Sabtu, 22 September 2012

Karl Marx, Syifa Maulidina KPI 1 E, Tugas 3

Agama Sebagai Candu?
Karl Marx adalah seorang keturunan Yahudi, namun ia berpindah agama ke kristen protestan. Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu rakyat. Dari situ banyak yang mengira kalau Marx menuduh agama dan menipu rakyat, ucapan Marx itu sering dipakai dalam arti tuduhan. Padahal artinya agama menjadi tempat pelarian manusia dari kondisi dunia nyata. Keadaan konkrit yang tidak beres membuat manusia menderita dan mencari obat penenang dalam kehidupan keagamaan.
Selain itu maksud Marx menanggapi kritik agama Feurbach, Marx setuju dengan kritik itu. Tetapi menurut Marx, Feurbach berhenti di tengah jalan. Betul, agama adalah dunia khayalan di mana manusia mencari dirinya sendiri. Tetapi, Feurbach tidak bertanya mengapa manusia melarikan diri ke khayalan daripada mewujudkan diri dalam kehidupan nyata. Jawaban yang diberikan Marx adalah karena kehidupan nyata, dan itu berarti struktur kekuasaan dalam tidak mengizinkan manusia untuk mewujudkan kekayan hakekatnya. Manusia melarikan diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya.
Kritik agama Marx merupakan tantangan bagi agama-agama. Barangkali bukan secara sempit-flosofis. Pertimbangan-pertimbangan yang diajukan terhadap kritik agama Feurbach semua juga berlaku bagi kritik agama Marx. Akan tetapi yang khas bagi pengertian Marx adalah bahwa baginya agama menunjuk pada ketidakberesan keadaan dalam masyarakat. Di sini letak tantangan kritik Marx. Bahkan kritik Marxisme vulgar bahwa agama melumpuhkan semangat lawan kelas-kelas tetindas dan karena itu menguntungkan kelas-kelas atas perlu ditanggapi dengan sungguh-sungguh.
Pertentangan Kelas?
Marx sering menggunakan istilah kelas di dalam tulisan-tulisannya. Biasanya dia menggunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada di dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan kontrol mereka terhadap alat-alat produksi. Namun, hal ini belumlah merupakan deskripsi yang sempurna dari istilah kelas sebagaimana yang digunakan Marx. Kelas bagi Marx, selalu didefinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konsep ini berbeda-beda baik secara teoritis maupun historis.
Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut Marx dengan suatu kelas di dalam dirinya. Ketika mereka menyadari konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya.
Ada dua macam kelas yang ditemukan Marx ketika menganalisis kapitalisme : borjuis dan proletar. Kelas borjuis merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan mempekerjakan pekerja upahan. Konflik antara kelas borjuis dan proletar adalah contoh lain dari kontradiksi material yang sebenarnya. Kontradiksi ini berkembang sampai menjadi kontradiksi antara kerja dan kapitalisme.
Masyarakat akan semakin berisi pertentangan dua kelas besar yang berlawanan. Kompetisi dengan toko-tokok besar dan rantai monopoli akan mematikan bisnis-bisnis kecil dan independen, mekanisasi akan menggantikan buruh tangan cekatan, dan bahkan beberapa kapitalis akan ditekan melalu cara-cara ampuh untuk monopoli. Semua orang yang digantikan ini dipaksa turun kelas menjadi proletariat. Marx menyebutkan pembengkakan yang tak terkendali ini dengan proletarianisasi.
Karena kapitalis telah mengganti para pekerja dengan mesin-mesin yang menjalankan serangkaian operasi sederhana, maka mekanisasi menjadi semakin mudah. Sebagaimana berjalannya mekanisasi, maka akan semakin banyak orang yang keluar dari pekerjaan dan terjatuh dari proletariat ke "tentara cadangan" industri. Akhirnya Marx meramalkan siatuasi dimana masyarakat akan terdiri dari secuil kalangan kapitalis eksploitatif dan kelas proletariatserta "tentara cadangan" industri yang sangat besar. Marx melihat bahwa kontradiksi kapitalisme tidak hanya menyebabkan revolusi proletariat, tetapi juga krisis-krisis individual dan sosial yang menimpa masyarakat modern.
Ideologi Karl Marx?
Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan tetapi oleh relasi-relasi pendukung, institusi-institusi, dan khususnya ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberikan nama khusus yaitu ideologi. Penggunaan kata ideologi itu untuk menunjukkan ide-ide yang berhubungan.
Pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat di dalam kapitalisme, merefleksikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik (Larrain, 1979). Inilah tipe ideologi yang dipresentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Tipe ideologi ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontradiksi material. Faktanya, sering menjadi sadar akan kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Misalnya, menjadi sadar bahwa ekonomi bukanlah sebuah sistem objektif dan independen, melainkan sebuah ranah politik.
Ketika gangguan-gangguan itu muncul dan kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideologi akan muncul. Disini Marx menggunakan istilah ideologi untuk merujuk kepada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi yang berada di pusat sistem kapitalis. Secara umum, golongan-golongan yang berkuasa menciptakan tipe kedua ideologi ini. Namun persoalannya bukan siapa yang menciptakan, tetapi bahwa ideologi-ideologi selalu menguntungkan golongan yang berkuasa dengan menyembunyikan kontradiksi yang akan membawa perubahan sosial.
Marx percaya bahwa, seperti ideologi merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama.
Modal Produksi?
            Karena kapitalis memiliki alat-alat produksi, maka pertukaran upah untuk waktu kerja tidak bisa bebas. Proletariat harus bekerja untuk bertahan hidup, akan tetapi kapitalis bisa memilih untuk menggaji "tentara cadangan", atau mengeluarkan uang untuk membeli mesin-mesin, atau untuk membiarkan pabrik terlantar hingga para pekerja terpaksa menerima upah yang ditentukan kapitalis. Di bawah kapitalisme, modal diperanakkan lebih banyak modal.
Sumber :
·         George Ritzar & Douglas J.G, Teori Sosiologi, Jakarta : Kreasi Warna
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini