Teori Konsumtivisme menurut pandangan Sosiologi
 
Oleh: BUNGAWATi
1112054000032
Pengembangan Masyarakat Islam 3
 
 
 
MAX WEBER
Menurut weber muncul dan berkembangnya kapitalisme dieropa barat berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sakte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen weber adalah ajaran kalvinisme mangharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras, antara lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik yang mereka harapkan dapat menuntun mereka ke arah surga, maka mereka pun menjadi makmur.

Dari salah satu bukunya yang berjudul "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" inilah  pemikiran Weber dituangkan. Dalam buku ini ia mengemukakan bahwa keterkaitan doktrin agama dengan semangat kapitalisme sangatlah baik. Buktinya bahwa Etika protestan ini tumbuh subur di Eropa dan dikembangkan oleh seseorang yang bernama Calvin. Ajaran Calvin dari pemikiran Weber ini memuncul ajaran yang menyatakan seorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka. Untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya di dunia.

Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi berlebihan lain, karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-foya. Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari hasil usaha tidak dikonsumsikan melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara inilah menurut weber, kapitalisme di eropa barat berkembang.

Sumbangan weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi (lihat weber, 1964). Dalam uraian ini weber menyebutkan pula bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.

Bahwa salah satu sumbangan penting weber bagi sosiologi di samping sumbangan pemikirannya berupa usaha menjelaskan proses perubahan jangka panjang yang melanda eropa barat ialah usahanya untuk mendefinisikan dan menjabarkan pokok bahasan sosiologi.

Sumbangan utama marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Menurut marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda: kaum bourgeouisie dan kaum proletar. Menurut ramalan marx konflik yang berlangsuung antara kedua kelas akan dimenangkan oleh kaum proletar, yang kemudian akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas. Ucap weber adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dengan cara melakukan interpretasi atas aktivitas sosial.

Menurut weber tindakan rasional menjadi ciri masyarakat Modern: yaitu mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuan, konsumen atau pegawai yang bekerja/bertindak sesuai dengan logika tersebut. Weber menegaskan bahwa "jarang sekali aktivitas terutama aktivitas sosial yang hanya berorientasi pada salah satu jenis aktivitas saja. Jenis-jenis aktivitas itu hanya  berupa tipe-tipe murni yang dibangun untuk tujuan riset sosiologi. Aktivitas riil itu kurang lebih sebanding dan lebih sering berkombinasi. Produktivitas (fecondite), menurut hemat saya, menyebabkan munculnya kebutuhan untuk membangun aktivitasnya.

Weber meyakinkan kita bahwa cara organisasi ini bukan ciri khas administrasi publik namun merupakan ciri perusahaan-perusahaan kapitalis, bahkan hal ini juga terdapat dalam tatanan keagamaan tertentu. Birokrasi ditandai dengan sebuah cara pengaturan (misalnya tata buku analitis) dan cara organisasi yang didasarkan pada rasionalisasi pekerjaan sebagaimana yang mulai dipraktikkan (oleh taylor, fayol). Rasionalisasi ini juga menyentuh berbagai bentuk pemikiran seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik. Karakter umum dan "usaha meningkatkan teknik" pemikiran ini mengakhiri dunia mitos dan keyakinan keagamaan. Inilah maksud rumusan weber tentang "kekecewaan dunia".
 
PETER L. BEGER

Menurt peter berger pemikiran sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologis. Berger mengajak kita untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai sosiologi. Disini kita tidak akan meliputi seluruh permasalahan yang dibahas berger dan harus membatasi diri pada beberapa pokok bahasannya saja.

Berger mengawali tulisannya dengan mengajukan berbagai citra yang yang melekat pada ahli sosiologi. Citra pertama menurut berger ialah bahwa seorang ahli sosiologi ialah seorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan sesuatu untuk orang lain. Citra berikut ialah bahwa ahli sosiologi adalah seseorang teoritikus dibidang pekerjaan sosial. Citra lain menggambarkan ahli sosiologi sebagai seorang yang melakukan reformasi sosial seorang perkayarasa sosial. Ada citra yang menyajikan ahli sosiologi sebagai seseorang yang pekerjaannya mengumpulkan data statistik mengenai prilaku manusia. pada pengembangan metodologi untuk dipakai dalam mempelajari fenomena manusia. Citra terakhir memandang ahli sosiologi sebagai seorang pengamat yang memelihara jarak seorang manipulator manusia.

Berger mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut orang tersebut tidak tepat, keliru dan menyesatkan. Kegemaran menolong orang lain bukan ciri khas ahli sosiologi, meskipun diantara para ahli sosiologi tentu ada mempunyai watak demikian. Seorang ahli sosiologi bukan seorang pekerja sosial. Pekerjaan sosial merupakan suatu praktik sedangkan sosiologi merupakan suatu usaha untuk memahami dengan berpegang pada nilai integritas ilmiah. Dengan alasan yang sama, citra mengenali ahli sosiologi sebagai perekayasa sosial pun ditolak berger. Berger mengemukakan bahwa tata statistik hanya menjadi sosiologi bila ditafsirkan secara sosiologis, berger mengemukakan bahwa ahli sosiologi memang perlu memikirkan maslah metodologi namun tujuannya ialah untuk memahami masyarakat, seraya mengakui bahwa di antara ahli sosiologi memang ada yang seharusnya dipelajarinya. Menurut  berger seorang ahli sosiologi pun bukan seorang pengamat tanpa keperdulian atau seorang manipulator tanpa hati nurani.

Peter berger (1987) mencatat adanya perbedaan penting antara manusia dengan makhluk lain. Berbeda dengan makhluk lain yang seluruh perilakunya di kendalikan oleh naluri yang di peroleh sejak awal hidupnya, maka disaat lahir manusia merupakan makhluk tak berdaya karena dilengkapi dengan naluri yang relatif tidak lengkap. Menurut berger manusia merupakan makhluk tak berdaya karena di lengkapi dengan naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh sebab itu manusia kemudian mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh naluri.

Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpatisipasi dalam masyarakat.[1]
 
 
 
 


[1] .prof. DR. komanto sunarto, pengantar sosiologi, pada lembaga penerbit fakultas ekonomi UI. hlm. 6.
Anthony  Giddens, Dkk, sosiologi sejarah dan berbagai pemikirannya, kreasi wacana. hlm. 35.