ia tidak menjelaskan unit analisa yang entahkah konflik antara individu, kelompok, organisasi, kelas-kelas, atau konflik antara bangsa-bangsa. Ketiga, oleh karena ia merupakan reaksi atas fungsionalisme struktural, maka sulit melepas diri dari teori itu.
·       Teori Konflik Lewis Coser
Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali disebut teori fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau masyarakat. Salah satu hal yang membedakan Coser dari pendukung teori konflik lainnya ialah bahwa ia menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini